Anda di halaman 1dari 11

.

Latar Belakang

Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas diperkirakan mempunyai terumbu
karangnya sekitar 60.000 km2 membuat negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman
hayati. Salah satu lokasi yang terumbuh karang di Indonesia adalah terletak diperairan
Wakatobi, Daerah ini didominasi perairan laut yang luasnya mencapai 55.113 km2 dan garis
pantai ± 251,96 km atau mencapai 98,5% dari keseluruhan total wilayah .
Kekayaan jenis sumberdaya alam laut yang tinggi dan unik serta mempunyaipanorama bawah
laut yang menakjubkan menjadikan kepulauan Wakatobi dijuluki surga bawah laut di antara
pusat segitiga karang dunia (the heart of coral triangle centre) yaitu wilayah yang memiliki
keanekaragaman terumbu karang dan ikan serta keanekaragaman hayati tertinggi di
dunia yaitu sekitar 90% (750 jenis dari 850 jenis karang dunia ditemukan di Wakatobi .

Terumbu karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitas lautan yang
seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang
sangat penting baik dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk
Indonesia yang tinggal di daerah pesisir dan menggantungkan hidupnya dari perikanan laut
dangkal .

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis fauna yang
tinggi. Selain itu ekosistem terumbu karang merupakan tempat hidup, tempat mencari makan
(feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat memijah (spawning ground)
untuk berbagai biota laut. Terumbu karang juga memiliki fungsi ekonomi tinggi karena
terumbu karang merupakan tempat hidup bagi ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomi
tinggi, seperti ikan kerapu, baronang, ekor kuning dan lainnya. Dalam keadaan yang sehat
terumbu karang dapat menghasilkan 20 – 30 ton ikan pertahun.

Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Waha Kecamatan Wangi – Wangi Kabupaten
Wakatobi dibentuk dalam rangka mendukung pengelolaan terumbu karang yang
berkelanjutan. Sejak Tahun 2006 COREMAP II Wakatobi telah menginisiasi pembentukan
DPL di lokasi-lokasi program yang diharapkan dapat melindungi serta melestarikan
ekosistem terumbu karang sekaligus meningkatkan produksi perikanan. DPL dibentuk
sebagai salah satu upaya yang efektif dalam mengurangi kerusakan ekosistem pesisir, yaitu
dengan melindungi habitat penting khususnya ekosistem terumbu karang dan Populasi ikan
(terutama ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang). DPL dengan kondisi karang yang
bagus memiliki kelimpahan dan jumlah jenis ikan karang yang lebih tinggi bangdingkan
dengan daerah yang bukan DPL . Namun sejauh ini di DPL Desa Waha belum ada penelitian
yang melihat/mengukur persentase penutupan karang dan kelimpahan ikan secara akurat
sehingga bisa menggambarkan kondisi terumbu karang dan ikan karang disuatu DPL.

B. Rumusan masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara persentase
penutupan karang dan kelimpahan ikan di Daerah perlindungan laut (DPL) Desa Waha
Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.

C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persentase penutupan karang dan
kelimpahan ikan di DPL Desa Waha.Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi dasar bagi langkah-langkah pengelolaan bijaksana DPL dan terumbu karang serta
sebagai informasi dasar bagi penelitian selanjutnya.

II. LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

Terumbu karang adalah endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan
oleh karang (Filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria/ Scleractinia) dengan
sedikit tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lain yang mengeluarkan
kalsium karbonat (CaCO3) . Karang merupakan binatang sederhana, berbentuk tabung
dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Mulut dikelilingi oleh tentakel
yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan yang
pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Di dalam rongga perut berisi
semacam usus yang disebut dengan mesentri filament yang berfungsi sebagai alat pencerna .

Dinding polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderma, endoderma, mesoglea.
Ektoderma merupakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel yang antara lain sel
mukus dan sel nematokis. Jaringan endoderma berada di lapisan dalam yang sebagian besar
selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang, sedangkan mesoglea adalah jaringan
yang berada di tengah antara keduanya yang berupa lapisan seperti jelly. Seluruh jaringan
karang juga dilengkapi oleh silia dan flagela yang berkembang dengan baik di lapisan luar
tentakel. Struktur polip dan kerangka kapur hewan karang terdiri dari lempeng dasar, epiteka,
koralit, koralum, kalik, kosta dan kolumela. Lempeng dasar terletak di dasar sebagai pondasi
dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang
disebut epiteka.

