Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

Energi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan. Energi yang dimanfaatkan oleh
tumbuhan, hewan dan manusia pada dasarnya bersumber dari energi matahari. Segala bentuk kehidupan,
proses kehidupan, dan aktifitas hidup memerlukan energi. Tidak ada kehidupan yang dapat bebas dari
energi. Jumlah energi yang dimanfaatkan untuk menjalankan aspek kehidupan itu hampir seratus persen
besumber dari energi radiasi matahari. Energi matahari yang tertangkap oleh tumbuhan digunakan untuk
kegiatan fotosintesis dan kebutuhan lainnya.

Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang
dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun
kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan cahaya saat perkembangan
berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun
lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan
tidak adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel tumbuhan
sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan tumbuhan – tumbuhan tumbuh lebih
lambat dengan kondisi relative pendek, daun berkembang, lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan
batang kecambah lebih kokoh.

Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dapat
dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fototsintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran
cahaya tampak (400-760 mμ). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah ( 626-760 mμ), hijau ( 490-
574mμ), biru (435-490 mμ) dan violet (400-435 mμ). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya
terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam fotosintesis.
Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu.
Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Kloroplas mengandung
beberapa pigmen, misalnya klorofil a menyerap cahaya biru-violet dan merah, klorofil b yang menyerap
cahaya biru dan orange serta memantulkancahaya kuning hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi
terang sedangkan klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang. Keberadaan pigmen
merupakan dasar pada setiap respon dan sebagian besar pigmen tumbuhan nampak berwarna hijau karena
sebagian besar pigmen tumbuhan tersebut mengabsorbsi cahaya hijau. Karena peranan yang mendasar
2

dari fotosintesis didalam metabolisme tumbuhan, cahaya merupakan satu dari faktor-faktor lingkungan
uang terpenting untuk dikaji.
3

BAB II
HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN

Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi
ekosistem. Cahaya juga merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme dan fotosintesis
tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman
dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada
tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman
toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman
intoleran.

Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor cahaya, yang sangat erat kaitannya dengan
sistem ekologi, yaitu:

a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.

b. Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.

c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.

A. Kualitas Cahaya

Kualiatas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima yang dinyatakan dengan panjang gelombang.
Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang gelombang dari 400 sampai 760 mμ ( 1 mμ = 10
Angstrom). Cahaya itu terdiri dari berbagai panjang gelombang dan warna, seperti yang tertera pada
Gambar 2.1
4

Gambar 2.1. Spektrum energi cahaya matahari

Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang- gelombang elektromagnetik dengan berbagai
panjang gelombang. Tidak semua gelombang- gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer
untuk mencapai permukaan bumi. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang
mencolok antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang
penting.

Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 –
7,6 mikron. Selang panjang gelombang yang meghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan PAR
( Photosyntetically Active Radiation). Suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat besarnya absorbsi
tanaman (klorofil) terhadap PAR, ternyata setiap panjang gelombang memperlihatkan daya absorsi yang
berbeda-beda). Perbedaaan itu juga disebabkan oleh perbedaan kolofil yang terdapat pada tanaman, yakni
klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klofofil b (C55H70O6N4Mg). Rumus bangun kedua macam klorofil
tersebut terlihat pada Gambar 2.2 dan 2.3

Gambar 2.2. Klorofil a Gambar 2.3. Hubungan antara panjang


gelombang dan absorpsi

Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang
gelombang itulah yang merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Pada ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi
fotosintesis. Pada ekosistem perairan, cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di
5

permukaan sehingga cahaya hijau akal lewat atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sangat sulit
untuk diserap oleh fitoplankton.

Kandungan klorofil dan jumlah daun berbeda antara daerah yang ternaung dan terbuka. Marjenah
(2001) mengemukakan jumlah daun tumbuhan lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat
terbuka. Ditempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung.
Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai permukaan yang lebih besar
di dalam naungan daripada di tempat terbuka. Dewi (1996) dalam Marjenah (2001) mengemukakan
bahwa kandungan klorofil Shorea parvifolia pada tempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih
rendah yaitu 34,80 satuan, sedangkan dengan naungan sarlon satu lapis berjumlah 42,21 satuan dan
naungan sarlon dua lapis 48,05 satuan; sedangkan Shorea smithiana pada tempat terbuka kandungan
klorofilnya 32,91 satuan, naungan sarlon satu lapis 36,49 satuan dan naungan sarlon dua lapis 40,01
satuan.

Daun-daun yang berasal dari posisi terbuka dan ternaung, atau dari tumbuhan toleran dan intoleran,
mempunyai morfologi yang sangat bervariasi. Daun yang terbuka, lebih kecil, lebih tebal dan lebih
menyerupai kulit daripada daun ternaung pada umur dan jenis yang sama. Pengaruh dari cahaya
ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas. Cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria dan
mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat), contohnya yaitu bentuk- bentuk
daun yang roset, terhambatnya batang menjadi panjang

B. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor
lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat
bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di
daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di
daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar
dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum.

Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi
matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan
demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya
yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.

1. Kepentingan Intensitas Cahaya


6

Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan
dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu
menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas
cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali dapat merusak
enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam
mensisntesis protein.

2. Titik Kompensasi

Tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang
cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah
karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan
respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah
intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat),
dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik
kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Kebutuhan minimum cahaya untuk proses
pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya.

Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi
disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang
rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita),
metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan heliofita dengan siofita
adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.

Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi
kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan
intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang
diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga
menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.

C. Lama Penyinaran

Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fisiologis dari
tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar
matahari. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. Di daerah
7

sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12
jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang
dari 12 jam pada musim dingin. Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan
berbunga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tumbuhan berkala panjang


Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses
perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
2. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses
perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
3. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya,
misalnya tomat.

Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal,
maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku
tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang
mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam
hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.

Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses metabolisme yang
berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat. Faktor ini secara
langsung mempengaruhi tingkat produktivitas tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat
melalui 2 cara, yaitu :

a. Meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit; contohnya perluasan daun
ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar.

b. Mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada tanaman jagung respon ketika
intensitas cahaya berlebihan berupa penggulungan helaian daun untuk memperkecil aktivitas
transpirasi. Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di
atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara fisiologis mulia
berkurang.
8

Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa
anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang
diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis.

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2

Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula
digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada
hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan
persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk
menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang
memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. klorofil
menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan
yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam
daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter
perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil,
tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari
lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air
yang berlebihan.
9

BAB III
PENGARUH CAHAYA MATAHARI DAN FOTOSINTESA

Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan untuk dapat melakukan fotosistesis. Jika
suatu tumbuhan kekurangan cahaya matahari maka tumbuhan itu bisa tampak pucat dan berwarna
kekuning-kuningan (etiolasi). Hubungan tumbuhan dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh
dua hal yaitu (Purbayanti dan Sri, 1991):

1. Penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya maksimum. Berbarti di atas
kanopi dan di dalam komunitas yang kompleks sebagian besar daun tersebut tidak dapat
mencapainya. Karena itu sebagian besar dari daun akan berada pada intensitas cahaya yang kurang
dari yang dibutuhkan.

2. Fotosintesis dimaksimum untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan ini menjadi di bawah
titik jenuh cahaya untuk fotosíntesis normal, sehingga tetap berkesinambungan neto karbon yang
positif (pengikatan CO2 untuk fotosíntesis lebih besar dari pada jumlah dikeluarkan pada respirasi
dari hasil karbohidrat). Sehelai daun yang berada pada keseimbangan C yang negatif akan
memerlukan gula yang diambil dari sisa tanaman dan akan mengurangi kesegaran secara menyeluruh
Adanya penyinaran cahaya matahari akan menimbulkan cahaya, sedangkan cahaya sangat
dibutuhkan untuk pembentukan zat hijau daun (klorofil) dan pertumbuhan tumbuhan dan kualitas
produksi. Tumbuhan yang kurang cahaya matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang
(Purbayanti dan Sri, 1991).

Ilmuwan Denmark Katrine Heinsvig Kjaer dan Carl-Otto Ottosen dari Departemen Hortikultura di
Aarhus University menerbitkan sebuah studi dalam edisi terbaru Journal of American Society for Ilmu
Hortikultura yang menyoroti pertanyaan tentang respon tanaman terhadap gangguan dalam siklus
pencahayaan ."Ritme sirkadian diyakini sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan kinerja di bawah
kondisi iklim yang berfluktuasi. Namun belum diketahui bagaimana tanaman dengan jam sirkadian
berfungsi merespon lingkungan cahaya yang tidak teratur yang mengganggu diatur sirkadian-parameter
yang berhubungan dengan pertumbuhan.
10

Untuk percobaan mereka, tim menggunakan stek krisan 300 ('Charm Karang' Chrysanthemum
morifolium) tumbuh dalam 19 jam cahaya selama 2 minggu. Tanaman yang kemudian secara acak
ditempatkan dalam salah satu dari dua kompartemen rumah kaca dengan suhu yang sama dan karbon
(CO2) konsentrasi. "Tanaman yang terkena cahaya tambahan diberikan sebagai cahaya istirahat tidak
teratur pada malam hari, yang kita dicapai dengan mengendalikan cahaya didasarkan pada radiasi
matahari diperkirakan dan harga listrik ', menjelaskan penulis." Pertumbuhan, dalam hal keuntungan
karbon, adalah berkorelasi linear untuk kedua panjang hari dan integral ringan sehari-hari."

