Anda di halaman 1dari 23

PENDUGAAN SEBARAN KLOROFIL- A DAN SUHU PERMUKAAN AIR LAUT

UNTUK MENENTUKAN FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN


TEKNOLOGI PENGINDRAAN JAUH DI PANTAI BARAT SULAWESI
SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

JUMARLAN. A. MAKKOLAU

073 209 0010

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2014
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal yang berjudul “PENDUGAAN SEBARAN KLOROFIL-A

DAN SUHU PERMUKAAN AIR LAUT UNTUK MENENTUKAN FISHING

GROUND DENGAN TEKNOLOGI PENGINDRAAN JAUH DI PANTAI BARAT

PULAU SULAWESI SELATAN “.Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat

Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak

bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

kepada semua pihak yang telah membantu, sejak persiapan hingga pembuatan

proposal penelitian. Terima kasih dan penghargaan penulis haturkan kepada :

1. Bapak Dr.Ir.H.Abdul Rauf.M,Si sebagai Pembimbing utama.

2. Ibu Asmidar Darwis.S.Kel.M.Si sebagai Pembimbing kedua

3. Bapak Ir.kamil Yusuf selaku Ketua Jurusan Ilmu kelautan.

4. Rekan – rekan senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan

masukan, kritikan dan saran – saran. Semoga arahan,motivasi dan bantuan

yang diberikan menjadi amal ibdaha bagi kelurga bapak, ibu, dan rekan-

rekan, sehinggah memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini

bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk

perkembangan pendidikan

Makasar, November 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i

Dafatar Isi ........................................................................................................... ii

Daftar Pustaka .................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

Bab II Tinjauan Pustaka

A. Klorofil ...................................................................................................... 3

B. Suhu .......................................................................................................... 7

C. Sistem Pengindraan Jauh......................................................................... 10

D. Satelit Modis ........................................................................................... 11

Bab III Metodologi Penelitian

A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 13

B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 13

C. Analisis Data ........................................................................................... 13

D. Prosedur Penelitian.................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Klorofil-a merupakan pigmen penting yang diperlukan fitoplankton dalam

melakukan proses fotosintesis. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer

dalam rantai kehidupan di laut, sehingga keberadaannya sangat penting sebagai

dasar kehidupan di laut Konsentrasi klorofil di suatu perairan dapat

menggambarkan besarnya produktifitas primer disuatu perairan.

Suhu di laut merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme di

lautan, karena suhu dapat mempengaruhi metabolisme maupun

perkembangbiakan dari organisme di laut. Suhu permukaan lautsangat penting

untuk diketahui karena sebaran suhu permukaan laut dapat memberikan informasi

mengenai front, upwelling, arus, daerah tangkapan ikan, cuaca/iklim, pencemaran

miyak, dan pecemaran panas (Susilo, 2000)

Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa

menyentuh objek secara langsung. Sistem ini dapat mencakup suatu areal yang

luas dalam waktu bersamaan, selain itu sistem ini relatif lebih murah

dibandingkan dengan penelitian secara langsung. Penginderaan jauh dapat

digunakan untuk mendeteksi sebaran konsentrasi klorofil dan suhu

pemukaan laut secara cepat untuk wilayah yang luas.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Sebaran klorofil-a dan suhu permukaan air laut dengan citra

Modis di pantai barat pulau Sulawesi


2. Dimana titik lokasi fishing ground berdasarkan sebaran klorofil-a dan suhu

permikaan air laut di pantai barat pulau Sulawesi

C. Tujuan Penelitian

Tujuan

1. Menentukan sebaran klorifl dan suhu permukaan air laut di pantai barat

pulau Sulawesi

2. Menentukan titik fishing ground di pantai barat pulau Sulawesi

Kegunaan

1. Kegunaan dalam penelitian diharapkan mampu memberikan informasi

daerah fishing ground berdasarkan sebaran klorofil dan suhu permukaan

air laut.

