I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan luas kurang lebih 60.000 km2. Terumbu karang merupakan biota laut
yang berkembangbiak dengan cara tunas dan pembuahan merupakan aset alam
yang banyak diminati. Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di seluruh
Indonesia mengemban beragam nilai dan fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata
bahari), nilai iproduksi (sumber bahan pangan dan ornamental) dan nilai
di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman
merupakan salah satu jenis bintang laut raksasa dengan jumlah duri yang
yang ada di dunia, seperti yang terjadi di Great Barrier Reef tahun 1981-1989
pemangsa karang ini perlu terus dipantau sebagai dasar dalam suatu
Kecamatan Tomia.
karbonat di laut yang di hasilkan terutama oleh hewan karang (Timotius, 2003).
Berkaitan dengan pembentukan terumbu karang terbagi atas dua kelompok yaitu
karang berbentuk terumbu (hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk
dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni)
produktif dan kaya CaCO3 (kapur). Terumbu karang merupakan ekosistem yang
dalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang
tengah gurun pasir yang gersang. Komponen biodata terpenting disuatu terumbu
karang ialah hewan karang batu (stony coral), hewan yang tergolong Scleractinia
yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Tetapi disamping itu sangat banyak
jenis biota lainnya yang hidup mempunyai kaitan erat dengan karang batu ini.
berada dalam system yang sama (Nybakken, 1992). Ekosistem terumbu karang
kekuatan biologis dan fisik. Menurut Nybakken (1992) interaksi yang terjadi di
jenis karang yang bercabang dan karang yang berbentuk hamparan atau massif.
Biasanya karang yang bercabang tumbuh lebih cepat dari pada karang yang
berbentuk hamparan atau massif dan sering memperluas koloninya dibagian atas
dan lebih tinggi dari pada bentuk hamparan dari cahaya. Untuk mencegah
cepat dari karang yang bercabang dengan memakan jaringan hidup koloni
2. Grazing
Pengaruh grazing oleh ikan-ikan herbivora seperti Siganidae dan
memperlambatnya. Pengaruh grazing oleh bulu babi seperti Diadema sp, pada
planula karang.
3. Pemangsaan
karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena invertebrate-invertebrata lain
6
merusak koloni karang dan memodifikasi struktur terumbu karang adalah bintang
Acanthaster, yaitu: A. planci, yang tersebar secara luas pada kawasan Indo
Pasifik, A. ellisii, spesies yang memiliki duri dan lengan yang pendek dan
tersebar di kawasan Pasifik Timur, dan A. brevispinus, yang memiliki duri lebih
subspesies lainnya yaitu pada tahun 1962 Caso menemukan satu subspesies
dari A. ellsii pseudoplanci dan pada tahun 1984 Jangoux dan Aziz
Family : Acanthasteridae
Genus : Acanthaster
Spesies : Acanthaster planci
cakram dengan perut yang besar dan rata (Birkeland dan Lucas, 1990). Spesies
ini memiliki lengan dengan jumlah yang bervariasi antara 8 - 21 buah yang
hal ini diduga erat kaitannya dengan predasi terhadap A. planci. Hampir sebesar
60% individu A. planci dalam satu populasi dapat kehilangan salah satu atau
Pada bagian bawah tubuh (oral) terdapat mulut dan sederetan kaki
ini juga terdapat stomach (anus) untuk mengisap makanan (Birkeland dan Lucas,
1990). Pada saat memakan karang, stomach akan di keluarkan melalui mulut
Permukaan tubuh bagian atas (aboral) ditutupi oleh duri beracun dan juga
terdapat anus yang terletak di daerah tengah (disk) dengan jumlah yang
8
16 buah dan pedicelaria (duri halus seperti jepitan kecil) yang berfungsi untuk
memiliki warna merah dan abu-abu. Warna yang sama juga banyak ditemukan
A. planci yang ditemukan di Great Barrief Reef yakni 75 cm, namun ukuran
normal dari populasi A. planci yang paling sering ditumukan yakni 40 cm (Moran,
1990).