Para ilmuwan mengamati bahwa krisan tanaman yang ditanam di hari pendek dengan cahaya
istirahat tidak teratur selama malam hari menunjukkan perkembangan daun lebih cepat dan pertumbuhan
batang dari tanaman yang ditanam di iklim dengan periode cahaya berturut-turut yang panjang,
membuktikan bahwa intensitas cahaya rendah rata-rata mempromosikan perluasan area fotosintesis
tanaman. Meskipun percobaan menunjukkan bahwa periode cahaya tidak teratur mengganggu irama
sirkadian dan menginduksi perubahan dalam karakteristik daun, para penulis mencatat bahwa studi ini
juga membuktikan bahwa tanaman alami dapat beradaptasi dengan periode cahaya tidak teratur. Reaksi
fotosintesis digolongkan atas fase cahaya dan fase gelap. Fase cahaya terdiri dari penangkapan energi
cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2 . Oksigen
dilepas ke udara untuk membentuk molekul oksigen sedangkan hidrógen ditangkap oleh penangkap
hidrógen yang disebut NADP (Nikotamid Adenosin Dinukleotida Fosfat) menjadi NADP H2. Fosforilasi
dapat juga terjadi akibat peristiwa pernafasan (fosforilasi oksidatif) perubahan energi cahaya ke energi
kimia dicapai dengan terbentuknya penghasil energi (ATP dan ADP). Energi yang terbentuk dari
perubahan ATP ke ADP akan diubah oleh kerja kimia menjadi bahan organik, seperti gugus fosfato yang
kaya energi sebagai bahan dasar untuk penyusunan karbohidrat.

Pada fase gelap energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan digunakan dalam reaksi gelap.
Reaksi gelap tidak membutuhkan cahaya, tetapi sangat bergantung pada suhu. Karena pada fase gelap
reaksi biokimia yang berlangsung sangat dipangaruhi oleh kerja enzim. Fase gelap pada prinsipnya adalah
pemindahan hidrogen dari air hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa (aseptor) hidrogen (NADPH2) ke
asam organik berenergi untuk membentuk karbohidrat yang berenergi tinggi. Reaksi reduksi ini adalah
penambahan elektron dan atom hidrogen ke CO2 yang berakhir dengan terbentuknya unit gula.

Reaksi cahaya dan reaksi gelap terpisah beberapa saat. Mekanisme reaksi cahaya menjadi jenuh
hanya dengan disinari cahaya selama 10-5 detik. Hasil dari reaksi cahaya dapat digunakan dalam reaksi
gelap hanya dalam waktu kurang lebih 100 m/s. Kemudian ditingkatkan sedemikian rupa sehingga fiksasi
CO2 dalam reaksi gelap intensitas penyinarannya mencapai maksimum. Dalam hal ini dianggap bahwa
11

seluruh komponen untuk mengubah energi sudah jenuh. Perbandingan antara jumlah klorofil dalam
proses fotosintesis dengan jumlah molekul-molekul CO2 yang difiksasi selama reaksi gelap dapat
ditentukan jumlah klorofil yang terlibat dalam reduksi 1 molekul CO2. Angka ini disebut dengan unit
klorofil. Hasil penelitian ahli fisiologi bahwa diperlukan 2.500 buah molekul klorofil untuk setiap
molekul CO2. untuk memfiksasikan 1 moloekul CO2 diperlukan 10 quanta. Dalam mereduksi 1 molekul
CO2 diperlukan 10 kali tingkat penyinaran. Dengan demikian, setiap unit seharusnya mengandung 10-1 x
2.500 = 250 butir klorofil. Unit kerja dalam proses fotosintesis yang kompleks dimulai dari unit klorofil
dan berakhir pada unit fotosintesis.

Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan elektron-elektron yang dihasilkan dari oksidasi air
dalam proses fotosintesis. Elektron yang telah mempunyai tingkat energi tinggi, setelah kembali ke
tingkat energi semula akan menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan tersebut kemudian dapat
digunakan untuk keperluan biologis atau dapat digunakan dalam sintesis makromolekul dalam sel.

Laju fotosintesis dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang difiksasi setiap satuan
luas daun dalam satuan waktu tertentu atau dalam satuan luas lahan setiap satuan waktu. Laju fotosintesis
dapat dijadika sebagai alat untuk menyatakan aktivitas fotosintesis suatu tanaman. Tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa aktivitas fotosintesis merupakan hal yang sangat penting, namun pendekatan produksi dari
aspek ini jarang dilakukan. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur, fotosintesis juga akan
meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya dimana tingkat cahaya pada pengambilan CO2 sama
dengan pengeluaran CO2 (laju pertukaran karbon atau CER = 0). Apabila tingkat cahaya terus-menerus
meningkat, akan berkuranglah kenaikan CER untuk setiap satuan kenaikan tingkat cahaya sampai tercapai
tingkat cahaya jenuh. Setiap peningkatan intensitas cahaya setelah tingkat ini tidak akan diikuti
peningkatan CER yang berarti. Oleh sebab itu, daun lebih efisien memanfaatkan energi cahay pada
tingkat penyinaran yang rendah. Efesiensi fotosintesis adalah rasio antara energi yang tersimpan oleh
asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh sistem fotosintesis.

