Oleh :
Ir. Utami, MS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Fitokrom dan Mekanisme
Pembungaan”. Karya Ilmiah ini diambil dari beberapa buku fisiologi tumbuhan
dan sejenisnya yang sudah terbit.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada
penyempurnaan karya ilmiah ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga karya
ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
Fotomorgenesis .............................................................................................................. 5
BAB II PEMECAHAN MASALAH ......................................................................................... 10
2.1. Pengertian Fitokrom .............................................................................................. 10
2.2.Peranan Fitokrom ................................................................................................... 13
2.3. Fungsi Fitokrom...................................................................................................... 15
2.4. Mekanisme Penyerapan Cahaya oleh Fitokrom .................................................... 15
2.5. Fotoperiodisme ...................................................................................................... 17
2.5.1. Induksi Fotoperiodisme ...................................................................................... 19
2.6. Mekanisme Perbungaan ........................................................................................ 20
2.6.1. Efek Cahaya ......................................................................................................... 20
2.6.2. Intensitas Cahaya ................................................................................................ 20
2.6.3. Kualitas Cahaya ................................................................................................... 21
2.6.4. Panjangnya Penyinaran....................................................................................... 21
2.7. Vernalisasi .............................................................................................................. 22
2.7.1 Letak Vernalisasi .................................................................................................. 22
2.7.2. Hilangnya Vernalisasi .......................................................................................... 22
2.7.3 Interaksi Vernalisasi dengan factor lain ............................................................... 23
2.7.4. Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi ........................................................... 23
2.8. Konsep Florigen...................................................................................................... 24
2.9. Pengaruh Cahaya Red dan Infra Red...................................................................... 24
2.10. Translokasi Hormon Bunga .................................................................................. 28
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 29
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31
3
DAFTAR GAMBAR
NO Halaman
2 Perkecambahan biji slada yang diberi perlakuan cahaya merah (R) dan merah
jauh (Fr). Perlakuan cahaya merah diberikan selama 1 menit, dan cahaya
merah jauh selama 4 menit. Jika pemajanan terakhir dilakukan pada cahaya
merah, biji akan berkecambah, jika pada cahaya merah jauh, biji tetap
dorman. Suhu 7 0 C selama setengah jam dibutuhkan untuk menyelesaikan
perlkuan tersebut, selebihnya pada 19 0 C. ...................................................... 8
4
BAB I PENDAHULUAN
Fotomorgenesis
Cahaya adalah factor lingkungan yang diperlukan untuk mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Alasan utamany adalah karena
cahaya menyebabkan fotosintesis. Terdapat efek lain dari cahaya yang taka da
hubungannya dengan fotosintesis, dan sebagian besar efek ini mengendalikan
wujud tumbuhan, artinya perkembangan struktur atau morfogenesisnya (awal dari
pembentukan wujudnya). Selanjutnya pengendalian morfogenesis oleh cahaya
disebut fotomorfogenesis.
1. Fitikrom, yang dikenal paling kuat menyerap cahaya merah dan merah-
jauh, juga cahaya biru. Terdapat 2 jenis fitokrom yaitu fitokrom-red (Pr)
dan fitokrom far-red (Pfr)
2. Kriptokrom, yaitu kelompok sejumlah pigmen yang serupa dan belum
begitu dikenal; menyerap cahaya biru dan panjang gelombang ultraviolet-
gelombang panjang daerah UV-A sekitar 320 sampai 400nm. Dinamakan
kriptokrom karena peran pentingnya kusus pada kriptogram (tumbuhan tak
berbunga)
3. Penerima cahaya UV-B, yaitu satu atau beberapa senyawa tak dikenal
(secara teknis bukan pigmen) yang menyerap radiasi ultraviolet antara 280
dan 420nm.
4. Protoklorofilida a, yaitu pigmen yang menyerap cahaya merah dan biru,
bisa tereduksi menjadi klorofl a.
