Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

DESKRIPSI DAN ANALISIS VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN


METODE EMPAT TITIK PUSAT (POINT-CENTER-QUARTER
METHOD)

OLEH

NAMA : MARTHINA INDYANI DIWI

NIM : 1806050085

KELAS : B

KELOMPOK :5

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis


yang hidup bersamaan pada suatu komunitas dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat, baik di antara individu penyusun vegatasi itu sendiri maupun
dengan organism lainnya sehingga yang hidup bersama-sama pada suatu tempat (Sagala,
E.H.P, 1997).

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan komposisi vegetasi
secara struktur vegetasi tumbuh-tumbuhan. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan
data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983).

Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan


kedalam 3 kategori yaitu: (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-
batas jenis dan   membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu
pengamatan berbeda; (2)  menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3)
melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan factor lingkungan tertentu atau
beberapa factor lingkungan (Greig-Smith, 1983). 

Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak


(Teknik sampling kuadrat: petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak)
dan Metode Tanpa Petak  (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran,  Metode titik
sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich) (Kusuma, 1997).

Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut


Mueller Domboisdan E1lenberg, (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan
random, sistematik atau secara subyektif atau factor gradient lingkungan tertentu. Untuk
memperolehin formasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan
menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan. Ordinasi dapat pula
digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis-jenis dengan perubahan factor
lingkungan. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi

2
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan
analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks
nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut.

Dengan analisis vegetasi dapat diperolehin formasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas
vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap
tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan
berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam
mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi
sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan
lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).

1.2 Kajian Pustaka


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dan lingkungannya. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, dan
biosfer. Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang memiliki kemampuan berbiak silang
di suatu tempat pada waktu tertentu. Komunitas adalah kumpulan populasi yang saling
berinteraksi di suatu daerah. Ekosistem adalah sistem hubungan timbal balik antara
komponen biotik dengan komponen abiotik yang mempengaruhinya. Biosfer adalah bagian
bumi yang ditempati oleh makhluk hidup (Odum, 1998)..
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada
tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang
biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan
kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak
hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan
lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa
ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan
rantai makanan manusia dan tingkat tropik (Odum,1998).
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis
vegetasi yang menggunakan petak contoh. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut.  Makin beragam jenis yang
terdapat pada areal tersebut, makin luas kurva spesies areanya. Bentuk luasan kurva spesies

3
area dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk
lingkaran. Petak contoh dapat ditambahkan jika terjadi penambahan spesies dalam petak
contoh yang sedang diamati lebih dari 10 %.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya,
dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan
memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi :
distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance) (Kimball,
Jhon W. 1994).
Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies
yang jarang semenetara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang di dalam komunitas
mempunyai dampak yang sangat besar pada ciri umumnya, konsep ini memiliki suatu
komunitas yang berbeda kekayaan spesies yang sama tetapi jumlahnya lebih terbagi secara
beranekaragam. Istilah keragaman spesies seprti yang digunakan oleh para ahli ekologi.
Mepertimbangkan kedua komponen keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kelimpahan
relatif (Kimball, Jhon W. 1994).
Kerapatan tanam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,
karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun yang sangat menentukan
pertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh kerapatan tanaman. Persaingan dapat
terjadi diantara sesama jenis atau antar spesies yang sama (intraspesific competition), dan
dapat pula terjadi diantara jenis-jenis yang berbeda (interspesific competition). Persaingan
sesama jenis pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang lebih buruk
dibandingkan persaingan yang terjadi antar jenis yang berbeda (Syafei, 1990).
Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di
dalam area tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh
populasi jenis tumbuhan. Dalam praktikum ini, khusus untuk variabel kerapatan dan
kerimbunan, cara perhitungan yang dipakai dalam metode kuadrat adalah berdasarkan kelas
kerapatan dan kelas kerimbunan ,Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari
jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total
area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%) (Syafei, 1990).
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah
tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang
ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks
nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena

4
keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil
(Michael,1994).
Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi umbuhan dalam suatu
komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya
menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies
sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.
Untuk suatu kondisi padang rumput, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya
dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak
contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
 Menurut Marpaung Andre (2009), prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus
cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi
harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa
duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis
dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili
komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA).  Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat
mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili
keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Vegetasi merupakan istilah yang umumnya digunakan untuk semua tumbuh-
tumbuhan dari suatu daerah adalah ciri-ciri sedemikian khas hingga kita umumnya
mengklasifikasikan dan menamai komunitas-komunitas darat pada dasarnya dibanding pada
dasar lingkungan fisiknya yang sering memudahkan dalam lingkungan perairan. Banyak
sekali bentuk hidup yang ditunjukkan yang menyesuaikan tubuh-tumbuhan darat terhadap
hampir semua keadaan yang mungkin. Vegetasi adalah ciri-ciri lingkungan darat yang
demikian nyata dan mantap. Komposisi vegetasi telah mendapatkan perhatian, prosedur-
prosedur pengkajian meliputi dua langkah pertama muncul analisis lapang yang meliputi
seleksi plot-plot atau kuadrat-kuadrat. Kerapatan, penutupan dibuatkan tabel untuk setiap
jenis. Langkah kedua meliputi sintesis data untuk menentukan derajat asosiasi dari populasi-
populasi tumbuhan (Odum, 1998).
Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu
yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan (kompetisi) pada
tanaman menerangkan kejadian yang menjurus pada hambatan pertumbuhan tanaman yang
timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain. Persaingan terjadi bila kedua

