Anda di halaman 1dari 62

MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN TAMBAKAN

( HELOSTOMA TEMMINCKII, C.V 1829 )


DI PERAIRAN LUBUK LAMPAM, SUNGAI LEMPUING
SUMATERA SELATAN

TAFRANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :


Makanan dan Reproduksi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii, C.V 1829)
di Perairan Lubuk Lampam, Sungai Lempuing, Sumatera Selatan.

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun ke perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

TAFRANI
C24080063

ii
RINGKASAN

Tafrani. C24080063. Makanan dan Reproduksi Ikan Tambakan (Helostoma


temminckii, C.V 1829) di Perairan Lubuk Lampam, Sungai Lempuing,
Sumatera Selatan. Dibawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan Syarifah
Nurdawati

Ikan tambakan (H. temminckii) merupakan ikan air tawar yang bersifat
bentopelagik (hidup di antara permukaan dan wilayah dalam perairan). Wilayah asli
tempatnya tinggal umumnya adalah wilayah perairan tropis yang dangkal, berarus
tenang, dan banyak terdapat tanaman air. Umumnya di Indonesia ikan ini memiliki
nilai ekonomis penting dengan harga jual sekitar Rp. 12.000/kg (Prianto dkk 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis makanan dan reproduksi ikan
tambakan.
Pengambilan contoh ikan dilakukan di perairan Lubuk Lampam, Sungai
Lempuing yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Oktober 2011 -
Desember 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh satu bulan sekali.
Jumlah total ikan contoh yang diperoleh selama penelitian sebanyak 152 ekor, ikan
jantan (84 ekor) ikan betina (68 ekor). Ikan tambakan ditangkap dengan
menggunakan alat tangkap Bengkirai Bambu (box trap).
Jenis makanan utama ikan tambakan berupa Detritus diatas 55%, dan makan
lain berupa Diatom, Desmid, Green alga dan Blue Green Alga. Detritus yang
dimakan ikan tambakan berasal dari serasah-serasah tumbuhan air. Pola
pertumbuhan ikan tambakan adalah Isometrik yang artinya pertambahan panjang
seimbang dengan pertambahan berat. Hasil uji Chi-square diperoleh rasio kelamin
jantan dan betina sebesar 1:1,24 yang menunjukan terjadinya keseimbangan
populasi. Selama bulan penangkapan Oktober – Desember ikan tambakan yang
tertangkap memiliki TKG III dan TKG IV, hal ini diduga pada bulan tersebut
merupakan puncak pemijahan. Ikan tambakan jantan pertama kali matang gonad
pada ukuran 155 mm, sedangkan ikan betina pertama kali matang gonad pada
ukuran 169 mm. Indek kematangan gonad jantan dan betina tertinggi pada bulan
Oktober sebesar (3,04 ; 17,95) Fekunditas ikan tambakan berkisar antara 19.000 –
144.104 butir telur. Berdasarkan pola distribusi diameter telur, tipe pemijahan ikan
tambakan termasuk partial spawner yaitu ikan mengeluarkan telurnya secara
bertahap.

iii
MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN TAMBAKAN
( HELOSTOMA TEMMINCKII, C.V 1829 )
DI PERAIRAN LUBUK LAMPAM, SUNGAI LEMPUING
SUMATERA SELATAN

TAFRANI
C24080063

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

iv
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Makanan dan Reproduksi Ikan Tambakan (Helostoma


temminckii, C.V 1829) di Perairan Lubuk Lampam, Sungai
Lempuing, Sumatra Selatan.
Nama Mahasiswa : Tafrani
NIM : C24080063
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. Ir. Syarifah Nurdawati, M.Si.


NIP. 132084932 NIP. 19581010 198801 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.


NIP. 19660728 199103 1 002

Tanggal Lulus : 10 September 2012

v
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta
inayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi)
yang berjudul “Makanan dan Reproduksi Ikan tambakan (H. temminckii) di Perairan
Lubuk Lampam, Sungai Lempuing, Sumatra Selatan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir


M. Mukhlis Kamal, M.Sc. dan Ibu Ir. Syarifah Nurdawati, M.Si. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian
Skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa, kemudian juga kepada
semua pihak yang telah mendukung baik moril maupun materi demi
terselesaikannya skripsi ini.

Segala bentuk kritik, masukan, dan saran sangat penulis harapkan untuk kajian
evaluasi dan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Bogor, September 2012

Penulis

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis pengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada :
1. Allah SWT yang telah menganugrahkan rahman dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dengan mudah.
2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc. dan Ir. Syarifah Nurdawati, M.Si. selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan dan masukan hingga
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu dan Ir.
Agus Samosir, M.Phil. selaku Komisi Pendidikan Program S1 atas saran,
nasehat dan perbaikan yang diberikan.
4. Dr. Ir. Ridwan Affandi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberi semangat dan nasehat selama studi.
5. Seluruh dosen MSP yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta saran
selama perkuliahan.
6. Kepada Balai Riset Penelitian Perairan Umum (BRPPU) Palembang yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
ikan tambakan di Perairan Lubuk Lampam, Sungai Lempuing, Sumatra
Selatan.
7. Staf Tata Usaha MSP yang sangat penulis banggakan terutama Mbak Widar
dan Mbak Maria, dan Mang Unus atas arahan dan kesabarannya.
8. Keluarga tercinta, Ayahnda H. Ahmad KS, Ibunda Ropiah, Pak Kamel, Ulung
Aladin, alang Epit, kakak Mardiana, kakak Wahyuni, adek Zulkifli dan nenek
ku tercinta Uan Posah dan masih banyak yang lain yang tidak bisa disebutkan
satu persatu yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang selama ini.
9. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang telah mendukung pembiayaan selama
studi.
10. Ibu Yunizar Ernawati, Bapak Ruslan, Bang Jahid, Bang Aris, Bang Prawira,
Mbak Tina, dan Mbak Dewi yang telah banyak memberikan Motivasi, arahan,
masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini .
11. Seluruh teman-teman MSP 45 atas motivasi dan bantuannya. Terutama Vini,
Kanti, Rina A.S, Ria, Nidia, Ina, indah, Doni, Jaun, Ojan, Rizal, Hendri, Aang
AP dan Robin.
12. Seluruh teman-teman BUD Rokan Hilir yang telah memberikan motivasi dan
bantuannya, terutama Dedy KP, Syahrizan, Hariyanto dan Burhanuddin
Fallah.

vii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Pulau Hilir, Provinsi Riau pada


tanggal 01 Juli 1989 dari pasangan Ayahnda H. Ahmad KS
dan Ibunda Ropiah. Penulis merupakan putera pertama dari
dua bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SD
Negeri 014 Pematang Sikat, Rokan Hilir, Provinsi Riau
(2002), SMP Negeri 1 Rimba Melintang, Provinsi Riau (2005) dan SMA Negeri 2
Bangko Pusako, Provinsi Riau (2008).
Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkulihan
penulis juga pernah menjadi pengurus dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa
Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) periode 2009/2010 dan
2010/2011. Selain itu penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
yaitu Himpunan Mahasiswa Rokan Hilir (HIPEMAROHIL) dan Ikatan Keluarga
dan Pelajar Mahasiswa Riau (IKPMR)-Bogor 2009/2010 dan 2010/2011 dan juga
penulisan merupakan anggota Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau Seluruh Indonesia
(IPEMARI) 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi asisten Iktiologi dan Iktiologi
Fungsional dan Avertebrata Air Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
tahun 2011/2013. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dengan judul “Makanan dan Reproduksi Ikan Tambakan
(Helostoma temminckii, C.V 1829) di Perairan Lubuk Lampam, Sungai
Lempuing, Sumatra Selatan.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Ikan tambakan (H. temminckii) ....................................... 3
2.2. Morfologi Ikan tambakan (H. temminckii) ........................................ 4
2.3. Habitat dan Distribusi ........................................................................ 4
2.4. Kebiasaan Makanan ........................................................................... 5
2.4.1. Makanan dan Kebiasaan Makanan .......................................... 5
2.5. Faktor Kondisi ................................................................................... 6
2.6. Aspek Reproduksi.............................................................................. 6
2.6.1. Nisbah Kelamin ....................................................................... 6
2.6.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ........................................ 7
2.6.3. Indek Kematangan Gonad (IKG)............................................. 7
2.6.4. Fekunditas................................................................................ 8
2.6.5. Diameter Telur dan Pola Pemijahan ........................................ 8
2.7. Kualitas Air........................................................................................ 9

3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 11
3.2. Alat dan Bahan................................................................................... 11
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................................ 12
3.3.1. Pengambilan Ikan Contoh di Lapangan................................... 12
3.3.2. Analisis Laboratorium ............................................................. 13
3.4. Analisis Data...................................................................................... 15
3.4.1. Perhitungan Jumlah Kelas Ukuran Ikan .................................. 15
3.4.2. Hubungan Panjang dan Berat .................................................. 15

ix
3.4.3. Faktor Kondisi ......................................................................... 16
3.4.4. Aspek Kebiasan Makanan ....................................................... 17
3.4.5. Aspek Biologi Reproduksi....................................................... 17
3.5. Analisis Kualitas Air.......................................................................... 19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Kondisi Umum Sungai Lempuing ..................................................... 20
4.2. Kebiasaan Makanan Ikan tambakan (H. temminckii) ........................ 23
4.2.1. IP Ikan tambakan (H. temminckii) Berdasarkan JK................. 23
4.2.2. IP Ikan tambakan (H. temminckii) Berdasarkan Bulan............ 23
4.3. Hubungan Panjang Berat Ikan tambakan (H. temminckii) ................ 25
4.4. Faktor Kondisi ................................................................................... 26
4.5. Aspek Reproduksi.............................................................................. 27
4.5.1. Nisbah Kelamin ....................................................................... 27
4.5.2. Tingkat Kematangan Gonad .................................................... 28
4.5.3. Indek Kematangan Gonad ....................................................... 30
4.5.4. Fekunditas................................................................................ 31
4.5.5. Diameter Telur dan Pola Pemijahan ........................................ 32
4.6. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ikan tambakan (H.temminckii).. 34