Dari beberapa penerima cahaya tersebut diatas maka penekanan yang lebih
pada fitikrom karena senyawa fitokrom yang paling banyak dikenal dan
nampaknya merupakan penerima cahaya terpenting pada tumbuhan berpembuluh.
Fitokrom dan penerima cahaya lainnya mengatur berbagai proses morfogenik,
yang bermula dari perkecambahan biji dan perkembangan kecambah, serta
mencapai puncaknya pada pembentukkan bunga dan biji yang baru.
5
terpengaruh oleh cahaya barangkali beberapa ribu atau beberapa juta kali lebih
banyak daripada jumlah foton yang menyebabkan terjadinya respon. Pada banyak
kasus (tapi tidak semuanya), pengaktifan gen merupakan bagian dari proses
penguatan tersebut.
6
Gambar 1 Efek cahaya pada perkembangan kecambah monokotil (jagung) dan dikotil (kacang).
Tanaman yang disebelah kiri dari setiap kelompok dikecambahkan dan ditumbuhkan
di rumah kaca, sedangkan yang lainnya ditumbuhkan terus di tempat gelap selama 8
hari (Foto oleh Frank & Salisbury)
7
Gambar 2 Perkecambahan biji slada yang diberi perlakuan cahaya merah (R) dan merah jauh
(Fr). Perlakuan cahaya merah diberikan selama 1 menit, dan cahaya merah jauh
selama 4 menit. Jika pemajanan terakhir dilakukan pada cahaya merah, biji akan
berkecambah, jika pada cahaya merah jauh, biji tetap dorman. Suhu 7 0 C selama
setengah jam dibutuhkan untuk menyelesaikan perlkuan tersebut, selebihnya pada
19 0 C.
8
meristem dan pengaktifan telah menjadi bahan penelitian yang menarik sejak awal
penyelidikan.
9
BAB II PEMECAHAN MASALAH
2.1. Pengertian Fitokrom
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh
tumbuhan untuk menyerap atau mendeteksi cahaya. Sebagai sensor, fitokrom
terangsang oleh cahaya merah dan infra merah, cahaya infra merah memiliki
panjang gelombang yang lebih besar daripada cahaya merah. Fitokrom
detemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada
bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek
Adapun bentuk fitokrom dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini :
10
berlangsung cepat pada permeabilitas membrane. 2) Yang lainnya dapat dianggap
sebagai aspek yang lebih lambat pada ekspresi gen.
Efek Tanada adalah sebagai berikut, apabila potongan ujung akar jelai
dicampur dalam gelas piala dengan IAA/ATP dan beberapa garam mineral +++,
maka perlakuan singkat dengan cahaya merah akan menyebabkan potongan akar
tersebut menempel pada dinding gelas dalam waktu beberapa detik. Dalam hal ini
dinding gelas mempunyai muatan yang agak negative (sebab gelas tersebut telah
dicuci dengan larutan fosfat encer) yang berarti ujung akar yang diberi perlakuan
cahaya merah menjadi bermuatan sedikit positif (barangkali karena adanya
perpindahan H+ dari sitosol ke dinding sel oleh ATP ase di membrane plasma.
Efek cepat lain dari Pfr yaitu pemacuan gerak “Niktinasti” (gerak tidur)
pada jenis kacang-kacanngan tertentu. Dalam kasus ini Pfr juga berkgerak pada
membrane sebab : elektropotensial pada kedua sisi membrane plasma menjadi
terganggu dan kemudian ion Kalium (K+) diangkut dengan cepat dari sel peregang
menuju sel penekuk pada pulvinus sel (gerakan ini terdapat pada pohon
sutra(albizzia julibrissin) pada malam menutup dan terangkat ke atas, putri malu
(Mimosa Pudica), pohon hujan (Samanea Saman) pada malam menutup dan
terangkat ke bawah.