Koralit yaitu keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip dalam satu individu atau
satu koloni disebut koralum. Kalik merupakan permukaan koralit yang terbuka, serta yang
tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit dinamakan kosta. Struktur yang terdapat di
dasar dan tengah koralit yang merupakan kelanjutan dari septa disebut kolumella.

Setiap individu polyp yang hidup tumbuh di dalam bentuk mangkuk keras (calyx) sambil
membentuk rangka kapur (CaCO3) yang di tumpuk di bawahnya. Semakin lama tumpukan
lapisan kapur ini semakin tebal sementara polyp yang hidup tetap menempel dibagian
atasnya. Terdapat bermacam-macam karakteristik bentuk ada yang padat, bercabang-cabang,
bulat pipih, bentuk jari tangan, tebal dan sebagainya. Hewan karang jenis ini disebut karang
keras. Hewan karang dewasa biasanya dapat memanjang dan menggerakan tentakelnya tetapi
tidak dapat bergerak ke luar meninggalkan mangkuk (calyx) tempatnya menempel
.Polyp karang bersimbiosis dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi karang
berperan sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Hal tersebut disebabkan karena
karang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang menghasilkan bahan organik .

Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan
ada yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic
corals adalah koloni karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium
karbonat (CaCO3), sehingga sering disebut pula reef building corals. Sedangkan ahermatypic
corals adalah koloni karang yang tidak dapat membentuk terumbu .

Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi
kegiatan predasi, kompetisi, agresi karang lain. Faktor abiotik dapat berupa intensitas cahaya,
lama penyinaran, suhu, nutrisi dan sedimentasi. Karang memiliki kemampuan hidup
diperairan miskin, tidak dapat beradaptasi teradap kenaikan nutrien secara mendadak dalam
jumlah besar .
Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef
coral), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai
kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut. Binantang-binatang
karang tersebut umumnya mempunyai kerangka kapur, demikian pula alga yang berasosiasi
di ekosistem ini banyak di antaranya juga mengandung kapur .

Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang tergantung pada kondisi


lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali
berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia.
Gangguan dapat berupa faktor fisik-kimia dan biologis. Faktor-faktor fisik-kimia yang
diketahui dapat mempengaruhi laju kehidupan pertumbuhan karang, antara lain adalah
cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa
predator atau pemangsanya .

a. Kecerahan

Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam pembentukan karang. Penetrasi
sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi pada organisme alga
dan zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang dihasilkan oleh terumbu
karang diakibatkan oleh aktivitas zooxanthellae, sehingga distribusi vertikal terumbu karang
hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut .

Cahaya matahari diperlukan oleh zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan karang
untuk berfotosintesis yang menghasilkan oksigen terlarut dalam air. Jika laju fotosintesis
berkurang, maka kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk
terumbu akan berkurang .

b. Suhu

Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada
suhu 20°C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18°C. Terumbu
karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C,
dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C .

c. Salinitas
Hewan karang batu mempunyai toleransi terhadap salinitas sekitar 27 – 40 ppt. Adanya aliran
air tawar akan menyebabkan kematian. Itulah sebabnya daerah-daerah yang memiliki aliran
air tawar jarang di jumpai ekosistem terumbu karang .

Banyak spesies terumbu karang yang peka terhadap perubahan salinitas yang besar.
Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik disekitar areal pesisir pada salinitas 30 – 35
ppt. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas diluar kisaran tersebut, namun
pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada salinitas normal .

d. Arus

Faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan karang adalah arus substrat dasar perairan.
Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga
membersihkan dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh
karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik
dari pada diperairan yang tenang dan terlindung .

e. pH

Nilai pH mencerminkan keseimbangan asam dan basa suatu perairan. Setiap organisme
mempunyai toleransi terhadap pH. Menurut NTAC (1968) dalam Pangerang dan Mansyur
(1994), umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH tidak kurang dari 6,7 dan
tidak lebih dari 8,5. selanjutnya dikatakan bahwa, penambahan suatu senyawa ke perairan
hendaknya tidak menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar
dari 8,5.