1. Reproduksi
Acanthaster planci memiliki 2 jenis kelamin yang terpisah yaitu jantan dan
dimana A. planci hidup, di belahan utara, musim memijah terjadi pada bulan Mei
fertilisasi eksternal dimana sel telur dan sel sperma dilepaskan ke dalam air.
Acanthaster planci betina mampu menghasilkan sekitar 60 juta telur dalam 1 kali
seminggu pada musim panas di Great Barrier Reef Australia dan telur yang
jumlah lengan dan mulai memangsa polip karang (Endean, 1969; Lucas, 1973
terbesar dari spermatozoa dan oozit yang telah matang terdapat pada bulan
dan dilapisi berjuta-juta dinding sel yang merupakan tempat untuk memproduksi
sperma sedangkan dalam ovarium hanya terdapat 1 sel telur yang matang
puing-puing karang dan nyaris tak terlihat sampai dengan umur 6 bulan
(Suharsono, 1998).
lainnya. Larva A. planci ini hidup bebas sebagai plankton yang disebut sebagai
fase planktonik. Pada fase ini larva–larva bipinaria berkembang menjadi larva-
memilki 5 lengan dan dua pasang kaki tabung pada tiap-tiap lengan serta tidak
10
memliki mulut (Birkeland dan Lucas, 1990). Setelah 7 bulan A. planci mulai
tubuh sekitar 200 mm dengan jumlah lengan sekitar 17 buah (Lucas, 1987).
1. Habitat
menyukai untuk hidup pada kondisi habitat tertentu dalam ekosistem terumbu
karang. Acanthaster planci cenderung untuk hidup pada habitat yang cukup
dihempaskan oleh ombak yang kuat atau terlempar keluar dari karang akibat
arus yang kuat. Alasan inilah yang menyebabkan A. planci cenderung untuk
(Moran, 1987).
2. Perilaku Makan
Acanthaster planci dewasa aktif mencari makan pada siang dan malam
hari, sedangkan anakan A. planci hanya makan pada waktu malam hari untuk
perutnya melalui mulut dan kemudian ususnya akan menutupi permukaan koloni
makanan, A. planci mengeluarkan suatu enzim dari pyloric caeca yang berfungsi
pada koloni karang yang sebelumnya telah dimangsa oleh A. planci yang lain
(Birkeland dan Lucas, 1990). Moran (1990) mengatakan bahwa A. planci dapat
beda, tergantung tingkat kedewasaan dan ukuran tubuh dari biota tersebut.
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu kondisi A. planci,
morfologi karang, dan ketersediaan makanan (Moran, 1990). De’ath dan Moran
preferensi makanan dari A. planci, bentuk pertumbuhan yang paling disukai pada
semua genera karang adalah tabular dan yang kurang disukai adalah bentuk
bahwa dari hasil penelitian yang mereka lakukan di Great Barrier Reef, Australia,
genera karang keras yang paling disukai untuk dimangsa oleh A. planci adalah
dari genera Acropora dan yang paling tidak disukai adalah genera Porites.
Seluruh permukaan tubuh A. planci dilindungi duri - duri beracun yang jika
diamati sepintas tidak mungkin ada yang memangsanya. Akan tetapi, sejak
dalam bentuk telur hingga dewasa A. planci tidak pernah luput dari incaran
yang mudah dimangsa oleh organisme yang dapat melokalisir mereka dan
ikan diketahui memangsa A. planci juvenil. Ada beberapa jenis ikan seperti ikan
kerapu, ikan trigger dan ikan napoleon yang pernah diamati memakan A. planci
dewasa. Ikan-ikan ini menghindar dari duri tubuh yang beracun dengan cara
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni
(Gambar 4). Analisis Kekeruhan air laut dilakukan di Laboratorium Kualaitas Air
Hasanuddin Makassar.
