SKRIPSI
Oleh
SARWENDA
NIM. 12.211.005
i
STRUKTUR KOMUNITAS AMPHIBI DI TAMAN WISATA
ALAM (TWA) KERANDANGAN DALAM UPAYA
PENYUSUNAN MODUL EKOLOGI HEWAN
SKRIPSI
Oleh
SARWENDA
NIM. 12.211.005
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan
terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada
kesempatan ini peneliti sampaikan terima kasih kepada: Ir. Subagio, M.Sc Selaku
Pembimbing Skripsi I atas arahan dan bimbingannya, dan Ali Imran, M.Pd.Si
1. Prof. Drs. Toho Cholik Mutohir, MA., Ph.D., selaku Rektor IKIP Mataram.
2. Drs. Sumarjan, M.Si., selaku Dekan FPMIPA IKIP Mataram atas nasehat,
3. Ismail Efendi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi yang
4. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan moril
vii
Demi kesempurnaan skripsi ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun
selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
Peneliti
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam..
Dengan bangga dan penuh rasa syukur skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kakak Jamaluddin, Muna, Mina, Zahar, Hajati, Abdul Rais serta seluruh
Mataram (Made, Efri, Dea, Pajri, Eca, Eniq, Asti, Dini, Ahmad, Raya,
Ririn, Fadma, Emi, Riandani, Syintia, Darmi, Basit) terima kasih atas
canda tawanya selama ini, sangat bahagia menjadi salah satu bagian dari
ini.
ix
STRUKTUR KOMUNITAS AMPHIBI DI TAMAN WISATA ALAM
(TWA) KERANDANGAN DALAM UPAYA PENYUSUNAN
MODUL EKOLOGI HEWAN
SARWENDA
NIM. 12.211.005
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN LOGO...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................. xi
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 3
xii
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 7
7. Modul ......................................................................................... 18
E. Instrumen Penelitian......................................................................... 30
xiii
H. Teknik Analisis Data ........................................................................ 33
c. Kelimpahan relatif................................................................ 40
D. Pembahasan ...................................................................................... 43
A. Simpulan .......................................................................................... 46
B. Saran................................................................................................. 46
LAMPIRAN ................................................................................................ 52
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Tabulasi Data Amphibi pada 5 Lokasi Sampling ......................... 27
Tabel 3.2 Hasil Observasi Lapngan Selama Pengamatan ............................. 28
Tabel 3.3 Alat dan Bahan .............................................................................. 30
Tabel 3.4 Pengambilan Keputusan Revisi Bahan Ajar ................................. 36
Tabel 4.1 Spesies yang ditemukan selama pengamatan................................ 37
Tabel 4.2 Analisis Skor Validasi Ahli........................................................... 41
Tabel 4.3 Kualifikasi Penilaian Modul Ekologi Hewan ............................... 41
Tabel 4.4 Uji keterbacaan Mahasiswa .......................................................... 42
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
destinasi wisata. Daya tarik wisata yang dimiliki merupakan daya tarik wisata
alam dan budaya. Kondisi daya tarik wisata alam terdiri dari panorama alam,
hutan lindung, dan hutan kemasyarakatan, gunung dan bukit, sungai, lembah,
masyarakat Hindu terjalin dengan baik, sehingga menambah daya tarik wisata
komponen abiotik dan biotik ekosistem yang ada di kawasan Lombok harus
penanganan yang cepat dan tepat untuk mengetahui segala bentuk perubahan
Nusa Tenggara yang terpisah oleh Selat Lombok di sebelah barat dari Bali
dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih
1
2
berbentuk bulat dengan memiliki ekor di sisi barat daya yang panjangnya
kurang lebih 70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km2, menempatkannya
yang terjadi tidak disadari sehingga akan berakhir pada disfungsi kawasan.
saat ini. Seseorang tidak akan pernah tahu sebelum ada informasi yang valid.
berlebihan karena misalnya itu tidak terjadi, dan itu harapan kita semua, tentu
serangga atau hewan invertebrata lainnya serta dapat digunakan sebagai bio-
indikator kondisi lingkungan. Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amphibi
yang paling mudah ditemukan di Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau
11% dari seluruh jenis Anura di dunia. Ordo Caudata merupakan satu-satunya
beberapa jenis baru. Jumlah total katak di Nusa Tenggara adalah 45 jenis
(sebagian besar Rana, Litoria dan Rachoporus), jumlah ini mungkin dua kali
B. Rumusan Masalah
Kerandangan?
C. Tujuan Penelitian
Kerandangan.
D. Manfaat Penelitian
itu sendiri. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini
tentang amphibi.
E. Lingkup Penelitian
1. Subjek Penelitian
2. Objek Penelitian
3. Lokasi Penelitian
1. Struktur Komunitas
2. Amphibi
3. Modul
Modul yang akan disusun dalam penelitian ini adalah Modul Ekologi
Hewan.
4. Ekologi Hewan
penelitian ini yang dimaksud dengan ekologi hewan adalah ilmu yang
adalah salah satu mata kuliah yang di tempuh pada semester III (tiga)
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
kehidupan di darat dan merupakan nenek moyag reptil (Halliday & Adler,
2000).
kelas dari vertebrata yang terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo Caudata
a. Ordo Anura
ekor saat masih dalam fase juvenil (berudu), badan dan kepala
7
8
famili dan lebih dari 5000 spesies (Frost, 2004). Di Indonesia, terdapat
dan perubahan secara genetik yakni (1) tidak adanya sejumlah tulang
pada alat gerak. Faktor ini berkaitan erat dengan kehidupan dari
teresterial)
3) Famili Discoglossidae
4) Famili Pelobatidae
5) Famili Brevicivitadae
8) Famili Mycrohylidae
Selatan)
3. Morfologi Amfibi
bentuk tubuh pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata lebar dan
memiliki mulut yang lebar (Inger & Stuebing, 1997). Tungkai belakang
(Iskandar, 1998).