5
individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak
menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat
negatif atau menghambat pertumbuhan individu-individu yang terlibat (Odum,1996).
Persaingan dapat terjadi diantara sesama jenis atau antar spesies yang sama
(intraspesific competition atau sering dikenal dengan istilah monospesies), dan dapat pula
terjadi diantara jenis-jenis yang berbeda (interspesific competition atau heterospesies).
Persaingan sesama jenis pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang
lebih buruk dibandingkan persaingan yang terjadi antar jenis yang berbeda. Persaingan yang
dilakukan organisme-organisme dapat memperebutkan kebutuhan ruang (tempat), makanan,
unsure hara, air, sinar, udara, agen penyerbukan, agen dispersal, atau factor-faktor ekologi
lainnya sebagai sumber daya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap organisme untuk hidup dan
pertumbuhannya (Wirakusumah 2003: 67).
Pembelajaran persaingan antar tanaman sejenis sangat penting untuk memahami
keseimbangan populasi dalam komunitas tanaman. Kompetisi dapat berakibat positif atau
negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahakn berakibat negatif bagi keduanya.
Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung
lingkungan dengan mengurangi ledakan populasi (Wirakusumah 2003: 67).
pengaturan jarak tanam, populasi dan pengolahan tanah memperlihatkan bahwa
perlakuan pengolahan tanah berpengaruh sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan dan
produksi tanaman. Perlakuan populasi berpengaruh nyata sampai sangat nyata. Perlakuan
pemupukan dan interaksi antara ketiganya berpengaruh tidak nyata. Salah satu bentuk
interaksi antara satu populasi dengan populasi lain atau antara satu individu dengan individu
lain adalah bersifat persaingan (kompetisi). Persaingan terjadi bila kedua individu
mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak
menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat
negatif atau menghambat pertumbuhan individu-individu yang terlibat (Wirakusumah 2003).
Ada sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang  struktur dan komposisi
komunitas tumbuhan darat. Namun yang paling luas diterapkan adalah cara pencuplikan
dengan kuadrat atau plot berukuran baku. Cara pencuplikan kuadrat dapat digunakan pada
semua tipe komunitas tumbuhan dan juga untuk mempelajari komunitas hewan yang
menempati atau tidak berpindah. Rincian mengenai pencuplikan kuadrat meliputi ukuran,
cacah, dan susunan plot cuplikan harus ditentukan untuk membentuk komuniatas tertentu
yang dicuplik berdasarkan pada informasi yang diinginkan (Andre, 2009).

6
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari :nasyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan
(Andre, 2009).
Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi umbuhan dalam suatu
komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya
menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies
sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.
Untuk suatu kondisi padang rumput, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya
dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak
contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
 Menurut Marpaung Andre (2009), prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus
cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi
harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa
duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis
dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili
komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA).  Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat
mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili
keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun
vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran
vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari
(Andre, 2009) :
- Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki
tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
- Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya
pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
- Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.

7
- Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya
tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya
terbagi dalam banyak anak daun.
- Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
- Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput.
Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak
lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
- Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
- Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari
1.5 m.
- Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm.
- Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan
untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan: 1)
Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya. 2) Mempelajari tegakan
tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang
terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang
dan vegetasi semak belukar.
Di alam persaingan dapat terjadi antara individu-individu dalam satu jenis
(intraspesifik) ataupun dari jenis yang berbeda (interspesifik). Persaingan tersebut terjadi
karena individu-individu mempunyai kebutuhan yang sama terhadap faktor-faktor yang
tersedia dalam jumlah yang terbatas di dalam lingkungan seperti tempat hidup, cahaya, air
dan sebagainya. Persaingan yang dialkukan oleh hewan sangat berbeda dengan persaingan
pada tumbuhan. Pada dasarnya persaingan pada tumbuhan tidak dilakukan secara fisik tetapi
akibat dari persaingan tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas keduanya
(Odum,1998).
Kompetisi dapat didefenisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan
yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu
sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu jenis

8
tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam tersebut, contohnya air, hara, cahaya, CO2, dan
ruang tumbuh. Definisi kompetisi sebagai interaksi antara dua atau banyak individu apabila
(1) suplai sumber yang diperlukan terbatas, dalam hubungannya dengan permintaan
organisme atau (2) kualitas sumber bervariasi dan permintaan terhadap sumber yang
berkualitas tinggi lebih banyak (Odum,1998).
Organisme mungkin bersaing jika masing-masing berusaha untuk mencapai sumber
yang paling baik di sepanjang gradien kualitas atau apabila dua individu mencoba menempati
tempat yang sama secara simultan. Sumber yang dipersaingkan oleh individu adalah untuk
hidup dan bereproduksi, contohnya makanan, oksigen, dan cahaya. Secara teoritis ,apabila
dalam suatu populasi yang terdiri dari dua spesies , maka akan terjadi interaksi diantara
keduanya. Bentuk interaksi tersebut dapat bermacam-macam, salah satunya adalah kompetisi.
Kompetisi dalam arti yang luas ditujukan pada interaksi antara dua organisme yang
memperebutkan sesuatu yang sama. Kompetisi antar spesies merupakan suatu interaksi antar
dua atau lebih populasi spesies yang mempengaruhi pertumbuhannya dan hidupnya secara
merugikan (Wirakusumah 2003: 67).
Kompetisi dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
intraspesifik yakni persaingan antara organisme yang sama dalam lahan yang sama,
kompetisi interspesifik yakni persaingan antara organisme yang beda spesies dalam lahan
yang sama, intraplant competition yakni persaingan antara organ tanaman, misalnya antar
organ vegetatif atau organ vegetatif lawan organ generatif dalam satu tubuh tanaman,
interplant competition yakni persaingan antar dua tanaman berbeda atau bersamaan
spesiesnya namun dapat pula terjadi pada intra maupun interplant competition (Wirakusumah
2003: 67).
Persaingan intraspesifik pada tumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Jenis tanaman, sifat-sifat biologi tumbuhan, sistem perakaran, bentuk pertumbuhan serta
fisiologis tumbuhan mempemngaruhi pertumbuhan tanaman. Misal sistem perakaran tanaman
ilalang yang menyebar luas menyebabkan persaingan dalam memperebutkan unsur hara.
Bentuk daun yang lebar seperti daun talas menyebabkan persaingan dalam memperebutkan
air. Kepadatan tumbuhan, jarak yang sempit antar suatu tanaman pada suatu lahan
menyebabkan persainagn terhadap zat-zat makanan. Hal ini karena unsur hara yang tersedia
tidak mencukupi bagi pertumbuhan tanaman.Penyebaran tanaman, penyebaran tanaman dapat
dilakukan melalui penyebaran biji dan melalui rimpang (Wirakusumah 2003: 67).
Tanaman yag penyebarannya dengan biji mempunyai kemampuan bersaing yang lebih
tinggi dari tanaman yang menyebar daengan rimpang. Namun demikian, persaingan