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 35
5.2. Saran .................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 36

LAMPIRAN.................................................................................................... 36

x
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan belanak (Mugil dussumieri). 14

2. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia .................................................. 21

3. Hubungan panjang berat ikan tambakan (H. temminckii) ........................ 26

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan tambakan (H. temminckii)................................................................. 3

2. Peta Lokasi Penelitian............................................................................... 11

3. Alat tangkap Bengkirai Bambu (box trap) ............................................... 12

4. Jenis makanan dan nilai IP (%) ikan tambakan (H. temminkii)................ 23

5. Jenis makanan dan nilai IP (%) ikan tambakan (H. temminckii).............. 24

6. Hubungan panjang berat ikan tambakan (H. temminckii) ........................ 25

7. Nilai faktor kondisi ikan tambakan (H. temminckii) ................................ 26

8. Rasio kelamin ikan tambakan (H. temminckii)......................................... 26

9. Morfologi gonad ikan tambakan (H.temminckii)...................................... 28

10. TKG ikan tambakan jantan dan betina (H.temminckii). ........................... 29

11. Ukuran ikan tambakan pertama kali matang gonad ................................. 30

12. Indek kematangan gonad ikan tambakan (H.temminckii)......................... 31

13. Hubungan panjang total dengan fekunditas.............................................. 32

14. Sebaran diameter telur ikan tambakan (H.temminckii)............................. 33

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta penelitian ikan Tambakan (H. temminckii)...................................... 39

2. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 41

3. Uji t terhadap nilai b hubungan panjang-berat ikan tambakan ................. 40

4. Faktor Kondisi ikan tambakan (H. temminckii) jantan dan betina ........... 41

5. Nisbah kelamin ikan tambakan (H. temminckii) jantan dan betina .......... 41

6. Nisbah kelamin ikan tambakan (H. temminckii) per bulan pengamatan .. 41

7. Uji Chi-square terhadap nisbah kelamin ikan tambakan.......................... 41

8. Sebaran frekuensi ikan tambakan (H.temminckii) .................................... 42

9. Sebaran jumlah ikan tambakan (H.temminckii)........................................ 42

10. Sebaran frekuensi TKG ikan tambakan (H. temminckii).......................... 43

11. Indek kematangan gonad ikan tambakan (H. temminckii)........................ 43

12. Fekunditas ikan tambakan ........................................................................ 43

13. Perbandingan panjang tubuh dengan panjang usus .................................. 45

14. Perbandingan panjang tubuh dengan tinggi badan ................................. 46

15. Jenis-jenis makanan ikan tambakan (H.temminckii) ................................ 46

16. IP Ikan tambakan (H.temminckii) berdasarkan jenis kelamin .................. 47

17. IP Ikan tambakan (H.temminckii) berdasarkan waktu penangkapan........ 47

18. Jenis organisme makanan ikan tambakan (H.temminckii)........................ 48

xiii
1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan tambakan (H. temminckii) merupakan ikan air tawar yang bersifat
bentopelagik (hidup di antara permukaan dan dalam perairan). Wilayah asli tempat
tinggal umumnya adalah wilayah perairan tropis yang berarus tenang, dan banyak
terdapat tanaman air. Umumnya di Indonesia ikan ini memiliki nilai ekonomis
penting dengan harga jual sekitar Rp. 12.000/kg (Prianto dkk 2006). Akibat
meningkatnya eksploitasi oleh nelayan keberadaan ikan tambakan sekitar 10 tahun
terakhir ini di perairan Lubuk Lampam, Sungai Lempuing mengalami penurunan
yang segnifikan. Sehingga untuk mengembalikan pada kondisi semula perlu kajian
dasar terhadap biologi reproduksi dan kebiasaan makanan ikan tambakan tersebut.
Kebiasaan makanan (food habit) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang
dimakan oleh predator. Kebiasaan makanan ikan dapat diketahui melalui analisis
makanan yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan membandingkan dengan
makanan yang terdapat di perairan. Perbandingan tersebut akan menunjukkan
apakah suatu hewan cenderung memilih jenis makanan tertentu sebagai pakannya
atau tidak (Effendie 2002).
Kemampuan ikan bereproduksi merupakan suatu tahapan penting dalam siklus
hidupnya untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Effendie 1997).
Beberapa aspek biologi reproduksi ikan bermanfaat untuk mengetahui frekuensi
pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan, dan ukuran ikan pertama kali
matang gonad (Nikolsky 1963). Keberhasilan suatu proses reproduksi tidak terlepas
dari beberapa faktor baik internal maupun eksternal salah satunya adalah tegantung
dari apa yang dimakanannya.
Sampai saat ini informasi mengenai studi makanan dan reproduksi ikan
tambakan (H. temminckii) di perairan Lubuk Lampam masih sangat terbatas. Untuk
mencegah punahnya spesies ikan yang masih ada di sungai tersebut dibutuhkan
suatu upaya pengelolaan yang baik dan terpadu agar potensinya dapat dimanfaatkan
secara optimal dan lestari. Oleh karena itu diperlukan suatu studi mengenai makanan
dan reproduksi ikan tambakan (H. temminckii) di perairan Lubuk Lampam sebagai
informasi dasar bagi pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan.
2

1.2.Perumusan Masalah
Saat ini telah terjadi penurunan sumber daya hayati di daerah perairan Lubuk
Lampam, di khawatirkan hal ini akan terjadi pada ikan tambakan (H. temminckii)
yang merupakan ikan ekonomis penting mengalami kondisi yang sama seperti jenis-
jenis ikan lainnya yang tedapat di perairan Lubuk lampam. Untuk mencegah
ancaman kepunahan spesies ikan tambakan (H. temminckii) sebagai akibat dari
aktivitas penangkapan yang terus-menerus dilakakukan masyarakat sekitar dan
adanya pencemaran perairan, maka diperlukan adanya suatu upaya pengelolaan yang
baik untuk menjaga kelestarian ikan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk menjamin ketersedian stok ikan tambakan (H. temminckii) di perairan Lubuk
Lampam adalah dengan pengembangbiakan populasi melalui upaya budidaya.
Sebelum upaya tersebut dapat dilakukan maka diperlukan informasi tentang
makanan dan reproduksi ikan tambakan adalah mutlak sangat diperlukan.

1.3. Tujuan dan Manfaat


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis organisme yang menjadi
makanan ikan tambakan (H. temminckii) dan aspek reproduksi yang mencangkup
rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali
matang gonad, indek kematangan gonad, fekunditas, diameter telur dan pola
pemijahan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang optimal dan lestari.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii)


Klasifikasi ikan tambakan menurut Kottelat et al (1993) sebagai berikut :
Kelas : Actinopterygii
Subclas : Teleostei
Ordo : Ferciformes
subordo : Anabantoidei
Famili : Helostomatidae
Genus : Helostoma
Spesies : H. temminckii Cuvier, 1829
Nama lokal : Ikan Biawan (Kalimantan barat)
Tembakang ( Palembang )
Ikan Singkek/Bulan ( Riau )

Gambar 1. Ikan tambakan (H. temminckii)


Sumber : Dokumentasi Pribadi
4

2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii)


Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan
sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri
berbentuk berlekuk tunggal, sementara sirip dadanya yang berjumlah sepasang juga
berbentuk nyaris bundar. Kedua sisi tubuhnya terdapat gurat sisi, pola berupa garis
tipis yang berawal dari pangkal celah insangnya sampai pangkal sirip ekornya.
Kurang lebih ada sekitar 43-48 sisik yang menyusun gurat sisi tersebut. Ikan
tambakan diketahui bisa tumbuh hingga ukuran 30 cm. Salah satu ciri khas dari ikan
tambakan adalah mulutnya yang memanjang. Karakteristik mulutnya yang menjulur
ke depan membantunya mengambil makanan semisal lumut dari tempatnya melekat.
Bibirnya diselimuti oleh semacam gigi bertanduk, namun gigi-gigi tersebut tidak
ditemukan di bagian mulut lain seperti faring, premaksila, dentary, dan langit-langit
mulut. Ikan tambakan juga memiliki tapis insang (gill rakers) yang membantunya
menyaring partikel-partikel makanan yang masuk bersama dengan
air.(www.Fishbase.org)

2.3. Habitat dan Distribusi


Ikan tambakan senang hidup di perairan rawa (black fish) yang banyak
tumbuhan air. Ikan ini dapat hidup pada perairan asam (pH 5,5-6,5) dan kadar
oksigen yang relatif rendah (3-5 mg/L). Pada saat musim kemarau ikan ini cendrung
tinggal di cekungan tanah pada perairan rawa (lebung) atau danau yang masih berisi
air, sedangkan pada saat musim penghujan air tinggi menyebar di rawa yang lebih
luas. Saat memijah (sebutan masyarakat Sumatra selatan “ngempas”) menuju tepi
sungai yang landai sehingga mudah ditangkap. Penyebaran ikan ini di daerah sungai
musi sering dijumpai di perairan Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Banyuasin,
Banyuasin, dan Musi Rawas. Penyebaran geografi di dunia meliputi Sumatra,
Kalimantan, Jawa, dan Thailand (Utomo dkk 2010 ).
5

