Anda di halaman 1dari 25

PENGUKURAN PARAMETER FISIK, KIMIAWI, DAN BIOLOGI

PERAIRAN RAWA BENDUNGAN CILACAP

Oleh:

WILDAN MUKHOLLADUN B1J012036


FITRI AMALIAH B1A016036
SOLIKHUL AMIN B1A016
ANNISA RAMADHIAN B1A016127
FIRA REvINA B1A016132
JUNIAR SUSIANI B1A016137
Kelompok 2
Asisten Aulia Asti

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rawa adalah tanah yang basah selama beberapa waktu atau sepanjang
tahun. Rawa dapat terbentuk jika hujan turun terus-menerus dan airnya tertahan
atau tidak dapat mengalir. Salju yang mencair atau sungai yang meluap juga
dapat menciptakan rawa. Manfaat rawa yaitu untuk memenuhi kebutuhan
pangan, sumber air bagi masyarakat, sumber penghasilan keluarga, sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan lain-lain. Contoh rawa di Indonesia
yaitu rawa Pening, rawa Bendungan, rawa Banjiran, rawa Lebak Deling, dan
lain-lain (Heriza et al., 2018).
Rawa Bendungan adalah salah satu rawa di daerah Kabupaten Cilacap
yang memiliki akses terbuka untuk umum. Rawa ini termasuk dalam perairan
lentik dan memiliki fungsi sebagai irigasi dan penampung air. Pemanfaatan rawa
bendungan yaitu untuk budidaya ikan dalam karamba, tempat pemancingan,
sumber air baku rumah tangga, dan sumber air baku pemerintah Kabupaten
Cilacap. Limbah yang berasal dari aktivitas industri dan aktivitas masyarakat di
sekitar rawa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan dan
mengancam fungsi ekologis di dalamnya (Wibowo et al., 2014).
Parameter yang dilakukan untuk menguji kualitas perairan di rawa dapat
dilakukan dengan parameter fisika, kimia, dan biologi pada perairan tersebut. Uji
kualitas perairan sangat diperlukan untuk mengetahui baik atau buruknya
kualitas air di suatu perairan yang banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan
masyarakat. Parameter fisika meliputi suhu air, suhu udara, kedalaman, penetrasi
cahaya, TDS (Total Dissolved Solid), dan TSS (Total Suspended Solid).
Parameter kimia yang diukur yaitu pH, Dissolved Oxygen (DO), Biological
Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), kadar CO2 bebas.
Pengukuran parameter biologi meliputi jenis plankton dan klorofil. Kualitas air
dalam hal analisis kualitas air mencakup keadaan fisik/parameter fisik (suhu
air,suhu udara, kecerahan, dan sebagainya), kimia (DO, BOD0, BOD5, dan
sebagainya), serta parameter biologi (densitas, diversitas plankton, dan
sebagainya) (Asdak,1995).
Jumlah Familia Ephemeroptera, Plecoptera, dan Trichoptera yang rendah
pada suatu rawa mengindikasikan bahwa rawa tersebut membutuhkan tindakan
khusus untuk menjaga ekosistem yang ada. Organisme yang hidup di sekitar
rawa juga dapat menjadi bioindikator baik atau buruknya lingkungan sekitar
rawa tersebut. Pertumbuhan kota yang pesat contohnya kota Kisangani memiliki
dampak negatif pada lahan basah. Rawa atau lahan basah memiliki fungsi
penting secara global dan berkelanjutan (Wembo et al., 2019).