9
penyebaran tanaman tersebut sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain seperti suhu,
cahaya, oksigen dan air. Faktor lainnya adalah waktu, hal lain yang mempengaruhi adalah
lamanya tanaman sejenis hidup bersama. Periode 20-30% pertama dari daur tanaman
merupakan periode yang paling peka terhadap kerugian yang disebabkan oleh persaingan.
Faktor yang terakhir adalah persaingan interspesifik, adanya lebih dari satu spesies dalam
suatu habitat menaikkan ketahanan lingkungan kapan pun spesies lain bersaing secara serius
dengan spesies pertama untuk beberapa sumber penting, hambatan pertumbuhan terjadi
dalam kedua spesies (Michael 1994).
Hukum Gause menyatakan bahwa tidak ada spesies dapat secara tak terbatas
menghuni tempat yang sama secara serentak. Salah satu dari spesies-spesies itu akan hilang
atau setiap spesies menjadi makin bertambah efisien dalam memanfaatkan atau mengolah
bagian dari lahan tersebut, dengan demikian keduanya akan mencapai keseimbangan. Dalam
situasi terakhir, persaingan interspesifik berkurang karena setiap spesies menghuni suatu
lahan mikro yang terpisah (Michael 1994).
Bentuk dari kompetisi dapat bermacam-macam. Kecenderungan dalam kompetisi
menimbulkan adanya pemisahan secara ekologi, spesies yang berdekatan atau yang serupa
dan hal tersebut di kenal sebagai azas pengecualian kompetitif   atau  competitive exclusion
principles. Persaingan diantara tumbuhan secara tidak langsung terbawa oleh modifikasi
lingkungan. Di dalam tanah, sistem-sistem akan bersaing untuk mendapatkan air dan bahan
makanan, dan karena mereka tak bergerak, ruang menjadi faktor yang penting. Di atas tanah,
tumbuhan yang lebih tinggi mengurangi jumlah sinar yang mencapai tumbuhan yang lebih
rendah dan memodifikasi suhu, kelembapan serta aliran udara pada permukaan tanah
(Michael 1994: 55).
Ruang merupakan faktor yang penting dalam persaingan antar spesies karena ruang
sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi bagi tumbuhan. Ruang yang besar dapat
menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Faktor utama yang memengaruhi persaingan
antar jenis tanaman yang sama diantaranya adalah kerapatan. Pengaruh kerapatan tanaman
terhadap diameter dan tinggi tanaman yaitu semakin besar kerapatan tanaman maka semakin
kecil diameter dan tinggi tanaman dan semakin kecil kerapatan tanaman maka semakin besar
diameter dan tinggi tanaman yang ada. Hal ini disebabkan karena kerapatan yang besar
berarti jumlah tanaman sejenis banyak tumbuh di ruang sempit, saling berkompetisi untuk
mendapatkan air, dan nutrisi yang jumlahnya terbatas (Suharno, 1999).
Kerapatan kecil menyebabkan air dan nutrisi yang tersedia semakin besar dan
kesempatan tanaman untuk menyerap air dan nutrisi semakin besar, sehingga diameter batang

10
dan tinggi tanaman tumbuh secara maksimal. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap
pertumbuhan akar dan yaitu semakin besar kerapatan tanaman, pertumbuhan akar tanaman
akan semakin kecil karena faktor nutrisi (Soemarwoto, 1983).
Keteraturan ekosistem menunjukkan, ekosistem tersebut ada dalam suatu
keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis, melainkan dinamis. Ia
selalu berubah-ubah. Kadang-kadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil. Perubahan
itu terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia (Soemarwoto, 1983).
Suksesi merupakan proses perubahan yang berlangsung secara beruntun dari
komunitas tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi lahan hidup di kawasan yang
gersang dan kerdil menjadi komunitas belukar dan kemudian menjadi hutan dengan biomassa
lebih berat, setelah kawasan itu cukup subur untuk mendukung kehidupan yang
lebih kaya raya serta anekaragam. Pohon kaya di dalam hutan jauh lebih besar dengan
komunitas asalnya yang hanya terdiri atas jenis tumbuhan herba seperti lumut kerak, lumut
daun, paku-pakuan, dan sebagainya (Suharno, 1999).
Barangkali yang paling kontroversial dari kecenderungan suksesional menyinggung
keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau nisbah
luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari perkembangan komunitas.
Perilaku komponen “kemerataan” dari keanekaragaman kurang dikenal dengan baik.
Sementara peningkatan keanekaragaman jenis bersama-sama dengan penurunan dominansi
oleh salah satu jenis atau kelompok kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau
penurunan redunansi) dapat diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula
perubahan komunitas lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini
(Odum, 1996).
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa suksesi adalah perubahan yang terjadi pada
suatu ekosistem yang berlangsung bertahap- tahap dalam waktu yang lama. Namun yang
dianut oleh ahli- ahli ekologi sekarang adalah pandangan yang mengatakan bahwa suatu
komunitas adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa organisme. Organisme dalam
suatu komunitas saling berhubungan, karena melalui proses- proses kehidupan yang saling
berinteraksi. Lingkungan disekitarnya sangat penting karena mempengaruhi kehidupan
organisme. Jika organisme tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka akan
berakibat fatal bagi organisme itu. Misalnya, tanah penting untuk tumbuhan hidup karena
mengandung mineral juga merupakan media bagi air dan sebagai tempat tumbuhnya akar.
Sebaliknya tanah juga dapat dipengaruhi oleh tumbuhan, dapat mengurangi jumlah mineral

11
dalam tanah dengan akar- akar tanaman yang menembus tanah yang hanya mengandung
beberapa zat organik  (Resosoedarmo, 1989).
Para ahli biologi mencoba memberi nama pada berbagai komunitas. Nama ini harus
dapat memberikan keterangan mengenai sifat komunitas itu. Mungkin cara yang sederhana
adalah memberi nama dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana
wujud komunitas itu. Kebanyakan orang dapat membayangkan apa yang dimaksud jika kita
berbicara mengenai “hutan” atau “padang rumput”. Nama ini menunjukkan bentuk dan wujud
komunitas ini dalam keseluruhannya. Sering kali di dalam suatu komunitas terdapat satu atau
dua tumbuhan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan ini merupakan wujud yang
khas daripada komunitas ini. Organisme yang memberi wujud khas kepada suatu komunitas
dinamakan suatu spesies dominan dalam komunitas ini  (Wirakusumah, 2003).
Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara
teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem
yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai
homeostatis (Desmukh, 1992).
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator lainnya
seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini banyak
di Flores. Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur,
komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya.
Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut hutan hujan
tropik.           
Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan mempunyai suatu pola
yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari
bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan.
Masing-masing lapisan memiliki produsen, konsumen dan makhluk pembusuk lain yang
khas. Mikroklimat tiap lapisan pun berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin,
dan hujan yang diterima lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan
tanah hutan juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun,
ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang khas,

