OLEH:
Riza Linda, M.Si
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2007
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul “Pengaruh Cahaya terhadap Perkembangan Tumbuhan”.
Energi matahari merupakan sumber dari segala sumber energi. Pada
tumbuhan merupakan salah satu bahan utama dalam proses fotosintesa, namun
kualitas dan kuantitas cahaya merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam makalah ini penulis menerangkan
pengaruh cahaya terhadap fotosintesa dan perkembangan tumbuhan yang secara tidak
langsung mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif bagi
semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II. HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN .............. 3
BAB III. PENGARUH CAHAYA MATAHARI DAN FOTOSINTESA ................ 10
BAB IV. PENGARUH CAHAYA TERHADAP FOTOTROPISME .................... 17
BAB V. PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERKECAMBAHAN ............... 19
KESIMPULAN ......................................................................... ............................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
Energi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan. Energi yang
dimanfaatkan oleh tumbuhan, hewan dan manusia pada dasarnya bersumber dari
energi matahari. Segala bentuk kehidupan, proses kehidupan, dan aktifitas hidup
memerlukan energi. Tidak ada kehidupan yang dapat bebas dari energi. Jumlah
energi yang dimanfaatkan untuk menjalankan aspek kehidupan itu hampir seratus
persen besumber dari energi radiasi matahari. Energi matahari yang tertangkap
oleh tumbuhan digunakan untuk kegiatan fotosintesis dan kebutuhan lainnya.
Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan
makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya matahari akan
mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya
tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan cahaya saat
perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang
kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil,
tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya
cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel
tumbuhan sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan
tumbuhan – tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek, daun
berkembang, lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah
lebih kokoh.
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang
tertentu yang dapat dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fototsintesis, yaitu
panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (400-760 mμ).
Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah ( 626-760 mμ), hijau ( 490-574mμ),
biru (435-490 mμ) dan violet (400-435 mμ). Masing-masing jenis cahaya berbeda
pengaruhnya terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap
cahaya yang bekerja dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran
grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang
berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Kloroplas
mengandung beberapa pigmen, misalnya klorofil a menyerap cahaya biru-violet
dan merah, klorofil b yang menyerap cahaya biru dan orange serta memantulkan
cahaya kuning hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang sedangkan
klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang. Keberadaan pigmen
merupakan dasar pada setiap respon dan sebagian besar pigmen tumbuhan
nampak berwarna hijau karena sebagian besar pigmen tumbuhan tersebut
mengabsorbsi cahaya hijau. Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis
didalam metabolisme tumbuhan, cahaya merupakan satu dari faktor-faktor
lingkungan uang terpenting untuk dikaji.
BAB II
HUBUNGAN CAHAYA MATAHARI DAN TUMBUHAN
Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan
demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spektrum cahaya
yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Pada ekosistem daratan kualitas cahaya
tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis. Pada
ekosistem perairan, cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di
permukaan sehingga cahaya hijau akal lewat atau dipenetrasikan ke lapisan lebih
bawah dan sangat sulit untuk diserap oleh fitoplankton..
Kandungan klorofil dan jumlah daun berbeda antara daerah yang ternaung
dan terbuka. Marjenah (2001) mengemukakan jumlah daun tumbuhan lebih
banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Ditempat terbuka
mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung. Naungan
memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai permukaan
yang lebih besar di dalam naungan daripada di tempat terbuka.
Dewi (1996) dalam Marjenah (2001) mengemukakan bahwa kandungan klorofil
Shorea parvifolia pada tempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih
rendah yaitu 34,80 satuan, sedangkan dengan naungan sarlon satu lapis berjumlah
42,21 satuan dan naungan sarlon dua lapis 48,05 satuan; sedangkan Shorea
smithiana pada tempat terbuka kandungan klorofilnya 32,91 satuan, naungan
sarlon satu lapis 36,49 satuan dan naungan sarlon dua lapis 40,01 satuan.