B. Tujuan

1. Mengetahui kualitas air di Rawa Bendungan.


2. Mengetahui kelimpahan plankton di Rawa Bendungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Faktor biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem pasti berkaitan, dimana
keduanya saling berpengaruh. Faktor biotik yang ada di perairan waduk adalah
produsen yang merupakan sumber makanan bagi benthos yang merupakan faktor
biologi dalam suatu siste perairan. Hal tersebut berkaitan dengan fitoplnakton di
perairan. Faktor abiotik di perairan waduk adalah faktor fisika dan kimia perairan,
contoh faktor fisika yaitu suhu, arus, intensitas cahaya dan kedalaman perairan.
Sedangkan faktor kimia meliputi oksigen terlarut (DO), pH, kebutuhan oksigen
biologi (BOD), dan COD, serta terdapat pula kandungan nitrogen. Suhu merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadapt keberadaan organism di suatu perairan. Hal
tersebut berkaitan dengan toleransi organism akuatik, dimana suhu akan dapat
mempengaruhi kehidupan organism tersebut (Ulfah et al., 2012).
Roziaty et al. (2018) menyatakan bahwa pengukuran suhu merupakan hal yang
mutlak untuk mengetahui kualitas air karena kelarutan gas di perairan serta semua
aktivitas biologis lainnya juga sangat dipengaruhi suhu. Kecerahan perairan
bergantung pada zat-zat tersuspensi didalamnya baik organik maupun
anorganik.Menurut Yang et al. (2018), suhu air dalam danau secara langsung
memengaruhi udara dan air di daerah aliran sungai melalui interaksi pertukaran
energi material. Suhu air adalah yang paling penting indikator lingkungan ekologis
danau dan digunakan untuk memahami dan mengungkapkan perubahan antara
berbagai faktor kualitas air danau yang memberikan dasar untuk kontrol dan
peningkatan lingkungan ekologis danau.
Kecerahan atau transparansi perairan ditentukan secara visual dengan
menggunakan cakram yang disebut secchi disk berdiameter 30 cm yang pertama kali
dikembangkan oleh Profesor Secchi sekitar abad 19. Pada penggunaan secchi disk,
kekeruhan perairan dikuantitatifkan dalam suatu nilai yang dikenal dengan
kedalaman secchi disk (Effendi, 2003). Nilai kecerahan yang dinyatakan dengan
satuan meter ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan, dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan
pengukuran. Kekeruhan menggambarkan suatu sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik
tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik, dan bahan
organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya
Nilai BOD merupakan nilai yang dapat dijadikan sebagai parameter
pencemaran suatu perairan. Nilai tersebut menunjukkan banyaknya oksigen yang
dikonsumsi oleh mikroba dalam melakukan proses respirasi, sehingga BOD hanya
bisa menggambarkan bahan organic yang dapat didekomposisi secara biologis.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai ini adalah adanya limbah dimestik
ataupun limbah industri (Roziaty et al., 2018).
Faktor biotik lain dalam pengetahui kualitas suatu perairan yaitu Total
Suspended Solid (TSS) yang materi padat seperti pasir, lumpur tanah maupun logam
berat, bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme yang tersuspensi didaerah
perairan. TSS merupakan salah satu parameter biofisik perairan yang dinamikanya
mencerminkan dinamika perubahan yang terjadi di daratan dan perairan (Parwati,
2008). TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dari saluran sungai (Heriza et al.,
2018).
Plankton merupakan organisme berukuran kecil yang hidupnya melayang-
layang dipermukaan air. Pergerakan organisme ini sangat dipengaruhi oleh arus air
karena ukuran dan bobotnya yang sangat kecil. Plankton dibagi menjadi dua, yaitu
fitoplankton yang mampu berfotosintesis dan zooplankton yang tidak mampu
melakukan fotosintesis. Fitoplankton yang dapat berfotosintesis ini menjadikannya
sebagai produsen diwilayah perairan, sedangkan zooplankton berperan seabagi
konsumen tingkat I di perairan. Keberadaan plankton dalam suatu perairan dapat
pula digunakan untuk mengindikasikan kualitas perairan, serta secara kualitatif
ataupun kuantitatif dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan
(Roziaty et al., 2018). Rawa merupakan perairan yang terasuk dalam perairan yang
rendah arus airnya sehingga hal tersebut empengaruhi persebaran mikrovertebrata
seperti plankton. Clews et al. (2018), menyatakan bahwa perairan rawa memiliki
persebaran plankton yang relatif rendah yang meliputi komunitas plankton plankton
dari kelompok Bacillariophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, Chrysophyta,
Euglenophyta, dan Cyprinoidea.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

B. Metode

 Pengukuran Parameter Fisik Perairan


 Pengukuran Parameter Kimiawi Perairan
 Pengukuran Parameter Biologi Perairan

C. Analisis Data

1. Untuk mengetahui kualitas air di Rawa Bendungan menggunakan analisis


data secara deskriptif.
2. Untuk mengetahui kelimpahan plankton di Rawa Bendungan menggunakan
rumus Sachlan secara kuantitatif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Parameter Fisik (Data Seluruh Stasiun)