12
demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya spesies sering
kali lebih besar dalam suatu ekoton daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat suatu
komunitas yang terdiri dari mikroorganisme, lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat
bermacam-macam kumbang, kutu daun, belalang dan mungkin ular (Odum,1998).
Untuk memahami luas,metode manapun yang di pakai untuk menggambarkan suatu
vegetasi yang penting adalah harus di sesuaikan dengan tujuan luas atau sempitnya suatu area
yang diamati (Anwar,1995)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu daerah adalah
- Iklim
Fluktuasi iklim yang musiman merupakan faktor penting dalam membagi keragaman
spesies. Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air, dan sebagainya yang menimbulkan
kemacetan ekologis (bottleck) yang membatasi jumlah spesies yang dapat hidup secara tetap
di suatu daerah.
- Keragaman Habitat
Habitat dengan daerah yang beragam dapat menampung spesies yang keragamannya
lebih besar di bandingkan habitat yang lebih seragam.
Ukuran
Daerah yang luas dapat menampung lebih besar spesies di bandingkan dengan daerah
yang sempit. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hubungan antara luas dan
keragaman spesies secara kasaradalah kuantitatif. Rumus umumnya adalah jika luas daerah
10 x lebih besar dari daerah lain maka daerah itu akan mempunyai spesies yang dua kali lebih
besar (Harun, 1993).
Bentuk Cuplikan
Bentuk sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran dengan luas tertentu. Hal ini
tergantung pada bentuk vegetasi. Berdasarkan metode pantauan luas minimum akan dapat di
tentukan luas kuadrat yang di perlukan untuk setiap bentuk vegetasi tadi. Untuk setiap plot
yang di sebarkan di lakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan
dan frekuensi. Variabel kerimbunan dan kerapatan di tentukan berdasarkan luas kerapatan.
Dari spesies yang di temukan dari sejumlah kuadrat yang di buat (Rahardjanto, 2001).
Sistim analisis
1. kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan
didalam area cuplikan. Pada beberapa keadaan kesulitan dalam melakukan batasan individu
tumbuhan, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengelompokan berdasarkan kreteria
tertentu.

13
2. Kerimbunan, ditentukan berdasarkan penutupan oleh populasi jenis tumbuhan.
Apabila dalam menentukan kerapatan di jabarkan dalam bentuk kelas kerapatan, maka untuk
perimbunannyapun lebih baik di gunakan kelas keribunan.
Frekuensi, di tentukan berdasarkan kerapatan dari jenis tumbuhan di jumpai dlam
sejumlah area cuplikan (n) di bandingkan dengan seluruh atau total area cuplikan yang dibuat
(N) biasa dalam persen (%).
Metode kuadrat menggunakan petak contoh yang berupa segi empat atau lingkaran
yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk
vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode
ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
(Surasana, 1990).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesies yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
merupakan pengukuran yang relatif. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah
sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
Kelas Kerapatan Kerimbunan 5 Rapat sekali (dominan): tumbuhan sangat banyak dan
selalu terlihat disekeliling plot. Menutupi 100% - 76% luas plot 4 Rapat (kodominan):
terdapat dua atau lebih spesies yang dominan. Menutupi 75% - 51% luas plot 3 Agak jarang:
tumbuhan masih terlihat dari tengah plot. Menutupi 50% - 26% luas plot
2 Sedikit: dapat dicrai sambil berjalan tanpa mengganggu tumbuhan lain. Menutupi
25% - 0,5% luas plot 1 Sangat jarang: hanya dapat ditemukan dengan jalan mencari diantara
tumbuhan lain. Menutupi < 0,5% luas plot. Keragaman spesies dapat diambil untuk
menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara
jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara
numerik sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu
komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah
bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif
dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi
relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat
dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat,
dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai
penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki

14
harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi
tersebut (Surasana, 1990).
Menurut Michael (1994), membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan
tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur
floristik, struktur tegakan. Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang
membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok
tumbuh-¬tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya.
Menurut Michael (1994), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil
yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi.
2. Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu
individu terhadap individu lain.
3. Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
Selain metode kuadran kita juga bisa menggunakan metode garis untuk menganalisis
vegetasi. Panjang sample berupa garis, untuk vegetasi hutan dapat lebih dari 50 meter, semak
belukar sepanjang minimal 1 meter cuplikan berupa garis, untuk vegetasi sangat di pengaruhi
oleh kekompleksitasan dari hutan tersebut
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis.
Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan
tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin
pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan
untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m
(Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang
akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah
individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis
yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan
panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat
(Syafei, 1990).
Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap
garis yang disebar (Rohman, 2001).

15
Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya
satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang
diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel
yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang
merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang
diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam
menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
Analisa vegetasi dengan metode kuarter (metode tanpa plot) merupakan analisa
vegetasi yang mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat
bantu. Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode
tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama
halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu
dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi
berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter.
Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis
dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis.
Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan
tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin
pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan
untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m
(Syafei, 1990).

16
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang
akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah
individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis
yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan
panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat
(Syafei, 1990).
Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap
garis yang disebar (Rohman, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya
satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang
diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel
yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang
merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang
diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam
menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter.
Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis
dengan metode kuadrat (Surasana, 1990).
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran
yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk
vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode
ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
(Surasana, 1990).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
merupakan pengukuran yang relatife. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah
sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994)

17
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah
tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang
ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks
nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena
keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael,
1994).
Tumbuhan berbagai jenis hidup decara alami di suatu tempat membentuk suatu
kumpulan yang di dalamnya menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat kerukunan untuk hidup bersama, toleransi
kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini
terbentuk sutu derajat keterpaduan (resosoedarmo, 1989).
Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan suatu unit lingkungan yang mempunyai
kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan ini disebut biotop. Biotop ini juga dapat
dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alng-alang, hutan tusam, hutan cemara,
rawa kumpai, dan sebagainya (Santoso, 1994).
Penyebaran atau distribusi individu dalam duat populasi bermacam-macam, pada
umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu :
1. Penyebaran secara acak, jarang terdapat di alam. Penyebaran ini biasanya terjadi
apabila faktor lingkungan sangat seragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada,
selain itu tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok dari organisme tersebut. Dalam tumbuhan
ada bentuk-brntuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompokan
trmbuhan.
2. Penyebaran secara merata, penyebaran ini umumnya terdapat pada tumbuhan.
Penyebaran semacam ini terjadi apabila da persaingan yang kuat antara individu-individu
dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan
ruang.
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relative
dari sejumlah variabel yangb telah diukur (kerapatan relative, kerimbunan relative, dan
frekuensi relatif). Jika disususn dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang
didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat,
dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai
penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki

18
harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi
tersebut (Surasana, 1990).
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan
ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif
(DR) (Michael, 1994).
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan
ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif
(DR) (Surasana, 1990).
Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya
satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang
diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel
yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang
merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang
diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam
menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relative
dari sejumlah variabel yangb telah diukur (kerapatan relative, kerimbunan relative, dan
frekuensi relatif). Jika disususn dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang
didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat,
dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai
penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki
harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi
tersebut (Syafei, 1990).

19
3. Penyebaran secara berkelompok, penyebaran ini yang paling umum terdapat di
alam, terutama untuk hewan. Pengelompokan ini terutama disebabkan oleh berbagai hal di
antaranya:
a. Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal.
b. Respon dari organismeterhadap perubahan cuaca musiman akibat dari cara atau
proses reproduksi atau regenerasi.
c. Sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yng menunjang untuk terbentuknya
kelompok atau koloni (Surasana, 1990).