2.4. Kebiasaan Makanan


2.4.1. Makanan dan Kebiasaan Makanan
Makanan merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan,
dan kondisi ikan, sedangkan macam makanan satu spesies ikan biasanya bergantung
pada umur, tempat dan waktu. Kebiasaan makanan ikan adalah jenis, kuantitas dan
kualitas makanan yang dimkan ikan. Sedangkan kebiasaan cara makan adalah hal-
hal yang berhubungan dengan waktu, tempat dan cara mendapkan makanan
(Effendi 1979).
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa kebiasaan makanan pada ikan dibedakan
atas empat kategori berdasarkan persentase bagian terbesar yang terdiri dari
makanan utama, yaitu makanan yang biasanya dimakan ikan dan terdapat dalam
jumlah yang sangat besar, makanan pelengkap, yaitu makanan yang ditemukan
dalam jumlah yang lebih sedikit pada saluran pencernaan, dan makanan tambahan
yaitu makanan yang berada pada saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat
sedikit.
Menurut Affandi dan Tang (2002) pada ikan-ikan yang berukuran yang sama,
kapasitas lambung ikan berhubungan erat dengan kategori dan bentuk tubuh ikan.
Pada ikan herbivora, ikan tidak memiliki lambung yang sesungguhnya sehingga
fungsinya untuk menampung makanan digantikan oleh usus bagian depan. Usus
bagian depan ini termodifikasi menjadi kantung yang membesar (menggelembung)
dan selanjutnya disebut “lambung palsu”. Ikan mas merupakan salah satu ikan yang
memiliki lambung palsu.
Menurut Prianto et al (2006) kebiasaan makanan Ikan Biawan (H. temminckii)
di Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah cenderung bersifat herbivora
dengan makanan utamanya plankton. Hasil analisis dengan metode frekuensi
kejadian diperoleh persentase makanan yang tertinggi adalah jenis Diatom (89,47
%), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %). Makanan
merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Untuk merangsang
pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan
cukup serta sesuai dengan dengan kondisi perairan. Makanan yang dimanfaatkan
oleh ikan digunakan untuk memelihara tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang
rusak (Effendie 2002).
6

2.5. Faktor Kondisi


Menurut Lagler (1977) in Effendie (1979) faktor kondisi merupakan keadaan
atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data
panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas
fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi dan dari segi komersil berupa
kualitas dan kuantitas daging ikan untuk dikonsumsi. Effendie (1979) menyatakan
bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis
kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Tercapainya kematangan gonad
untuk pertama kali akan menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan
karena sebagian dari makanan digunakan untuk perkembangan gonad. Menurut
Lumbanbatu (1979) in Saepudin (1999) bahwa nilai faktor kondisi dapat
dipengaruhi oleh aktifitas pemijahan atau kepadatan populasi ikan di suatu perairan.
Ikan yang tinggal dalam lingkungan dengan tingkat kepadatan populasi yang tinggi
akan memiliki nilai faktor kondisi yang relatif rendah. Faktor kondisi akan
meningkat ketika kepadatan populasi dalam lingkungan tersebut berkurang.

2.6. Aspek Reproduksi


Reproduksi pada ikan merupakan suatu tahapan penting dalam siklus hidupnya
untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Effendie 2002). Menurut
Nikolsky (1963) aspek-aspek reproduksi berupa faktor kondisi, nisbah kelamin,
ukuran ikan pertama kali matang gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan
diameter telur penting diketahui untuk kepentingan pengelolaan perikanan dan
kelestarian spesies. Biologi reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek
biologi yang terkait dengan proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual
hingga dihasilkannya individu baru (Affandi dan Tang 2002).

2.6.1. Nisbah Kelamin


Menurut Bal dan Rao (1984), nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan
jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, yang mana nisbah 1:1 merupakan
kondisi yang ideal. Akan tetapi sering kali terjadi penyimpangan dari pola 1:1,
antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antara jantan
7

dan betina, perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, penyebaran ikan jantan dan
betina yang tidak merata, kondisi lingkungan serta faktor penangkapan.

2.6.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad
antara lain dengan mengamati perkembangan gonad (Effendie 1997). Faktor-faktor
yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu faktor dari dalam
dan luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, umur, ukuran, serta
sifat fisiologi ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan.
Faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan, suhu dan arus (Lagler et al.,
1977). Menurut Effendie (2002) penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi
dan histologi. Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna,
serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari
anatomi perkembangan gonadnya. Dalam proses reproduksi, awalnya ukuran gonad
kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu akan memijah,
kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie
1979).
Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-
ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi
(Effendie 2002). Pengetahuan TKG ini juga akan didapatkan keterangan waktu ikan
itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Dengan memperhatikan
perkembangan histologi gonadnya, akan diketahui anatomi perkembangan gonad
lebih jelas dan mendetail (Effendie 2002).

2.6.3. Indek Kematangan Gonad (IKG)


Indek kematangan gonad (IKG) adalah angka (dalam persen) yang
menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. IKG dapat
menggambarkan ukuran ikan pada waktu memijah. Indeks kematangan gonad akan
semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan
terjadi pemijahan. Kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran
IKG ikan jantan (Effendie 2002).
8

2.6.4. Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu
ikan memijah (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat
di dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau
fekunditas total, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat
atau panjang. Royce (1972) mengemukakan bahwa fekunditas total diartikan sebagai
jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama hidupnya, sedangkan fekunditas
relatif adalah jumlah telur persatuan berat. Fekunditas individu adalah jumlah telur
dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun itu pula (Nikolsky 1969).
Menurut makmur et al (2003) ikan yang umurnya relatif lebih muda yang baru
pertama kali memijah, fekunditasnya juga relarif lebih sedikit dibandingkan dengan
ikan yang berumur relatif lebih tua yang telah memijah beberapa kali. Selain itu
adanya fluktuasi fekunditas juga dapat disebabkan ikan-ikan yang didapat memiliki
ukuran yang tidak sama, sehingga ikan yang berukuran lebih besar juga akan
mempunyai fekunditas yang lebih besar. Hubungan antara fekunditas dengan
panjang total memperlihatkan bahwa semakin panjang tubuh ikan semakin besar
pula fekunditasnya.
Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di
daerah permukaan sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil biasanya melindungi
telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman atau habitat
lainnya (Nikolsky 1963).

2.6.5. Diameter Telur dan Pola Pemijahan


Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur
dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie 1997). Telur yang
berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur
yang berukuran kecil. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan
meningkatnya tingkat kematangan gonad. Masa pemijahan setiap spesies ikan
berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat (total spawner), tetapi
banyak pula dalam waktu yang panjang (partial spawner) ada pada ikan yang
berlangsung sampai beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis
9

tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula (Effendie 1979). Ovarium
yang mengandung telur masak berukuran sama, menunjukkan waktu pemijahan
yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai
dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam.
Lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Ovarium
yang mengandung telur masak berukuran sama besar menunjukkan waktu
pemijahan yang pendek sedangkan ovarium yang mengandung telur masak dengan
ukuran yang bervariasi menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus-
menerus (Hoar 1969 in Novitriana 2004). Menurut Brojo dkk (2001) gonad Pada
TKG IV ikan mulai memasuki masa pemijahan, sebagian diameter telur sudah lebih
besar dibandingkan dengan diameter telur gonad pada TKG III.

2.7. Kualitas Air


Kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangbiakan suatu
organisme. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
(Effendie 1979). Ikan - ikan di perairan tropik hidup pada lingkungan yang hangat
dengan fluktuasi suhu yang kecil sehingga ikan - ikan tersebut cenderung memiliki
pertumbuhan yang cepat dan siklus hidup yang singkat (Moyle & Cech 1988).
Menurut Samuel et al. (2002), suhu perairan yang berada pada kisaran 25 - 29 0C
masih berada dalam batas wajar dan tidak membahayakan kehidupan ikan di daerah
tropik. Cholik et al. (1982) in Sinaga (1995) menyatakan bahwa suhu perairan di
daerah tropik tidak banyak bervariasi dan yang terbaik untuk mendukung kehidupan
organisme perairan berada pada kisaran 25 - 32 0C. Perubahan suhu lingkungan
yang cepat dan besar akan berakibat fatal bagi ikan. Enzim dalam tubuh ikan yang
berfungsi merangsang metabolisme hidup dalam batas suhu tertentu, akan berhenti
beraktivitas jika terjadi perubahan suhu yang besar dan terjadi dalam waktu singkat
(Jangkaru 2002). Semakin tinggi suhu semakin meningkatkan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme akuatik yang selanjutnya meningkatkan
konsumsi oksigen. Suhu air maksimal yang dapat diikuti oleh perubahan suhu tubuh
ikan adalah 40 0C (Jangkaru 2002).
Kekeruhan dapat mempengaruhi proses fotosintesis karena bisa menghambat
intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air. Selanjunya dapat
10

mempengaruhi pandangan dan pergerakan ikan sehingga ikan kesulitan untuk


mencari makan, memijah, ataupun beruaya (intensitas cahaya matahari berperan
sebagai perangsang alami untuk ikan dalam melakukan ruaya) yang pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan ikan itu sendiri (Effendie 1997).
Kekeruhan yang terjadi diduga disebabkan oleh adanya pencampuran massa
air oleh angin dan arus pada saat terjadi banjir. Selain itu, banyaknya partikel lumpur
yang terbawa arus juga mempengaruhi kekeruhan perairan. Faktor - faktor kimia
perairan seperti pH, oksigen terlarut, dan alkalinitas dalam keadaan ekstrim
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ikan, bahkan dapat
menyebabkan kematian. Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh
alkalinitas di perairan tersebut. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitasnya (Effendie 1997).
Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh karena
itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan memperoleh
oksigen yang cukup dari lingkungannya. Kandungan oksigen dalam air tawar pada
suhu 25 0C yaitu 5.77 - 8.24 mg/l dan mengalami penurunan pada suhu 30 0C yaitu
5.28 - 7.54 mg/l (Fujaya 2004). Perairan yang mengandung oksigen terlarut kurang
dari 3 mg/l mulai mengganggu kehidupan ikan (Jangkaru 2002).
11

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Pengambilan sampel ikan dilakukan di perairan Lubuk Lampam, Sungai
Lempuing yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Oktober 2011 -
Desember 2011. Stasiun Penelitian terdiri atas sembilan stasiun yaitu stasiun 1
(Sungai Lempuing Hilir), stasiun 2 (Sungai Lempuing Tengah), Stasiun 3 (Muara
Sungai Putat), stasiun 4 (Muara Suok Buayo), stasiun 5 (Suok Buayo 1), stasiun 6
(Suok Buayo 2), stasiun 7 (Lebung Proyek), stasiun 8 (Lebak Proyek) dan stasiun 9
(Kanal PU).