Stasiun
Parameter
satuan 1 2 3 4 5 6 7 8
Fisik
Temperatur 0C 28,5 30,5 28,5 32 32 31,25 32 27,5
Kecerahan cm 45,5 52,5 42 54,7 118 62 80 77
Kedalaman m 3,3 2,63 1,80 1,58 1,59 1,03 3,05 1,31
TSS mg/L 11 1000 800 20 5 50 2 2
TDS mg/L 0,098 0,093 0,099 0,047 0,093 0,089 0,091 92

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Parameter Kimiawi (Data Seluruh Stasiun)


Stasiun
Parameter
satuan 1 2 3 4 5 6 7 8
Kimiawi
DO mg/l 4,7 2,5 3,5 4,9 4,6 5,4 6,8 2,2
CO2 bebas mg/l 8,25 8,14 110 5,72 6,82 9,02 10,45 4,4
pH 6 6 8 7 7 6 6 6
Nitrat mg/l 0,011 0,285 0,7224 0,241 0,196 0,4928 0,4474 0,5489
Nitrit mg/l 0,028 0,008 0,007 0,004 0,011 0,0017 0,0011 0,0018
Orthopospat mg/l 0,012 0,005 0,009 0,002 0,025 0,0036 0,0042 0,0037
Total P mg/l 0,026 0,011 0,0047 0,026 0,007 0,0107 0,0340 0,0080
COD mg/l 11,6 10,4 15,6 10 0,8 12 1,4 27,200
BOD mg/l 9,4 0 20,4 5 3 0,2 0,3 11,2
Amonia mg/l 0,278 1,098 15,751 0,210 0,226 5,4 5,586 0,8457
Tabel 4.1.3. Hasil Analisis Parameter Biologi Sampel Air Rawa Bendungan
Produktivitas Primer Produktivitas Primer
Klorofil
Kel mgO2/I/jam mgC/I/jam
a b c NPP GPP R NPP GPP
1 0,041839 0,34039 -0,1299 0,3 1 0,3 0,31125 0,09375
2 0,340068 0,03676 0,02802 4,075 3,4 4,075 1,0625 1,2734375

3 0,039 0,0634 0,014751 0,4 0,15 -0,5 0,25 0,2265


4 0,370982 0,24132 -0,00679 0,825 1,125 0,3 0,351 0,257
5 0,0696 -0,0088 -0,0481 0,925 0,45 0,925 0,1406 0,289
6 0,08005 0,012996 0,04221 1,43 1,26 1,43 0,394 0,447
7 0,015 0,048 0,627 0,65 0,85 0,65 0,26 0,20
8 0,279 0,33 0,275 0,275 0,07 0,156

Tabel 4.1.3. Kelimahan Plankton di Rawa Bendungan

Stasiun
No. Spesies
1 2 3 4 5 6 7 8
Brachionus
1 1036,8
quadridentatus
Brachionus
2 486,24 2851,2 35,2 777,6 259,2
falcatus
Clamidomonas
3 777,6
polycystile
Dactylococcopsis
4 777,6
fascularis
5 Nauplius sp. 1555,2

6 Cyclops sternuus 1036,8

7 Euglena sp. 777,6


8 Ceratium furca 5184
Achanthes
9 5184
lanceolata

10 Euglena gracilis 5184

Zygnemopsis
11 121,56
Americana

12 Syncoeta stylata 121,56

Chroococcus
13 243,12
giganteus
Inabaena
14 5105,52
circinalis
15 Moina affinis 243,12
Gonium
16 121,56
pectorale
Eucyclops
17 121,56
japonicas
Daphnia
18 121,56
longispina
19 Melosira italica 243,12
20 Keretella valga 311,04
Trichocerca 259,2
21
cylindrica
259,2
22 Suriella fastuosa

Koratella 259,2
23
hiemalis
259,2
24 Alaimus simplex

Rhabdolaimus 259,2
25
minor
Squatinella 259,2
26
mutiaci
Brachionus 259,2
27
raindes
Porphyrosiphon 259,2
28
notarisii
29 Lecane luna 259,2

30 Characium sp. 777,6


Treubaria
31 259,2
quadrispina
32 Microspora sp. 259,2
Brachionus
33 259,2
calyciflorus

34 Cylindrocytis sp. 259,2

Schroederia
35 259,2
setigera
Monoraphidium
36 259,2
braunii
Cosmarium
37 259,2
moniliforme

38 Coleochaete sp. 259,2


Eremosphaera
39 259,2
viridis
Cosmarium
40 35,2
granatum
Ceriodaphnia
41 35,2
rigaudi
Chroococcus
42 35,2
limneticus
Naricula
43 35,2
raeliosa
Coelospaerium
44 35,2
kuetzinglanum
Ochilatoria
45 35,2
limosa
46 Spilurina major 35,2
47 Lecane luna 35,2
Kaesocyope
48 35,2
olthanolees