2003; Nesty dkk., 2013; Tjong et al., 2007). Faktor utama yang
yaitu kulit kasar, berbintil, cenderung terlihat kering; dan kulit licin, tidak
tidak penuh. Fenomena ini berkaitan erat dengan fungsi dari selaput
4. Reproduksi Anura
betina yang sudah siap memijah. Durasi dan frekuensi calling tergantung
oleh betina dari spesies yang sama (Leary, 2001). Betina yang datang
akan langsung dinaiki oleh jantan, ini disebut amplexus. Jantan yang
telurnya dengan mengelus-elus pinggang betina. Sel telur yang keluar dan
5. Habitat Amphibi
hari atau pada musim penghujan seperti di kolam, aliran sungai, pohon-
namanya yaitu hidup pada dua alam (di air dan di darat). Selanjutnya
genangan air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun
Leptobracium sp.
13
badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada
2003).
luas di mana amphibi dapat hidup di tempat yang beragam, mulai dari
dengan manusia, habitat Anura dibedakan menjadi tiga: (1) habitat yang
gangguan manusianya rendah, dan (3) habitat yang tidak diganggu oleh
aktivitas manusia.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan habitat lainnya. Hal ini terjadi
karena amphibi lebih menyukai habitat yang lembab untuk tetap survive
batu, air dangkal, rawa dan ada juga di kayu atau daun lapuk untuk
membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah
spesies maupun dengan spesies Anura lain dan bahkan spesies dari luar
adalah air, kelembaban, suhu dan lain-lain. Interaksi intern spesies yang
tungkai belakang yang panjang dan kuat untuk melompat dengan cepat
dan dalam sekali lompatan dapat menempuh jarak yang relatif jauh. Ada
al., 1999), Dendrobates pomilio (Prohl, 1998) dan berbagai spesies yang
1984).
(Stuart, 2004).
Flores, Sumba dan Timor dari gugusan kepulauan Sunda Kecil (Ellicot
and Gall, 2003: 3). Lombok terletak pada koordinat 8.565°S 116.351°E
dengan luas total 4.514,11 km2 atau setara dengan 1.742,91 mil2. Puncak
tertinggi adalah Gunung rinjani yakni 3.726 meter di atas permukaan laut
20oC atau lebih. Musim ada dua yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan bulan
dengan bulan Maret. Hal ini sangat tergantung dari posisi matahari dari
hasil gerak semu tahunannya. Curah hujan lebih dari 100 mm perbulan
yang ditanami padi, kopi, tembakau, cokelat, jagung, pisang dan lain-lain
Lintang Utara - 8° 20' 15" Lintang Selatan, dan 116° 04' 00" Bujur Timur
dan Kluwi). Sebelah Timur Hutan Lindung Rinjani. Sebelah Utara Hutan
Kerandangan mengikuti arah alur sungai ke arah timur maka seolah kita
7. Modul
a. Pengertian Modul
kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, serta disajikan
(Prastowo, 2012).
b. Ciri-ciri Modul
1) Bersifat Self-instruction
belajar.
yang tinggi.
telah disediakan.
mandiri,
berbagai refrensi
ajar
tatap muka
diterbitkan.
sungai pada hutan primer dengan sungai pada hutan sekunder memiliki
menempati sungai pada hutan primer dan sungai pada hutan sekunder
nilai H’ = 0,690.
Anura yang ditemukan pada tiga tipe perairan di Hutan Harapan Jambi
sebanyak 115 individu yang terdiri dari 14 jenis, tiga famili dan delapan
genus.
C. Kerangka Berfikir
Lombok harus tetap dijaga seperti aslinya. Hal ini mengindikasikan bahwa
upaya penanganan yang cepat dan tepat untuk mengetahui segala bentuk
saat ini. Seseorang tidak akan pernah tahu sebelum ada informasi yang valid.
kondisi lingkungan.
menemukan beberpa jenis baru dan jumlah total katak di Nusa Tenggara
karena itu, perlu adanya penelitian yang mengarah tentang amphibi dan perlu
adanya penanganan yang baik untuk habitat amfibi itu sendiri serta dari hasil
penelitian yang akan dilakukan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa untuk
Pulau Lombok
Kawasan ekowisata
Komponen abiotik
dan biotik
Dampak perubahan
kearah kerusakkan Organisme indikator
sistem ekologi
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
model) yang divalidasikan oleh 3 orang validator ahli (ahli materi dan isi, ahli
B. Pendekatan Penelitian
secara kualitatif dan kuantitatif karena data yang dikumpulkan berupa kajian
diantaranya, ahli materi dan isi, ahli tampilan, dan ahli bahasa, sehingga
Modul Ekologi Hewan yang sudah dikembangkan layak digunakan atau tidak.
26
27
Kerandangan.
D. Rancangan Penelitian
Amphibi sesuai waktu aktif Amphibi yaitu malam hari pukul 20.00-23.00
Untuk data dasar mencakupi substrat, SVL, aktivitas dan berat badan
Amphibi dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:
28
Data Dasar
No. Nama Spesimen
Substrat Aktivitas SVL Berat Badan
1.
2.
3.
4.
5.
Dst.
E. Instruman Penelitian
sampel yang digunakan adalah VES (Visual Encounter Survey), yaitu metode
spesimen.
32
Data yang diambil berupa data dasar dan daftar jenis. Data dasar
kiri kanan sungai menjadi sumbu “x” dan ketinggian dari sungai menjadi
sumbu “z”), aktivitas (diam, bunyi dan lain-lain), substrat (batu, air dan
validator dihitung dengan rumus total yang didapat, dibagi skor maksimal
dikali 100%.
33
a. Indeks keanekaragaman
Powell, 2012):
=− ln
Keterangan:
= ℎ −
= ℎ −
= ℎ ℎ
Keterangan:
= 100%
d. Kepadatan (densitas)
∑
=
700 2
e. Indeks kemerataan/Kesamaan
′
E=
′
Keterangan :
S = Jumlah Spesies.