Daun-daun yang berasal dari posisi terbuka dan ternaung, atau dari tumbuhan
toleran dan intoleran, mempunyai morfologi yang sangat bervariasi. Daun yang
terbuka, lebih kecil, lebih tebal dan lebih menyerupai kulit daripada daun ternaung
pada umur dan jenis yang sama. Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap
tumbuhan masih belum jelas. Cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria
dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat),
contohnya yaitu bentuk- bentuk daun yang roset, terhambatnya batang menjadi
panjang
B. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting
sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial
maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah
tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh
awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan
membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer
yang tembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada
garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap
permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya
yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
1. Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu
vegetasi akan menahan dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah
energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang
berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali
dapat merusak enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme
organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein.
2. Titik Kompensasi
Tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima
sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam
mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua
faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan
konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah
intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis
(pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat
respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan
berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Kebutuhan minimum cahaya untuk proses
pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan
intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan
yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik
kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita),
metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan
heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi
dalam membentuk klorofil..
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai
adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau
supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi,
kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang
diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul
cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan
yang lebih dalam.
C. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari
fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. Di daerah
sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan
sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari
lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim
dingin. Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan
berbunga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
2. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
3. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses
perbungaannya, misalnya tomat.
Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme
yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan
vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan
fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok.
Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor
lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.
Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses
metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya
sintesis karbohidrat. Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat
produktivitas tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat melalui
2 cara, yaitu :
a. Meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit;
contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan
untuk pertumbuhan akar.
b. Mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada
tanaman jagung respon ketika intensitas cahaya berlebihan berupa
penggulungan helaian daun untuk memperkecil aktivitas transpirasi. Proses
hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak
di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara
fisiologis mulia berkurang.
Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan
langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan
air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya.
Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis.
Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan untuk dapat melakukan
fotosistesis. Jika suatu tumbuhan kekurangan cahaya matahari maka tumbuhan itu
bisa tampak pucat dan berwarna kekuning-kuningan (etiolasi). Hubungan tumbuhan
dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal yaitu (Purbayanti dan
Sri, 1991):
1. Penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya
maksimum . berbarti di atas kanopi dan di dalam komunitas yang kompleks
sebagian besar daun tersebut tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian
besar dari daun akan berada pada intensitas cahaya yang kurang dari yang
dibutuhkan.
2. Fotosintesis dimaksimum untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan
ini menjadi di bawah titik jenuh cahaya untuk fotosíntesis normal, sehingga
tetap berkesinambungan neto karbon yang positif (pengikatan CO2 untuk
fotosíntesis lebih besar dari pada jumlah dikeluarkan pada respirasi dari hasil
karbohidrat). Sehelai daun yang berada pada keseimbangan C yang negatif
akan memerlukan gula yang diambil dari sisa tanaman dan akan mengurangi
kesegaran secara menyeluruh
Adanya penyinaran cahaya matahari akan menimbulkan cahaya, sedangkan
cahaya sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat hijau daun (klorofil) dan
pertumbuhan tumbuhan dan kualitas produksi. Tumbuhan yang kurang cahaya
matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang (Purbayanti dan Sri, 1991).
Ilmuwan Denmark Katrine Heinsvig Kjaer dan Carl-Otto Ottosen dari
Departemen Hortikultura di Aarhus University menerbitkan sebuah studi dalam edisi
terbaru Journal of American Society for Ilmu Hortikultura yang menyoroti pertanyaan
tentang respon tanaman terhadap gangguan dalam siklus pencahayaan ."Ritme
sirkadian diyakini sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan kinerja di bawah
kondisi iklim yang berfluktuasi. Namun belum diketahui bagaimana tanaman dengan
jam sirkadian berfungsi merespon lingkungan cahaya yang tidak teratur yang
mengganggu diatur sirkadian-parameter yang berhubungan dengan pertumbuhan.