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian


Sumber : BRPPU Palembang

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Bengkirai
Bambu (box trap) untuk menangkap ikan, penggaris dengan ketelitian 1 mm ± 0,5
mm digunakan untuk mengukur panjang total dan panjang usus ikan, timbangan
12

digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan
berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah
ditangkap dan dimasukan kedalam cool box, Mikroskop, gelas obyek dengan
penutup, cawan petri, dan pipet tetes, Alat bedah, gelas ukur digunakan untuk
menganalisis gonad dan isi perut ikan tambakan (H. temminckii), larutan formalin
10% dan 4% untuk mengawetkan ikan, gonad dan isi perut.

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Pengambilan Ikan Contoh di Lapangan
Ikan tambakan (H. timminckii) ditangkap dengan menggunakan alat tangkap
Bengkirai Bambu (box trap) yang dindingnya terbuat dari bilah bambu dengan jarak
1-2 cm antara bilah bambu yang satu dengan lainnya dan Pada bagian depan
Bengkirai bambu terdapat satu injab yang memanjang dari atas ke bawah (Gambar
3). Bengkirai bilah dipasang di lebak-lebak atau pinggir sungai yang bervegetasi
lebat dengan mulut injab menghadap kearah daratan sungai.

Gambar 3. Alat tangkap Bengkirai Bambu (box trap)


Pengambilan contoh ikan tambakan dilakukan setiap bulan pengamatan
dengan interval waktu pengambilan ikan contoh satu bulan sekali dengan jumlah
ikan contoh yang diambil berkisar antara 50-100 ikan, kemudian dianalisis
berdasarkan bulan pengamatan. Semua ikan yang tertangkap dengan alat tangkap
bengkirai bambu dimasukkan ke dalam kantong cool box dan diawetkan dengan
13

larutan formalin 10 %. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke laboratorium Ekobiologi


dan Konservasi Sumber Daya Perairan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk
dianalisis lebih lanjut.
3.3.2. Analisis Laboratorium
3.3.2.1 Pengukuran Panjang-Berat Total Ikan Contoh
Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor
terbelakang dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm ± 0,5 mm.
Berat total ikan ditimbang dengan timbangan digital dengan tingkat ketelitian
sebesar 0,01 gram.

3.3.2.2. Pembedahan Ikan


Ikan contoh yang telah diawetkan di dalam larutan formalin 10% dibedah
dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut di
bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke bagian
belakang operkulum kemudian ke arah central hingga ke dasar perut. Gonad
dipisahkan dari organ dalam lainnya dengan hati-hati kemudian simpan di dalam
botol film/plastik.

3.3.2.3. Analisis Kebiasan Makanan


Analisis isi lambung ikan dilakukan terhadap 30 - 50 ekor ikan tiap
pengambilan contohnya yang diambil secara acak. Ikan dibedah, diukur panjang
ususnya, kemudian usus dan lambungnya diambil serta diawetkan dalam larutan
formalin 4%. Selanjutnya usus dan lambung contoh dimasukkan dalam botol/plastik
contoh. Bila ditemukan ikan yang lambungnya kosong maka ikan tersebut diganti
dengan ikan lain yang lambungnya berisi. Di laboratorium, lambung dibedah dan
dikeluarkan isinya untuk diidentifikasi jenis makananya.

3.3.2.4. Penentuan Jenis Kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Gonad ikan betina berwarna kuning sedangkan untuk ikan jantan berwarna
putih. Untuk menentukan tingkat kematangan gonad diacu dari ciri-ciri gonad ikan
belanak (Mugil dussumieri) seperti yang tersaji pada Tabel 1.
14

Tabel 1.Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan belanak (Mugil dussumieri)


berdasarkan modifikasi Cassie (1956) in Effendie (1979)
Tingkat Betina Jantan
Kematangan
I Ovari seperti benang, panjang Testes seperti benang, lebih
sampai kedepan rongga tubuh. pendek (terbatas) dan terlihat
Warna jernih. Permukaan licin. ujungnya dirongga tubuh.
Warna jernih.
II Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan Ukuran testes lebih besar.
lebih gelap kekuning-kuningan. Pewarna putih seperti susu.
Telur belum terlihat jelas dengan Bentuk lebih jelas dari
mata. tingkat I.
III Ovari berwarna kuning. Secara Permukaan tetes tampak
morfologi telur mulai kelihatan seperti bergerigi. Warna
butirannya dengan mata. semakin putih, testes
semakin besar. Dalam
keadaan diawet mudah putus.
IV Ovari makin besar, telur berwarna Seperti pada tingkat III
kuning, mudah dipisahkan. Butir tampak lebih jelas. Testes
minyak tidak tampak, mengisi 1/2 – semakin pejal.
2
/3 rongga perut, usus terdesak.
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir Teste pada bagian belakang
sisa terdapat didekat pelepasan. kempis dan di bagian dekat
Banyak telur seperti pada tingkat II. pelepasan masih berisi.

3.3.2.5. Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Berat gonad ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan tingkat
ketelitian sebesar 0,0001 gram, berat gonad ini diperlukan dalam penentuan IKG.
Kemudian berat tubuh dibandingkan dengan berat gonad, dan hasilnya diperoleh
dalam bentuk persen (%).

3.3.2.6. Perhitungan Fekunditas


Prosedur dalam penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan
yang terdiri dari tiga tahap, metode ini digunakan karena ikan memiliki gonad yang
jumlahnya banyak. Tahap pertama dengan mengangkat gonad TKG III dan TKG IV
dari dalam perut ikan lalu diawetkan dengan formalin 4%. Tahap kedua ambil tiga
bagian dari gonad tersebut yaitu bagian anterior, median, posterior sebagai gonad
contoh. Tahap ketiga gonad contoh ditimbang (berat gonad contoh) setelah itu
diletakkan di dalam cawan petri lalu diencerkan dengan air sebanyak 30 ml
15

kemudian ambil 3 ml dari gonad yang telah diencerkan tersebut, hitung jumlah butir
telur yang terdapat dalam 3 ml.

3.3.2.7. Penentuan Diameter Telur


Pengamatan diameter telur ikan tambakan (H. temminckii) dilakukan dengan
cara mengambil gonad ikan contoh betina yang memiliki TKG III dan IV.
Kemudian contoh telur diambil dari bagian posterior, median, dan anterior. Setelah
itu telur diamati di bawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer
okuler dengan metode sensus.

3.4. Analisis Data


3.4.1. Perhitungan Jumlah Kelas Ukuran Ikan
Jumlah kelas ukuran dihitung dengan menggunakan rumus Sturges
(Sugiyono, 2003) dengan tahapan-tahapan :
 Menghitung rentang data/wilayah :
Wilayah = Data terbesar – Data terkecil
 Menghitung lebar kelas :
Lebar kelas = Jumlah kelas /Wilayah
 Menghitung jumlah kelas ukuran :

K = 1 + (3,3 × Log n)
Keterangan : K = Jumlah kelas ukuran
n = Jumlah data pengamatan

3.4.2. Hubungan Panjang dan Berat


Hubungan panjang dan berat menggunakan rumus Hile (1963) in Effendie
(1997) yaitu sebagai berikut :

b
W = aL

Keterangan : W = Berat tubuh ikan (gram)


L = Panjang tubuh ikan (mm)
16

a = intercept (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan


sumbu-y)
b = slope (kemiringan)
Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang
dan berat ikan tersebut, jika didapatkan nilai b = 3 berarti pertumbuhan ikan
seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya (isometrik).
Akan tetapi jika nilai b < 3 berarti pertambahan panjangnya lebih dominan dari pada
pertambahan beratnya (allometrik negatif) dan jika b > 3 maka pertambahan
beratnya lebih dominan dari pertambahan panjangnya (allometrik positif).
Uji-t dilakukan untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3, dengan hipotesis :

Ho : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik


H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik,

Untuk penarikan keputusan nilai thitung dibandingkan dengan Ttabel pada


selang kepercayaan 95 %. Jika :

thitung>ttabel : tolak hipotesis nol (Ho)


thitung<ttabel : gagal tolak hipotesis nol
thitung : b1 – b0/sb1

Keterangan : b1 = b (dari hubungan panjang-berat)


bo = 3
Sb1 = simpangan koefisien b

3.4.3. Faktor Kondisi


Faktor kondisi (K) berdasarkan pada panjang dan berat ikan contoh. Ikan
memiliki pertumbuhan yang bersifat isometrik apabila nilai b = 3, maka faktor
kondisi menggunakan rumus dengan persamaan (Effendi 1979) :

K (TI) = 105W/L3
Keterangan : K(TI) = faktor kondisi
W = berat rata-rata ikan dalam satu kelas (gram)
17

L = panjang rata-rata ikan dalam satu kelas (mm)


Ikan yang mempunyai pertumbuhan yang bersifat allometrik apabila b ≠ 3, maka
persamaan yang digunakan adalah :

K = W/aLb
keterangan :
K = faktor kondisi
W = berat rata-rata ikan satu kelas (gram)
L = panjang total rata-rata satu kelas (mm)
a dan b = konstanta dari regresi

3.4.4. Aspek Kebiasan Makanan


3.4.4.1. Komposisi Jenis Makanan
Perhitungan indeks bagian terbesar IP (Index of Preponderance,) dilakukan
untuk mengetahui persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap
semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan contoh. Indeks bagian
terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan
Jhingran (1961) in Effendie (1979):

IPi = ( )

Keterangan : IPi = indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i

Vi = persentase volume jenis organisme makanan ke-i

Oi = frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i

n = jumlah jenis organisme makanan

3.4.5. Aspek Biologi Reproduksi


3.4.5.1. Nisbah Kelamin
Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan
betina yang tertangkap selama penelitian (Effendie, 1997) :
X = J/B
18

Keterangan : X = Rasio kelamin


J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)

3.4.5.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Tingkat kematangan gonad ditentukan melalui pengamatan visual terhadap
morfologis gonad. Selanjutnya ciri-ciri yang teramati disesuaikan dengan ciri-ciri
tingkat kematangan gonad.