49 Cosmanum blytii 1036,8

Nannochloropsis
50 3628,8
oculata
51 Uroglena sp. 259,2
52 Crucigonia sp. 259,2
Symploca
53 518,4
muscorum
54 Cyclotella sp. 259,2
55 Peroniella sp. 259,2
56 Synedra sp. 518,4
Scenedesmus
57 777,6
acuminatus
58 Neuplius sp. 259,2
Pediastrum
59 259,2
duplex
Merismopedia
60 518,4
tenuissina
Dinophysis
61 259,2
norvegica

62 Nauplius artemia 259,2

Gonatozygon
63 259,2
monotaenium
Pseudanabaena
64 259,2
limnaetica
Moina
65 259,2
macrocopa
Diaphanosoma
66 259,2
birgei
Diacyclops
67 259,2
thomasi
Tetradinium
68 259,2
javanicum
69 Spirugyra sp. 259,2

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3


Gonium pectorale Eucyyclops japonicus Moina affinis

Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6


Brachnionus falcotus Inabaena circinalis Syncoeta stylata

Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9


Chroococcus giganteus Daphnia longispina Melosira italica
Gambar 4.10
Zygnemopsis americana

𝒙+𝒚 36+53
 𝑷𝒆𝒏𝒆𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑪𝒂𝒉𝒂𝒚𝒂 = = = 45,5
𝟐 2

𝟏𝟎𝟎𝟎
 𝑫𝑶 = × 𝒑 × 𝒒 × 𝟖 𝒎𝒈/𝒎𝑳
𝟏𝟎𝟎

= 10 × 2,35 × 0,025 × 8
= 4,7

𝟏𝟎𝟎𝟎
 𝑪𝑶𝟐 = × 𝒑 × 𝒒 × 𝟐𝟐 𝒎𝒈/𝒎𝑳
𝟏𝟎𝟎

= 10 × 3,75 × 0,01 × 22
= 8,25

(𝑿𝒐−𝑿𝒔)−(𝑩𝒐−𝑩𝒔)(𝟏−𝒑)
 𝑩𝑶𝑫 = 𝒑

(9,1×3,6)−(8,6−7)(1−0,5)
=
0,5

5,5−1,6(0,5)
= 0,5
= 9,4

(𝒂−𝒃)×𝑵𝑭𝑨𝑺×𝟖𝟎𝟎𝟎
 𝑪𝑶𝑫 = 𝟐𝟎𝟎

(13,5−10,6)×0,1×8000
= 200

2,9×0,1×8000 2320
= = = 11,6
200 200

𝒚−𝒙
 𝑻𝑺𝑺 = × 𝟏𝟎𝟔
𝒗

0,1564−0,1553
= × 106
100
0,0011
= × 106 = 11
100

𝑳−𝑰 5,9−4,7 1,2


 𝑵𝑷𝑷 = = = = 0,3
𝒕 4 4

𝑳𝑩 (𝒑𝒑𝒎𝑶)−𝑫𝑩(𝒑𝒑𝒎𝑶)
 NPP (mgC/i/jam)= 𝟎, 𝟑𝟕𝟓 𝑵×𝑷𝑸

5,9−1,9
= 0,375 4×1,2

4
= 0,375 4,8 = 0,375 × 0,83 = 0,31125

𝑳−𝑫 5,9−1,9 4
 𝑮𝑷𝑷 = = = =1
𝒕 4 4

𝑳𝑩 (𝒑𝒑𝒎𝑶)−𝑰𝑩(𝒑𝒑𝒎𝑶)
 GPP (mgC/i/jam)= 𝟎, 𝟑𝟕𝟓 𝑵×𝑷𝑸

5,9−4,7
= 0,375 4×1,2

1,2
= 0,375 4,8 = 0,375 × 0,25 = 0,09375

𝑳−𝑰 5,9−4,7 1,2


 𝑹= = = = 0,3
𝒕 4 4

 Chlo-a = (11,85 x D664) – (1,54 x D647) – (0,008 x D630)