35
a. Penyusunan Modul
b. Teknik Persentase
Bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini adalah bahan ajar
2014).
BAB IV
A. Deskripsi Data
Data Dasar
No. Nama Spesies
Substrat Aktivitas SVL Berat Badan
1. Bufo melanostictus Tanah Diam 3,46 cm 0,4 gram
2. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,06 cm 0,9 gram
3. Bufo melanostictus Tanah Diam 6.16 cm 2,4 gram
4. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,56 cm 2 gram
5. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,24 cm 2,5 gram
6. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,96 cm 2,2 gram
7. Bufo melanostictus Tanah Diam 7,4 cm 4,1 gram
8. Bufo melanostictus Tanah Diam 9,22 cm 102 gram
9. Bufo melanostictus Batu Berbunyi 6,36 cm 4 gram
10. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,42 cm 2,5 gram
11. Bufo melanostictus Tanah Diam 4,14 cm 0,6 gram
12. Bufo melanostictus Tanah Diam 7,44 cm 4,6 gram
13. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,36 cm 4 gram
14. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,44 cm 2,3 gram
15. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,36 cm 2,7 gram
37
38
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Familia : Bufonidae
Genus : Bufo
Gambar 4.1 Bufo melanostictus
Species : Bufo melanostictus
Genus Bufo
Bufo beranggotakan lebih dari 200 spesies kodok yang
daerah lain. Tubuh selalu gempal (pendek gemuk), dan tekstur kulit
sangat
ngat kasar, ditutupi oleh bintil yang besar dan kecil. Ukuran
bervariasi mulai dari yang relatif kecil (40 mm) sampai dengan yang
Kerandangan
dengan hasil penelitian Kadir (2011), hasil ini masih lebih rendah
dominansi Simpson (C) pada penelitian ini sebesar 0,0044, hasil ini
(C > 0,5) maka ini berarti bahwa tidak ada satupun spesies Amphibi di
c. Kelimpahan Relatif
6,7%. Hal ini karena Bufo melanostictus hidup pada habitat yang
d. Kepadatan (Densitas)
musim penghujan.
e. Indeks kemerataan/kesamaan
yang dominan.
41
3. L. Habiburrahman., M.Pd - - - 20 - 20 4
Pencapaian
diisi oleh validator ahli materi dan isi oleh Sri Nopita Primawati, S.Si.,
sebagai berikut:
43
1. 14.211.087 28 3,5
2. 14.211.082 32 4
3. 14.211.060 36 4,5
4. 14.211.054 29 3,63
5. 14.211.065 25 3,13
6. 14.211.093 22 2,75
7. 14.211.063 28 3,5
8. 14.211.085 31 3,9
9. 14.211.073 32 4
Jumlah 73,1
Rata-rata 3.66
44
D. Pembahasan
satu spesies dari ordo anura yang tergolong ke dalam satu famili, yaitu
famili Bufonidae.
25oC - 28oC, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukan oleh Berry
(1975). Sedangkan suhu air pada lokasi penelitian ialah 27oC. Dimana
Bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini berupa Modul Ekologi
Modul Ekologi Hewan ini digunakan sebagai salah satu panduan mata
kuliah Ekologi Hewan. Modul ini telah divalidasi oleh 3 validator ahli
yaitu ahli materi dan isi oleh Sri Nopita Primawati, S.Si., M.Pd, validator
ahli tampilan oleh Nofisulastri, SPt., M.Si, dan validator ahli bahasa
dalam bentuk Modul Ekologi Hewan apakah layak digunakan atau tidak.
Hewan yang telah divalidasi oleh 3 validator ahli, ahli materi dan isi oleh
Sri Nopita Primawati, S.Si., M.Pd, layak digunakan tanpa revisi dengan
skor rata-rata 4,3 (dapat dilihat pada lampiran 1), ahli tampilan oleh
Nofisulastri, S.Pt., M.Si, layak digunakan tanpa revisi dengan skor rata-
rata 4,1 (dapat dilihat pada lampiran 2), dan ahli bahasa oleh L.
dilihat pada lampiran 4). Oleh karena itu, bahan ajar berupa Modul
Ekologi Hewan yang peneliti susun ini layak digunakan untuk mahasiswa
Mataram.
BAB V
A. Simpulan
berikut:
struktur komunitas.
Biologi.
B. Saran
berikut:
pada musim kemarau saja akan tetapi di musim penghujan juga sebagai
47
48
Kerandangan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Clavero, M., Prenda, J., and Delibes, M. 2005. Amphibian and Reptile
Consumption by Otters (Lutra lutra) in a Coastal Area in Souther Iberian
Peninsula. Herpetological Journal, 15: 125-131.
Daly, J.W., Myers, C.W., and Whittaker, N. 1987. Further classification of skin
alkaloids from Neotropical poison frogs (Dendrobatidae), with a general
survey of toxic/noxious substances in the Amphibia. Toxicon, 25: 1023-
1095.
Daly, J.W., Andriamaharavo, N.R., Andriantsiferana, M., and Myers, C.W. 1996.
Madagascan Poison Frogs (Mantella) and Their Skin Alkaloids. American
Museum Novitates, 3177: 1–34.
Darst, C.L., Menendez-Guerrero, P.A., Coloma, L.A., and Cannatella, D.C. 2005.
Evolution of Dietary Specialization and Chemical Defense in Poison Frogs
(Dendrobatidae): A Comparative Analysis. The American Naturalist,
165(1): 56-69.
Delfino, G., Alvarez, B.B., Brizzi, R., and Cespedez, J.A. 1998. Serous Cutaneous
Glands of Argentine Phyllomedusa Wagler 1830 (Anura Hylidae):
Secretory Polymorphism and Adaptive Plasticity. Tropical Zoology, 11:
333-351.
Gibbons J.W., Scott D.E., Ryan T.J., Buhlmann K.A., Tuberville T.D., Metts
B.S., Greene, J.L., Mills T., Leiden Y. Poppy S. and Winne C.T. 2000. The
Global Decline of Reptiles and Amphibians. Bioscience 50: 653–66.