Untuk percobaan mereka, tim menggunakan stek krisan 300 ('Charm Karang'
Chrysanthemum morifolium) tumbuh dalam 19 jam cahaya selama 2 minggu.
Tanaman yang kemudian secara acak ditempatkan dalam salah satu dari dua
kompartemen rumah kaca dengan suhu yang sama dan karbon (CO2) konsentrasi.
"Tanaman yang terkena cahaya tambahan diberikan sebagai cahaya istirahat tidak
teratur pada malam hari, yang kita dicapai dengan mengendalikan cahaya didasarkan
pada radiasi matahari diperkirakan dan harga listrik ', menjelaskan penulis."
Pertumbuhan, dalam hal keuntungan karbon, adalah berkorelasi linear untuk kedua
panjang hari dan integral ringan sehari-hari."
Para ilmuwan mengamati bahwa krisan tanaman yang ditanam di hari pendek
dengan cahaya istirahat tidak teratur selama malam hari menunjukkan perkembangan
daun lebih cepat dan pertumbuhan batang dari tanaman yang ditanam di iklim dengan
periode cahaya berturut-turut yang panjang, membuktikan bahwa intensitas cahaya
rendah rata-rata mempromosikan perluasan area fotosintesis tanaman. Meskipun
percobaan menunjukkan bahwa periode cahaya tidak teratur mengganggu irama
sirkadian dan menginduksi perubahan dalam karakteristik daun, para penulis mencatat
bahwa studi ini juga membuktikan bahwa tanaman alami dapat beradaptasi dengan
periode cahaya tidak teratur.
Reaksi fotosintesis digolongkan atas fase cahaya dan fase gelap. Fase cahaya
terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan
molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2 . Oksigen dilepas ke udara untuk membentuk
molekul oksigen sedangkan hidrógen ditangkap oleh penangkap hidrógen yang
disebut NADP (Nikotamid Adenosin Dinukleotida Fosfat) menjadi NADP H2.
Fosforilasi dapat juga terjadi akibat peristiwa pernafasan (fosforilasi oksidatif)
perubahan energi cahaya ke energi kimia dicapai dengan terbentuknya penghasil
energi (ATP dan ADP). Energi yang terbentuk dari perubahan ATP ke ADP akan
diubah oleh kerja kimia menjadi bahan organik, seperti gugus fosfato yang kaya
energi sebagai bahan dasar untuk penyusunan karbohidrat.
Pada fase gelap energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan digunakan
dalam reaksi gelap. Reaksi gelap tidak membutuhkan cahaya, tetapi sangat
bergantung pada suhu. Karena pada fase gelap reaksi biokimia yang berlangsung
sangat dipangaruhi oleh kerja enzim. Fase gelap pada prinsipnya adalah pemindahan
hidrogen dari air hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa (aseptor) hidrogen
(NADPH2) ke asam organik berenergi untuk membentuk karbohidrat yang berenergi
tinggi. Reaksi reduksi ini adalah penambahan elektron dan atom hidrogen ke CO2
yang berakhir dengan terbentuknya unit gula.
Reaksi cahaya dan reaksi gelap terpisah beberapa saat. Mekanisme reaksi
cahaya menjadi jenuh hanya dengan disinari cahaya selama 10-5 detik. Hasil dari
reaksi cahaya dapat digunakan dalam reaksi gelap hanya dalam waktu kurang lebih
100 m/s. Kemudian ditingkatkan sedemikian rupa sehingga fiksasi CO2 dalam reaksi
gelap intensitas penyinarannya mencapai maksimum. Dalam hal ini dianggap bahwa
seluruh komponen untuk mengubah energi sudah jenuh. Perbandingan antara jumlah
klorofil dalam proses fotosintesis dengan jumlah molekul-molekul CO2 yang difiksasi
selama reaksi gelap dapat ditentukan jumlah klorofil yang terlibat dalam reduksi 1
molekul CO2. Angka ini disebut dengan unit klorofil. Hasil penelitian ahli fisiologi
bahwa diperlukan 2.500 buah molekul klorofil untuk setiap molekul CO2. untuk
memfiksasikan 1 moloekul CO2 diperlukan 10 quanta. Dalam mereduksi 1 molekul
CO2 diperlukan 10 kali tingkat penyinaran. Dengan demikian, setiap unit seharusnya
mengandung 10 -1 x 2.500 = 250 butir klorofil. Unit kerja dalam proses fotosintesis
yang kompleks dimulai dari unit klorofil dan berakhir pada unit fotosintesis.
Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan elektron-elektron yang
dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesis. Elektron yang telah mempunyai
tingkat energi tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan
energi. Energi yang dihasilkan tersebut kemudian dapat digunakan untuk keperluan
biologis atau dapat digunakan dalam sintesis makromolekul dalam sel.
Laju fotosintesis dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang
difiksasi setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu atau dalam satuan luas
lahan setiap satuan waktu. Laju fotosintesis dapat dijadika sebagai alat untuk
menyatakan aktivitas fotosintesis suatu tanaman. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
aktivitas fotosintesis merupakan hal yang sangat penting, namun pendekatan produksi
dari aspek ini jarang dilakukan. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur,
fotosintesis juga akan meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya dimana tingkat
cahaya pada pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO2 (laju pertukaran karbon
atau CER = 0). Apabila tingkat cahaya terus-menerus meningkat, akan berkuranglah
kenaikan CER untuk setiap satuan kenaikan tingkat cahaya sampai tercapai tingkat
cahaya jenuh. Setiap peningkatan intensitas cahaya setelah tingkat ini tidak akan
diikuti peningkatan CER yang berarti. Oleh sebab itu, daun lebih efisien
memanfaatkan energi cahay pada tingkat penyinaran yang rendah.
Efesiensi fotosintesis adalah rasio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi
CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh sistem fotosintesis. Efisiensi
fotosíntesis dibatasi oleh sistem cahay (intensita, kualitas dan lamanya penyinaran)
golongan tanaman (C4, C3, dan CAM) , suhu dan air.
Di daerah tropis yang intensitas cahayanya relatif lebih tinggi dan didukung oleh
suhu yang tinggi lebih cocok untuk tanaman yang jalar fotosintesisnya tergolong C4
seperti jagung, tebu, sogum dan kebanyakan rumput pedangan daripada tanaman yang
jalar fotosíntesisnya C3 seperti legum, gandum, padi dan lainnya.
Menurut Prasetio (1982), perbandingan laju fotosíntesis tanaman yang tergolong
C3 dan C4 dapat dibedakan sebagai berikut :
1. maksimum laju fotosíntesis tanaman C4 lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang tergolong C3.
2. suhu optimum untuk tanaman C4 tajam batasnya dibandingkan tanaman C3. laju
fotosíntesis tanaman C3 berbeda-beda sebanding dengan perubahab suhu
umumnya 10 -35 o C. seballiknya, hasil bersih fotosíntesis tanaman fotosíntesis
tanaman C4 kira-kira 2 kali lebih cepat setiap kenaikan 10 oC diantara 15º C dan
35 oC.
3. tanaman yang tergolong C4 mempunyai capacitas fotosíntesis lebih besar
daripada tanaman yang tergolong C3 pada suhu tinggi namun, tanaman C3 lebih
tahan terhadap dingin.
Berikut ini hádala beberapa factor utama yang menentukan laju fotosíntesis,
antara lain :
1. Intensitas cahaya
Laju fotosíntesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida diudara, makin banyak jumlah bahan yang dapat
digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosíntesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosíntesis hanya dapat bekerja pada
suhu optimalnya. Umumnya laju fotosíntesis meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hinggan batas toleransi enzim
4. Kadar air
Kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan
karbondioksida sehinggan mengurangi laju fotosíntesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosíntesis)
Jika kadar fotosintat berkurang laju fotosíntesis akan naik. Bila kadar fotosintat
bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang
6. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan
yang sedang berkecambvah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mumgkin
dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makan
untuk tumbuh.