Efisiensi fotosíntesis dibatasi oleh sistem cahay (intensita, kualitas dan lamanya penyinaran)
golongan tanaman (C4, C3, dan CAM) , suhu dan air. Di daerah tropis yang intensitas cahayanya relatif
lebih tinggi dan didukung oleh suhu yang tinggi lebih cocok untuk tanaman yang jalar fotosintesisnya
tergolong C4 seperti jagung, tebu, sogum dan kebanyakan rumput pedangan daripada tanaman yang jalar
fotosíntesisnya C3 seperti legum, gandum, padi dan lainnya.

Menurut Prasetio (1982), perbandingan laju fotosíntesis tanaman yang tergolong C3 dan C4 dapat
dibedakan sebagai berikut :
12

1. Maksimum laju fotosíntesis tanaman C4 lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tergolong
C3.

2. Suhu optimum untuk tanaman C4 tajam batasnya dibandingkan tanaman C3. laju fotosíntesis tanaman
C3 berbeda-beda sebanding dengan perubahab suhu umumnya 10 -35 o C. seballiknya, hasil bersih
fotosíntesis tanaman fotosíntesis tanaman C4 kira-kira 2 kali lebih cepat setiap kenaikan 10oC
diantara 15º C dan 35oC.

3. Tanaman yang tergolong C4 mempunyai capacitas fotosíntesis lebih besar daripada tanaman yang
tergolong C3 pada suhu tinggi namun, tanaman C3 lebih tahan terhadap dingin.

Berikut ini hádala beberapa factor utama yang menentukan laju fotosíntesis, antara lain :

1. Intensitas cahaya
Laju fotosíntesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida diudara, makin banyak jumlah bahan yang dapat digunakan
tumbuhan untuk melangsungkan fotosíntesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosíntesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya.
Umumnya laju fotosíntesis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hinggan batas toleransi
enzim
4. Kadar air
Kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbondioksida sehinggan
mengurangi laju fotosíntesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosíntesis)
Jika kadar fotosintat berkurang laju fotosíntesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau
bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang
6. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang
berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mumgkin dikarenakan tumbuhan berkecambah
memerlukan lebih banyak energi dan makan untuk tumbuh.

Kebanyakan tanaman memerlukan intensitas cahaya lemah pada stadia kecambah misalnya kopi,
coklat, tembakau dan cengkeh. Untuk jenis tanaman tersebut dalam pembibitannya dibuat pelindung.
Tidak semua energi cahaya matahari dapat diabsorbsi oleh tanaman. Setiap hari bumi rata-rata menerima
13

kira-kira 500 cm2 , 93% dipantulkan kembali keatmosfer, 7% digunakan untuk proses fotosintesa oleh
tanaman. Dari 7% itu, 2% hilang akibat respirasi dan 5% diubah menjadi bahan kering tanaman.

Cahaya merupakan satu dari faktor-faktor lingkumngan terpenting karena peranannya yang mendasar
dari fotosintesis di dalam metabolisme tanaman. Radiasi cahaya matahari mempengaruhi organisme
dengan jasa dari energi yang disimpannya dan hanya aktif bila diabsorbsi. Jadi cahaya ultraviolet
diabsorbsi kuat oleh protein dan dapat menyebabkan kerusakan.

Cahaya biru diabsorbsi oleh pigmen karotenoid dan klorofil, cahaya merah oleh klorofil, dan merah
serta merah jauh oleh fitikrom. Keberadaan pigmen merupakan dasar pada setiap respon dan sebagian
besar tanaman tampak berwarna hijau hanya karena sebagian pigmen tanaman tersebut mengabsorbsi
cahaya hijau.

Sinar matahari atau cahaya matahari adalah sinar yang berasal dari matahari untuk berfotosintesis
dan membuat makanan. Dengan air dan cahaya matahari, tanaman akan tumbuh tinggi dengan cepat,
namun akan terlihat kuning dan kekurangan air, meskipun saat disentuh, daunnya terasa amat basah.