= (11,85 x 0,006) – (1,54 x 0,019) – (0,008 x 0,001)
= 0,0711 – 0,02926 – 0,000001
=0,041839
 Chlo-b = (-5,43 x D664) + (21,03 x D647) – (2,66 x D630)
= (-5,43 x 0,006) + (21,03 x 0,019) – (2,66 x 0,001)
= -0,03258 + 0,39947 – 0,0266
= 0,34039
 Chlo-c = (-1,67 x D664) – (7,60 x D647) – (24,52 x D630)
= (-1,67 x 0,006) – (7,60 x 0,019) – (24,52 x 0,001)
= -0,01002 – 0,1444 + 0,02452
= -0,1299

 Kelimpahan Plankton/Liter = N x F
𝑸𝟏 𝑽𝟏 𝟏 𝟏
𝑭= × × ×
𝑸𝟐 𝑽𝟐 𝒑 𝒘

324 25 1 1
= 1,11279 × 0,05 × 20 × 60 = 121,56
Zygnemopsis Americana = 1 x 121,56= 121,56/liter
Syncoeta stylata = 1 x 121,56= 121,56/liter
Chroococcus giganteus = 2 x 121,56= 243,12/liter
Inabaena circinalis = 42 x 121,56= 5105,52/liter
Bracnionus falcotus = 4 x 121,56= 486,24 /liter
Moina affinis = 2 x 121,56= 243,12/liter
Gonium pectorale = 1 x 121,56= 116,46 /liter
Eucyclops japonicas = 1 x 121,56= 116,46 /liter
Daphnia longispina = 1 x 121,56= 116,46 /liter
Melosira italica = 2 x 121,56= 243,12/liter
B. Pembahasan

Bahas masing2 parameter beserta histogram seluruh stasiun


1. Kualitas air
a. Fisik : (Temperatur + Histogram) (TDS & TSS + Histogram) (Kedalaman &
Kecerahan + Histogram).
b. Kimia : (pH + Histogram), (DO & CO2 Bebas + Histogram) (COD, BOD +
Histogram) (Nitrat, Nitrit, Amonia + Histogram) (Total P & Ortophospat +
Histogram).
c. Biologi : (Klorofil + Histogram).
2. Kelimpahan plankton
a. Histogram
b. Deskripsi dan klasifikasi plankton yang didapat.
3. Produktivitas primer Rawa Bendungan
a. Histogram
b. NPP karbon
c. GPP karbon

Gambar 4.1
Histogram Temperatur setiap Stasium

Gambar 4.2
Histogram TDS dan TSS tiap Stasium
Gambar 4.3
Histogram TDS dan TSS tiap Stasium

Gambar 4.4
Histogram pH tiap Stasium

0.8

0.6 Klorofil a
Klorofil b
0.4
Klorofil c
0.2

0
1 2 3 4 5 6 7 8

Klorofil adalah pigmen utama dalam fitoplankton, yang dikenal sebagai


parameter kunci untuk menunjukkan status trofik air. Melalui fotosintesis fitoplankton
mengubah CO2 dan H2O menjadi O2 dan bertanggung jawab untuk produktivitas primer
perairan. Selain itu, klorofil adalah indikator utama biomassa fitoplankton yang dapat
digunakan untuk menentukan kejernihan air (Ansper & Alikas, 2019). Nilai klorofil
dihitung dengan menggunakan metode spektrofotometer. Klorofil umumnya akan
mempengaruhi kadar oksigen di perairan yang terdapat fitoplankton, pada saat
fitoplankton melakukan fotosintesis maka terjadi pelepasan O2 di perairan. Hasil yang
telah diperoleh dapat diketahui bahwa nilai klorofil-a yang paling tinggi terdapat pada
stasiun 4 dengan nilai 0,370982 mg/ m3 sedangkan nilai klorofil-a paling rendah
terdapat pada stasiun 3 yaitu dengan nilai 0,039 mg/m3. Nilai klorofil-b yang paling
tinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 0,34039 mg/m3 sedangkan nilai klorofil-b
paling rendah terdapat pada stasiun 5 dengan nilai -0,0088 mg/m3. Nilai klorofil-c
tertinggi terdapat pada stasiun 7 dengan nilai 0,627 mg/m3 sedangkan yang terendah
terdapat pada stasiun 4 dengan nilai -0,006479 mg/m3.
Tingginya nilai klorofil disebabkan oleh tingginya kecerahan yang dapat
meningkatkan laju fotosintesis pada fitoplankton sedangkan rendahnya nilai klorofil
disebabkan karena pembuangan limbah rumah tangga langsung ke lokasi stasiun
sehingga menjadikan perairan lebih keruh sehingga kecerahan berkurang (Pardede et
al., 2016). Tingginya kandungan klorofil diduga karena adanya hubungan nutrient dan
tingginyaa nilai kelimpahan jenis fitoplankton yang mempunyai kemampuan
berfotosintesis untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik (Tyas et al.,
2017)
6000