1. Gelap 89 95 74 94 96 89
2. Merah 12 14 7 26 55 49
jauh
Sumber: Gorski (175) dalam Etherington, J.R (1982)
Sedangkan penelitian Rawson dkk (1987) tentang pengaruh cahaya dan
temperature terhadap perkecambahan biji, produksi biji ( jumlah dan biomass biji)
Bunga matahari menunjukkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lainnya
yang mana biji bunga matahari dapat berkecambah bila diberi cahaya matahari. Hala
yang serupa pada penelitian sebelumnya yaituMunscher (1936) dalam Devlin (1977).
Pada 100 biji Lobelia inflate yang ditempatkan pada tempat yang berbeda. Pda
tempat yang gelap tidak satupun yang dapat berkecambah sapai 55 hari, tetapi biji
yang sama ditempatkan pada tempat yang dikenai cahaya menunjukkan 23 sampai
94% berkecambah dalam 9 sampai 30 hari.
Fitokrom merupakan suatu protein yang kompleks yang terdifusi luas pada
kosentrasi yang rendah pada tumbuh-tumbuhan berhijau daun, berfungsi sebagai
penerima cahaya. Cahaya bereaksi dengan fitokrom (P) untuk merubah fitokrom dari
bentuk tidak aktif dengan penyerapan maksimum pada panjang gelobang 660 nm
(spektrum cahaya merah) menjadi bentuk tidak aktif menjadi bentuk yang aktif.
Dengan penyerapan maksimum pada panjang gelombang 730 nm (spectrum cahaya
merah jauh). Umumnya biji yang telah dewasa berada pada P730, namun pada proses
imbibisi berubah menjadi bentuk tidak aktif P660. Bijibiji yang berkecambah melalui
aktifitas cahaya merah jauh dengan merubah P730 kembali menadi P 660.
Transformasi fitokrom dapat disimpulkan sebagai berikut:
Merah jauh Respon secara biologi
Pr Pfr
Merah jauh Destruksi Pfr
BAB VI. PENGARUH CAHAYA TERHADAP PEMBUNGAAN
Babour, M.G., Thornton R.M., Weier T.E. dan Studing C.R. Botany. Abrief 1984.
Introduction to Plant Biology. Second Edition. Jhon Willey and Sons. New york
Chandra, S. 1981. Structure and Organization of The Vascular System in The Rhyzom
of Drynarioid Fern. J. Botany. 50 : 585-598
Devlin, R.M dan F.H. Witham. 1983. Plant Physiology. Wilard Grandpress. Boston
Etherington, J.R. 1982. Environment and Plant Ecology. Second Edition. John
Willey and Sons. New York. 98-110 pp.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Fitter, A.H dan R.K.M, Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Edisi
Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Hal. 322-339.
Kramer, P.J. and Kozlowski. Physiology of Woody Plant. 1979. Academy Press Inc.
London
Keliher, F.M. etc. 1992. Evaporation Xylem Sap Flow and Tree Transpiration in a
New Zeland Broad Leaved Forest. Forest Research Instituted
Kramer, P.J. 1983. Water Relation of Plant. Academyc Press Inc. London
Kana, T.M and Miller J.H. 1976. Effect of Colored Ligh on Stomata Opeing Rate of
Vicia faba L.. J. Plant Physiology. Biological Research laboratory. Syrachuse
University. New York. V0l (59): 181-183
Rawson, H.M; Dunstone, R.L; Long M.J and Begg, J.E. 2003. Canopy Development
Ligt Interception and Seed Production in Sun Flower as Influenced by
Temperature and Radiation. Division of Plant Industry. Canberra.
Salisbury and Ross, C.W. 1985. Plnat Physiology. Third Edition. Wadwoorth
Publishing Company. Belmont. California.
Tivy J. 1993. Bio Geography. A Study of Plant in Ecosphere. Third Edition. Jhon
Willey and Sons. New York..