1.3 Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami Point-Center-Quarter Method (PCQ)


dalam menganalisis dan deskripsi struktur dan komposisi penutupan vegetasi hutan.

1.3.4 Manfaat Praktikum


Agar mahasiswa mampu menganalisis dan menndeskripsikan satruktur dan komposisi
penutupan vegetasi hutan dengan menggunakan point center quarter (PCQ).

20
BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1. Tempat dan Waktu penelitian


Praktikum ini dilakukan pada blan Mare, tepatnya pada hari sabtu, 14
Maret2020. Bertempat di Wisata Air Terjun Oenesu, desa Oenesu, Kec. Kupang
Barat.
2.2. Alat dan Bahan
 Alat
Tali rafiah 100 meter
Meteran 5 dan 10 meter
Patok
Kamera
 Bahan
Air
2.3. Prosedur Kerja
1. Bidiklah arah tertentu dengan menggunakan kompa untuk membuat transek.
2. Garis transek dibuat 100 meter untuk setiap kelompok, kemudianditentukan titik
pusat pengamatan setiap 10 meter.
3. Tentukan pohon yang terdekat dari titik pusat sesuai dengan arah mata angin dari
keempat penjuru.
4. Diukur jarak pohon ketitik pusat, dan diameter pohon tersebut dihitung
berdasarkan data keliling batang pohon yang telah di ukur setinggi dada.
5. Dibuat tabulasi data dan di analisis.

21
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Hasil Analisis Vegetasi

Kelompok : 5

Lokasi : Air Terjun Oenesu

Desa : Oenesu

Kecamatan : Kupang Barat

No. Transek : 1

No. Quadrant Species Jarak Dbh Tinggi Penutupan Warna Tekstur


sample (M) (M) (M) D1 D2 tanah tanah
point
1 1 Tectona grandis 2,9 100 6,3 9,5 7,1 Cokelat SL
2 Tectona grandis 4,4 70 4,7 6,5 8,5
3 Tectona grandis 8,5 40,7 6,3 5 6,1
4 Tectona grandis 6,9 20,4 6,3 3,6 2,9
2 1 Tectona grandis 1 80,5 7,8 9,8 5
2 Tectona grandis 3,6 106 7,8 7,6 5,5
3 Tectona grandis 4,4 30 6,3 4,9 3,6
4 Tectona grandis 4,2 40 6,3 2,6 2,4
3 1 Tumbuhan A 2,9 40 6,3 5,2 4,3
2 Tectona grandis 2,4 120,5 7,8 8,4 9,6
3 Borassus flabellifer 5 160 7,8 4,3 4,4
4 Gmelina arborea 7,7 70 6,3 1,7 3,9
4 1 Ceiba pentandra 2,7 80 7 3,2 4,3
2 Tamarindus indica 2,3 44 4,7 5 7,6
3 Leucaena leucocephala 2,2 20 3,1 3,6 1,1

22
4 Leucaena leucocephala 3,6 74 4,7 5 8
5 1 Tectona grandis 2,2 54 7,8 4,5 5
2 Leucaena leucocephala 1,6 36 4,7 2,8 2,8
3 Tumbuhan b 1,5 30 4,7 3,3 3,8
4 Swietenia mahagoni 10 50 6,3 4,1 4,5
6 1 Tectona grandis 1,4 110,8 10,1 15 13
2 Mangifera indica 1,6 20 3,1 1,2 1,1
3 Leucaena leucocephala 5,3 90 6,3 6,4 5,2
4 Leucaena leucocephala 4,7 69 4,7 6,1 2,3
7 1 Tumbuhan c 11,5 52 9,4 3,4 3,9
2 Tumbuhan d 3,8 24 7,8 5,6 5,3
3 Tectona grandis 2,9 75 9,4 6,1 5
4 Musa paradisiaca 5,8 30 1,5 2,4 1,4
8 1 Tumbuhan d 3,6 27 7,8 5,3 3,6
2 Cocos nucifera 4,6 79 3,1 4,2 5,8
3 Tumbuhan d 2,1 30,7 4,7 1,6 1,3
4 Tumbuhan d 2,8 110 11 7,2 9,3
9 1 Tumbuhan d 3,3 50,5 5 3,4 4,2
2 Borassus flabellifer 4,2 110 3,1 4,5 3,6
3 Borassus flabellifer 6,6 100 4,7 3,7 4,4
4 Borassus flabellifer 5,6 100,5 4,7 3 4,3
10 1 Tumbuhan d 1,5 80 9,4 4 7
2 Tumbuhan e 3,7 64 7,8 2,5 6,5
3
4

Jarak rata rata (D) = 155/40=3,87m


Jumlah pohon =100 / (3,87x 3,87)=100 / 14,97= 6,68
 Jumlah pohon dalam spesies sebagai berikut :

Spesies Jumlah Dalam Quarter Jumlah Pohon Dlm 100 M2


Tectona grandis 13/40 = 0,32 0,32 x 6,68 =21,3
Tumbuhan A 1/40=0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Borassus flabillifer 1/ 40 = 0,02 0,02 x 6,68= 1,3
Ceiba pentandra 1 / 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Tamarinus indicus 1 / 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Leucaena leucocephala 5 /40 = 0,12 0,12 x 6,68 = 0,8
Tumbuhan B 1 / 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Mangifera indica 1/ 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Musa paradisiaca 1, 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Tumbuhan C 1 / 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Tumbuhan D 6,40 = 0,15 0,15 x 6,68 = 1,2
Cocos nucifera 1 / 40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3
Borassus flabillifer 3 / 40 = 0,07 0,07 x 6,68 = 4,6
Tumbuhan E 1/40 = 0,02 0,02 x 6,68 = 1,3

23
TOTAL = 40,9

 FREKUENSI ABSOLUT

Tectona grandis 7/10 x 100%= 70%


Tumbuhan A 3/10 x 100% = 30%
Borassus flabillifer 3,/10 x 100% = 30%
Ceiba pentandra 4/10 x 100% = 40%
Tamarinus indicus 4/10 x 100% = 40%
Leucaena leucocephala 6/10 x100% = 60%
Tumbuhan B 5/10 x 100 %= 50%
Mangifera indica 6/10 x 100 %= 60%
Musa paradisiaca 7/10 x 100 %= 70%
Tumbuhan C 7/10 x 100% = 70%
Tumbuhan D 10/10 x 100 %= 100%
Cocos nucifera 8/10 x100 %= 80%
Borassus flabillifer 9/ 10 x100 %= 90%
Tumbuhan E 10/10 x 100 %= 100 %
 DESINTAS RELATIF