B. Hipotesis

Karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan karang (life form) yang dibedakan menjadi :

1. Bentuk bercabang (branching). Karang seperti ini memiliki cabang dengan ukuran
cabang lebih panjang di bandingkan dengan ketebalan atau diameter yang
dimilikinya.
2. Bentuk padat (massive). Karang ini memiliki koloni yang keras umumnya berbentuk
membulat, permukaannya halus dan padat. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar
telur sampai sebesar ukuran rumah.
3. Bentuk kerak (encrusting). Karang ini tumbuh merambat dan menutupi permukaan
dasar terumbu, memiliki permukaan kasar dan keras lubang-lubang kecil.
4. Bentuk meja (tabulate). Karang ini tumbuh membentuk menyerupai meja dengan
permukaan lebar dan datar serta dipotong oleh semacam tiang penyangga yang
merupakan bagian dari koloninya.
5. Bentuk daun (foliose). Karang ini membentuk lembaran-lembaran yang menonjol
pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membntuk lipatan-lipatan melingkar.
6. Bentuk jamur (mushroom). Karang ini terdiri dari satu buah polyp yang berbentuk
oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit yang
beralur dari tepi ke pusat.

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-
Acropora (English et. al., 1994). PerbedaanAcropora dengan non-Acropora terletak pada
struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit.
Sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit yang bentuk pertumbuhannya terdiri
atas :

1. Bentuk Pertumbuhan Non-Acropora

a. Bentuk bercabang atau (branching) memiliki bagian bercabang yang lebih panjang dari
diameter yang dimiliki. Banyak terdapat di sekitar tepi terumbu dan bagian atas lereng
terutama yang terlindungi dan setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat
perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

b. Bentuk padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti
bongkahan batu, permukaan karang ini halus dan padat. Biasanya ditemukan disepanjang tepi
terumbu dan bagian atas terumbu.

c. Bentuk kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang
kasar dan keras serta lubang-lubang kecil. Banyak terdapat di lokasi yang terbuka dan berbat-
batu. Bersifat memberikan tempat perlindungan untuk hewan kecil yang sebagian tubuhnya
tertutup oleh cangkang.

d. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar


terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar terutama pada lereng
terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan tempat perlindungan bagi
ikan dan hewan lain.

e. Bentuk jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak
tonjoloan seperti punggung bukit beralur dari tepi sampai pusat mulut.

f. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-


kolom kecil.

g. Karang api (millephora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya wara
kuning di ujung koloni, dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh.

h. Karang biru (heliophora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya.

2. Bentuk pertumbuhan Acropora terdiri atas :

a. Acropora bentuk cabang (branching acropora), berbentuk seperti ranting pohon.

b. Acropora meja (tabulate acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata
seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpuh pada satu sisi
membentuk sudut atau datar.

c. Acropora merayap (encrusting acropora), bentuk merayap biasanya terjadi


pada acropora yang belum sempurna.

d. Acropora submasif (submassive acropora), percabangan bentuk ganda seperti lempengan


dan kokoh.

e. Acropora berjari (digitate acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari
tangan.

Daerah Perlindungan Laut (DPL)

1. Pengertian Daerah Perlindungan Laut

Daerah Perlindungan Laut (DPL) atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut yang
terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, dan lainnya
baik sebagian atau seluruhnya, yang dikelola dan dilindungi secara hukum yang bertujuan
untuk melindungi keunikan, keindahan, dan produktivitas atau rehabilitasi suatu kawasan
atau kedua-duanya. Kawasan ini dilindungi secara tetap/permanen dari berbagai kegiatan
pemanfaatan, kecuali kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas (snorkle dan
menyelam) .

2. Fungsi Daerah Perlindungan Laut

DPL diyakini sebagai salah satu upaya yang efektif dalam mengurangi kerusakan ekosistem
pesisir, yaitu dengan melindungi habitat penting di wilayah pesisir, khususnya ekosistem
terumbu karang. Selain itu DPL juga penting bagi masyarakat setempat sebagai salah satu
cara meningkatkan produksi perikanan (terutama ikan yang berasosiasi dengan terumbu
karang), memperoleh pendapatan tambahan melalui kegiatan penyelaman wisata bahari, dan
pemberdayaan pada masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya
mereka(Coremap II 2006). Kunci utama berfungsinya sebuah DPL adalah adanya suatu
kawasan yang ditetapkan sebagai zona inti, yaitu zona larang yang permanen. Hal ini berarti
dalam zona ini aktivitas perikanan selamanya tidak diperbolehka. Kegiatan pengambilan
hewan laut seperti kerang, teripang laut, kerang-kerangan atau organisme hidup lainnya
seperti ikan karang yang berada dalam zona ini dilarang .