PETA
ST 4 LOKASI PENELITIAN
ST 3 ST 5
ST 2
ST 1
Keterangan:
Titik pengamatan
Daratan Kec Tomia
Terumbu Karang
P. TOLANDONO Batas Kelurahan / Desa
P. SAWA
ALFIAN ASMARA
L211 05 045
(GPS) untuk menentukan posisi stasiun pengamatan, peralatan selam dasar dan
SCUBA untuk membantu penyelaman, pensil 2B dan Sabak sebagai alat tulis
bawah air, roll meter (50 m) sebagai transek dalam pengamatan terumbu karang,
thermometer untuk mengukur suhu air laut, layangan arus untuk mengukur
kecepatan arus, botol sampel untuk menyimpan sampel air laut, salinometer
sebagai alat pengukur salinitas, dan gelas ukur 500 ml sebagai tempat mengukur
C. Prosedur Penelitian
data lokasi penelitian dan studi literatur tentang obyek penelitian. Dari hasil
survei ditetapkan lima stasiun dari sembilan Desa dan Kelurahan yang ada di
Posisi
Stasiun Desa/Kelurahan
Lintang Selatan Bujur Timur
I 50 12’ 9.5” LS 1230 15’ 9.6” BT Waitii Barat
II 50 12’ 4.0” LS 1230 15’ 9.8” BT Waha
III 50 12’ 3.4” LS 1230 15’ 8.9” BT Waha
IV 50 12’ 0.9” LS 1230 15’ 3.3” BT Onemay
0 0
V 5 12’ 2.1” LS 123 15’ 9.3” BT Patua 1
15
meter.
sejajar garis pantai sepanjang 50 meter pada setiap sub stasiun. Pengukuran
ZO Zoanthid
Others: anemon, gorgonian, hydroid, ascidian,
OT kima, dan lain-lain
S Pasir
R Rubble (pecahan karang)
Abiotik SI Lumpur (silt)
WA Air (jika lebih dari 50 cm hanya terlihat air)
RCK Batuan
Transect (LIT).
2. Pengamatan dilakukan pada area 2,5 meter disisi kiri dan kanan
1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan pada setiap stasiun yang telah ditentukan
dalam air laut, kemudian membaca angka yang ditunjuk pada thermometer
tersebut.
2. Kekeruhan
Pengukuran tingkat kekeruhan yaitu dengan mengambil sampel air pada
setiap stasiun dengan menggunakan botol sampel 600 ml, kemudian disimpan
di cool box sebagai alat untuk menyimpan sampel air laut, yang kemudian
model 8391-37.
17
3. Arus permukaan
mengukur selang waktu yang dibutuhkan hingga tali layang-layang arus tersebut
stasiun.
4. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan di setiap stasiun dengan menggunakan
salinometer. Sampel air laut dimasukkan dalam gelas ukur (500 ml) kemudian
maka akan terlihat nilai salinitas yang ditunjuk pada alat tersebut, selanjutnya
karang) dapat diketahui melalui deep gauge pada selang regulator alat selam.
D. Analisis Data
(1989). D = n/A
Dimana: D = Kepadatan Spesies (Ind/m2)
n = Jumlah total Individu (individu)
A = Luas total transek (m2)
tutupan karang mati dianalisis dengan analisis regresi sederhana dengan formula
Sudjana (1989).
Y=a+bx
Dengan : Y = tutupan karang hidup atau karang mati (%)
a,b = koefisien regresi
x = kepadatan Acanthaster planci (ind/m2)
Tomia merupakan salah satu pulau dari empat gugusan pulau yang ada di
Kepulauan Wakatobi dengan luas pulau 52,4 km2. Semula gugusan pulau ini
dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi, karena sejak dahulu penduduk di
langsung dengan laut Flores dan sebelah timur berbatasan langsung dengan laut
Banda.
terumbunya mencapai 1,2 kilometer untuk jarak terjauh dan 130 meter untuk
jarak terdekat.
alternatif perjalanan dari Wangi-wangi ibu kota Kabupaten Wakatobi dan Kota
Bau-bau yaitu:
yang berangkat 3 kali seminggu dari pelabuhan Mola dengan waktu tempuh 3
- 4 jam.
tempuh 10 - 12 jam.