3.4.5.3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Pengukuran indeks kematangan gonad (IKG) dihitung dengan cara
membandingkan berat gonad terhadap berat tubuh total ikan dengan rumus menurut
Effendie (1997):

IKG = (Bg :Bt ) x 100

Keterangan :IKG= Indeks kematangan gonad


Bg= Berat gonad (gram)
Bt = Berat tubuh total (gram)
3.4.5.4. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Mengunakan kurva distribusi logistic

3.4.5.5. Fekunditas
Perhitungan Fekunditas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
gabungan dan rumus yang dipakai menurut Effendie (1979) adalah sebagai
berikut :

F=

keterangan :

F = fekunditas (butir)
G = berat gonad (gram)
V = isi pengenceran (ml)
19

X = Jumlah telur tiap ml (butir)


Q = Berat telur contoh (gram)
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh dari pada dengan
berat, karena penyusutan panjang relatif kecil sekali, tidak seperti berat yang
dapat berkurang dengan mudah (Effendie 1997). Hubungan tersebut :

b
F = aL
Keterangan :
F = Fekunditas total (butir)
L = Panjang total ikan (mm)
a dan b = Konstanta

3.5. Analisis Kualitas Air


Analisis kualitas air dilakukan di Balai Riset Penelitian Perairan Umum
(BRPPU) Palembang.
20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lubuk Lampam, Sungai Lempuing


Perairan Lubuk Lampam merupakan bagian dari Sungai Lempuing yang di
perairan ini terdapat lebak, lebung dan perairan hutan rawa, di perairan ini mulai
dibuat beberapa tempat perlindungan ikan berupa lebak yang disebut perairan Suak
Buayo yang pada musim penghujan berupa lebak yang berhubungan dengan Sungai
Lempuing dan pada musim kemarau menjadi lebung sebagai tempat perlindungan
induk-induk ikan. Selain Lebak Suak Buayo masih terdapat beberapa lebak yang
berada di kiri kanan sungai dan lebak yang paling luas adalah lebung Proyek,di
samping itu terdapat juga hutan rawa air tawar yang potensial sebagai habitat anakan
ikan-ikan dari jenis Cyprinidae (white fish). Lubuk Lampam merupakan stasiun
Balai Penelitian Perikanan perairan Umum yang mulai dikelola sejak Tahun 2011.
Sungai Lempuing merupakan salah satu sungai dan Rawa Banjiran di
Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Memiliki suatu ciri khas pola
tinggi permukaan air yang perbedaan tinggi air yang menyolok antara musim
kemarau dan musim penghujan (sekitar 3-4 meter). Secara morfologi Sungai
Lempuing mempunyai tipe habitat yang dibedakan antara musim kemarau dan
penghujan yaitu sungai utama, anak sungai utama, semi permanen kanal, permanen
kanal, area banjiran yang ditumbuhi tumbuhan air dan danau-danau kecil dan besar
Pada awal musim penghujan air berangsur-angsur naik (Oktober-November) dan
mencapai puncaknya pada bulan Desember (Ondara 1996).
Pada waktu air mulai naik (Oktober-November) di perairan lebak dan lebung
beroperasi alat tangkap, bengkirai kawat, bengkirai rotan, bengkirai bilah.
Sedangkan jenis ikan yang tertangkap berurutan dari yang sering tertangkap adalah
ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis), tambakan (H. temminckii), gabus (Channa
striata), lele (Clarias batrachus) dan betok (Anabas testudineus). Sedangkan di
Sungai penangkapan kurang efektif, karena arus kuat dan ikan sulit tertangkap.Pada
waktu air surut (Juli-September) nelayan tidak dapat melakukan penangkapan ikan
karena di perairan lebak sebagian kering, hanya bagian cekungan yang dalam yang
berisi air, namun sulit dioperasikan alat tangkap sejenis Bengkirai (box trap).
Sedangkan kegiatan penangkapan ikan di perairan sungai, alat tangkap yang
digunakan yaitu jala, dan kelong (trap) adapun jenis ikan yang tertangkap yaitu lais
21

(Kryptopterus spp), baung (Hemibagrus nemurus), beringit (Mystus sp), dan ikan
sampa dari famili Cyprinidae.
Tabel 2. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan Lubuk Lampam, Sungai
Lempuing

Stasiun
Parameter Satuan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Fisika

Suhu C 28 27 28 29 29 29 29 29.5 30

Arus m/s 33,31 21,5 10,62 153,35 330,62 0 328,3 21,37 21,62

Kecerahan cm 21 18 31 17 25 25 34 15 15

Kimia

Ph 6 6 - 6,5 6-6,5 6 - 6,5 6 - 6.5 6 -6,5 5,5 5 5


Oksigen
Terlarut mg/l 5,92 4,83 5,33 5,50 3,08 2,33 2,42 1,67 5,00

Alkalinitas mg/l 20 50 40 20 20 60 40 60 60

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Effendie


1979). Ikan - ikan di perairan tropik hidup pada lingkungan yang hangat dengan
fluktuasi suhu yang kecil sehingga ikan - ikan tersebut cenderung memiliki
pertumbuhan yang cepat dan siklus hidup yang singkat (Moyle & Cech 1988).
Menurut Samuel et al. (2002), suhu perairan yang berada pada kisaran 25 - 29 0C
masih berada dalam batas wajar dan tidak membahayakan kehidupan ikan di daerah
tropik. Cholik et al. (1982) in Sinaga (1995) menyatakan bahwa suhu perairan di
daerah tropik tidak banyak bervariasi dan yang terbaik untuk mendukung kehidupan
organisme perairan berada pada kisaran 25 - 32 0C. Perubahan suhu lingkungan
yang cepat dan besar akan berakibat fatal bagi ikan. Enzim dalam tubuh ikan yang
berfungsi merangsang metabolisme hidup dalam batas suhu tertentu, akan berhenti
beraktivitas jika terjadi perubahan suhu yang besar dan terjadi dalam waktu singkat
(Jangkaru 2002). Suhu perairan selama penelitian berkisar antara 270C - 300C. Suhu
ini masih dalam kisaran batas normal untuk pertumbuhan ikan tambakan. Semakin
tinggi suhu semakin meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
22

akuatik yang selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen. Suhu air maksimal yang
dapat diikuti oleh perubahan suhu tubuh ikan adalah 40 0C (Jangkaru 2002). Arus
perairan berpengaruh terhadap proses ruaya atau pergerakan ikan, berdasarkan hasil
pengamatan kecepatan arus selama penelitian berkisar antara 0-330,62 m/s.
Kecerahan perairan selama penelitian berkisar antara 15 – 35 cm, dari kisaran
nilai tersebut terlihat perairan Lubuk Lampam mengalami tingkat kekeruhan yang
tinggi. Kekeruhan dapat mempengaruhi proses fotosintesis karena bisa menghambat
intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air. Selanjunya dapat
mempengaruhi pandangan dan pergerakan ikan sehingga ikan kesulitan untuk
mencari makan, memijah, ataupun beruaya (intensitas cahaya matahari berperan
sebagai perangsang alami untuk ikan dalam melakukan ruaya) yang pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan ikan itu sendiri (Effendie 1997).
Kekeruhan yang terjadi diduga disebabkan oleh adanya pencampuran massa
air oleh angin dan arus pada saat terjadi banjir. Selain itu, banyaknya partikel lumpur
yang terbawa arus juga mempengaruhi kekeruhan perairan. Faktor - faktor kimia
perairan seperti pH, oksigen terlarut, dan alkalinitas dalam keadaan ekstrim
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ikan, bahkan dapat
menyebabkan kematian. Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh
alkalinitas di perairan tersebut. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitasnya (Effendie 1997).
Kisaran rata-rata nilai pH, oksigen terlarut, dan alkallinitas pada semua stasiun
penelitian masih dalam batas aman (Tabel 2). Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai reaksi metabolisme. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan sangat
ditentukan oleh kemampuan memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya.
Kandungan oksigen dalam air tawar pada suhu 25 0C yaitu 5.77 - 8.24 mg/l dan
0
mengalami penurunan padasuhu 30 C yaitu 5.28 - 7.54 mg/l (Fujaya 2004).
Perairan yang mengandung oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l mulai mengganggu
kehidupan ikan (Jangkaru 2002).
23

4.2. Kebiasaan Makanan Ikan Tambakan (H. temminckii)


4.2.1. Komposisi Jenis dan Makanan Ikan tambakan (H. temminckii)
Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi makanan ikan tambakan (H. temminckii) berdasarkan nilai Indek
Preponderance (Gambar 4) bahwa makanan utama ikan tambakan adalah Detritus
( jantan : 87% betina : 85 %), makanan tambahan adalah Diatom ( 9,8 % ; 12,2 %),
Green Alga ( 2,8 % ; 1,43 % ), Desmid (1,2 %) dan Blue Green Alga (0,03 %).
Perbedaan komposisi makanan dalam usus ikan tambakan diduga dipengaruhi oleh
ketersedian makanan di perairan dan waktu penangkapan ikan tersebut.
Hasil penelitian berbeda dalam hal makanan utama, Prianto dkk ( 2006 ) di
Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah, bahwa makan utama dari ikan
tambakan adalah jenis Diatom, Desmid dan Green alga. Effendi (1979) menyatakan
bahwa jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies tergantung
oleh umur, tempat dan waktu.