11
Banyak tumbuh-tumbuhan yang umum, gerakan daun, dari hamper
mendatar (pada siang hari) dan hamper tegak (pada malam hari). Sedangkan gerak
miktinastik yang khas merupakan proses berirama yang dikendalikan oleh
interaksi antara lingkungan dan waktu biologis (disini tekanan diarahkan kepada
“respon motor” yang berperan dalam pergerakan). Pada kedua kasus tersebut,
sejumlah sel di pulvinus yang mengembang saat membuka disebut ekstensor,
sedangkan sel yang mengkerut disebut fleksor.
Apa yang mendorong air mengalir dari satu sisi pulvinus ke sisi lainnya?
Pada tahun 1955 Hideo Toriyama dan Tariyama, 1962 mengamati polvinus pada
putri malu (Mimosa Pudica) dan menemukan bahwa ion K+ bergerak keluar dari
sel yang kehilangan air. Kemudian penelitian lain menemukan bahwa konsentrasi
K+ pada pulvinus Albizzia sangat tinggi dan menutupnya anak daun disertai
kehilangan ion K+. Perubahan serupa pernah terlihat pada Sammanea. Jadi pada
Mimosa, Albizzia, dan Sammanea pergerakan air terjadi sebagai responnya
terhadapa gaya penggerak osmotic pengangkutan ion, persis seperti pada
pembukaan dan penutupan stomata.
12
2.2.Peranan Fitokrom
Fitokrom pada Perkecambahan dalam Gelap dan Pertumbuhan Kecambah
13
merupakan modifikasi daun, tumbuh dengan lambat. Kondisi umum ini
disebabkan tumbuhan tersebut tumbuh pada kondisi gelap dan disebut etiolasi.
Ciri lain etiolasi adalah terhambatnya perkembangan kloroplas dan rendahnya
aktifitas banyak enzim.
14
Pr < ===== >Pfr -------------->Pfr x ------------> kerja biologi (merah
jauh) dirombak
Suatu tumbuhan hari pendek yang dipelihara pada panjang malam kritis
akan gagal berbunga jika suatu pemaparan singkat pada sinar merah (Pr) menyela
15
periode gelap tersebut. Pemendekan panjang malam oleh sinar merah dapat
dihambat dengan pemberian seberkas sinar yang memiliki panjang gelombang
sekitar 730 nm. Panjang gelombang ini berada pada bagian merah jauh (Pfr) dari
spectrum cahaya dan hampir tidak terlihat oleh mata manusia. Jika sinar merah
(Pr) selama periode gelap diikuti oleh sinar merah jauh (Pfr), tumbuhan tersebut
akan mempersepsikan tidak ada interupsi pada malam panjang.
Pr dan Pfr dapat menyerap cahaya namun pada tingkat dan radiasi yang
rendah tidak mampu membentuk respon fisiologis. Secara kimiawi fitokrom
merupakan homodimer dan suatu polipeptida yang masing-masing memiliki
gugus prostetik yang disebut kromofor. Kromofor yang menyerap cahaya dan
memberikan efek fisiologis pada fitokrom. Pr yang diubah menjadi Pfr terjadi
perubahan struktur Cis-Tran pada kromofor yang menjadikan efek fisiologis.
Fitokrom terdapat 2 macam yaitu fitokrom 1 dan fitokrom 2. Fitokrom 1 banyak
terdapat pada kecambah yang teretiolasi, dan fitokrom 2 terdapat pada tumbuhan
hijau dan biji yang berkembang ditempat yang bercahaya. Pada semua tumbuhan
fitokrom ada dan disintesis dalam bentuk Pr dan Pfr tak tersintesis dalam keadaan
gelap. Fitokrom tersebar didalam sel di nucleus dan seluruh sitosol. Fitokrom tipe
1 berkembang dan jumlahnya meningkat 100 kali dalam keadaan gelap dan akan
hilang jika terkena cahaya. Hilangnya fitokrom tipe 1 disebabkan karena
tumbuhan berhenti mentraskripsikan mRNA (mudah terhidrolisis) dan protein
penyusunnya mudah rusak karena cahaya. Fitokrom tipe 1 dapat tidak aktif karena
cahaya merah yang diserap oleh fitokrom tersebut. Pr akan mengurangi
pembentukan Pfr.