kecamatan dan hampir 100% memeluk agama Islam. Sebagian besar penduduk
Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai macam etnis yaitu etnis Wakatobi asli,
Bugis, Buton, Jawa dan Bajau. Namun kebudayaan etnis asli masih kuat, belum
B. Parameter Lingkungan
1. Suhu
Suhu perairan yang ada pada ke sepuluh substasiun tersebut berkisar
antara 28 - 30 oC. Nilai suhu ini adalah kisaran suhu umum di perairan
Indonesia, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Nontji (1993), bahwa suhu
bahwa kisaran suhu tiap stasiun hampir sama dan kisarannya sangat sesuai
untuk kehidupan A. planci. Menurut Bikerland dan Lucas (1990), bahwa kisaran
suhu yang optimal bagi A. planci adalah 28 – 33 0C, sehingga pada semua lokasi
mengemukakan bahwa suhu yang terlampau tinggi atau terlampau rendah akan
optimalnya berkisar 250C – 300C (Soekarno et al., 1983 dalam Tawakkal, 2010).
Suhu yang didapatkan pada lokasi penelitian tergolong suhu yang optimal bagi
2. Salinitas
salinitasnya 35.5 ppt, sedangkan pada Stasiun II salinitasnya 33 ppt dan Stasiun
III 34.5 ppt. Dari lima stasiun tersebut didapatkan A. planci. Birkeland dan Lucas
25 ppt.
salinitas perairan pada lokasi penelitian masih optimal bagi perkembangan dan
3. Arus
0.0641 sampai dengan 0.1042 meter/detik, yang paling lambat pada Stasiun II
22
dengan kecepatan arus 0.0720 meter/detik dan yang paling cepat pada Stasiun
IV dengan kecepatan arus 0.1011 meter/detik. Pada Stasiun I sampai dengan III
Umunya A. planci terdapat pada perairan dengan arus yang lambat (Aziz, 1995).
Sedangkan untuk kisaran arus yang optimal bagi terumbu karang adalah 0.05 –
Hal ini disebabkan karena pada Stasiun I sampai dengan Stasiun III
kecepatan arus masih ada pengaruh halangan pulau Tolandona dan pulau Sava,
4. Kekeruhan
1.02–10.09 NTU. Kekeruhan terendah terdapat pada Stasiun II dengan nilai 2.54
NTU dan kekeruhan yang tertinggi terdapat pada Stasiun V dengan nilai 6.40
NTU. Menurut KEPMEN.KLH No.51/2004 tentang standar baku mutu air laut
untuk daerah konservasi (taman laut) dan biota laut (budidaya) adalah (<5 NTU).
penelitian dari lima stasiun hanya Stasiun II saja yang terdapat adanya A. planci
tertinggi dengan nilai kekeruhan 2.54 NTU, seharusnya pada Stasiun I, III dan IV
halnya dengan A. planci, kekeruhan air laut untuk terumbu karang pada Stasiun I
5. Kedalaman
Tomia merupakan salah satu perairan di Wakatobi yang tidak luput dari
kepadatan A. planci pada setiap stasiun seperti pada Gambar 7 dan lampiran 1.
24
tertinggi ditemukan pada Stasiun II yaitu 0.132 individu/m 2 dan yang terendah
ditemukan pada Stasiun I yaitu 0.012 individu/m 2 dan yang terendah pada
dengan stasiun lainnya dan sudah dapat dikatakan dalam kondisi mengancam.
Sedangkan empat stasiun lain yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu
Tomia, Taman Nasional Wakatobi untuk setiap stasiun disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Status Ekologi Acanthaster planci perairan Tomia, Taman
Nasional Wakatobi
25
Status
Kepadatan A. planci
Stasiun Kedalaman Ekologi
(ind/m²)
I.1 3-5 0.008 Alami
I.2 10-13 0.012 Alami
II.1 3-5 0.132 Mengancam
II.2 10-13 0.004 Alami
III.1 3-5 0.008 Alami
III.2 10-13 0
IV.1 3-5 0.004 Alami
IV.2 10-13 0.008 Alami
V.1 3-5 0
V.2 10-13 0.008 Alami
Padatnya populasi A. planci pada Stasiun II tersebut diduga karena faktor
A. planci, misalnya arus dan kedalaman. Dibandingkan dengan stasiun lain arus
pada Stasiun II lebih lambat (0.0720 meter/detik). Menurut Aziz (1995), A. planci
umumnya terdapat pada perairan dengan arus yang lambat. Ditambahkan oleh
meter. Selain faktor lingkungan, yang sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya
Pada Tabel 5, dapat di lihat kategori tutupan terumbu karang yang ada di
– 5 meter) yaitu 63.40 % dan pada Stasiun I (kedalaman 3 – 5 meter) yaitu 62.30
dan Other dimana pada beberapa stasiun tidak ditemukan sama sekali.