Tectona grandis 21,3/40,9 X 100% = 53%


Tumbuhan A 1,3/40,9 X 100%= 4%
Borassus flabillifer 1,3/40,9 X 100% = 4%
Ceiba pentandra 1,3/40,9 X 100%%=4%
Tamarinus indicus 1,3/40,9 X 100% = 4%
Leucaena leucocephala 0,8/40,9 X 100% = 2%
Tumbuhan B 1,3/40,9 X 100 %= 4%
Mangifera indica 1,3/40,9 X100%=4%
Musa paradisiaca 1,3/40,9 X100%=4%
Tumbuhan C 1,3/40,9 X100%=4%
Tumbuhan D 1,2/40,9 X 100 %= 3%
Cocos nucifera 1,3/40,9 X100%=4%
Borassus flabillifer 4,6/40,9 X 100 %= 10%
Tumbuhan E 1,3/40,9 X100=%4%
 FREKUENSI RELATIF

Tectona grandis 70/890X100%=7,8%


Tumbuhan A 30/890X100%=3,3%
Borassus flabillifer 30/890X100%=3,3%
Ceiba pentandra 40/890X100=%4,4%
Tamarinus indicus 40/890X100%=4,4%
Leucaena leucocephala 60/890X100%=6,7%
Tumbuhan B 50/890X100%=5,6%
Mangifera indica 60/890X100%=6,7%
Musa paradisiaca 70/890X100%=7,8%
Tumbuhan C 70/890X100%=7,8%

24
Tumbuhan D 100/890X100%=11,2%
Cocos nucifera 80/890X100%=8,9%
Borassus flabillifer 90/890X100%=10,1%
Tumbuhan E 100/890X10%0=11,2%
 NILAI PENTING (NP)

JENIS DR FR NP RANGKING
Tectona grandis 53,0 7,8 60,8 1
Tumbuhan A 4,0 3,3 7,3 11
Borassus flabillifer 4,0 3,3 7.3 11
Ceiba pentandra 4,0 4,4 8,4 10
Tamarinus indicus 4,0 4,4 8,4 10
Leucaena 2,0 6,7 8,7 9
leucocephala
Tumbuhan B 4,0 5,6 9,6 8
Mangifera indica 4,0 6,7 10,7 7
Musa paradisiaca 4,0 7,8 11,8 6
Tumbuhan C 4,0 7,8 11,8 6
Tumbuhan D 3,0 1,2 14,2 4
Cocos nucifera 4,0 8,9 12,9 5
Borassus flabillifer 10,0 10,1 20,1 2
Tumbuhan E 4,0 11,2 15,2 3

Kelompok : 5

Lokasi : Air Terjun Oenesu

Desa : Oenesu

Kecamatan : Kupang Barat

No. Transek : 2

No. Quardran Species Jarak Dbh Tinggi Penutupan Warna Tekstur


sample t (M) (cm) (M) D1 D2 tanah tanah
Point
1 1 Swietenia mahagoni 4,6 51 7,8 6,00 5
2 Pohon a 2,6 20 6,2 1,6 1,3
3 Tectona grandis 3,6 7,0 6,3 7,6 9,4
4 Pterocarpus indicus 4,5 100 7,8 6,8 6,9
2 1 Swietenia mahagoni 4,8 1,6 10,9 10 8,2
2 Tumbuhan a 1,1 110 9,4 7,9 11
3 Gmelina arborea 1,6 300 12,5 6,3 4,8
4 Swietenia mahagoni 1,6 150,2 9,6 8,4 8,2
3 1 Tectona grandis 0,8 60 6,4 4,8 4,9
2 Swietenia mahagoni 3,3 60 8 8,2 1,6
3 Swietenia mahagoni 2 20 4,8 3,4 4

25
4 Swietenia mahagoni 2,2 47 4,8 1,7 1,7
4 1 Musa paradisiaca 0,5 130,5 8 7,4 7,9
2 Tectona grandis 1,1 70,2 11,1 8,3 6,1
3 Tectona grandis 2,5 70 11,2 6,7 5
4 Tectona grandis 5 59 11,2 5,5 4,1
5 1 Tectona grandis 2,5 48 9,6 4,2 3,9
2 Tectona grandis 3,4 62 6,4 4,4 3,8
3 Tectona grandis 3,1 59 8 6 4,7
4 Tectona grandis 3,4 60 8 5,3 7,2
6 1 Tectona grandis 1,7 50 8 3,1 4,5
2 Tectona grandis 3,6 50 5,2 1,6 15
3 Tectona grandis 1,5 62 8,5 3,5 3,9
4 Swietenia mahagoni 3,6 20 4,8 2 1,9
7 1 Tectona grandis 2,3 65 8 3,3 4,3
2 Swietenia mahagoni 3,9 16 4,8 1,5 1,5
3 Tectona grandis 1,5 72 6,4 3,2 3,1
4 Tectona grandis 4,1 76 8 1,8 2
8 1 Mangifera indica 5 41 4,80 5 4,6
2 Tectona grandis 2,7 27 4,9 4,6 3,6
3 Swietenia mahagoni 0,9 20 6,4 2,2 2,7
4 Gmelina arborea 6,7 1,7 5 10 8,5
9 1 Gliricidia sepium 2 25 4,8 3,3 4,5
2 Musa paradisiaca 1,9 67 3,2 5 4,5
3 Leucaena leucocephala 4 31 4,8 5,3 4,5
4 Musa paradisiaca 5,2 56 3,2 3,2 3,2
10 1 Swietenia mahagoni 2,3 85 8 5 5
2 Mangifera indica 3,9 98 8 8,7 8,3
3 Swietenia mahagoni 2,3 23 4,4 2,8 2,3
4 Leucaena leucocephala 4,6 26 4,8 6 5,3

Jarak rata rata = 117,9/40=2,9m


Jumlah pohon = 100/8,41= 11,8
 Jumlah pohon dalam suatu spesies sebagai berikut

Spesies Jumlah dalam quarter Jumlah dalam 100m2


Swietenia mahagoni 11/40=0,27 0,27x11,8=3,186
Tumbuhan A 1/40=0,02 0,02x11,8=0,236
Tectona grandis 18/40=0,45 0,45x11,8=5,31
Pterocarpus indicus 1/40=0,02 0,02x11,8=0,236
Areca catechu 1/40=0,02 0,02x11,8=0,236
Mangifera indica 2,40=0,05 0,05x11,8=0,59
Gliricidia sepium 1/40=0,02 0,02x11,8=0,236
Musa paradisiaca 2/40=0,05 0,05x11,8=0,59