Goin, J.C ; O.B. Goin & G.R. Zug. 1978. Introduction to Herpetology. San
Francisco : W.H. Freeman and Company.
50
Halliday, T.R. 2008. Why amphibians are important. International Zoo Year
Book, 42: 1–8.
Heyer WR, Donnelly MA, Mc Diarmid RW, hayer LC and Foster MS. 1994.
Measuring and Monotoring Biological Diversity Standart Methods for
Amphibians. Smithsonian Institution Oress. Washington.
Inger, R.F & Stuebing, R.B. 1997. Frog of Borneo. Natural History Publications
& Science and Technology Unit. Sabah.
Iskandar, D.T. 1998. Seri Panduan Lapangan Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang
Biologi LIPI. Bogor.
Jumail. 2011. Pencitraan Kawasan Wisata Kuta Lombok Tengah. Tesis. Magister
Kajian Pariwisata. Denpasar: Universitas Udayana.
Kanna I. 2005. Bullfrog Pembenihan dan Pembesaran – Seri Budi Daya. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. Hal 22 & 28.
Kursini, M.D. 2009. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi Di Alam. Bogor:
Fakultas Kehutahan ITB.
Nesty, R., Tjong, D.H., dan Herwina, H. 2013. Variasi Morfometrik Kodok
Duttaphrynus melanostictus Schneider, 1799 (Anura Bufonidae) Di
Sumatera Barat yang Dipisahkan oleh Bukit Barisan. Jurnal Biologi
Universitas Andalas, 2(1): 37-42.
Owen, P.C., and Gordon, N.M. 2005. The Effect of Perceived Intruder Proximity
and Resident Body Size on the Aggressive Responses of Male Green Frogs,
Rana clamitans (anura: ranidae). Behave. Ecol. Sociobiol., 446-455.
51
Prohl, H., and Hodl, W. 1999. Parental Investment, Potential Reproductive Rates,
and Mating System in the Strawberry Dart-poison Frog, Dendrobates
pumili. Behav. Ecol. Sociobiol, 46: 215-220.
Roevicka, B.S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organic Cair dari Sampah
Dapur Terhadap Pertumbuhan Bibit Kacang Tanah (Arachis hypogaeL.)
Dalam Upaya Pembuatan Brosur Bagi Masyarakat. IKIP Mataram
Simon & Schuster’s. 1989. Guide to Reptiles and Amphibian of the World.
Published by Simon & Schuter’s Inc: New York.
Slavenko, A., and Meiri, S. 2015. Mean Body Species are Poorly Predicted by
climate. Journal of Biogeography, Pp: 1-10.
Summers, K. 1990. Paternal Care and the Cost of Polygyny in the Green Dart-
poison Frog. Behavioral Ecology and Sociobiology, 27: 307-313.
Suryobroto. 1983. Modul Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Wheeler, T. and Lyon, J. (1992). Bali and Lombok – A Travel Survival Kit. Hong
Kong: Lonely Planet Publications Colorcraft Ltd.
52
L
A
M
P
I
R
A
N
53
Lampiran 1. Lembar Validasi Ahli Materi dan Isi Modul Ekologi Hewan
54
55
Gambar 3. Mengambil
ngambil Spesimen yang tertangkap Gambar 4. Me
Memasukkan Spesimen kedalam
didalam jaring kantong plastik
100
Data Amphibi
Data Dasar
No. Nama Spesies Berat
Substrat Aktivitas SVL
Badan
1. Bufo melanostictus Tanah Diam 3,46 cm 0,4 gram
2. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,06 cm 0,9 gram
3. Bufo melanostictus Tanah Diam 6.16 cm 2,4 gram
4. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,56 cm 2 gram
5. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,24 cm 2,5 gram
6. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,96 cm 2,2 gram
7. Bufo melanostictus Tanah Diam 7,4 cm 4,1 gram
8. Bufo melanostictus Tanah Diam 9,22 cm 102 gram
9. Bufo melanostictus Batu Berbunyi 6,36 cm 4 gram
10. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,42 cm 2,5 gram
11. Bufo melanostictus Tanah Diam 4,14 cm 0,6 gram
12. Bufo melanostictus Tanah Diam 7,44 cm 4,6 gram
13. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,36 cm 4 gram
14. Bufo melanostictus Tanah Diam 5,44 cm 2,3 gram
15. Bufo melanostictus Tanah Diam 6,36 cm 2,7 gram
102
Alhamdulillahirobbil‘alamin.......
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan nikmat kepada penulis, baik itu nikmat sehat maupun sempat
sehingga penulis dapat menyelesiakan penyusunan modul ini tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi terakhir
dan penamat, Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia
dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang (Addinul Islam) yaitu
agama Islam.
Mengingat keterbatasan pengetahuan penulis, modul Ekologi Hewan ini
tentunya tidak luput dari kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu guna
kesempurnaan modul ini, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Penulis
PANDUAN DOSEN
Prasyarat Belajar
Halaman
KEGIATAN PEMBELAJARAN............................................................... 1
GLOSARIUM.............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa Memiliki Pengetahuan Tentang Ekologi Hewan
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami Struktur komunitas Ordo
Anura.
C. INDIKATOR
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian ekologi hewan
2. Mahasiswa mampu memahami pengertian komunitas
3. Mahasiswa mampu memahami serta menghubungkan antara faktor
pembatas dan toleransi pada hewan
4. Mahasiswa mampu memahami serta mengetahui jenis-jenis Ordo Anura.
D. CAPAIAN
1. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami ekologi hewan
2. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami komunitas
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor pembatas dan toleransi hewan
4. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis Ordo Anura.
E. URAIAN MATERI
1. Pengertian Ekologi
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos
yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu. Istilah ini mula-mula
diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869.
Beberapa pengertian lain juga dikemukakan oleh para peneliti
lainnya setelah Ernst Haeckel pada tahun 1869 diantaranya, Odum (1971)
menuliskan bahwa ekologi sebagai suatu kajian makhluk ditempat
hidupnya (Fajri, 2012).