16
2.5. Fotoperiodisme
17
2010). Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara
mutlak, tetapi panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin
memiliki panjang hari kritis lebih panjang lebih pendek daripada tumbuhan hari
pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan berbunga apabila
memperoleh induksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang hari kritisnya
dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga apabila memperoleh
penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya (Sasmitamihardja,
1996). Sebelumnya diduga bahwa tumbuhan dirangsang pembungaannya oleh
lamanya panjang hari (day length). Pada tahun 1940-an peneliti menemukan
bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang kegelapan tanpa selingan
cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari yang mengonteol
perbungaan dan respons lainnya terhadapa fotoperiode (Franklin, dkk, 1991).
Banyak peneliti bekerja dengan cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek yang
berbunga hanya kerika panjang siang hari 16 jam atau lebih pendek (dan panjang
malam paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang dengan pemberian
kegelapan singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan. Namun, jika bagian
malam atau periode gelap dari fotoperiode disela dengan beberapa menit
penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut tidak akan berbunga. Cocklebur
memerlukan paling tidak 8 jam kegelapan secara terus menerus supaya dapat
berbunga.
18
vegetative sampai ke perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk lingkungan
(seperti fotoperiode) dan sinyal internal (seperti hormone) yang diperlukan untuk
perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem tunas dari keadaan vegetative
menjadi suatu keadaan perbungaan. Transmisi ini memerlukan perubahan ekspresi
gen-gen yang mengatir pembentukan pola. Gen identitas meristem yang
menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan bukan
membentuk tunas vegetative, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu.
Kemudian gen identitas organ-organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga,
benang sari dan putik diaktifkan pada daerah meristem yang tepat. Penelitian
mengenai perkembangan bunga sedang berkembang pesat, yang bertujuan untuk
mengindentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan petunjuk-petunjuk
seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang diperlukan
untuk perbungaan.
19
2.6. Mekanisme Perbungaan
Bila tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhna akan
mengalami etiolasi, yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan
serabut penyokong yang cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kematian akan
terjadi. Sebaliknya, pneyinaran yang berlebihan akan menimbulkan tumbuhan
yang kerdil dengan perkembanga yang abnormal yang akhirnya berakhir dengan
kematian.
20
dengan intersitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa
dihambat atau berhenti jika intersitas cahaya terlalu rendah.
Dalam tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika
tumbuhan mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam. Aster, strawberry, krisan,
padi adalah diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.
Pada tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari
adalah lebih dari 12 jam. Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel,
dan selada.
Group yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran. Grup yang
termasuk dalam tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama
penyinaran matahari setiap hari. Tumbuhan yang termasuk adalah tomat,
mentimun, kapas, dan bunga matahari.
21
2.7. Vernalisasi
22
pada rumput orchard, penggalakan pembungaan terjadi secara alamiahm dan
diperlukan suhu dingin untuk menggalakkan pembungaan pada spesies-spesies
tersebut (Gardner, dkk, 1991).
Ada sebuah interaksi yang ganjil pada Petkus rye (secale cereal),
kebutuhan akan vernalisasi dapat digantikan dengan perlakuan hari pendek (short
day), tetapi apabila tanaman ini telah memperoleh vernalisasi, dia memerlukan
induksi hari panjang untuk pembungaannya. Sama halnya dengan Hyoscyamus
niger memerlukan vernalisasi apabila dalam tahap roset dan perbungaan akan
terjadi hanya pada hari panjang.