Cahaya matahari ditangkap daun sebagai foton. Tidak semua radiasi matahari mampu diserap
tanaman, cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm, cahaya yang diserap daun 1-5% untuk
fotosintesis, 75-85% untuk memanaskan daun dan transpirasi. Kebutuhan intensitas cahay berbeda untuk
setiap jenis tanaman, sehingga dikenal 3 tipe tanaman C3, C4 dan CAM. C3 memilki titik konfensasi
cahaya rendah yang dibatasi oleh tingginya fotorespirasi. C4 memiliki titik kompensasi cahaya tinggi,
sampai cahaya terik dan tidak dibatasi oleh fotorespirasi. Besaran yang menggambarkan banyak
sedikitnya radiasi matahri yang mampu diserap tanaman : ILD adalah ILD kritik dan ILD optimum. ILD
kritik menyebabkan pertumbuhan 95% maksimum sedangkan ILD optimum menyebabkan pertumbuhan
tanaman (CGR) maksimum. ILD optimum setiap jenis tanaman berbeda tergantung pada morfologi daun.
Selain faktor internal terdapat juga faktor eksternal yang mempengaruhi nilai ILD optimum, misalnya
jarak tanaman (kerapatan tanaman).

Tumbuhan mampu melakukan fotosintesis karena molekul klorofil dalam selnya sensitif terhadap
cahay matahari. Tetapi, klorofil hanya mampu menggunakan kisaran panjang gelombang yang sangat
terbatas dan kisaran panjang gelombang tersebut adalah yang diradiasikan matahari paling kuat. Yang
lebih menarik adalah kisaran ini hanya setara dengan 1/1025 dari keseluruhan spektrum elektromagnetik.

Pada tanaman fotosintesis menjadi jenuh cahaya pada kerapatan pengaliran yang jauh di bawah
penyediaan CO2, tetapi ndi daerah beriklim sedang dan di daerah kutub kebalikannya sering terjadi
dimana fotosintesis dibatasi oleh intensitas cahaya yang rendah (Anderson, 1964).
14

Cahaya dapat menembus daun dengan 4 cara, yaitu :

1. Irradiasi Langsung yang tidak terhalang yang diberikan oleh noda-noda matahari. Noda-noda matahari
ini mempunyai sifat berirradiasi langsung kecuali dimana terjadi pengaruh bayangan (Anderson dan
Miller, 1974). Noda matahari menurut sifatnya adalah sementara tetapi karena penyinaran cahaya
dapat seefektif seperti sumber yang terus-menerus bagi fotosíntesis (Emerson dan Arnold, 1932)

2. Radiasi difusi yang tidak terhalang merupakan cahaya langit difusi yang mengiringi noda matahari

3. Refleksi daun-daun tidak hanya meneruskan cahay, tetapi, sama dengan semua permukaan biologis
lainnya memantulkan sebagian tertentu.

4. Transmisi derajat kenaungan jelas tergantung pada jumlah cahaya yang diabsorbsi dan yang
dipantulakn oleh daun. Pemberian naungan pada berbagai stadia pertumbuhan berpengaruh nyata
terhadap jumlah bunga per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisis per tanaman,
berat 100 biji, dan produksi biji Bering pada berbagai macam varietas tanaman kedelai. Pemberian
naungan 20% memberikasn hasil yang lebih baik apabila diaplikasikan pada awal pengisian polong
dibandingkan dengan awal tanam atau awal berbunga (Herawati dan Saaludin, 1995).

Pengaruh kualitas cahaya pada tumbuhan ada dua yaitu :

1. Pengaruh teriknya atau kerasnya sinar matahari : setiap tanaman berbeda-beda pengaruhnya terhadap
kerasnya sinar matahari, ada tanaman yang tumbuh lebih baik pada tempat yang terbuka, sebaliknya
ada beberapa tanaman yang tumbuh lebih baik pada tempat yang memakai peneduh. Misalnya, padi
akan tumbuh dan berproduksi pada tempat yang terbuka sedang tanaman perkebunan kopi atau
colkat menhendaki tempat-tempat yang pakai peneduh.

2. Pengaruh lama atau panjangnya sinar matahari terhadap tanaman : pengaruh lamanya sinar matahari
terhadap tanaman ini disebut foto-periodisme. Lingkaran perkembangan tanaman zaherí-hari
dipengaruhi oleh lama/panjang penyinaran, lamanya penyinaran di daerah tropis setiap hari tetap
sama hanya pada musim-musim penghujan karena sering terjadi mendung makanya panjangnya
penyinaran sering berkurang, tetapi musim kemarau karena hampir tidak ada mendung maka
panjangnya penyinaran dapat dikatakan hampir sama sehingga praktis efeknbya bagi tanaman.