5000
stasiun 1
4000 stasiun 2
stasiun 3

3000 stasiun 4
stasiun 5

2000 stasiun 6
stasiun 7
stasiun 8
1000

0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67

Gambar
Histogram Kelimpahan plankton

Plankton adalah setiap organism hanyut (hewan, tumbuhan, archaea, atau


bakteri) yang menempati zona pelagic samudera, laut, atau air tawar. Plankton
ditentukan oleh niche ekologi mereka dari pada taksonomi filogenetik atau klasifikasi.
Mereka menyediakan sumber makanan penting yang lebih besar, lebih dikenal
organisme akuatik seperti ikan dan cetacean. Meskipun banyak spesies pankton
berukuran mikro namun plankton termasuk organisme meliputi berbagai ukuran,
termasuk organisme besar seperti ubur-ubur (Tomas, C.R. 1997).
Plankton merupakan organisme perairan yang melayang-layang dan pergerakannya
sangat dipengaruhi oleh gerakan air/arus. Walaupun beberapa zooplankton
menunjukkan gerakan berenang yang aktif dalam membantu mempertahankan posisi
vertikal, plankton secara keseluruhan tidak dapat melawan arus. Kualitas suatu
perairan terutama perairan dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton
yang mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut. Fluktuasi populasi
dipengaruhi terutama ketersediaan nutrisi di suatu perairan. Salah satu parameter
biologi yang dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui kondisi suatu
perairan adalah fitoplankton. Organisme ini sangat erat kaitannya dengan faktor
fisika-kimia perairan. Fitoplankton membentuk sebuah kelompok prokariotik dan eukariotik
mikroorganisme yang sangat beragam, dan telah menjadi salah satu paradigma sistem untuk
kajian tentang pemeliharaan spesies keragaman. (Stomp et al. 2004). Terdapat hubungan
positif antara kelimpahan fitoplankton dengan kesuburan perairan. Jika kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka perairan tersebut cenderung memiliki
kesuburan yang tinggi pula (Raymont, 1980). Tingkat kesuburan perairan merupakan
gambaran kondisi perairan bersangkutan.