Betina Jantan
1,29
2,89 1,43 0,03
9,87 12,28

87,24 85,96

Gambar 4. Jenis makanan dan nilai IP (%) ikan tambakan (H. temminkii) jantan dan
betina di Sungai Lempuing, Sumatra Selatan
24

4.2.1. Komposisi Jenis dan Makanan Ikan tambakan (H. temminckii)


Berdasarkan Bulan Pengamatan
Secara temporal makanan utama ikan tambakan selama penelitian pada
Oktober, November dan Desember adalah Detritus dengan nilai IP 96 % ; 87 % ; 57
% (Gambar 5). Komposisi makanan tambahan pada bulan Oktober Diatom 3.368 %.
Pada bulan November Diatom (7,37%), Green Alga (3,94 %), Desmid (1,04%), dan
Blue Green Alga (0,25 %). Pada bulan Desember makanan tambahan meliputi
Diatom (32,55 %), Green Alga (9,39 %), Desmid (0,32 %). Berdasarkan hasil
analisis, Detritus merupakan makan utama dari ikan tambakan akan tetapi ikan
tambakan bukan pemakan detritus. Detritus yang ditemukan dalam saluran
pencernaan ikan tambakan berasal dari serasah-serasah tumbuhan air yang
dimakannya. Berdasarkan bentuk morfologi mulut, bibirnya yang dilengkapi gigi-
gigi kecil membantunya mengambil makanan dari permukaan benda misalnya
tumbuhan air.

Oktober November Desember


3,38 3,94 0,25
0,32 9,39
1,04
7,37

32,5
57,7
87,2 5
96,63 4
3

Gambar 5. Jenis makanan dan nilai IP (%) ikan tambakan (H. temminckii)
berdasarkan bulan penangkapan di Lubuk lampam, Sungai Lempuing.

Meskipun terdapat variasi komposisi makanan yang berbeda setiap waktu


penagkapan, akan tetapi komposisi Detritus tetap tertinggi diatas 55 % (Gambar 5).
Jenis makanan lain yang mengalami peningkatan adalah Diatom, dimana pada bulan
Desember komposisinya lebih besar dari pada bulan lainnya. Menurut Large (1979)
25

Kebiasaan makanan ikan diduga dipengaruhi oleh ketersedian makanan di perairan


dan waktu penangkapan. Pola kebiasaan makanan ikan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal diantaranya umur, ukuran ikan, serta faktor lingkungan
yang mempengaruhi ketersediaan makanan.
Berdasarkan perbandingan panjang tubuh dengan panjang usus, ikan tambakan
memiliki empat kali lebih panjang tubuh dari panjang usus dan dilihat juga dari
struktur gigi ikan tambakan memiliki gigi-gigi kecil yang digunakan untuk
mencabik-cabik makanan sehingga ikan tambakan tergolong jenis ikan herbivora.

4.3. Hubungan Panjang Berat Ikan Tambakan (H. temminckii)


Analisis pertumbuhan hubungan panjang berat dari 152 ekor ikan jantan dan
betina (Gambar 6) didapat (r = 0.949) dengan persamaan W=5× 10ˉ 6L3.250 . setelah
dilakukan uji T untuk b = 3.250 pada taraf nyata 0.05, b=3 didapat pola
pertumbuhan ikan tambakan adalah Isometrik artinya pertambahan panjang
seimbang dan pertambahan berat. Hubungan panjang berat ikan jantan dan betina
tidak berbeda nyata setelah dilakukan Uji T dimana Thit<Ttab = gagal tolak Ho.

Total N = 152
250
y = 5E-06x3.250
200
R² = 0.902
Berat total (gr)

150 r = 0.949

100

50

0
0 50 100 150 200 250

Panjang total (mm)

Gambar 6. Hubungan panjang berat ikan tambakan (H. temminckii) di Perairan


Lubuk Lampam, Sumatra Selatan
26

Tabel 3. Hubungan panjang berat ikan tambakan (H. temminckii) setiap bulan
pengamatan

Jantan Betina
Bulan Pola Pola
a b Pertumbuhan a b Pertumbuhan
Oktober 0 2.574 Isometrik 0.000004 2.852 Isometrik
November 0.000002 2.98 Isometrik 0.000001 3.121 Isometrik
Desember 0.000003 2.891 Isometrik 0.0000004 3.303 Isometrik

Berdasarkan analisis hubungan panjang berat dengan melakukan uji T pada


taraf nyata 0.05, b = 3 dengan persamaan W = aLb dapat simpulkan bahwa pola
pertumbuhan ikan tambakan (H. temminckii) selama bulan pengamatan adalah
Isometrik artinya pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat. Hal ini
diduga bahwa ketersedian makan di perairan mencukupi untuk ikan tersebut
melakukan pertumbuhan panjang dan berat dan disamping itu ikan juga
memanfaatkan makan untuk proses reproduksi.

4.4. Faktor Kondisi


Nilai faktor kondisi ikan Tambakan (H. temminckii) setiap bulan pada ikan
jantan dan betina berkisar antara 1,51 – 2,04.

2.5 N : 68 2.5 N : 84
2.0 2.0

1.5 1.5

1.0 1.0

0.5 0.5

0.0 0.0
Oktober November Desember Oktober November Desember

(a) (b)

Gambar 7. Nilai faktor kondisi ikan tambakan (H. temminckii) yang tertangkap di
Perairan Lubuk Lampam, Sumatra Selatan, (a) jantan (b) betina
Nilai faktor kondisi ikan tambakan jantan dan betina tidak berbeda nyata, hal
ini bisa dilihat dari grafik (Gambar 7), dan dilihat secara temporal juga tidak berbeda
nyata. Menurut Effendie (1979) menyatakan bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis
27

ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad
(TKG). Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali akan menyebabkan
terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan karena sebagian dari makanan
digunakan untuk perkembangan gonad.
Faktor kondisi ikan jantan dan betina tertinggi terdapat pada bulan Oktober
sebesar (1,86 dan 2,04) diduga pada bulan tersebut ikan tambakan (H. temminckii)
sedang mengalami matang gonad dan akan memijah. Hal ini bisa dilihat pada bulan
oktober banyak TKG IV yang akan mengalami pemijahan. Faktor kondisi dapat
digunakan untuk menentukan kesesuaian lingkungan dan membandingkan berbagai
tempat hidup ikan. Pada bulan Oktober diduga kondisi Perairan Lubuk Lampam
sangat baik untuk perkembagan ikan tambakan yang memiliki faktor kondisi yang
besar.

4.5. Aspek Reproduksi


4.5.1. Nisbah Kelamin
Ikan tambakan (H. temminckii) yang diperoleh selama penelitian berjumlah
152 ekor ikan yang terdiri dari 68 ekor ikan betina dan 84 ekor ikan jantan. Hasil uji
Chi-square dengan taraf nyata 0.05 diperoleh rasio kelamin 1: 1,24 (Gambar 8). Pada
setiap bulan pengamatan dimana pada bulan November rasio kelamin yang terbesar
yaitu 1:1.67 yang artinya jumlah ikan jantan lebih banyak dari pada jumlah ikan
betina.
1.8
1.6 1.67
1.4
1.32
1.2
1 1.05
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Oktober November Desember

Gambar 8. Rasio kelamin ikan tambakan (H. temminckii) setiap bulan pengamatan

Berdasarkan tiga bulan pengamatan Oktober, November dan Desember nilai


rasio kelamin ikan jantan dan ikan betina tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena
28

ketersedian makanan dan kondisi perairan yang baik untuk perkembagan ikan
tersebut dan juga faktor penangkapan yang stabil. Nilai nisbah kelamin ikan
tambakan yang bisa dikatakan hampir mendekati 1:1, menunjukan ikan tambakan
mengalami keberhasilan reproduksi, dimana ikan jantan dan betina memiliki
pasangan yang seimbang untuk berkembangbiak. Menurut Bal dan Rao (1984),
nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu
populasi, yang mana nisbah 1:1 merupakan kondisi yang ideal. Akan tetapi sering
kali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola
tingkah laku bergerombol antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas,
pertumbuhan, penyebaran ikan jantan dan betina yang tidak merata, kondisi
lingkungan serta faktor penangkapan.

4.5.2. Tingkat Kematangan Gonad


Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad
antara lain dengan mengamati perkembangan gonad (Effendie, 1997).

(a) (b)

Gambar 9. Morfologi gonad ikan tambakan (H.temminckii) (a) jantan (b) betina
Menurut Effendie (2002) penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi
dan histologi. Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna,
serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari
anatomi perkembangan gonadnya. Tingkat kematangan gonad ikan tambakan (H.
temminckii) (Gambar 9) yang dilakukan secara morfologi selama tiga bulan berturut-
turut Oktober, November dan Desember. Pada bulan Oktober dan November ikan
jantan memiliki TKG IV tertinggi (Gambar 10). Hal serupa juga terjadi pada ikan
29

betina yang memiliki TKG IV tertinggi pada bulan Oktober dan November (Gambar
10). Hal ini diduga karena pada bulan tersebut merupakan musim penghujan yang
memicu terjadinya proses pemijahan pada ikan-ikan di rawa banjiran. Berdasarkan
hasil pengamatan setiap bulan hanya ditemukan TKG III dan TKG IV baik ikan
jantan maupun ikan betina, hal ini diduga bahwa pada bulan Oktober - Desember
ikan tambakan memiliki puncak pemijahan.

100%
Jantan
80%
TKG IV
60%
TKG (%)

TKG III

40% TKG II
TKG I
20%

0%

100%
Betina
80%
TKG(%)

60%
TKG IV
40% TKG III

20% TKG II
TKG I
0%
Oktober November Desember
Bulan Pengamatan

Gambar 10. Tingkat kematangan gonad ikan tambakan jantan dan betina
(H.temminckii) setiap bulan penangkapan.

Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-


ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi
(Effendie 2002). Pengetahuan TKG ini juga akan didapatkan keterangan waktu ikan
itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat
pertama kali gonadnya masak, berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor
lingkungan yang mempengaruhinya (Affandi dan Tang 2002).
30

100

90 Jantan
Betina
80

70
Proporsi (%)

60

50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 00 10 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2
Panjang total ikan (mm)

Gambar 11. Ukuran ikan tambakan pertama kali matang gonad

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan ikan tambakan jantan pertama


kali matang gonad pada ukuran 155 mm, sedangkan ikan betina pertama kali matang
gonad pada ukuran 169 mm. Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad ikan
tambakan jantan dan betina, hal disebabkan oleh makanan dan lingkungan perairan.