Intensitas cahaya dan lama penyinaran berpengaruh terthadap pertumbuhan, terutama terhadap
pertumbuhan vegetatif dan kegian reproduksi tumbuhan. Di daerah tropis, lama hari siang dan malam
Kira-kira sama, yaitu 12 jam. Di daerah yang memiliki empat musim, lama siang hari dapat mencapai 16-
20 jam. Respon tumbuhan terhadap lama penyinaran yang bervariasi disebut fotoperiodisme. Respon
15

tumbuhan trerhadap fotoperiodik dapat berupa pembungaan, dormansi, perkecambahan dan


perkembangan. Respon ini dikendalikan oleh pigmen yang mengabsorbsi cahaya yaitu fitokrom.
16

BAB IV
PENGARUH CAHAYA TERHADAP FOTOTROPISME

Fototropisme adalah gerakan dari tumbuhan yang menuju arah rangsangan cahaya dan gerak ini
biasanya terjadi pada pergerakan tumbuhan melalui pergerakan batang. Hal ini dapat kita saksikan pada
tanaman pot yang ditempatkan dekat jendela atau di bawah tuturan dimana cahaya hanya datang dari satu
pihak, maka terlihat ujung dari batang tersebut membelok menuju ke cahaya atau ke arah datangnya
cahaya (Dwijoseputro, 1980).

Selanjutnya Wilkins (1989) menyatakan bahwa sudah lama diketahui bahwa tumbuhan mengarah
pada arah datangnya cahaya. Reaksi ini merupakan perbedaan pertumbuhan dari organ tumbuhan yang
disinari. Reaksi pertumbuhan ini yang dikenal sebagai fototropisme telah diteliti oleh Charles Darwin di
tahun 1880. Ia menyatakan bahwa koleoptil dari kecambah rumput Avena dan Phalaris sangat peka
terhadap cahaya dan apabila ujung koleoptil disinari sepihak maka akan membengkok ke arah sumber
cahaya.

Wilkins (1989) menyatakan lagi bahwa cahaya merah, hijau dan kuning mempunyai pengaruh yang
kecil terhadap fototropisme, tetapi cahaya biru menunjukkan pengaruh yang nyata pada pembengkokan
koleoptil. Pigmen yang berperan untuk mengabsorbsi energi radiasi yang aktif dalam fototropisme belum
dapat diidentifikasikan. Tetapi ada dua pigmen karoten dan riboflavin diduga berfungsi sebagai
pengabsorbsi cahaya. Hasil dari penelitian Asomaning dan Galtso (1961) dalam Wilkins (1980)
menyatakan bahwa pigmen flavin dan karotinoid merupakan fotoreseptor di fototropisme yang mana
didalam situasi fisik tertentu, memiliki karakteristik yang cocok pada panjang gelombang 400-500 nm.
Perbedaan keduanya terjadi pada puncak penyerapan yang terbesar. Pada flavin terjadi di dekat panjang
gelombang 370 nm sedangkan karotenoid terjadi pada panjang gelombang 450 nm. Selanjutnya
ditambahkan pula oleh fitter dan Hay (1998) keterlibatan kedua pigmen tersebut dipengaruhi oleh hormon
IAA (Indole Acetyc Acid).

Respon fototropik bersifat adaptif, perbedaan diantara tanaman-tanaman yang beradaptasi terhadap
habitat yang berlawanan akan terjadi demikian juga halnya pada perbedaan genotip pada pola susunan
daun (Turesson, 1922 dalam Fitter dan Hay 1998). Tanaman-tanaman dengan susunan daun yang
menyebar (prostat) akan mempunyai koefisien peredaman cahaya yang jauh lebih besar di dalam kanopi
daripada yang berdaun tegak.
17

Perubahan di dalam pola cahaya di dalam ruangan berlangsung sangat pendek jika dibandingkan
respon nasti. Gerakan-garakan daun dan petiole yang dikendalikan oleh perubahan turgor, terjadi hampir
selalu terus-menerus dalam keadaan yang terkendali. Untuk tanaman-tanaman yang ditumbuhkan pada
intensitas cahaya yang rendah, gerakannya mengikuti matahari untuk memastikan iluminasi maksimum,
untuk tanaman pada cahaya yang kuat, secara normal menghindari reaksi untuk mengurangi beban panas
pada daun dan memungkinkan daun-daun di bawah kanopi untuk menerima cahaya. Bila matahari jauh
dari zenith gerakan semacam ini dapat mempengaruhi luas indeks daun secara nyata. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Rawson, dkk (1987) tentang pengaruh cahaya dan temperatur terhadap
perkembangan kanopi dan produksi biji bunga matahari dikatakan bahwa perkembangan kanopi dari
pemunculan jumlah daun dan ukuran daun dari peningkatan temperatur yaitu 0.02 daun/hari/oC. Dari
hasil pengamatan yang didapat ditemukan kecepatan pemunculan daun lebih cepat sebesar 40% pada
temperatur 25-30oC dibandingkan dengan temperatur 13-18oC pada radiasi di musim panas sedangkan
pada perluasan daun lebih panjang 40% pada temperatur 13-18oC dibandingkan pada temperatur 25-
30oC.
18

BAB V
PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERKECAMBAHAN

Perkecambahan biji-biji sangat dipengaruhi oleh adanya rangsangan cahaya. Biji-bijian dari
kebanyakan spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap. Dengan keadaan yang demikian
tekanan ekologis terhadap biji-bijian sangat besar pengaruhnya terhadap proses perkecambahan sepeerti
adanya erosi, pengolahan tanah yang dapat menyebabkan tertimbunnya biji-bijian tersebut. Hal yang
demikian biasanya terjadi pada biji-bijian tanaman penganggu (gulma) seperti Chenopodium yang
memiliki struktur buah yang kecil-kecil.