Tingginya tutupan karang hidup pada Stasiun I dan V diduga
dengan intensitas cahaya yang sampai pada terumbu karang, dimana cahaya
karang. Pada Stasiun I, terumbu karang dengan kategori baik juga ditemukan
perairan pada lokasi tersebut rendah jika dibandingkan dengan stasiun lain
sehingga cahaya masih dapat tembus dengan baik sampai dasar perairan
(terumbu karang).
27
Diketahui juga tutupan karang mati (Dead Coral Algae) cukup tinggi
seperti pada Stasiun II (kedalaman 3 – 5 meter) yaitu 17.90 % dan pada Stasiun
stasiun tersebut sudah berlangsung lama, baik itu kerusakan yang disebabkan
Sedangkan tutupan Soft Coral pada Stasiun III (kedalaman 10 – 13 meter) yaitu
24.30 % dan pada Stasiun III (kedalaman 3 – 5 meter) yaitu 19.80 %. Tingginya
mengindikasikan bahwa telah terjadi suksesi karang pada karang yang rusak
(Tandipayuk, 2006).
Kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian dinilai berdasarkan
nilai tutupan karang hidup dan kondisi terumbu karang disetiap stasiun dapat di
terumbu karang yang masih baik, ditemukan pada Stasiun I dan V dengan
tutupan karang hidup yaitu 68.6 % (Stasiun I) dan 63.6 % (Stasiun V), sedangkan
pada Stasiun II, III dan IV sudah masuk dalam kondisi sedang (kritis). Adapun
ditemukan pada Stasiun I dan II dengan tutupan karang hidup yaitu 51.1 %
(Stasiun I) dan 56.2 % (Stasiun II), sedangkan pada Stasiun III, IV dan V sudah
maupun lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tandipayuk (2006) bahwa
tingginya persentase tutupan karang mati yang ditumbuhi alga disebapkan oleh
bom.
E. Keterkaitan antara Kepadatan Achantaster planci dengan Kondisi
Terumbu Karang
29
karang mati pada lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 10; Lampiran 5
hubungannya bersifat positif dengan tutupan karang mati. Hasil uji statistik
hidup tidak signifikan (P > 0,05) dengan persamaan regresi ỹ = 45,82 – 30,75Xi.
planci maka semakin tinggi pula tutupan karang mati. Pengukuran dengan uji
mati menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (P > 0,05) dengan persamaan
kepadatan A. planci dengan tutupan karang hidup atau karang mati, namun
dalam kondisi kepadatan A. planci yang tinggi seperti pada Stasiun II (kedalaman
yang tergolong mengancam lebih rendah dari pada kondisi yang masih alami
(Gambar 14). Sebaliknya tutupan karang mati pada kondisi ekologi A. planci
yang tergolong mengancam lebih tinggi dari pada kondisi yang masih alami
(Gambar 15).
kepadatan lebih tinggi disebabkan karena adanya pemangsaan polip karang oleh
memangsa karang dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Menurut
32
koloni karang/tahun.
Tingginya tutupan karang hidup pada terumbu karang di lokasi penelitian
pemangsaan karang juga tidak terlalu tinggi. Jika populasi A. planci pada suatu
ekosistem dalam status alami, maka tidak akan memberikan ancaman yang
(2009), bahwa pemangsaan karang oleh A. planci yang dalam populasi rendah
selektif ini mempunyai dampak ekologi yang positif karena memberikan bantuan
kepada karang yang tumbuh lambat untuk tetap tinggal di terumbu tersebut.