Dari hasil yang telah diperoleh telah ditemukan bahwa di tempat rawa
bendungan tleah ditmukan sebanyak 69 jenis spesies plankton yang berbeda dari 8
statsiun yang berbeda
Kelompok kami meneliti di daerah statsiun 2 dan telah menemukan 10 spsesies
yang berbeda dengan deskripsi dan klasifikasi sebagai berikut
1. Brachionus quadridentatus
Brachionus quadridentatus merupakan salah satu rotifera yang memeiliki ciri-ciri
terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk bulat dan
berbulu-bulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah roda. Brachionus
quadridentatus diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya sebagai berikut:
Filum : Trochelmintes
Kelas : Rotifera
Ordo : Monogonata
Subordo : Ploima
Famili : Brachionidae
Genus : Brachionus
Spesies : Brachionus quadridentatus
2. Brachionus falcatus
Brachionus falcatus sama halnya dengan Brachionus quadridentatus
Dikelompokan kedalam kelas rotifera yang memeiliki ciri-ciri terdapatnya suatu
bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk bulat dan berbulu-bulu getar,
yang memberikan gambaran seperti sebuah roda. Brachionus falcatus diklasifikasikan
berdasarkan tingkat hirarkinya sebagai berikut:
Filum : Trochelmintes
Kelas : Rotifera
Ordo : Monogonata
Subordo : Ploima
Famili : Brachionidae
Genus : Brachionus
Spesies : Brachionus falcatus
3. Chlamydomonas polycystile
KLASIFIKASI
Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Order : Volvocales
Family : Chlamydomonadaceae
Genus : Chlamydomonas
Spesies : Chlamydomonas polycystile
HABITAT :
Perairan Tawar dan laut, Situ Cikedal, Pandeglang Banten
KARAKTERISTIK :
Chlamydomonas sp. berbentuk bulat telur dengan panjang 10-15 μm dan lebar sel 8-
14 μm. Sel memiliki 2 flagel sebagai alat gerak, 1– 2 vakuola kontraktil, 1 nukleus serta
kloroplas (Pantecost, 1984: 138). Sel dapat bergerak cepat dan memiliki stigma (bintik
mata) yang terlihat jelas.
4. Nauplius sp.
Klasifikasi :
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Compositae
Genus : Nauplius
Species : Nauplius sp.
Ciri-ciri : mempunyai antenna dan pada ujung antenna terdapat seta (rambut)
Habitat : perairan tawar dan laut
5. Cyclops sternuus
Klasifikasi :
Phylum : Arthropoda
Class : Maxillopoda
Ordo : Cyclopoida
Family : Ctclopoidae
Genus : Cylops
Spesies : Cyclops sternuus
Ciri-ciri : panjang tubuh sekitar 0,7 – 1,5 mm, berantena pendek,
memperpanjang tidak lebih dari setengah panjang tubuh, prosome jauh lebih
besar dari urosome, 17 atau lebih segmen dalam antena, tidak terdapat hialin
membrane
Habitat : danau
6. Euglena sp.
Klasifikasi :
Phyllum : Eugenozoa
Class : Euglenoidea
Ordo : Euglenida
Family : Euglenidae
Genus : Euglena
Spesies : Euglena sp.
Ciri-ciri : bersel tunggal, berbentuk lonjong, dilengkapi bulu cambuk (flagel),
terdapat bintik mata
Habitat : perairan tawar dan laut
7. Anabaena sp.
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Phylum : Cyanophyta
Class : Cyanophyceae
Order : Oscillatoriales
Family : Nostocaceae
Genus : Anabaena
Spesies : Anabaenasp.
HABITAT:
Perairan Tawar, Situ Cikedal, Pandeglang Banten
KARAKTERISTIK :
Sel Anabaena berukuran 6-10 μm (Raymont, J.E.G. 1980). Anabaena memiliki sel
khusus heterosista, yaitu sel yang berukuran lebih besar dari sel biasa yang berperan
dalam penambatan nitrogen dari udara, sehingga dapat membantu pertumbuhan
tanaman dan seringkali bersimbiosis dengan Pakis Haji (Cycas rumphii) dan paku air
(Azolla pinnata) (Tjitrosoepomo, 2005: 26-27). Sel-sel Anabaena sp. berbentuk seperti
manik-manik yang tersusun dalam filamen yang lurus, bengkok, atau hampir
menggulung.

8. Merismopdedia sp.
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Phylum : Cyanophyta
Class : Cyanophyceae
Order : Chroococales
Family : Chroococaceae
Genus : Merismopedia
Spesies : Merismopdediasp.
HABITAT :
Perairan Tawar dan laut Biasanya ditemukan pada ketinggian 0 sampai 61 meter (0
sampai 200 kaki) , Situ Cikedal, Pandeglang Banten
KARAKTERISTIK :
Sel-sel Merismopedia berbentuk bulat atau elips dan memiliki panjang 3-6 μm dan
lebar 4,5 μm. Sel tersebut umumnya ditemukan dalam bentuk colonial- coenobic,
yaitu koloni dengan bentuk organisasi sel yang teratur (John et all.,2002: 613).
Koloni berbentuk persegi atau persegi panjang yang terdiri dari selapis sel
berwarna hiaju biru pucat, tersusun rapat dalam barisan dan diselimuti oleh matriks
berlendir.
9. Oscillatoria sp.
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Phylum : Cyanophyta
Class : Cyanophyceae
Order : Oscillatoriales
Family : Oscillatoriaceae
Genus : Oscillatoria
Spesies : Oscillatoriasp.
HABITAT :
Perairan Tawar, Payau dan Laut, Situ Cikedal, Pandeglang Banten
KARAKTERISTIK :
Oscillatoria berbentuk filamen tak bercabang yang terdiri atas sel-sel pipih. Lebar
sel dapat mencapai 6,8 μm (Edmondson, W. T. (1959). Filamen ada yang terlihat
berwarna hijau, biru-hijau, ungu, atau merah dan tidak memiliki heterosista.
Filamen tersebut dapat bergerak dengan cara meluncur lambat.
10. Daphnia magna
KLASIFIKASI
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Branchiopoda
Order : Diplostraca
Family : Daphniidae
Genus : Daphnia
Spesies : Daphniamagna
HABITAT :
Biasanya ditemukan pada ketinggian 0 sampai 747 meter (0 sampai 2.451 kaki).
D. magna terjadi di daerah sirkumpolar. D. magna ditemukan di perairan payau
danau dan kolam batu kecil. Ditemukan juga di selokan, kolam dangkal, dan waduk
kecil eutrofik, semua rentan terhadap kekeringan . Batas atas kebohongan salinitas
toleransi antara 4 dan 8 ppt. Pertumbuhan dan output reproduksi tertinggi ketika
salinitas adalah 4 ppt; salinitas 8 ppt disebabkan penurunan yang signifikan dalam
pertumbuhan dan reproduksi selain konsumsi oksigen berkurang dan lebih rendah
ekskresi amonium .
KARAKTERISTIK :
Rostrum present, Cervical sinus absent, karapas meluas sebagai strip antara sisi
perisai kepala, Besar hingga 5 mm.