3. Tujuan Penetapan Daerah Perlingungan Laut

Menurut tujuan penetapan daerah perlindungan laut (DPL) antara lain :

 Meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan disekitar daerah


perlindungan.
 Menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut seperti terumbuh
karang, ikan, tumbuhan serta organisme lainnya.
 Dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuan wisata.
 Meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat setempat
 Mendidik masyarakat dalam hal perlindungan /konservasi sehingga dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat untuk mengambil
peran dalam menjaga dan mengelola sumberdaya secara lestari.
 Sebagai lokasi penelitian dan pendidikan keanekaragaman hayati pesisir dan laut bagi
masyarakat, sekolah, lembaga peneliti dan perguruan tinggi.
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan pada bulan April – Mei 2011. Lokasi
dipusatkan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) di Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi
Kabupaten Wakatobi. Gambar 1 DPL Desa Waha dibentuk dalam rangka
mendukungpengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan Untuk mempertahankan,
memperbaiki, dan meningkatkan sumberdaya pesisir dan lautmelalui program Coremap II
Wakatobi.

B. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Parameter Satuan Alat

– Life form karang dan ikan set Scuba set, kamera bawah air,
gambar karang,Buku identifikasi ikan, meteran roll, sabak, alat tulis dan perahu motor.

– Letak Posisi Stasiun – GPS(Global Positioning System)

C. Metode Pengambilan Data.

a) Terumbu karang

Pengamatan terumbu karang pada suatu ekosistem, dilakukan dengan menggunakan


metode LIT (line transect method) (English et al., 1994). Persentase pentupan karang
didiukur disetiap stasiun diamati kedalaman 3 m dan 10 m. Hal ini berdasarkan pernyataan
dari Suharsono (1994) bahwa penutupan kedua kedalaman (3 m dan 10 m) dianggap telah
mewakili secara ekologis kondisi terumbu karang yang dijumpai pada dua kedalaman
tersebut. Pemasangan transek diletakkan sejajar dengan garis pantai dan mengikuti kontur.
Penyelam mengikuti transek dan mencatat transisi karang yang menyinggung transek dalam
sentimeter dan mencatat kode bentuk hidupnya (life form).
b) Ikan karang

Pengamatan ini menggunakan metode sensus visual sepanjang 50 m yang


dilakukan bersamaan dengan pengukuran karang. Batas pengamatan data ikan adalah 2,5
mke arah kiri dan kanan sehingga luasan pengamatan yang didapat pada tiap stasiun adalah
250 m2. Pencatatan data ikan karang ini adalah dengan mengidentifikasi spesies ikan yang
dijumpai dan jumlahnya.

D. Analisis Data

a. Persentase Penutupan Karang (Cover)

Persentase penutupan karang hidup dihitung dengan menggunakan rumus Persentase


penutupan (cover) (English et.al, 1994) :

Kriteria penilaian kondisi terumbu karang adalah berdasarkan Persentase penutupan karang
hidup dengan kategori sebagai berikut (Gomez dan Alcala, 1984, dalam Dahuri, dkk, 1993).

1. Kategori rusak = 0 – 25 %

2. Kategori sedang = 25 – 50 %

3. Karegori baik = 50 – 75 %

4. Kategori sangat baik = 75 – 100 %

b. Kelimpahan ikan

Kelimpahan menurut Brower dan Zar (1977) adalah jumlah individu persatuan luas atau
volume, dengan rumus sebagai berikut :

1.55

Keterangan :

Ni : Kelimpahan individu ikan (ind/m2)

Σni : Jumlah individu yang diperoleh tiap stasiun


A : Luas daerah pengamatan (m2)

Kriteria penilaian ikan karang adalah ai berikut (Gomez dan Alcala,


1984, dalam Dahuri, dkk, 1993).

1. Sedikit = < 50 ekor sepanjang transek

2. Banyak = 50 – 100 ekor sepanjang transek

3. Melimpah = > 150 ekor sepanjang transek

Anda mungkin juga menyukai