Beberpa penelitian yang telah dilakukan terhadap perkecambahan biji-bijian yang mana biji-bijian
peka terhadap rangsangan cahaya dan tidak akan berkecambah dibawah kanopi daun. Beberapa
pengecualian dari pengaruh habitat parental pada perkecambahan yang dikendalikan oleh cahaya. Dari 3
spesies Rumex crispus, R. Obtisifolius, R. Sanguineus. Hanya R sanguineus memperlihatkan
perkecambahan nyata dibawah cahaya merah jauh, tetpai biji dari R. Obtisifolius yang tumbuh dalam
penaungan, perkecambahannya lebih besar di dalam cahaya merah jauh daripada yang tumbuh di tempat
terbuka dari spesies yang sama (Tabel 5.1). P;erbedaan tersebut lebih jelas disebabkan karena pengaruh
diffrensisi ekotipe atau pengaruh lingkungan secara langsung pada biji selama pemasakan (maturation)
tanaman induk.

Tabel 5.1. Perkecamabahan biji dari 3 spesies R. crispus, R. Obtisifolius, R. Sanguineus dari
habitat terbuka dan habitat ternaungi, dalam keadaan cahaya yang berbeda No. R.
crispus R. Obtisifolius R sanguineus Spesies
19

Sedangkan penelitian Rawson dkk (1987) tentang pengaruh cahaya dan temperature terhadap
perkecambahan biji, produksi biji ( jumlah dan biomass biji)

Bunga matahari menunjukkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lainnya yang mana biji
bunga matahari dapat berkecambah bila diberi cahaya matahari. Hala yang serupa pada penelitian
sebelumnya yaitu Munscher (1936) dalam Devlin (1977). Pada 100 biji Lobelia inflate yang ditempatkan
pada tempat yang berbeda. Pda tempat yang gelap tidak satupun yang dapat berkecambah sapai 55 hari,
tetapi biji yang sama ditempatkan pada tempat yang dikenai cahaya menunjukkan 23 sampai 94%
berkecambah dalam 9 sampai 30 hari.

Fitokrom merupakan suatu protein yang kompleks yang terdifusi luas pada kosentrasi yang rendah
pada tumbuh-tumbuhan berhijau daun, berfungsi sebagai penerima cahaya. Cahaya bereaksi dengan
fitokrom (P) untuk merubah fitokrom dari bentuk tidak aktif dengan penyerapan maksimum pada panjang
gelobang 660 nm (spektrum cahaya merah) menjadi bentuk tidak aktif menjadi bentuk yang aktif. Dengan
penyerapan maksimum pada panjang gelombang 730 nm (spectrum cahaya merah jauh). Umumnya biji
yang telah dewasa berada pada P730, namun pada proses imbibisi berubah menjadi bentuk tidak aktif
P660. Bijibiji yang berkecambah melalui aktifitas cahaya merah jauh dengan merubah P730 kembali
menadi P 660. Transformasi fitokrom dapat disimpulkan sebagai berikut:
20

BAB VI
PENGARUH CAHAYA TERHADAP PEMBUNGAAN

Fitter dan Hay (1981) mengatakan bahwa meskipun tepatnya satu aspek cahaya berbeda kualitas,
pengaruh perioda dilewatkan melalui fitokrom merah dan merah jauh yang dapat berbalik, sebagian besar
tanaman dari daerah sedang adalah fotoperiodik. Daerah ekuator panjang siang hari menunjukkan
perbedaan musiman kecil sehingga fotoperiodisme juga kecil, karena awal dan akhir suatu hari ditandai
dan diukur dengan perubahan rasio R/FR, bias jadi pengaruh yang diperlihatkan oleh Kasperbauer (1971)
dalam Devlin (1977) untuk tembakau akan berpengaruh penting pada proses yang dikendalikan oleh
fotoperiodisitas.

Selanjutnya Whittehead (1971) dalam (Fittter dan Hay (1998) mengatakan bahwa dengan
menempatkan fotoperiodik dalam keadaan panjang siang hari yang konstan biasanya akan
mempertahankan di dalam suatu tahap perkembangan tertentu, contohnya Epilobium hirsutum dan
Lithrum sacaria berbunga bila diberikan setiap hari 16 jam, tetapi sifat vegetatif yang tidak jelas bila
diberi cahaya selama 9 jam.