Dapus :
Raymont, J.E.G. 1980. Plankton and Productivity in the Ocean. New York
: Mc. Millan Co.
Tomas, C.R. 1997. Identifying Marine Phytoplankton. Academic Press
Harcourt & Company, San DiegoNew York-Boston-LondonSydney-
Tokyo-Toronto.
Edmondson, W. T. (1959). Fresh-Water Biology. United States of America:
University of Washington.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University
Press. Yogyakarta.
Stomp, M., J. Huisman, F. de Jongh, A. J. Veraart, D. Gerla, M. Rijkeboer, B. W.
Ibelings, U. I. A. Wollenzien, and L. J. Stal. 2004. Adaptive divergence
in pigment composition promotes phytoplankton biodiversity. Nature
432:104–107.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. …………………………………………….
2. ……………………………………………
DAFTAR PUSTAKA

Ansper, A. & Alikas, K., 2019. Retrieval of Chlorophyll a from Sentinel-2 MSI Data for
the European Union Water Framework Directive Reporting Purposes. Remote
Sensing, 11(1), pp. 2-26.
Asdak., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Clews, E., Corlett, R. T., Ho, J. K. I., Koh, C. Y., Liong, S. Y., Memory, A. & Tan, S.
Y. 2018. The Biological, Ecological and Conservation Significance of Freshwater
Swamp Forest in Singapore. Gard Bull Singapore, 70(1), pp. 9-31.
Heriza, D., Sukmono, A., & Bashit, N., 2018. Analisis Perubahan Kualitas Perairan
Danau Rawa Pening Periode 2013, 2015, dan 2017 dengan Menggunakan Data
Citra Landsat 8 Multitemporal. Jurnal Geodesi Undip, 7(1), pp. 79-89.
Pardede, D., Barus, T. A., & Leidonald, R., 2016. Laju Produktivitas Primer Perairan
Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara. AQUACOASTMARINE, 13(3), pp.26-35.
Roziaty, E., Aksiwi, D. H., & Setyowati, N. A. D., 2018. Keragaman Plankton di
Wilayah Perairan Waduk Cengklik Boyolali Jawa Tengah. Bioeksperimen: Jurnal
Penelitian Biologi, 4(1), pp. 69-77.
Tyas, E.A., Hutabarat, S. & Ain, C., 2018. Struktur Komunitas Plankton pada Perairan
yang Ditumbuhi Eceng Gondok sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Danau
Rawa Pening, Semarang. Management of Aquatic Resources Journal, 6(2),
pp.111-119.
Ulfah, Y., Widianingsih, W., & Zainuri, M., 2012. Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Perairan Wilayah Morosari Desa Bedono Kecamatan Sayung
Demak. Journal of Marine Research, 1(2), pp. 188-196.
Wembo, N. O., Kangela, V., & Chibwana, F., 2019. Macrobenthic Biodiversity of
Afrotropical Wetlands: The Swamps of Kisangani (Tshopo, DRC). International
Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 7(3), pp. 99-104.
Wibowo, K. H., Widyastuti, E., & Ismangil., 2014. Kajian Kualitas Air dan Penentuan
Status Mutu Air Rawa Bendungan Cilacap Water Quality and Status
Determination of Water Quality of Rawa Bendungan Cilacap. Jurnal Biosfera,
31(1), pp. 33-40.
Yang, K., Yu, Z., Luo, Y., Yang, Y., Zhao, L., & Zhou, X., 2018. Spatial and Temporal
Variations in the Relationship Between Lake Water Surface Temperatures and
Water Quality- a Case Study of Dianchi Lake. Science of the Total Environment,
634, pp. 859-871.

Anda mungkin juga menyukai