4.5.3. Indek Kematangan Gonad


Indeks kematangan gonad (IKG) adalah angka (dalam persen) yang
menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. IKG dapat
menggambarkan ukuran ikan pada waktu memijah. Indeks kematangan gonad akan
semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan
terjadi pemijahan. Indek kematangan gonad ikan tambakan (H.temminckii) jantan
memiliki nilai tertinggi pada bulan Oktober sebesar 3.0378, sedangkan ikan betina
memiliki IKG tertinggi pada bulan Oktober sebesar 17.9496 (Gambar 12).
berdasarkan nilai tersebut diduga ikan tambakan pada bulan Oktober melakukan
pemijahan.
31

Jantan betina
30
30
25
25
20
20
IKG (%)

IKG (%)
15 15
10 10
5 5

0 0
Oktober November Desember Oktober November Desember

waktu pengambilan waktu pengambilan

Gambar 12. Indek kematangan gonad ikan tambakan (H.temminckii)


Hasil analisis indek kematangan gonad selama bulan pengamatan didapat
kisaran nilai IKG ikan betina lebih besar dari IKG ikan jantan. Menurut Effendie
(2002) kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG ikan
jantan. Effendie (1997) mengungkapkan bahwa berat gonad akan mencapai
maksimum saat akan memijah. Nilai tersebut kemudian menurun dengan cepat
selama pemijahan berlangsung sampai pemijahan selesai. TKG IV merupakan
puncak perkembangan gonad sehingga berat gonad mencapai maksimum dan ini
mengakibatkan nilai IKG menjadi maksimum.

4.5.4. Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu
ikan memijah (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat
di dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau
fekunditas total, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat
atau panjang.
32

Total
160000 N: 152
140000 y = 441.6x - 9772.
120000 R² = 0.130
Fekunditas 100000
80000
60000
40000
20000
0
0 50 100 150 200 250
Panjang Ikan

Gambar 13. Hubungan panjang total ikan Tambakan (H.temminckii) dengan


fekunditas

Fekunditas ikan tambakan (H.temminckii) yang diperoleh dari hasil analisis 68


sample gonad. TKG III (4 gonad) TKG IV (64 gonad). Jumlah telur yang diperoleh
setelah pengamatan berkisar antara 19.000-144.104 butir telur. Jumlah telur ikan
tambakan dengan frekuensi terendah sebanyak 19.000 butir telur (TKG III).
Sedangkan jumlah telur ikan tambakan dengan frekuensi tertinggi sebanyak 144.104
butir telur (TKG IV). Nilai R2 (0.130) dengan taraf nyata 0.05 (Gambar 13), kecilnya
nilai R2 disebabkan kelas ukuran ikan yang relatif seragam. Menurut Makmur et al.
(2003) Hubungan antara fekunditas dengan panjang total memperlihatkan bahwa
semakin panjang tubuh ikan semakin besar pula fekunditasnya. Ikan yang umurnya
relatif lebih muda yang baru pertama kali memijah, fekunditasnya juga relarif lebih
sedikit dibandingkan dengan ikan yang berumur relatif lebih tua yang telah
memijah beberapa kali. Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada
umumnya memijah di daerah permukaan sedangkan spesies yang fekunditasnya
kecil biasanya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada
tanaman atau habitat lainnya (Nikolsky 1963).

4.5.5. Diameter Telur dan Pola Pemijahan


Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera.Ukuran diameter telur
dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie 1997). Sebaran diameter
33

telur dari 65 sample gonad. TKG III (4 gonad) TKG IV (61 gonad). Diameter telur
untuk TKG III dan TKG IV berkisar antara 0.5 µm – 1.01 µm (Gambar 14).

TKG 3
200
180
160
140
Frekuensi

120
100
80
60
40
20
0

Selang kelas

TKG 4
2000
1800
1600
1400
frekuensi

1200
1000
800
600
400
200
0

selang kelas

Gambar 14. Sebaran diameter telur ikan tambakan (H.temminckii)

Hasil analisis ukuran diameter telur TKG III dan TKG IV yang dilakukan
diperoleh modus penyebaran yang terdiri dari beberapa puncak. Hal ini menunjukan
ikan tambakan (H.temminckii) yang tertangkap di Perairan Lubuk Lampam
tergolong kelompok ikan yang memijah dan mengeluarkan telur secara bertahap
34

(spatial spawner). Biasanya ikan yang tergolong kelompok ini memiliki diameter
telur yang besar.
Menurut Brojo dkk (2001) gonad Pada TKG IV ikan mulai memasuki masa
pemijahan, sebagian diameter telur sudah lebih besar dibandingkan dengan diameter
telur gonad pada TKG III. Menurut Effendie (1979) Telur yang berukuran besar
akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran
kecil. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya
tingkat kematangan gonad. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada
pemijahan yang berlangsung singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam
waktu yang panjang (partial spawner) ada pada ikan yang berlangsung sampai
beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada
dalam ovarium semakin besar pula (Effendie 1979).

4.6. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tambakan (H.temminckii)


Pengelolaan suatu sumber daya perikanan sangatlah penting dalam upaya
menjamin kelestarian stok ikan di alam, dilihat dari pola pemijahan, ikan tambakan
memiliki pola pemijahan bersifat spatial spawner. Bulan Oktober, November, dan
Desember merupakan musim puncak pemijahan sehingga untuk menjamin
kelestariannya diperlukan suatu upaya pembatasan upaya penangkapan ikan
tambakan pada bulan tersebut serta pengunaan mesh size yang selektif terhadap
ukuran ikan. Adapun ukuran mata jaring yang direkomendasikan untuk menangkap
ikan tambakan minimal 2.13 inchi. Menurut Effendie (1997) pengelolaan sumber
daya hayati perikanan bukan saja mengusahakan hasil tangkapan maksimum yang
dapat dipertahankan oleh perairan secara efisien dari stok ikan yang di eksploitasi,
akan tetapi juga meliputi keadaan ekonomi dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan perkembangan perikanan. Penangkapan ikan tambakan sebaiknya dilakukan
pada bulan-bulan setelah musim puncak pemijahan yaitu sekitar bulan Februari –
September.
35

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Ikan tambakan (H. temminckii) merupakan ikan yang tergolong herbivora.
Jenis makanan utama berupa Detritus diatas 55%, dan makan lain berupa Diatom,
Desmid, Green alga dan Blue Green Alga. Pola pertumbuhan ikan tambakan adalah
Isometrik yang artinya pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat.
Nilai faktor kondisi ikan tambakan secara temporal yaitu Oktober – Desember baik
jantan maupun betina tidak berbeda nyata, hal ini diduga karena lingkungan perairan
mendukung perkembangan ikan tambakan. Hasil uji Chi-square diperoleh rasio
kelamin jantan dan betina sebesar 1:1,24 menunjukan terjadinya keseimbangan
populasi di perairan Lubuk Lampam. Ikan tambakan jantan pertama kali matang
gonad pada ukuran 155 mm sedangkan ikan tambakan betina matang gonad pertama
kali pada ukuran 169 mm. Selama bulan penangkapan Oktober – Desember ikan
tambakan yang tertangkap memiliki TKG III dan TKG IV, hal ini diduga pada bulan
tersebut merupakan puncak pemijahan. Indek kematangan gonad jantan dan betina
tertinggi pada bulan Oktober sebesar (3.0378 ; 17.9496). Indek kematangan gonad
akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapi batas maksimum pada waktu
musim pemijahan. Fekunditas ikan tambakan berkisar antara 19.000 – 144.104 butir
telur. Berdasarkan pola distribusi diameter telur, tipe pemijahan ikan tambakan
termasuk partial spawner yaitu ikan mengeluarkan telurnya secara bertahap.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk penelitian
kedepannya supaya mengkaji pola distribusi dan pengaruh sistem Lebak Lebung
terhadap keberadaan ikan tambakan di perairan Lubuk Lampam, Sungai Lempuing,
Sumatra Selatan.
36

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan U. M Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau Press.
Pekanbaru. 213 hlm + viii.

Ball, D. V dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc. Graw-Hill Publishing
Company, Limited. New Delhi. 470 p.
Brierly, GJ & KA Fryirs. 2005. Geomorphology and River
Management:Applications of The River Styles Framework. Malden: Blackwell
Publishing.

Brojo M, Sukimin S, Murtiahsih I. 2001. Reproduksi Ikan Depik (Rasbora


tawarensis) di Perairan Danau Laut Tawar, Aceh Tenggah. Jurnal Iktiologi
Indonesia, 1(2) : 19-23.

Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 157
hlm.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163


hlm.

Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka


Cipta. Jakarta. hlm. 166 - 167.
Jackson, DC & Q Ye. 2000. Riverine Fish Stock and Regional AgronomicJackson,
DC & Q Ye. 2000. Riverine Fish Stock and Regional AgronomicResponses to
Hydrological and Climatic Regimes in The Upper YazooRiver Basin. In: IG
Cowx, editor. Management and Ecology of RiverFisheries. Hull International
Fisheries Institute,University of Hull. Page242-257.

Jangkaru Z. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan


Pemeliharaan. Cetakan ke tujuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 : 52 - 53.
Lagler, K. F, J. E. Bardach, R. P. Miller. dan M. Passino. 1977. Ichtiology.
John Wiley and Sons, Inc. New York. 505 hal

Makmur, S. 2003. Biologi Reproduksi, Makanan, dan Pertumbuhan Ikan Gabus


(Channa striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Makmur S, Rahardjo M.F, Sukimia S. 2003. Biologi Reproduksi Ikan Gabus (Chana
striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi, Sumatra Selatan. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 3(2) : 57-62.
37

Moyle PB & Cech JJ. 1988. Fishes An Introduction to Ichthyology. Second Edition.
Departemen of Wildlife and Fisheries Biology University of California, Davis.
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. p. 559 : 309 - 310.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes.Academic Press. New York. 325hal.