Menurut Kimball (1992), fotoperiodisme melibatkan suatu mekanisme pendeteksi cahaya yang
sangat peka, seperti jawer kotok gagal berbunga pada waktu malam panjang jika malam itu diselingi oleh
cahaya, walau hanya sebentar. Berkas cahaya yang paling efektif untuk menghambat pembungaan jawer
kotok ialah sinar merah jingga dengan panjang gelombang 660 nm. Sebaliknya panjang gelombang yang
sama paling efektif dalam merangsang pembungaan tanaman bayam jika malamnya terlalu lama. Juga
sebaliknya efek penghambat cahaya jingga (660 nm) pada jawer kotok dapat diatasi dengan pengenaan
seluruh daun tanaman terhadap cahaya merah jauh. Panjang gelombang 730 nm paling efektif dalam
membalikkan aksi penghambat cahaya merah jingga. Dengan demikian aksi fitokrom dalam pengendalian
fotoperiodisme tergantung pada dua faktor yaitu cahaya matahari yang lebih kaya akan cahaya merah
jingga P 660nm daripada P 730 nm.
21

BAB VI
KESIMPULAN

Dari uraian tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Cahaya matahari merupakan dari segala sumber energi yang merupakan dasar dari segala kehidupan
di biosfer

2. Cahaya memegang peranan penting diantaranya fotosintesa, proses perkecambahan, fototropisme dan
pembungaan

3. Beberapa tumbuhan beradaptasi baik secara morfologi, anatomi, maupun fisiologi dalam responnya
terhadap kualitas dan kuantitas cahaya matahari
22

DAFTAR PUSTAKA

Babour, M.G., Thornton R.M., Weier T.E. dan Studing C.R. Botany. Abrief 1984. Introduction to Plant

Biology. Second Edition. Jhon Willey and Sons. New york

Chandra, S. 1981. Structure and Organization of The Vascular System in The Rhyzom of Drynarioid
Fern.J. Botany. 50 : 585-598

Devlin, R.M dan F.H. Witham. 1983. Plant Physiology. Wilard Grandpress. Boston

Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung

Etherington, J.R. 1982. Environment and Plant Ecology. Second Edition. John Willey and Sons. New

York. 98-110 pp.

Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi Terjemahan). Gadjah Mada

University Press. Hal. 322-339.

Kimball, J.W. 1992. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Erlangga. Jakarta

Kramer, P.J. and Kozlowski. Physiology of Woody Plant. 1979. Academy Press Inc. London

Keliher, F.M. etc. 1992. Evaporation Xylem Sap Flow and Tree Transpiration in a New Zeland Broad

Leaved Forest. Forest Research Instituted

Kramer, P.J. 1983. Water Relation of Plant. Academyc Press Inc. London

Kana, T.M and Miller J.H. 1976. Effect of Colored Ligh on Stomata Opeing Rate of Vicia faba L.. J.
Plant Physiology. Biological Research laboratory. Syrachuse University. New York. V0l
(59): 181-183

Rawson, H.M; Dunstone, R.L; Long M.J and Begg, J.E. 2003. Canopy Development Ligt Interception
and Seed Production in Sun Flower as Influenced by Temperature and Radiation. Division
of Plant Industry. Canberra.

Salisbury and Ross, C.W. 1985. Plnat Physiology. Third Edition. Wadwoorth Publishing Company.

Belmont. California.
23

Tivy J. 1993. Bio Geography. A Study of Plant in Ecosphere. Third Edition. Jhon Willey and Sons. New
York.

Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman. PT. Melton Putra. Jakarta


24

MAKALAH EKOLOGI PERTANIAN

PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP LINGKUNGAN

Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto, SU.

Di susun oleh :

1. Brenda Titania Naibaho (195040207111002)


2. Febri Ahmad S. (195040207111001)
3. Salma Nur Isnaini (195040207111003)
4. Zagita Riztifia (195040201111224)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
25

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Pengaruh Cahaya Matahari
terhadap Lingkungan”.

Energi matahari merupakan sumber dari segala sumber energi. Pada tumbuhan merupakan salah satu
bahan utama dalam proses fotosintesa, namun kualitas dan kuantitas cahaya merupakan faktor penentu
dalam keberhasilan tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam makalah ini penulis menerangkan
pengaruh cahaya terhadap fotosintesa dan perkembangan tumbuhan yang secara tidak langsung
mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. . Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak.

Malang, 4 Oktober 2019

Penulis
26

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................…… ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
BAB II. HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN....................................... 3
BAB III. PENGARUH CAHAYA MATAHARI DAN FOTOSINTESA .................................. 10
BAB IV. PENGARUH CAHAYA TERHADAP FOTOTROPISM .......................................... 17
BAB V. PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERKECAMBAHAN ................................... 19
KESIMPULAN …....................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA …............................................................................................................. 23

Anda mungkin juga menyukai