Tetapi jika populasi A. planci melebihi kemampuan karang untuk pulih kembali,
Stasiun III (kedalaman 10 – 13 meter) tidak luput dari kerusakan karang yang
patahan karang (rubble) 16.50% dan soft coral 24.30%. Stasiun III merupakan
dari arah timur Pulau Tomia. Perahu tersebut membuang jangkar di atas karang
dan berakibat karang patah atau hancur sewaktu terkena jangkar. Demikian pula
ketika jangkar ditarik, karang akan terangkat dan terbalik atau patah. Di stasiun
Bubu untuk menangkap ikan-ikan karang. Bubu dipasang pada daerah terumbu
karang hidup untuk menindih bubu inilah yang menyebabkan karang patah dan
0.012 individu/m2.
2. Kondisi tutupan karang hidup di Perairan Tomia, pada kedalaman 3 – 5 meter
di Stasiun Waitii Barat dan Patua 1 masih berada dalam kondisi/kategori baik,
sedangkan di Stasiun Waha (II), Waha (III) dan Onemay sudah dalam
Stasiun Waitii Barat dan Waha (II) masih dalam kondisi/katergori baik, dan di
Stasiun Waha (III), Onemay dan Wali sudah masuk dalam kondisi/kategori
sedang (kritis).
3. Kepadatan A. planci di Perairan Tomia berkorelasi negatif terhadap tutupan
karang hidup dan berkorelasi positif terhadap tutupan karang mati, namun
C. Saran
di Perairan Tomia.
DAFTAR PUSTAKA
Birkeland, C. 1998. Life and Death of Coral Reefs. University of Guam. Chapman
& Hall, ITP, New York.
English, S.,C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal
Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsvile.
Fossa, A & A. Nilsen. 1996. The Modern Coral Reef Aquarium. Vol.1. Germany:
J.C.C Bruns GmbH.
Lucas, J., 1987. Life History. The Crown of Thorns Starfish, Australiapn Science
Magazine, Issue 3. GBRMPA, Queensland.
Moran, P. J., 1987a. A Close Look: The Crown of Thorns Starfish. The Crown of
Thorns Starfish, Australian Science Magazine, Issue 3. GBRMPA,
Queensland.
Tawakkal, I., 2010. Kondisi Terumbu Karang di Gusung Anjerr’e Desa Paria
Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Skripsi Jurusan Perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
36
Veron, Jen. 1986. Coral of Australia and The Indopasific. Angus & Robertos.
Australia.
LAMPIRAN
37
Parameter Lingkungan
Stasiun Suhu Arus Kekeruhan Salinitas Kedalaman
(0C) (m/s) (NTU) (ppt) (m)
I. 1 30 0.0676 3.11 36 3–5
I. 2 29 0.0794 3.65 35 10 – 13
II. 1 29 0.0641 4.05 32 3–5
II. 2 28 0.0746 1.02 34 10 – 13
III. 1 30 0.0847 2.33 34 3–5
III. 2 29 0.0694 3.08 35 10 – 13
IV. 1 30 0.0980 3.28 36 3–5
IV. 2 29 0.1042 4.42 35 10 – 13
V.1 29 0.0847 2.71 35 3–5
V.2 29 0.0943 10.09 36 10 – 13
Lampiran 1. Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan di setiap stasiun
penelitian di Perairan Kecamatan Tomia.
38
Jumlah
Kepadatan
Stasiun
Acanthaster planci (ind/m2)
I.1 2 0.008
I.2 3 0.012
II.1 33 0.132
II.2 1 0.004
III.1 2 0.008
III.2 0 0.000
IV.1 1 0.004
IV.2 2 0.008
V.1 0 0.000
V.2 2 0.008
39
Lampiran 4. Data persentase Acanthaster planci, karang hidup dan karang mati
di lokasi penelitian.
Variables Entered/Removed(b)
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 X(a) . Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: Y
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 13,680 1 13,680 ,057 ,818(a)
Residual 1927,447 8 240,931
Total 1941,127 9
a Predictors: (Constant), X
b Dependent Variable: Y
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Variables Entered/Removed(b)
42
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 X(a) . Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: Y
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 198,397 1 198,397 ,913 ,367(a)
Residual 1738,140 8 217,268
Total 1936,537 9
a Predictors: (Constant), X
b Dependent Variable: Y
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.