Novitriana, R. 2004. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Petek (Leioghnathus equulus)


di Perairan Pantai Mayangan, Subang, Jawa Barat.Skripsi.Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan. IPB. 71p.

Ondara, 1996. Gagasan Mengenai teknik Pembenihan Ikan di Lahan Perairan


Umum. Kumpulan Makalah Seminar Pengkomunikasian hasil Penelitian
Perikanan Perairan Umum di Sumatra Selatan. Palembang 13 Maret 1995.
Lolitkanwar Palembang. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian
Prianto E, Husna, Nurdawati S, Asyari. 2006. Kebiasaan Makan Ikan Biawan
(Helostoma teminckii) di Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah.
Jurnal Iktiologi Indonesia. 14(2) : 161-166
Royce, W. F. 1972. Introduction to the Fishery Sciences.Academic Press.Inc. New
York. 315 hal.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bina Cipta.
Bandung. 256 Hal.

Saepudin, A. 1999. Studi Aspek Biologi Reproduksi Ikan-ikan di Situ Cigudeg


Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.61 hal.Tidak dipublikasikan.
Samuel, Adjie S, & Nasution Z. 2002. Aspek Lingkungan dan Biologi Ikan di
Danau Arang-arang, Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 8
(1) : 1 - 11.

Sinaga TP. 1995. Bioekologi Komunitas Ikan di Sungai Banjaran Kabupaten


Banyumas, Jawa Tengah [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Utomo, A.D. dkk. 2010. Potensi Sumber Daya Ikan Di Daerah Aliran Sungai Musi,
Sumatra Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang.

http://www. Fishbase.org [ Diunduh Pada Tanggal 8 Februari 2012]


38

LAMPIRAN
39

Lampiran 1. Peta penelitian ikan Tambakan (H. temminckii)


40

Lampiran 2. Lokasi Penelitian, Lubuk Lampam, Sungai Lempuing, Sumatra Selatan

Lampiran 3. Uji t terhadap nilai b hubungan panjang-berat ikan tambakan


(H. temminckii) jantan dan betina

Jenis
kelamain b Sb Ttab Thit
Jantan 2,84 1494,96 1,9960 -0,0001
Betina 3,19 510,56 1,9960 0,0004

Hipotesis

Ho : b = 3, gagal tolak Ho

H1 : b ≠ 3, tolah Ho

Thit<Ttab = gagal tolah Ho (Isometrik)


41

Lampiran 4. Faktor Kondisi ikan tambakan (H. temminckii) jantan dan betina

Jantan Betina
Bulan
Rata-rata Maks Min Rata-rata Maks Min
Oktober 1,86 2,70 1,59 2,04 2,56 1,64
November 1,85 2,37 1,53 2,01 2,64 1,45
Desember 1,51 2,00 0,21 1,80 2,34 1,43

Lampiran 5 . Nisbah kelamin ikan tambakan (H. temminckii) jantan dan betina

Jenis Jumlah
kelamin (ekor) % J/B
Jantan 84 55,26 1,24
Betina 68 44,74 1
Jumlah 152 100

Lampiran 6. Nisbah kelamin ikan tambakan (H. temminckii) selama bulan


pengamatan

Nisbah Kelamin
Bulan jantan betina (J/B)
Oktober 39 37 1,05
November 20 12 1,67
Desember 25 19 1,32

Lampiran 7. Uji Chi-square terhadap nisbah kelamin ikan tambakan (H. temminckii)

Jenis
kelamin Jumlah (ekor)
Jantan 84 (76)
Betina 68 (76)
Jumlah 152
Ket. Nilai dalam kurung merupakan nilai harapan
( )
Rumus uji Chi-square : X2 = ∑

Hipotesis : Ho : P1 = P2

H1 : P1 = P2
( )^ ( )^
X2 = + = 0,842105263 + 0,842105 =1.68
42

X2tabel = X20,05 (V= 2-1) = 0,08

Hasil : X2hit> X2tab = tolah Ho

Kesimpulan : Nisbah kelamin ikan tambakan jantan dan betina selama bulan
pengamatan adalah seimbang

Lampiran 8. Sebaran frekuensi ikan tambakan (H.temminckii)

Selang Frekuensi
Nilai tengah
Kelas Total Jantan Betina
117-126 121.5 3 1 2
127-136 131.5 8 5 3
137-146 141.5 30 19 11
147-156 151.5 43 29 14
157-166 161.5 23 17 6
167-176 171.5 14 10 4
177-186 181.5 11 2 9
187-196 191.5 12 1 11
197-206 201.5 4 0 4
207-216 211.5 4 0 4
Jumlah 152 84 68

Lampiran 9. Sebaran jumlah ikan tambakan (H. temminckii) setiap bulan


pengamatan

Jantan Betina
Bulan
Jumlah % Jumlah %
Oktober 37 54,41 39 46,43
November 12 17,65 20 23,81
Desember 19 27,94 25 29,76
43

Lampiran 10. Sebaran frekuensi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tambakan
(H. temminckii) jantan dan betina

Jantan
TKG TKG
Bulan
TKG I TKG II III IV
Oktober 10 29
November 2 18
Desember 16 9

Betina
TKG TKG
Bulan
TKG I TKG II III IV
Oktober 37
November 12
Desember 5 14

Lampiran 11. Indek kematangan gonad ikan tambakan (H. temminckii) setiap bulan
pengamatan

Jantan Betina
Bulan
Rata-rata Maks Min Rata-rata Maks Min
Oktober 3,04 5,52 1,14 13,17 21,88 3,09
November 2,95 9,99 1,39 12,20 16,05 7,61
Desember 1,91 4,47 0,48 11,49 29,27 1,88

Lampiran 12. Fekunditas ikan tambakan di Lubuk Lampam, Sungai Lempuing


Sumatra Selatan

A. TKG III

Panjang Berat
No tubuh tubuh Fekunditas
1 192 120 17400
2 140 42 24600
3 150 50 21200
4 145 49 19000
44

B. TKG IV

Panjang Berat
No tubuh tubuh Fekunditas
1 142 68 63906
2 196 152 33102
3 158 71 52845
4 175 100 23446
5 185 120 28412
6 185 128 25002
7 140 54 20426
8 175 119 144104
9 192 134 18802
10 188 128 38810
11 191 149 100107
12 193 151 109101
13 150 69 49615
14 153 73 78013
15 149 69 74922
16 137 53 35352
17 147 71 73808
18 197 161 71202
19 155 63 33426
20 207 170 129501
21 180 122 63900
22 170 116 75333
23 186 141 87809
24 191 148 101703
25 164 93 86206
26 154 72 23229
27 185 118 39125
28 153 69 63718
29 165 83 46742
30 194 148 87801
31 205 180 129199
32 208 148 141100
33 148 83 79616
34 193 152 85304
35 191 144 101200
36 195 162 77608
37 215 229 74109
38 180 122 87100
45

39 210 209 79507


40 175 108 38701
41 177 117 88017
42 205 125 69203
43 140 52 63900
44 165 70 68623
45 137 47 65718
46 206 155 71908
47 180 154 56002
48 144 67 77700
49 165 73 76200
50 143 58 64400
51 165 80 72700
52 135 43 53000
53 145 63 74900
54 155 66 66400
55 150 79 73500
56 150 67 63700
57 141 44 50900
58 117 26 32600
59 180 125 33600
60 130 39 74400
61 135 45 57200

Lampiran 13. Perbandingan panjang tubuh dengan panjang usus ikan tambakan
(H.temminckii)

PT PU Ket. PT : panjang tubuh


(mm) (mm)
175 870 PU : panjang usus
140 690
Kesimpulan : panjang usus empat kali panjang tubuh
185 800
sehingga ikan tambakan adalah ikan herbivora
153 720
148 500
192 680
205 820
138 530
210 750
194 820
46

Lampiran 14. Perbandingan panjang tubuh dengan tinggi badan ikan tambakan
(H.temminckii)

a d Keterangan :
210 70 a : panjang total
195 63 d : tinggi badan
196 64 1 mm : 0,0393700787 inchi
184 56
175 55
Dari hasil interpolasi antara panjang total dengan tinggi
205 60
badan maka pada panjang total 169 mm diperoleh tinggi
160 51
badan sebesar 54 mm. maka ukuran mata jaring yang
150 53
diperlukan tidak kurang dari 54 mm atau 2.13 inchi.
145 51
150 49
169 54

Lampiran 15. Jenis-jenis makanan ikan tambakan (H.temminckii)

Organisme
Diatom
Nitzhia
Navicula
Frustulia
Desmid
Cosmarium
Closterium
Staurastrum (side)
Straurastrum (end)
Micraterias
Green Alga
Characium
Mikrospora
Scenedesmus
Blue Green Alga
Tetrapedin
Oscilatoria
Detritus
47

Lampiran 16. Komposisi makanan (IP) Ikan tambakan (H.temminckii) berdasarkan


jenis kelamin

IP
Organisme
Betina Jantan
Detritus 87,24 85,96
Diatom 9,87 12,28
Desmid - 1,27
Green Alga 2,897 1,43
Blue Green Alga - 0,02

Lampiran 17. Komposisi makanan (IP) Ikan tambakan (H.temminckii) berdasarkan


waktu penangkapan

IP (%)
Organisme
Oct-11 Nov-11 Dec-11
Detritus 96,63 87,23 57,74
Diatom 3,37 7,37 32,56
Desmid - 1,04 0,32
Green Alga - 3,94 9,37
Blue Green Alga - 0,17 -
48

Lampiran 18. Jenis organisme makanan ikan tambakan (H.temminckii)

Nitzschia Closterium Detritus

Navicula Diatom Cosmarium

Closterium Characium Mikrospora


49

Staurastrum (side) Straurastrum (end) Scenedesmus

Micrasterias Oscilatoria

Sumber : Asriansyah, A (2008)


Perbesaran 10 x 10 dan 40 x 10

Anda mungkin juga menyukai