2. Kegunaan untuk penulis sendiri dalam penelitian ini adalah untuk

memperdalam ilmu serta pengalaman penulis dalam aplikasi penginderaan

jauh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Klorofil

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu Chloros artinya hijau dan

phyllos artinya daun. Ini diperkenalkan tahun 1818, dimana pigmen tersebut

diekstrak dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut organik. Hans Fischer

peneliti klorofil yang memperoleh nobel prize winner pada tahun 1915 berasal

dari technishe hochschule, munich germany.

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri

fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan

dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia. Dalam

proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan

energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar

energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan karbohidrat yang dihasilkan

fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam

nukleat dan molekul organik lainnya.

Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi elektromagnetik pada spektrum

kasat mata (visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna

spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang

unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat

menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau pigmen lainnya

melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi

fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tumbuhan hanya dapat memanfaatkan sinar

dengan panjang gelombang antara 400-700 nm.


Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu) yang berwarna

hijau tua dan berwarna hijau muda. Klorofil-a dan b paling kuat menyerap cahaya

di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-

600 nm). Sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh

karotenoid. Karotenoid ternyata berperan membantu mengabsorpsi cahaya

sehingga spektrum matahari dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Energi yang

diserap karotenoid diteruskan kepada klorofil-a untuk diserap digunakan dalam

proses fotosintesis, demikian pula dengan klorofil-b.

Adapun macam-macam klorofil adalah sebagai berukut :

1. Klorofil a : Menghasilkan warna hijau biru

2. Klorofil b : Menghasilkan warna hijau kekuningan

3. Klorofil c : Menghasilkan warna hijau coklat

4. Klorofil d : Menghasilkan warna hijau merah

a. Klorofil -a
Klorofil-a adalah suatu senyawa kompleks antara magnesium dengan

porfirin yangmengandung cincin siklopentanon (cincin V). Keempat atom

nitrogennya dihubungkan secara ikatan. Koordinasi dengan ion Mg2+ membentuk

senyawa kompleks planar yang mantap. Rantai sampingnya yang bersifat hidrofob

adalah suatu terpenoid alkohol dan fitol yang dihubungkan secara ikatan ester

dengan gugus propionat dari cincin IV. Klorofil a merupakan salah satu bentuk

klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof.

Rumus kimia klorofila C55H72O5N4Mg


b. Klorofil -b
Klorofil b adalah klorofil kedua yang terdapat pada tumbuhan hijau.

Klorofil b juga terikat pada protein didalam sel. Klorofil B terdapat pada

ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat.Rumus kimianya

C55 H70 O6 N4 Mg

Klorofil a dan klorofil b paling kuat menyerap cahaya bagian merah dan

ungu spektrum,cahaya hijau yang paling sedikit diserap maka apabila cahaya

putih menyinari struktur-struktur yang mengandung klorofil seperti misalnya daun

maka sinar hijau akan dikirimkan dan dipantulkan sehingga strukturnya tampak

berwarna hijau. Karoten termasuk ke dalam kromoplas yaitu plastida yang

berwarna dan mengandung pigmen selain klorofil.

c. Klorofil -c
Klorofil C terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome

Bacillariophyta. Adapaun rumus kimia klorofil-c adalah sebagai berikut :

Kelompok C3 (-CH = CH2) (-CH = CH2) (-CH = CH2) (-CH)

Kelompok C7 (-CH3) (-CHO) (-CH3) (-CH3) (-CH3)

Kelompok C8 (-CH2CH3) (-CH2CH3) (-CH2CH3) (-CH)

Kelompok C17 (-CH2CH2COO-Phytyl) (-CH2CH2COO-Ph

d. Klorofil -d
Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhadophyta. Akibat adanya

klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan bantuan cahaya

matahari.

Klorofil-a berkaitan erat dengan produktifitas yang ditunjukkan dengan

besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan


pelagis. Menurut Valiela (1984), produktifitas primer perairan pantai melebihi

60% dari produktifitas yang ada di laut.

Laju produktifitas primer di laut juga dipengaruhi oleh sistem angin muson.

Hal ini berhubungan dengan daerah asal dimana massa air diperoleh. Dari sebaran

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a

tertinggi dijumpai pada muson tenggara, dimana pada saat tersebut terjadi

upwelling di beberapa perairan terutama di perairan Indonesia bagian timur.

Sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada muson barat laut. Pada saat ini di

perairan Indonesia tidak terjadi upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai

konsantrasi nutrien di perairan lebih kecil. Nontji (2005) menyatakan bahwa

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia rata-rata 0,19 mg/m3 selama musim

barat sedangkan 0,21 mg/m3 selama musim timur. Fitoplankton sebagai

tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi

fotosintesis dimana air dan karbondioksida dengan adanya sinar surya dan garam-

garam hara dan menghasilkan senyawa seperti karbohidrat. Karena adanya

kemampuan untuk membentuk zat organik dari zat anorganik maka fitoplankton

disebut sebagai produsen primer. Oleh karena itu kandungan korofil-a dalam

perairan merupakan salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton

atau tingkat kesuburan suatu perairan (Yamaji, 1966). 8

Laju produktifitas primer lingkungan laut ditentukan oleh bebagai faktor

fisika. Faktor utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutrofik

adalah pencampuran vertikal, penetrasi cahaya di kolom air dan laju tenggelam sel

(fitoplankton) (Gabric and Parslow, 1989). Beberapa penelitian tentang


produktifitas primer dan kaitannya dengan keberadaan massa air mendapatkan

informasi bahwa kedalaman dimana konsentrasi klorofil-a maksimum adalah

bagian atas lapisan termoklin. Lapisan permukaan tercampur memiliki konsentrasi

klorofil-a yang hampir homogen.

Menurut Nybakken (1992), produktifitas primer perairan pantai sepuluh kali

lipat produktifitas perairan lepas pantai. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar

zat hara dalam perairan pantai bila dibandingkan dengan perairan lepas pantai.

Perairan pantai menerima sejumlah unsur-unsur kritis yaitu P dan N dalam bentuk

PO4 dan NO3 melalui run off (aliran air) dari daratan. Zat-zat hara ini menjadi

sumber nutien bagi pertumbuhan dan kelimpahan fitoplankton.

B. Suhu.
Salah satu parameter yang mencirikan massa air di lautan ialah suhu. Suhu

adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang

terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber bahang utama adalah sinar

matahari. Pada umumnya perairan yang banyak menerima bahang dari matahari

adalah daerah yang terletak pada lintang rendah dan akan semakin berkurang bila

letaknya semakin mendekati kutub (Weyl, 1970).

Pada lapisan permukaan penyebaran suhu ditentukan oleh banyak faktor,

diantaranya ialah jumlah bahang yang diterima oleh masing-masing tempat, arus-

arus lautan yang membawa bahang dari khatulistiwa ke arah kutub-kutub serta

pengaruh meteorologi seperti angin, penguapan, hujan dan lain-lain. Pada

hakekatnya di daerah tropis terdapat amplitude suhu permukaan yang kecil. Oleh

karena itu, perubahan pada penyebaran suhu vertikal juga kecil, hanya di daerah-

daerah upwelling dapat ditemukan perbedaan yang cukup berarti (Illahude, 1999).
Menurut Ilahude (1999) berdasarkan lapisan kedalaman, penyebaran suhu di

lapisan bawah paras laut (subsurface layer) menunjukkan bahwa adanya pelapisan

yang terdiri atas :

1. Lapisan Homogen.
Pada daerah tropis, pengadukan ini dapat mencapai kedalaman 50-100 m

dengan suhu berkisar 26-30°C dan gradien tidak lebih dari 0,03°C /m. Lapisan ini

sangat dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Pada Musim Timur, lapisan

ini dapat mencapai 30-40 m dan bertambah dalam pada saat musim barat, yaitu

mencapai 70-90 m sehingga mempengaruhi sirkulasi vertikal dari perairan.

2. Lapisan Termoklin.
Lapisan termoklin dapat dibagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan termoklin

atas (main thermocline) dan termoklin bawah (secondary thermocline). Suhu pada

lapisan termoklin atas lebih cepat menurun dibandingkan dengan lapisan

termoklin bawah, yaitu 27°C pada 100 m menjadi 8°C pada kedalaman 300 m

atau rata-rata penurunan suhu dapat mencapai 9,5°C /100 m, sedangkan pada 6

termoklin bawah suhu masih terus turun dari 8°C pada 300 m menjadi 4°C pada

kedalaman 600 m atau rata-rata penurunan mencapai 1,3°C /100 m.

3. Lapisan Dalam.
Pada lapisan ini suhu turun menjadi sangat lambat dengan gradien suhu

hanya mencapai 0,05°C /100 m, lapisan ini dapat mencapai kedalaman 2500 m.

Pada daerah tropis kisaran suhu di lapisan ini antara 2-4°C.

4. Lapisan Dasar.
Di lapisan ini suhu biasanya tak berubah lagi hingga ke dasar perairan. Pada

samudera-samudera lepas berarti dari kejelukan 3000 m sampai 5000 m.


Kondisi suhu permukaan umumnya dipengaruhi oleh arus permukaan,

penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan

intensitas radiasi matahari. Proses penyinaran dan pemanasan matahari pada

musim barat lebih banyak berada di belahan bumi selatan sehingga suhu berkisar

antara 29-30˚C dan di bagian khatulistiwa suhu berkisar antara 27-28˚C. Pada

musim Timur, suhu perairan Indonesia bagian utara akan naik menjadi 28-30˚C

dan suhu permukaan di perairan sebelah selatan akan turun menjadi 27-28oC

(Wyrtki, 1961).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat

radiasi siang hari. Karena pengaruh angin maka lapisan teratas antara 50–70 m

terjadi pengadukan, sehingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar

280C) yang homogen. Oleh sebab itu lapisan ini sering disebut lapisan homogen.

Namun, karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi

lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan homogen bisa mencapai kedalaman

hingga ke dasar. Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah dari lapisan dalam

yang dingin oleh lapisan tipis dengan perubahan suhu yang cepat disebut

termoklin atau lapisan diskontinuitas suhu. Suhu pada lapisan permukaan adalah

seragam karena percampuran oleh angin dan gelombang sehingga lapisan ini

dikenal sebagai lapisan percampuran (mixed layer).

Illahude (1999) mengemukakan bahwa Suhu Permukaan Laut (SPL) di Selat

Makassar selama musim timur berkisar 28,2-28,7oC dan pada musim barat naik

sebesar 0,8oC dengan suhu sekitar 29,4oC. Lapisan termoklin utama ditemukan 7
pada 60-300 m dengan suhu menurun dari 27,0oC hingga 10,0oC dengan

gradien mencapai 0,7oC/m

C. Sistem Pengindraan Jauh.

Teknologi penginderaan jauh (inderaja) merupakan teknologi yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan

jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah terhadap data yang diperoleh

dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau

gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1987).

Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, maka segala bentuk informasi

tersebut akan direkam oleh sebuah alat yang dinamakan sensor. Pada sistem

penginderaan jauh, warna air laut menjadi transfer radiasi dalam sistem sinar

matahari ke perairan dan ke sensor satelit. Sensor pada satelit menerima pantulan

radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom perairan. Radiasi sinar matahari

pada saat menuju perairan akan diserap atau dihamburkan oleh awan, molekul

udara, dan aerosol. Sinar matahari yang masuk ke dalam kolom perairan akan

diserap atau dipantulkan oleh partikel-partikel yang ada pada perairan seperti

fitoplankton (Sutrisno,2002).

Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah

adanya rentang panjang gelombang (wavelength band) yang dimilikinya.

Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh

seperti radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near

sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang
dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro (Susilo,

1997)

D. Satelit Modis.

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah

satu instrumen utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite,

yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National

Aeronautics and Space Administration (NASA). Program ini merupakan program

jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan,

atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra berhasil

diluncurkan pada Desember 1999 dan kemudian disempurnakan dengan satelit

Aqua pada tahun 2002.

MODIS mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan whisk-

broom scanning imaging radiometer. MODIS dengan lebar view atau tampilan

lebih dari 2300 km menyediakan citra radiasi matahari yang direfleksikan pada

siang hari dan emisi termal 13 siang/malam di seluruh penjuru bumi. Resolusi

spasial MODIS berkisar dari 250-1000 m (Janssen dan Huurneman, 2001).

MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian

705 km dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. Lebar

cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 km. Pantulan

gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 band (36

interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 μm (1

μm=1/1.000.000 meter). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 mega byte

setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit, artinya obyek dapat dideteksi dan
dibedakan sampai 212 (= 4.096) derajat keabuan (grey levels). Satu elemen

citranya pixel (picture element) berukuran 250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7)

dan 1.000 m (band 8-36) dalam dunia penginderaan jauh (remote sensing), ini

dikenal dengan resolusi spasial. MODIS dapat mengamati tempat yang sama di

permukaan bumi setiap hari untuk kawasan di atas lintang 30, dan setiap 2 hari

untuk kawasan di bawah lintang 30 termasuk Indonesia.

Data yang merupakan produk MODIS untuk perairan mencakup tiga hal

yakni warna perairan, suhu permukaan laut (SPL), dan produktifitas primer

perairan melalui pendeteksian kandungan klorofil. Seluruh produk tersebut sangat

berguna untuk membantu penelitian mengenai sirkulasi lautan, biologi laut, dan

kimia laut termasuk siklus karbon di perairan.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan di bulan November-Desember 2014 dengan

lokasi di pantai barat pulau Sulawesi.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

 Perangkat keras (Hardware) laptop Porcessor Intel(R) Core(TM) i3

M380 @ 2,53GHz, 32-Bit Operation System, Windosw 7.

 Perangkat lunak ( Software) :

 ER Mapper 7.0

 Envi 4.7

 ArcGis 10.1

 Microsoft Office Word 2010

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

 Citra satelit Modis level 2

C. Analisis Data

Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap pengumpulan data,

pengolahan data dan pembahasan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah

data citra satelit MODIS level 2 dengan resolusi 1 km dalam format HDF

(Hierarchical Data Format). Data sebaran SPL dan Klorofil-a adalah data Mingguan

Selama bulan November-Desember. Pemetaan pola sebaran SPL dan konsentrasi

klorofil-a sebagai data pendukung dilakukan dengan mendownload data tahun 2014

di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/.
D. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian dalam pendugaan sebaran klorofil-a dan suhu

permukaan air laut dengan menggunkan teknologi pengindraan jauh untuk

menentukan fishing ground sebagai berikut :

1. Pengolahan data untuk ekstrasi Chlorofil dari data Modis.

Proses pertama dalam penegolahan untuk menetukan nilai klorofil yaitu

dengan mendownload data citra modis di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/.

Kemudian data hasil download di ekstrak terlebih dahulu sehingga data tersebut

dapat kita proses lebih lanjut. Hasil dari ekstrak fail tersebut dapat kita

gunakan dalam proses selanjutnya yaitu proses geometrik, Koreksi ini

bertujuan untuk mereduksi distorsi geometrik dari objek permukaan bumi

yang ada pada citra yang diakibatkan kelengkungan permukaan bumi dan

beberapa faktor lain seperti variasi tinggi satelit, ketegakan satelit dan

kecepatannya, sehingga posisi spasial dari suatu area pada citra sesuai

dengan posisi sebenarnya di lapangan. Proses koreksi geometrik dilakukan

menggunakan software ENVI.

Langkah selanjutnya setelah melakukan proses koreksi geometrik dengan

dengan mengimpor fail dalam format PCI ke ErMapper untuk pengeolahan

dan perhitungan nilai klorofil. Adapaun metode yang digunakan dalam

perhitungan menggunakan algoritma Carder. Data hasil perhitungan yang

berdasarkan pada metode algoritma Carder tersebut kemudian di gunakan

untuk pembuatan layout sebaran klorofil. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada Gambat 1.
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data Klorofil-a Berbasis Data MODIS
2. Pengolahan data untuk ekstrasi SPL dari data Modis.

Dalam proses pengolahan data ekstrasi Suhu Permukaan Laut (SPL)

menggunakan cara atau langkah-langkah yang sama dalam menentukan

nilai ekstrasi Klorofil, tetapi metode yang digunakan dalam perhitungan

nilai SPL menggunakan metode Brown dan Minnet. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data SPL berbasis data MODIS


3. Informasi Fishing Ground

Informasi spasial Fishing Ground menggunakan data Klorofil-a (yang

diperoleh dari Terra/Aqua MODIS) dan data SPL (yang diperoleh dari data

Terra/Aqua MODIS). Informasi spasial Fishing Ground dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

a. Penentuan dan analisis fishing ground berdasarkan nilai klorofil-a dan

SPL.

b. Analisis SPL untuk identifikasi thermal front/upwelling dengan

batasan gradien SPL untuk setiap jarak.

c. Analisis kosentrasi Klorofil-a untuk identifikasi kosentrasi klorofil-a

dengan batasan pada zona yang bersangkutan.

d. Pembuatan layout fishing ground pada masing-masing project area

yang akan telah ditentukan. dan untuk lebih jelas dapat dilihat di

digram alir pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan informasi Fishing Ground


Data Satelit

Download Data Citra

Data Citra
Modis Level 1

Klorofil -a SPL

Peta Sebaran Peta Sebaran


Klorofil-a Suhu Permukaan Air Laut

Kontur Konsentrasi Kontur Suhu


Klorofil-a Permukaan Air Laut
SPL

Pendugaan Sebaran Klorofil- a


Dan Suhu Permukaan Air Laut
Untuk Menentukan Daerah Fishing Ground
Di Perairan Barat Makasar

Gambar 4. Diagram alir penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Dwi fajriyati inaku. 2011. Analisis pola sebaran dan perkembangan area
upwelling di bagian selatan Perairan selat makassar.Skripsi. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Institut Pertanian Bogor Syafi’i, M. 2006. Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Dan
Suhu Permukaan Laut Menggunakan Citra Satelit Terra Modis Di Perairan
Natuna. Tugas Akhir Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan
IPB.Bogor
Indrawatit, A,2000. Studi tentang Hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil
Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru ( Sardinella
lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Lillesand, Thomas M., dan Ralph W. Kieffer. 1990. Penginderaan jauh dan
Interpretasi Citra. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta
Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.Informatika.
Bandung.
Prahasta, E. 2008. Remote Sensing: Praktis Penginderaan Jauh Dan Pengolahan
Rais, M, 2009. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Tuna (Thunnus Albacores)
Dan Cakalang(Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Teluk Bone. Skripsi.
Program studi PSP. Jurusan perikanan. Fakultas ilmu kelautan dan
perikanan. UNHAS. Makassar
Susilo, S.B. 2000. Penginderaan Jauh Terapan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
Team ZPPI Balai Pengindraan Jauh,Modul SIG Dasar Untuk Pengolahan Lanjut
ZPPI.
Topan, Basuma, 2009. Penentuan Daerah Penagkapan Ikan Tongkol
Berdasarkan Suhu Permukaan Laut Dan Hasil Tangkapan Di Perairan
Binuangeun, Banten. Program Studi, Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan.Institut Pertanian Bogor. Skripsi
Yoel, Hutagalung, 2011 Pengolahan Data Suhu Permukaan Laut Perairan
Selatan Jawa Dari Citra Satelit Noaa/Avhrr Di Lembaga Penerbangan Dan
Antariksa Nasional (Lapan) Jakarta).

Anda mungkin juga menyukai