26
Leucaena leucocephala 1/40=0,02 0,02x11,8=0,236

TOTAL = 10,856

 FREKUENSI ABSOLUT

Swietenia mahagoni 10/10x100%=100%


Tumbuhan A 1/10x100%=10%
Tectona grandis 8/10x100%=80%
Pterocarpus indicus 1/10x100%=10%
Areca catechu 4/10x100%=40%
Mangifera indica 10/10x100%=100%
Gliricidia sepium 9/10x100%=90%
Musa paradisiaca 9/10x100%=90%
Leucaena leucocephala 10/10x100%=100%
 Densitas relative

Swietenia mahagoni 3,186/10,856x100%=29,3%


Tumbuhan A 0,236/10,856X100%=2,17%
Tectona grandis 5,31/10,856x100%=48,9%
Pterocarpus indicus 0,236/10,856X100%=2,17%
Areca catechu 0,236/10,856X100%=2,17%
Mangifera indica 0,59/10,856x100%=5,43%
Gliricidia sepium 0,59/10,856x100%=5,43%
Musa paradisiaca 0,59/10,856x100%=5,43%
Leucaena leucocephala 0,59/10,856x100%=5,43%
 FREKUENSI RELATIF

Swietenia mahagoni 100/620x100%=16,1%


Tumbuhan A 10/620x100%=1,6%
Tectona grandis 80/620x100%=12,9%
Pterocarpus indicus 10/620x100%=1,6%
Areca catechu 40/620x100%=6,4%
Mangifera indica 100/620x100%=16,1%
Gliricidia sepium 90/620x100%=14,5%
Musa paradisiaca 90/620x100%=14,5%
Leucaena leucocephala 100/620x100%=16,1%
 NILAI PENTING(NP)

Jenis Dr Fr Np Rangking
Swietenia mahagoni 29,3 16,1 45,4 1
Tumbuhan A 2,17 1,6 3,77 8
Tectona grandis 48,9 12,9 6,8 7
Pterocarpus indicus 2,17 1,6 3,77 8
Areca catechu 2,17 6,4 8,57 5

27
Mangifera indica 5,43 1,6 7,03 6
Gliricidia sepium 2,17 14,5 16,67 4
Musa paradisiaca 5,43 14,5 19,93 2
Leucaena leucocephala 2,7 16,1 18,27 3

Kelompok : 5

Lokasi : Air Terjun Oenesu

Desa : Oenesu

Kecamatan : Kupang Barat

No. Transek : 3

No. quadrant Species Jarak Dbh Tinggi Penutupan Warna Tekstu


sample (M) (cm) (m) D1 D2 tanah tanah
point
1 1 Tumbuhan x 2,7 6,5 2,5 7,5 7,6
2 Tumbuhan y 3,4 1,7 5,5 2,8 4,6
3 Spesies p 5,7 3,4 6,8 7,2 5,2
4 Tumbuhan c 2,8 6,3 6,2 4,8 3,6
2 1 Tumbuhan d 3,6 7,5 4,3 2,7 3,8
2 Tubuhan a 2,8 4 2,9 6,2 5,3
3 Spesies p 4,2 20 1,5 3,6 2,6
4 Spesies p 2,5 4,5 5,4 4,7 6,4
3 1 Tumbuhan a 1,5 3,6 2,5 4,1 23
2 Tumbuhan a 2,5 4,5 6,3 3,4 3,6
3 Spesies c 1,7 3,7 4,6 1,9 2,5
4 Spesies Q 2,7 45 8,2 6,3 5,4
4 1 Tumbuhan d 1,8 2,6 9,0 4,2 2,3
2 Tumbuhan d 2,4 21 7,8 5,6 5,3
3 Tumbuhan x 3,5 7,2 2,8 5,3 2,6

28
4 Spesies c 1,7 4,6 3,5 6,5 2,9
5 1 Tumbuhan c 2,9 56 3,6 2,7 7,5
2 Tumbuhan d 2,8 6,1 4,2 5,4 3,7
3 Spesies Q 1,9 28 5,4 1,7 4,2
4 Spesies Q 1,6 4,2 7,3 6,3 5,4
6 1 Tumbuhan y 18 3,7 65 4,8 5,4
2 Tumuhan y 2,9 4,5 2,8 5,2 7,4
3 Spesies p 13 4,7 8,5 6,3 7,5
4 Tumbuhan c 3,0 65 7,3 10,4 5,9
7 1 Spesies Q 2,1 5,2 4,1 9,3 7,6
2 Spesies Q 1,7 4,2 3,5 8,4 5,7
3 Tumbuhan d 2,3 53 8,5 4,2 6,4
4 Tumbuhan d 1,5 3,8 6,1 3,2 45
8 1 Spesies p 2,6 53 7,8 4,2 8,7
2 Spesies Q 2,5 3,9 8,5 7,7 6,4
3 Tumbuhan c 1,6 4,1 6,4 54 5,2
4 Tumbuhan d 1,9 2,5 5,7 7,2 6,8
9 1 Tumbuhan x 3,2 5,2 7,3 4,7 8,5
2 Tumbuhan x 2,4 3,1 7,1 8,3 5,78
3 Spesies Q 1,7 4,2 6,6 5,2 7,6
4 Tumbuhan c 2,7 5,1 6,4 8,2 7,4
10 1 Tumbuhan y 1,9 3,2 6,3 6,4 7,5
2 Spesies Q 2,5 4,2 5,6 5,2 7,1
3 Spesies Q 1,3 3,4 4,5 6,3 45,2
4 Spesies p 2,4 4,2 5,1 6,2 7,8

Jarak rata rata =178,1/40 =4,45m


Jumlah pohon =100/19,8 = 5,05
 Jumlah pohon dalam suatu spesies sebagai berikut

Spesies Jumlah dalam quater Jumlah pohon dalam


luasan 100 m2
Tumbuhan x 4/40=0,1 0,01x5,05=0,05
Tumbuhan y 4/40=0,1 0,01x5,05=0,05
Spesies p 7/40=0,175 0,175x5,05=0,88
Tumbuhan c 5,40=0,125 0,125x5,05=0,63
Tumbuhan d 7/40=0,175 0,175x5,05=0,88
Tumbuhan a 3/40=0,075 0,075x5,05=0,32
Spesies c 1/40=0,025 0,025x5,05=0,126
Spesies q 9/40=0,225 0,225x5,05=1,136

TOTAL= 4,98
 FREKUENSI ABSOLUT

Tumbuhan x 9/10X100%=90%
Tumbuhan y 10/10X100%=100%

29
Spesies p 10/10X100%=100%
Tumbuhan c 9/10X100%=90%
Tumbuhan d 8/10X100%=80%
Tumbuhan a 3/10X100%=30%
Spesies c 3/10X100%=30%
Spesies q 10/10X100%=100%
 DESINTAS RELATIF