23
2.8. Konsep Florigen
24
pati menjadi gula sehingga akan meningkatkan tekana osmose dalam biji. Hal ini
akan mengakibatkan pecahnya kulit biji. Dengan rusaknya kulit biji maka biji-biji
yang doman akan berkecambah. Sinar matahari yang sampai di bumi dikuasai
oleh sinar merah sehingga phytochrome diubah menjadi bentuk phytochrome
infra merah aktif. Penetrasi cahaya kedalam tanah tergantung oleh panjang
gelombang. Cahaya merah penetrasinya mencapai kira-kira 2,5 cm dalam tanah
berpasir. Di kedalaman yang lebih besar keadaannya menjadi gelap sempurna dan
hanya sinar infra merah yang masih sanggup menembusnya, sehingga dalam hal
ini biji-biji akan tetap doeman sampai tanah tersebut diolah.
Kuantitas Cahaya
25
Kualitas Cahaya
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi
P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan
terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-
red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah
proses perkecambahan (Elisa, 2011).
Photoperiodisitas
26
dan fitokrom merah panjang (Pfr). Fitokrom dapat berubah dari fitokrom merah
(Pr) ke fitokrom merah panjang (Pfr) atau sebaliknya tergantung dari cahaya yang
diterimanya. Kedua bentuk fitokrom tersebut menyerap energy di daerah cahaya
tampak, yaitu daerah spectrum merah pada 660 nm dan daerah spectrum merah
panjang 730 nm (Salisbury dan Ross, 1991).
Apabila cahaya merah (660 nm) yang diterima oleh tanaman maka fitokrom
merah (Pr) akan berubah menjadi fitokrom merah panjang (Pfr) dan merangsang
pertumbuhan vegetative pada tanaman hari pendek (short day plant), sedangkan
apabila cahaya merah panjang (730 nm) yang diterima oleh tanaman, maka
fitokrom merah panjang (Pfr) akan berubah ke bentuk fitokrom merah (Pr) dan
merangsang perkembangan generative pada tanaman hari pendek (short day
plant), demikian pula bila dalam keadaan periode gelap tertentu maka fitokrom
merah panjang (Pfr) akan berubah menjadi fitokrom merah (Pr) dan merangsang
perkembangan generative seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
27
2.10. Translokasi Hormon Bunga
Namun demikian, berbeda dari hewa, hormone tumbuhan dapat berdifat endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun eksogen, diberikan
dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat jufa merupakan bahan dari
perbedaan ini dipakai pula istilah zat pengetur tumbuh.
Apabila konsentrasi suatu hormone di dalam sel telah mencapai tingkatan tertentu
atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormone lainnya, sejumlah gen yang
semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormone
tumbuhan merupakan bagian dair proses adapatasi dan pertahanan diri tumbuh-
tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Hormon
tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagimana pada hewan, melainkan
dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama
titik tumbuh di bagian pucuk tunas Maupin ujung akar. Selnajutnya, hormone
akan bekerja pada jaringa di sekitarnya atau lebih umum, ditranslokasi ke bagian
tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja disana. Pergerakan hormone dapat terjadi
melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antar sel.
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut
induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda
sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi
28
dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lainnya memerlukan induksi lebih
dari satu kali. Xanthium strumarium untu perbungaannya memerlukan 8 x induksi
fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelumnya
memperoleh induksi lengkap, mendapat ganguan atau terputus induksi
fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi
fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang
telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Rangsangan yang diterima oleh
satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh
induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat
berbunga.
29
Vernalisasi merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan
sebelum mulai pembungaan. Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan
pengenaan kondisi yang parah, seperti kekeringan atau temperature tinggi (30-35
C). Apabila daun tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapatkan
perlakuan dingin, sedangkan pucuk batangnya dihangatkan, maka tumbuhan
tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi). Zat yang bertanggung jawab
dalam meneruskan rangsangan vernalisai disebut vernalin, yaitu suatu hormone
hipotesi karena sampai saat ini belum pernah diisolasi. Disamping itu vernalisasi
merupakan proses kimia yang tidak biasa, karena terjadi reaksi yang cepat pada
suhu yang dingin.
30
DAFTAR PUSTAKA
31