Fajri (2012), menjelaskan ekologi adalah cabang ilmu yang
membahas tentang interaksi antara memberi dan menerima, antara
stimulus serta tanggapan dan antara stimulasi dan umpan balik antara
hewan/tumbuhan dan lingkungan (biotik dan abiotik).
2. Pengertian Ekologi Hewan
Ekologi hewan adalah lebih spesifik dari ekologi pada umumnya.
Ekologi hewan yaitu suatu cabang ilmu yang membahas
interaksi/hubungan antara hewan dan lingkungan (biotik dan abiotik).
Pembagian ekologi menurut keilmuannya terdiri dari Synekologi
dan Autekologi. Synekologi merupakan kajian ilmu yang membahas
makhluk hidup dan lingkungannya. Makhluk hidupnya yaitu tumbuhan
dan hewan. Sedangkan Autekologi merupakan suatu kajian yang
membahas tentang suatu makhluk hidup dengan lingkungannya, makhluk
hidup di sini adalah spesies/individu makhluk hidup (Fajri, 2012).
3. Ruang Lingkup Ekologi
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem
dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik.
Faktor abiotik antara lain : suhu, air kelembapan, cahaya, topografi,
sedangkan faktor biotik adalah mahkluk hidup yang terdiri dari : manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan
organisasi makhluk hidup, yaitu; populasi, komunitas dan ekosistem yang
saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan
kesatuan. Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk
hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan.
Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang
meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem dan biosfer. Tingkatan-
tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling
berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang
menunjukkan kesatuan (Fajri, 2012).
a. Komunitas
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup
bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi
semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka hidup
membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas. Dengan
memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah diperoleh
gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut.
Komunitas dengan populasi ibarat makhluk dengan sistem organnya,
tetapi dengan tingkat organisasi yang lebih tinggi sehingga memiliki
sifat yang khusus atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh baik sistem
organ maupun organisasi hidup lainnya (Resosoedarmo, 1990).
Komunitas dalam arti Ekologi mengacu kepada kumpulan
populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati
suatu daerah tertentu. Sedangkan pengertian komunitas secara umum
sendiri adalah kumpulan populasi makhluk hidup yang saling
berinteraksi dan tinggal di suatu habitat. Setiap komunitas tidak harus
menempati daerah yang luas, artinya komunitas dapat mempunyai
ukuran berapa pun. Misalnya dalam suatu aquarium yang terdiri dari
ikan, siput, hydrilla sebagai komponen biotik, serta air, bebatuan
sebagai komponen abiotik dapat disebut sebagai suatu komunitas.
Komunitas tumbuhan di daerah trofik biasanya bersifat rumit dan
tidak mudah diberi nama menurut satu atau dua spesies yang paling
berkuasa sebagaimana yang umum di daerah yang beriklim sedang
(Umar, 2004).
Aby (2012), menjelaskan komunitas sebagai kumpulan dari
berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu
yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas
memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan
dengan individu dan populasi. Dalam komunitas, semua organismee
merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling
berhubungan melalui keragaman interaksinya.
Menurut Odum (1971), mendeskripsikan tentang komunitas
biotik sebagai kumpulan populasi apa saja yang hidup dalam daerah
atau habitat fisik yang telah ditentukan, hal tersebut merupakan satuan
yang di organisir sedemikian bahwa dia mempunyai sifat-sifat
tambahan terhadap komponen individu dan fungsi-fungsi sebagai unit
melalui transformasi metabolik yang bergandengan. Komunitas utama
adalah mereka yang cukup besar hingga mereka relatif tidak
tergantung dari masukkan dan hasil dari komunitas didekatnya
sedangkan komunitas-komunitas minor adalah mereka yang kurang
bergantung pada kumpulan-kumpulan tetangganya.
a) Struktur komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di
dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola.
Struktur komunitas dibedakan menjadi : struktur fisik (struktur
fisik suatu komunitas tampak apabila komunitas tersebut diamati);
dan biologi (komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies,
perubahan temporal dalam komunitas, hubungan antara spesies
dalam suatu komunitas) (Umar, 2004).
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan
vitalitas. Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti frekuensi, densitas dan densitas relatif.
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah
kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Densitas
(kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit
contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan
penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat
secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-
suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik
dalam komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir
dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks.
Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis.
Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-
jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat
sesuai dengan lingkungannya.
b) Macam-macam komunitas
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang
secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (Aby,
2012):
1) Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di
laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam.
2) Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat
di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
Bagi tumbuhan akuatik, intensitas cahaya sangat
menentukan penggunaan energi untuk fotosintesis. Tumbuhan
kekurangan energi jika intensitas cahaya berkurang. Semakin cerah
suatu perairan semakin jauh cahaya matahari yang dapat tembus
kedalam perairan dan dengan begitu akan banyak ditemukan
tumbuhan laut seperti lamun yang memerlukan cahaya matahari
untuk melakukan fotosintesis (Aby, 2012).
Pada umumnya perairan organik lebih cerah daripada
perairan pantai yang banyak bahan-bahan berbentuk partikel dan
bahan terlarut yang terdapat didalamnya. Berdasarkan bentuknya,
waduk dapat diklasifikasikan atas waduk tipe danau (lake type),
tipe sungai (river type), tipe bercabang banyak (multiple branch
type). Waduk Faperika dapat digolongkan ke dalam tipe danau,
karena terjadinya waduk ini akibat pembendungan suatu dataran
rendah dan bentuknya yang melebar (Aby, 2012).
Sumber air ini adalah air yang mengalir dan meresap dari
catchman area yang ada disekitarnya karena tidak ada aliran sungai
yang masuk ke waduk ini (Nurdin et al, 1996). Komunitas adalah
kumpulan populasi yang hidup di daerah tertentu atau habitat fisik
tertentu dengan satuan yang terorganisir. Selanjutnya, dikatakan
bahwa komunitas merupakan suatu system dari kumpulan populasi
yang hidup pada areal tertentu dan terorganisasi secara luas dengan
karakteristik tertentu, serta berfungsi sebagai kesatuan transformasi
metabolis (Odum,1971).
Beberapa karakteristik struktur komunitas yang biasanya
dijadikan petunjuk adanya derajad ketidakstabilan ekologis
meliputi: keseragaman,dominansi, keragaman, dan kelimpahan.
Suhu air merupakan faktor yang cukup penting bagi lingkungan
perairan, kecerahan dan kekeruhan. Setiap spesies atau kelompok
mempunyai batas toleransi maksimum dan minimum untuk
hidupnya (Odum, 1971).
Kenaikan suhu akan menyebabkan naiknya kebutuhan
oksigen untuk reaksi metabolisme dalam tubuh organisme.
Kecerahan adalah suatu parameter perairan yang merupakan suatu
kedalaman dari perairan atau lapisan perairan yang dapat ditembus
oleh sinar matahari. Kecerahan merupakan salah satu parameter
dari produktivitas perairan karena kecerahan perairan merupakan
hubungan langsung dengan zona fotik (Aby, 2012).
Suhu berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
terhadap organisme perairan. Secara langsung suhu berpengaruh
pada fisiologi fotosintesis, sedangkan secara tak langsung suhu
menentukan terjadinya stratifikasi atau pencampuran struktur
perairan yang menjadi habitat organisme perairan (Aby, 2012).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari
bentuk-bentuk pertumbuhan-pertumbuhan (pohon, semak, belikar,
lumut dan alga) yang menyusun struktur komunitas hewan dan
tumbuhan secara fisik (Odum, 1971).
b. Ekologi Fisiologi Hewan
a) Hukum minimum Leibig dan Hukum Toleransi
Satu prinsip yang sangat mendasar untuk mengawali
kajian ini adalah : “Hukum Minimum Liebig” dimana
pertumbuhan populasi akan di batasi oleh faktor-faktor kebutuhan
yang tersedia sangat terbatas. Secara lebih luas Hukum
Minimum Liebig dapat dinyatakan secara ekologi adalah :
“Fungsi suatu makhluk hidup dikendalikan atau dibatasi oleh
faktor lingkungan yang esensial atau gabungan faktor yang ada di
dalam jumlah yang paling tidak layak kecilnya (Fajri, 2012).
b) Faktor Pembatas dan Kisaran Toleransi Hewan
Menurut Odum (1971) faktor fisi yang menjadi faktor
pembatas dan kisaran toleransi:
1. Suhu
Suhu secara Universal adalah penting dan sering
merupakan faktor pembatas. Irama suhu, bersama-sama dengan
irama cahaya, irama lengas udara, serta irama pasang surut.
Hewan yang secara normal terkena suhu yang berbeda di alam
(misal hewan yang beriklim sedang) akan cenderung mengalami
depresi atau mengalami hambatan. Oleh karena itu, makhluk
hidup bersifat peka terhadap perubahan suhu dan karena suhu
mudah diukur maka suhu dilebih-lebihkan sebagai faktor
pembatas (Fajri, 2012).
2. Cahaya
Secara ekologi kualitas cahaya, intensitas cahaya dan
lama penyinaran adalah hal yang penting baik hewan maupun
tumbuhan. Penglihatan warna pada hewan secara sporadik.
Tanpa penglihatan warna berkembang dengan baik pada spesies
tertentu. Penglihatan berkembang baik hanya pada primata.
3. Air
Secara fisiologi air diperlukan oleh semua protoplasma.
Dari segi pandangan ekologi maka air merupakan faktor
pembatas dalam lingkungan daratan. Sedangkan di lingkungan
air jika salinitas tinggi dapat menyebabkan kehilangan air dari
tubuhnya dengan cara osmosis. Air tanah merupakan salah satu
sumber daya yang penting bagi kehidupan makhluk hidup. Di
daerah tropika dan di daerah subtropika pada umumnya curah
hujan cenderung terbagi tidak merata dalam setahun. Sering kali
tampak adanya musim kering dan musim penghujan yang batas-
batasnya jelas.
4. Gas Atmosfer
Gas oksigen adalah faktor pembatas yang terutama di
danau dan di perairan yang terbebani oleh bahan organik yang
banyak. Meskipun gas oksigen lebih mudah larut dalam air dari
pada gas nitrogen, maka kuantitas gas oksigen yang dapat
dikandung di dalam air pada kondisi yang paling layak. Suhu air
dan garam terlarut sangat mempengaruhi kemampuan air untuk
menahan oksigen. Kadar oksigen akan bertambah oleh suhu
yang rendah dan akan turun atau berkurang oleh slinitas yang
tinggi. Penyediaan kadar oksigen di dalam perairan berasal dari
dua sumber yaitu difusi dari udara dan fotosintesis oleh
tumbuhan.
5. Arus dan Tekanan
Arus di perairan tidak hanya mempengaruhi konsentrasi
gas dan zat hara tetapi juga bertindak secara langsung sebagai
faktor pembatas pada arah spesies dan sering sekali sebaga
subsidi energi yang menambah produktivitas pada spesies di
dalam sebuah sungai misalnya.
6. Tanah
Odum (1971) menyebutkan tanah terdiri dari anasir
biotik dan anasir abiotik. Tanah terdiri atas lapisan kerak bumi
yang mengalami pelapukan, kemudian tercampur dengan
makhluk hidup serta hasil pembusukkan yang berasal dari
makhluk hidup tersebut. Pada umunya tanah sebagai hasil
perubahan iklim dan makhluk hidup, terutama vegetasi dan
menjadi beban dari permukaan bumi.
Klasifikasi tanah merupakan subyek yang sangat perlu
diperhatikan dalam kajian ekologi. Keadaan tanah, tekstur tanah
menjadi salah satu pusat perhatian beberapa peneliti khususnya
peneliti ekologi, krena dengan memperhatikan keadaan tanah
kita dapat mengkaji berbagai aspek dalam sebuah penelitian
ekologi (Fajri, 2012).
c. Ordo Anura
Ordo Anura merupakan salah satu Ordo dari Kelas Amfibi.
Ordo ini hidup didaerah akuatik dan teresterial. Memiliki ekor saat
masih dalam fase juvenil (berudu), badan dan kepala bersatu,
extremitas depan lebih pendek dari extremitas belakang, memiliki
tuberkulum subtikuler dan selaput renang.
Ordo Anura dikelompokkan menjadi 3 subordo, yakni
archaeobatrachia (4 famili, 6 genus, 27 spesies), mesobatrachia (6
famili, 21 genus, 168 spesies), dan neobatrachia yang mencakup 21
famili dan lebih dari 5000 spesies (Frost, 2004). Di Indonesia,
terdapat sekitar 450 spesies yang tergolong ke dalam lima family
yaitu Ranidae, Bufonidae, Microhylidae, Rachoporidae dan
Dicroglossidae (Iskandar, 1998: 1). Spesies-spesies tersebut tersebar
dari pulau ujung Barat Indonesia sampai dengan pulau ujung Timur
Indonesia. Kekhasan spesies Anura di Indonesia tergantung letaknya
menurut garis Weber dan garis Wallace.
Ordo Anura, dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan
sebutan katak atau kodok, mudah dikenal oleh masyarakat umum
dari bentuk tubuhnya. Hewan vertebrata ini tidak memiliki ekor,
tubuh pendek, tungkai belakang lebih panjang dibandingkan dengan
tungkai depan, mata menonjol dan tipe mulut sangat bervariasi
(Inger and Stuebing, 2005: 1). Secara anatomi, Anura memiliki
kelenjar penghasil mucus (cairan) yang terletak pada bagian kulit
(Delfino et al., 1998). Cairan tersebut berfungsi sebagai salah satu
bentuk pertahanan diri (Daly et al., 1987).
Handrigan and Wassersug (2006) menambahkan bahwa
Anura (katak, kodok dan larvanya) mempunyai morfologi yang
cukup mudah dapat dibedakan dengan vertebrata lainnya. Kelompok
ini “kehilangan” ekor selama proses perkembangan dalam siklus
hidupnya. Hal tersebut merupakan bentuk dari adaptif, ontogenik
dan perubahan secara genetik yakni (1) tidak adanya sejumlah tulang
ekor, (2) munculnya skeleton aksial dan (3) terjadinya pemanjangan
pada alat gerak. Faktor ini berkaitan erat dengan kehidupan dari
Anura dengan habitat akuatik dan terrestrial.
a) Morfologi Anura
Ordo Anura (jenis katak-katakan) secara morfologi mudah
dikenal karena tubuhnya seperti berjongkok dimana ada empat
kaki untuk melompat, bentuk tubuh pendek, leher yang tidak
jelas, tanpa ekor, mata lebar dan memiliki mulut yang lebar (Inger
& Stuebing, 1997). Tungkai belakang selalu lebih panjang
dibanding tungkai depan. Tungkai depan memiliki 4 jari
sedangkan tunkai belakang memiliki 5 jari. Kulitnya bervariasi
dari halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam kadang
ditemukan seperti pada famili Bufonidae. Ukuran katak di
Indonesia bervariasi mulai dari yang terkecil yakni 10 mm hingga
yang terbesar mencapai 280 mm (Iskandar, 1998).
Tekstrur kulit secara umum dibedakan menjadi dua
macam yaitu kulit kasar, berbintil, cenderung terlihat kering; dan
kulit licin, tidak berbintil, cenderung terlihat basah. Tungkai
depan seluruhnya tidak memiliki selaput, sedangkan tungkai
belakang biasanya berselaput renang. Spesies-spesies yang
aktivitasnya lebih banyak dilakukan di lingkungan akuatik
umumnya memiliki selaput yang penuh, sedangkan spesies-
spesies yang lebih banyak beraktivitas di terrestrial, memiliki
selaput renang yang tidak penuh. Fenomena ini berkaitan erat
dengan fungsi dari selaput renang tersebut, yakni memudahkan
bergerak di air.
b) Reproduksi Anura
Reproduksi Anura dilakukan dengan cara bertelur
(ovipar). Fertilisasi dilakukan secara eksternal, umumnya di
badan air yang tenang. Prosesnya diawali dengan calling oleh
individu jantan untuk memanggil betina yang sudah siap
memijah. Durasi dan frekuensi calling tergantung pada ukurannya
(Owen and Gordon, 2005). Vokalisasi Anura jantan bersifat
interspesifik. Suara jantan spesies tertentu secara spesifik dikenali
oleh betina dari spesies yang sama (Leary, 2001). Betina yang
datang akan langsung dinaiki oleh jantan, ini disebut amplexus.
Jantan yang berada di punggung akan merangsang betina untuk
mengeluarkan telurnya dengan mengelus-elus pinggang betina.
Sel telur yang keluar dan mengapung di badan air dibuahi oleh
sperma yang dikeluarkan oleh jantan begitu telur dikeluarkan.
c) Habitat Anura
Masing-masing spesies Anura menyukai substrat yang
berbeda-beda. Spesies-spesies katak pohon lebih suka di atas
pohon seperti di daun pisang dan tumbuhan-tumbuhan berdaun
lebar lainnya. Umumnya spesies Anura menyukai substrat tanah,
batu, air dangkal, rawa dan ada juga di kayu atau daun lapuk
untuk menyamarkan keberadaannya melalui mekanisme mimikri.
Walaupun demikian habitat yang paling disukai adalah daerah
berhutan karena membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada
juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali
(Mistar, 2003).
4. Jenis Ordo Anura pada Kawasan Penelitian
Secara Geografis TWA Kerandangan terletak pada 8° 20' 13"
Lintang Utara - 8° 20' 15" Lintang Selatan, dan 116° 04' 00" Bujur Timur
– 116° 04' 03". Menurut administratif pemerintahan terletak di Desa
senggigi kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Wewenang pengelolaan berada di bawah Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat. Batas-batas TWA
Kerandangan: Sebelah Barat Selat Lombok (dusun Kerandangan, Mangsit
dan Kluwi). Sebelah Timur Hutan Lindung Rinjani. Sebelah Utara Hutan
Lindung Rinjani. Sebelah Selatan Hutan Lindung Rinjani.
TWA Kerandangan terletak pada ketinggian antara 10 m - 600
meter dpl. Topografi secara umum merupakan dataran bergelombang 10 -
30 % dan berbukit 30 – 50 % dengan kemiringan tanah sangat curam
hingga mencapai ± 64,13 % luas kawasan dan hanya sebagian kecil
bertografi datar 0 – 5 % serta berombak 5 – 10 % khususnya yang terletak
di kiri kanan sungai. Jika masuk ke TWA Kerandangan lewat Dusun
Kerandangan mengikuti arah alur sungai ke arah timur maka seolah kita
masuk ke dalam perangkap raksasa dimana di bagian kanan (selatan) dan
kiri (utara) serta di depan (timur) merupakan lereng-lereng bukit yang
curam, terjal dan berbatu. (BKSDA, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Taman Wisata Alam
Kerandangan ditemukan satu (1) spesies amfibi yang tergolong ke dalam
satu (1) famili, yaitu famili Bufonidae. Satu spesies yang dimaksud adalah
Bufo melanostictus dengan jumlah individu sebanyak lima belas (15)
individu. Bufo melanostictus sebagian besar ditemukan di wilayah
terrestrial walaupun terdapat 1 individu yang berada di bebatuan sungai
dengan aktivitas berbunyi.
Adapun tabel penemuan spesies dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Spesies yang ditemukan selama pengamatan
Data Dasar
No. Nama Spesies
Substrat Aktivitas SVL Berat Badan
1. Bufo Tanah Diam 3,46 cm 0,4 gram
melanostictus
2. Bufo Tanah Diam 5,06 cm 0,9 gram
melanostictus
3. Bufo Tanah Diam 6.16 cm 2,4 gram
melanostictus
4. Bufo Tanah Diam 5,56 cm 2 gram
melanostictus
5. Bufo Tanah Diam 6,24 cm 2,5 gram
melanostictus
6. Bufo Tanah Diam 5,96 cm 2,2 gram
melanostictus
7. Bufo Tanah Diam 7,4 cm 4,1 gram
melanostictus
8. Bufo Tanah Diam 9,22 cm 102 gram
melanostictus
9. Bufo Batu Berbunyi 6,36 cm 4 gram
melanostictus
10. Bufo Tanah Diam 6,42 cm 2,5 gram
melanostictus
11. Bufo Tanah Diam 4,14 cm 0,6 gram
melanostictus
12. Bufo Tanah Diam 7,44 cm 4,6 gram
melanostictus
13. Bufo Tanah Diam 6,36 cm 4 gram
melanostictus
14. Bufo Tanah Diam 5,44 cm 2,3 gram
melanostictus
15. Bufo Tanah Diam 6,36 cm 2,7 gram
melanostictus
Adapun karakteristik dari genus Bufo dan deskripsi spesies
diuraikan sebagai berikut.
Genus bufo
Phylum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Familia : Bufonidae
Genus : Bufo
Gambar Bufo melanostictus
Species : Bufo melanostictus
karena harga indeks dominansinya kurang dari 0,5 (C > 0,5) maka ini
c. Kelimpahan Relatif
relatif Bufo melanostictus sangat rendah yaitu sebesar 6,7%. Hal ini
terindikasi terganggu.
d. Kepadatan (Densitas)
melanostictus.
e. Indeks kemerataan/kesamaan
yang dominan.
F. RANGKUMAN
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama
dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu
daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau
suatu komunitas.
Macam-macam komunitas
1. Komunitas akuatik
2. Komunitas terrestrial
Ordo Anura merupakan salah satu Ordo dari Kelas Amfibi. Ordo ini
hidup didaerah akuatik dan teresterial. Memiliki ekor saat masih dalam fase
juvenil (berudu), badan dan kepala bersatu, extremitas depan lebih pendek
dari extremitas belakang, memiliki tuberkulum subtikuler dan selaput renang.
Ordo Anura dikelompokkan menjadi 3 sub ordo yaitu:
1. Archaeobatrachia
2. Mesobatrachia
3. Neobatrachia
G. TES FORMATIF
Soal
1. Tuliskan pengertian dari komunitas! (15)
2. Tulis dan jelaskan macam-macam dari komunitas. (20)
3. Sebut dan jelaskan faktor pembatas dan kisaran toleransi hewan! (25)
4. Bagaimana cara mengenali Anura dari ciri morfologinya? (20)
5. Jelaskan proses reproduksi Anura! (20)
GLOSARIUM
Daly, J.W., Myers, C.W., and Whittaker, N. 1987. Further classification of skin
alkaloids from Neotropical poison frogs (Dendrobatidae), with a general
survey of toxic/noxious substances in the Amphibia. Toxicon, 25: 1023-
1095.
Delfino, G., Alvarez, B.B., Brizzi, R., and Cespedez, J.A. 1998. Serous Cutaneous
Glands of Argentine Phyllomedusa Wagler 1830 (Anura Hylidae):
Secretory Polymorphism and Adaptive Plasticity. Tropical Zoology, 11:
333-351.
Endang, T. 2010. Panduan Wisata Alam di Kawasan Konservasi Nusa Tenggara.
BKSDA-NTB.
Fajri. 2012. Modul Ekologi II. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Mataram.
Inger, R.F & Stuebing, R.B. 1997. Frog of Borneo. Natural History Publications
& Science and Technology Unit. Sabah.
Iskandar, D.T. 1998. Seri Panduan Lapangan Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang
Biologi LIPI. Bogor.