Tumbuhan x 0,505/4,98x100%=10,14%
Tumbuhan y 0,505/4,98x100%=10,14%
Spesies p 0,88/4,98x100%=17,67%
Tumbuhan c 0,63/4,98x100%=12,65%
Tumbuhan d 0,88/4,98x100%=17,67%
Tumbuhan a 0,32/4,98x100%= 6,42%
Spesies c 0,126/4,98x100%=2,53%
Spesies q 1,136/4,98x100%=22,81%
 FREKUENSI RELATIF

Tumbuhan x 90/620x100%=14,5%
Tumbuhan y 100/620x100%=16,1%
Spesies p 100/620x100%=16,1%
Tumbuhan c 90/620x100%=14,5%
Tumbuhan d 80/620x100%=12,9%
Tumbuhan a 30/620x100%=4,8%
Spesies c 30/620x100%=4,8%
Spesies q 100/620x100%=16,1%
 NILAI PENTING (NP)

JENIS DR FR NP RANGKING
Tumbuhan x 10,14 14,5 24,64 6
Tumbuhan y 10,14 16,1 26,24 5
Spesies p 17,67 16,1 37,77 2
Tumbuhan c 12,65 14,5 27,15 4
Tumbuhan d 17,67 12,9 30,57 3
Tumbuhan a 6,42 4,8 11,22 7
Spesies c 2,53 4,8 7,33 8
Spesies q 22,81 16,1 38,91 1

3.2 Pembahasan

Telah dilakukan praktikum dengan judul “Deskripsi dan analisis vegetasi dengan
menggunakan metode Empat Titik Pusat (Point-Center-Quarter Method), pada hari sabtu
tanggal 14 maret 2020. Praktikum ini bertujuan untuk memahami Point-Center-Quarter

30
Method (PCQ) dalam menganalisis dan mendeskripsikan struktur dan komposisi penutupan
vegetasi hutan.

Pada praktikum kali ini yang pertama kali dilakukan adalah mengukur panjang lokasi
yang akan digunakan. Panjang lokasi yang ditentukan adalah 100 meter, dimana terdapat 10
titik dan dimasing-masing titik di hitung 4 spesies terdekat. Praktikum yang berlokasi di Air
Terjun Oenesu, desa Oenesu, kecamatan Kupang Barat ini memiliki 3 transek di 3 tempat
berbeda padaair terjun tersebut.

Pada transek pertama ditemukan 16 spesies berbeda yang 5 diantaranya belum


diketahui nama lokal maupun nama ilmiahnya. Sedangkan pada transek 2 ditemukan 10
spesies pohon yang 1 diantaranya belum diketahui nama lokal maupun nama ilmiahnya.
Begitupun pada transek 3, dimana banyak pohon yang belum di ketahui nama lokal maupun
nama ilmiahnya.

Praktikum dimulai dengan mengukur jarak pohon yang paling dekat dengan titik
pertama. Setelah itu diukur diameter batang setinggi dada, lalu kemudian diukur tinggi pohon
dan yang terakhir di hitung penutupan tajuk 1 dan penutpan tajuk 2 (cover). Juga dianalisa
warna tanah dan struturnya. Hal tersebut terus dilakukan selama 120 kali pada 120 titik di 3
transek yang ada. Setelah itu di catat data yang dibutuhkan, untuk kemudian dapat di analisis.

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies pohon yag ditemukan dalam
30 plot pada kawasan air terjun oenesu ,transek 1 ditemukan 14 spesies,transek 2 ditemukan 9
spesies dan transek 3 ditemukan 8 spesies pohon yang termasuk dalam hitungan metode point
center quardan method ini.spesies pohon tersebut antara lainpada transek 1 ada jati, tumbuhan
a,lontar ,pohon kapuk,pohon asam ,lamantoro, tumbuhan b,mangga ,pisang, tumbuhan
c,tumbuhan d,kelapak,pohon tuak.tumbuhan e.pada transek 2 ada mahoni, pohon a,jati ,pohon
angsono,pinang, mangga, gamal, pisangdan lantoro. Sedangkan pada transek 3 ada tumbuhan
x, tumbuhan y, spesies p, tumbuhan c, tumbuhan d, tumbuhan a, spesies c, dan spesies
q.setelah dilakukan perhitungan untuk mencari frekuensi absolut,desintas relatif, frekuensi
relatif dan indeks nilai penting didapatkan spesies yang memiliki indeks nilai penting yang
paling besar pada transel satu yaitu jati dengan nilai indeks 60,8. Pada transek dua yaitu pada
mahoni sebesra 45,4, dan pada transek 3 yaitu pada spesies Q sebesar 38,91.sementara
spesies tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting paling rendah pada vegetasi tersebut
ialah untuk transek pertama pada tumbuhan A dan lontar sebsear 7,3. Pada transek kedua
yaitu pohon A dan angsono sebesar 3,77 dan transek 3 pada spesies C sebesar 7,33.

31
Dari ketiga transek tersebut yang memiliki nilai indeks yang paling tinggi terdapat
pada transek satu yaitu tumbuhan jati sebesar 60,8 , dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan :plantae

Divisi :magnoliophyta

Kelas:magnoliopsida

Ordo :lamiales

Family: lamiaceae

Genus : tectona

Spesies : T.grandis

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis
vegetasi merupakan suatu cara untuk mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk struktur vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi
adalah bentuk pertumbuan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analiss vegetasi
, diperlukan data-data jenis , diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari
penyususnan komunitas hutan tersebut.

4.2 Saran

Diharapkan untuk lebih serius dan lebih tekun dalam melakukan praktikum agar hasi
yang diperleh lebih maksimal.

32
DAFTAR PUSTAKA

Andre. M. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi.           


http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana mempelajari    
analisa-vegetasi/. Diakses pada 16 Oktober 2014.

Anwar, 1995, Biologi Lingkungan. Ganexa exact. Bandung.

Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Harun, 1993. Ekologi Tumbuhan. Bina Pustaka. Jakarta.

Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Dan


Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kimball, Jhon W. 1994. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta

Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. New York: Macmillan Publishing Co.
Sumber Article : http://nurulbio91.blogspot.com/2013/12/laporan-praktikum-
ekologi-tumbuhan.html.

Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta:


UI Press.

Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.

33
Odum . 1998 . ekologi tumbuhan .rineka cipta : Jogjakarta.

Raharjanto, Abdulkadir.2001.Ekologi Umum.UMM Press: Malang .

Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Rohman, Fatchur.dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.

Santoso. 1994. Ekologi Umum. Malang: UMM Press.

Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. PT. Gramedia.Jakarta.

Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.

Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.

Surasana, syafeieden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA Biologu ITB.

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu


Lingkungan, UI Press, Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai