Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pengendapan di laut biasanya terbentuk dalam 3 daerah, yaitu:

1. Zona pantai

2. Zona dangkalan

3. Zona laut dalam

Material pada zona pantai memiliki keadaan alami secara sementara, sejak

timbul di garis pantai dan akan berubah secara tetap. Material ini didominasi oleh

material kasar (pasir dan kerikil).

Sedimen terdiri dari suatu material yang terbentuk oleh proses fisik dan

kimia dari batuan atau tanah. Partikel tersebut bervariasi dalam ukuran (dari

bongkahan sampai lempung atau koloidal), berbentuk dari bulat hingga kasar.

Ada beberapa pengertian dari sedimentasi atau disebut juga dengan proses

pengendapan. Menurut Krumbein dan Sloss (1971) sedimentasi berdasarkan ilmu

geologi dan statigrafi adalah proses yang berperan atas terbentuknya batuan

sedimen. Selanjutnya urutan proses sedimentasi meliputi proses: pelapukan,

perpindahan, desposisi (sedimentasi), serta lithifikasi (pembatuan).

Menurut Pipkin (1977) sedimen adalah material atau pecahan dari batuan,

mineral dan material organik yang dipindahkan dari berbagai sumber air, darat

maupun laut dan didepositkan oleh udara, angin, es, dan air. Selain itu ada juga

yang dapat diendapkan dari material yang melayang dalam air (suspensi) atau

dalam bentuk kimia pada suatu tempat (presipitasi kimia).

8
Batuan sedimen dibentuk dari batuan yang telah ada oleh kekuatan luar

dalam geologi, oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan angin maka batuan-

batuan yang telah ada seperti batuan beku akan hancur, diangkut dan kemudian

diendapkan di tempat-tempat yang letaknya rendah, misalnya di laut, samudra

atau danau (Kaliti, 1963).

Pada permukaan dasar laut terdapat tiga sumber material dari sedimen

yang ditemukan. Drake (1978) menjelaskan bahwa sumber tersebut berasal dari

daratan yang menyuplai material hancuran dan material terlarut, sumber asli dari

laut dan dari material angkasa luar. Dari ketiganya yang paling penting adalah

sumber dari daratan.

Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-

mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang

dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat

proses kimia yang terjadi di laut.

Kebanyakan sumber dari material sedimen adalah daratan, dimana erosi

dan pelapukan sangat nyata terhadap pengikisan daratan dan dipindahkan ke laut.

Pelapukan adalah aksi dari tumbuhan dan bakteri, juga proses kimia, termasuk

juga penghancuran batuan.

2.2 Sifat-sifat Cairan

Pengangkutan sedimen di sungai pada umumnya digerakkan oleh aliran

air, sehingga sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat aliran terutama aliran

pada saluran terbuka. Beberapa sifat dan parameter yang saling berkaitan dan

berpengaruh pada pengangkutan sedimen dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

9
Tabel 2.1 Parameter yang Berpengaruh Pada Pengangkutan Sedimen

2.2.1 Berat Jenis (Specific Weight)

Adapun rumus berat jenis adalah:

= berat / isi = .v.g / v = .g (2.1)

Besarnya harga tergantung pada tempat di bumi (g), di daerah

katulistiwa harga g = 9,78 m/s2 sedangkan daerah kutub g = 9,832 m/s2

namun pada umumnya nilai yang digunakan adalah g = 9,8 m/s2.

2.2.2 Kekentalan (Viscocity)

Kekentalan (viscocity) merupakan sifat zat cair untuk melawan

tegangan geser atau perubahan sudut. kekentalan terbagi dua macam:

1. Kekentalan kinematik (v)

Kekentalan kinematik sangat dipengaruhi suhu:

v=
(40.10 )
6
(2.2)
(20 + T )
dimana T merupakan suhu (oC)

10
2. Kekentalan dinamik ()

Kekentalan dinamik dipengaruhi partikel sedimen. Untuk larutan yang

dicairkan (c < 0.1), Einstein (1906) memberikan rumus:

m = (1 + 2,5 c) (2.3)

dimana m adalah koefisien kekentalan dinamik campuran atau larutan

sedimen; adalah koefisien kekentalan dinamik air bersih; dan c

merupakan konsentrasi sedimen.

2.2.3 Kerapatan Relatif Dalam Air

Kerapatan relatif dalam air adalah perbandingan selisih kerapatan

suatu zat atau sedimen dan air terhadap kerapatan air.

s a
= (2.4)
a

2.3 Sifat-sifat Sedimen

Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran butiran dan bentuk,

berat jenis dari sedimen dan air viskositas dan kecepatan jatuh dan lain-lain.

2.3.1 Ukuran Partikel

Sekumpulan sedimen alami memiliki bentuk yang tidak seragam.

Para geologis mengembangkan klasifikasi untuk menentukan mana yang

termasuk pasir, mana yang termasuk kerikil dan sebagainya. Salah satu

klasifikasi yang paling terkenal adalah skala Wentworth yang

mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran (dalam milimeter) seperti

ditunjukkan dalam tabel 2.2 berikut:

11
Tabel 2.2 Skala Wenworth Dari Klasifikasi Ukuran Sedimen

Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasir memiliki diameter antara

0,0625 dan 2,00 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi lima kelas.

12
Material sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter dibawah

0,0625 mm yang merupakan sedimen kohesif.

Distribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saringan dan

dipresentasikan dalam bentuk kurva presentase berat kumulatif. Pada

umumnya distribusi ukuran butir pasir mendekati distribusi log normal,

sehingga sering digunakan skala satuan phi. Ukuran phi berhubungan

dengan ukuran butiran yang didefinisakn sebagai berikut:

= -log 2 d (2.5)

sehingga 2- = d, dimana d diukur dalam milimeter. (Bentuk matematika

yang setara dengan menggunakan logaritma dasar adalah = -ln d / ln 2).

Penggunaan skala phi cukup luas, terutama pada geologi literatur pesisir.

Penggunaan skala phi mengarah pada tampilan yang nyaman dalam

distribusi ukuran pasir. Kelemahan dari skala phi adalah nilai-nilai phi

yang lebih besar sesuai dengan ukuran pasir yang lebih kecil yang

ditunjukkan oleh tanda minus di persamaan tersebut.

a. Statistik Ukuran Pasir

Distribusi ukuran pasir mengandung sejumlah besar informasi

mengenai sampel pasir. Namun, penggunaan distribusi pada dasarnya

untuk mendapatkan ukuran numerik dari sampel yang dapat

memberikan sejumlah informasi.

Salah satu ukuran umum dari sampel pasir d 50 adalah ukuran rata-rata.

Ukuran pasir ini dapat diperoleh secara langsung dari kurva distribusi

kumulatif, yaitu ukuran yang setengah berat sampel adalah kasar dan

setengah lagi lebih halus. Menurut teori probabilitas normal, 68 persen

13
dari semua ukuran akan terletak dalam plus atau minus suatu deviasi

standar dari mean. Oleh karena itu, phi dengan ukuran 84 dan 16

sesuai dengan (50 68/2), harus memainkan peran utama dalam

menggambarkan sedimen. Otto-Inman (1952) mengusulkan bahwa

diameter rata-rata didefinisikan sebagai:

(84 + 16 )
M d =
2 (2.6)

Cara lain dari perhitungan diameter rata-rata telah diusulkan. Folk-

Ward (1957) telah memeriksa sampel pasir yang didominasi oleh

ukuran besar dan kecil mengusulkan rumus ukuran berikut untuk

distribusi bimodal:

(84 + 50 + 16 )
M d =
3 (2.7)

Perbedaan antara kedua definisi kecil untuk distribusi mendekati

distribusi log-normal. Untuk pasir dengan distribusi ukuran simetris,

mean dan median ukuran yang sama.

Penyortiran sampel pasir mengacu pada berbagai ukuran ini. Sampel

dengan gradasi baik diurutkan akan berisi pasir dengan diameter yang

sama, sedangkan pasir bergradasi buruk diurutkan berisi berbagai

macam ukuran. Ukuran numerik dari distribusi adalah deviasi standar,

, yang didefinisikan sebagai:

(84 16 )
=
2 (2.8)

Sebuah sampel yang terdistribusi baik adalah sample yang bernilai

jelek. Sedangkan distribusi dengan berbagai ukuran yang diistilahkan

14
dinilai baik atau buruk dinilai (homogen dalam ukuran) akan memiliki

nilai yang sama untuk 84 dan 16 . Oleh karena itu, = 0. Untuk

distribusi ukuran pasir yang nyata pada pantai, 0.5 dianggap

tersortir baik, sementara sampel dengan 1 dianggap tersortir

dengan buruk.

Ukuran lainnya dari distribusi adalah skewness dimana terjadi ketika

distribusi ukuran sedimen tidak simetris. Nilai skewness dihitung

dengan rumus berikut:

M d 50
=

(2.9)

Skewness negatif menandakan bahwa distribusi cenderung kearah

ukuran phi yang lebih kecil (ukuran butir lebih besar). Menurut Duane

(1964) nilai negatif menunjukkan bahwa lingkungan tererosi,

sementara nilai positif menunjukkan bahwa lingkungan terdeposisi

atau terjadi sedimentasi, untuk material yang lebih halus telah dibawa

oleh arus atau gelombang.

Pengukuran akhir menentukan ukuran distribusi maksimal (Kurtosis).

Menurut Inman (1952) rumus Kurtosis sebagai berikut:

(16 5 ) + (95 + 84 )
=
2
(2.10)

Untuk distribusi normal, = 0.65. apabila distribusi menyebar lebih

luas dari distribusi normal, kurtosis akan menjadi kurang dari 0.65.

b. Variasi Spasial dan Temporal dalam Ukuran Pasir

Nilai statistik pasir berbeda-beda pada setiap profil pantai, baik secara

vertikal ke pantai maupun disepanjang garis pantai. Pada gambar 2.1

15
dapat dilihat bahwa ketika mengarah ke cross-shore dari offshore

(kanan) ke onshore (kiri), dapat dilihat bahwa pasir pada daerah

offshore cenderung lebih halus dibandingkan pasir di daerah

nearshore, yang mana pasir tersebut lebih dinamis terhadap pengaruh

arus dan gelombang pecah.

Gambar 2.1 Variasi Ukuran Pasir Pada Suatu Profil Pantai

16
Untuk beberapa studi kasus analisa ayakan menggunakan SNI 03-

6388-2000 dan SNI 03-6408-2000 seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Standar Ukuran Saringan

Tabel 2.4 Batasan-batasan Ukuran Butiran Tanah

Untuk menentukan batasan dari ukuran dalam suatu sampel pasir,

harus dilakukan analisis ukuran. Pengayakan pasir bertujuan untuk

menentukan batasan dari ukuran dalam sampel. Biasanya ayakan berupa

17
pan dengan saringan kawat sebagai suatu standar diberikan di dasarnya

dan diklasifikasikan seperti yang dapat dilihat di tabel 2.3. Ayakan disusun

dalam suatu tumpukan dimana untuk ayakan yang lebih besar pada bagian

atas dan ayakan yang lebih halus pada bagian bawahnya. Sampel

diletakkan pada ayakan yang paling atas dan ayakan digetarkan sehingga

pasir jatuh sejauh mungkin menembus tumpukan ayakan. Ukuran fraksi

yang berbeda terjebak dalam ayakan dengan ukuran yang bervariasi. Berat

pasir yang tertangkap dalam setiap ayakan ditimbang dan ditentukan

persentasenya dari berat total sampel yang melewati ayakan.

2.3.2 Bentuk Partikel

Bentuk dari sedimen alam beraneka ragam dan tidak terbatas. Di

samping ukuran butir, bentuk partikel juga penting, karena ukuan partikel

sedimen itu sendiri belum cukup untuk menjelaskan karak teristik butir-

butir sedimen. Suatu partikel yang pipih mempunyai harga kecepatan

endap yang lebih kecil dan akan lebih sulit untuk terangkut dibandingkan

dengan suat partikel yang bulat seprti muatan dasar.

Sifat-sifat yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan

sedimen adalah bentuk dan kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H.

Wadell). Bentuk butiran dinyatakan dalam kebulatannya yang

didefenisikan sebagai perbandingan daerah permukaan partikel. Daerah

permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell

mengambil pendekatan untuk menyatakan kebulatan.

Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter suatu

lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam

18
keadaan diam pada ruang terhadap bidang yang paling besar terhadap

diameter yang paling kecil atau dengan kata lain kebulatan digambarkan

sebagai perbandingan radius rata-rata kelengkungan ujung setiap butir

terhadap radius lingkaran yang paling besar (daerah proyeksi atau bagian

butir melintang).

Bentuk partikel dinyatakan sebagai suat faktor bentuk (SF) yaitu:

SF=c/(ab)1/2 (2.11)

Dimana a merupakan sumbu terpanjang; b adalah sumbu

menengah dan c adalah sumbu terpendek.

Untuk partikel berbentuk bola mempunyai faktor bentuk SF =1,

sedangkan untuk pasir alam SF = 0,7. Pengaruh bentuk terhadap

karakteristik hidraulik dari partikel atau butiran (yaitu kecepatan jatuh

ataupun hambatan) tergantung dari angka Reynold.

2.3.3 Rapat Massa (Density)

Sesungguhnya semua sedimen berasal dari material batu. Oleh

sebab itu segala unsur material induk (parent material) dapat ditemukan di

sedimen. Sebagai contoh, fragmen dari induk batuan ditemukan di batu

besar dan kerikil, kuarsa pada pasir, silika pada lumpur, serta feldspars dan

mika pada tanah liat. Densiti dari kebanyakan sedimen yang lebih kecil

dari 4 mm adalah 2,650 kg/m3 (graviti spesifk, s = 2,65). Densiti dari

mineral lempung (clay) berkisar dari 2,500 sampai 2,700 kg/m3.

massa M
= = (2.12)
isi V

Besarnya a tidak tetap tergantung pada suhu, tekanan dan larutan.

Pada air tawar memiliki nilai a = 1000 kg/m3 dan air laut memiliki nilai

19
a =1025 kg/m3. Pada perhitungan angkutan sedimen, pengaruh perbedaan

kerapatan pada umumnya diabaikan.

2.4 Pengangkutan Sedimen

Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material

organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di

dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya. Sedimen dapat

diangkut dengan tiga cara:

a. Suspension: umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil

ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau

angin yang ada.

b. Bedload: terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seprti pasir, kerikil,

kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat

berfungsi memindahkan partikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan

dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi

kekuatan inersia butiran pasir tersebut saat diam. Gerakan-gerakan

sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa

mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

c. Saltation: umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana fluida

yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai

akhirnya karena gaya gravitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen

pasir tersebut ke dasar.

20
Berdasarkan asalnya material angkutan dapat dibedakan dua macam angkutan:

a. Muatan material dasar (bed material transport). Muatan yang berasal

dari dasar, berarti bahwa angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar

dan aliran (dapat terdiri dari muatan dasar dan muatan layang).

b. Muatan cuci (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah pantai.

Angkutan ini teridiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter

<50 m (terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak

dengan cara melayang dan tidak berada pada dasar laut. Oleh karena

itu muatan cuci tidak dapat dihitung dan dapat dipengaruhi oleh

turbulensi dan viskositas aliran.

Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen. Yang

pertama adalah pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport)

atau boleh juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan

pantai (onshore-offshore transport). Yang kedua, pergerakan sedimen sepanjang

pantai atau sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport.

Gambar 2.2 Proses Littoral Transport di Area Nearshore

21
2.4.1 Pergerakan Sedimen Tegak Lurus Pantai (Cross-shore Transport)

Pengangkutan sedimen tegak lurus panti dapat dilihat pada bentuk

pantai (kemiringan pantai) dan bentuk dasar lautnya (bar & trough).

Secara penampakan geomorfologi, proses pengangkutan sedimen tegak

lurus pantai biasanya terjadi di teluk.

2.4.2 Pengangkutan Sedimen Sejajar Pantai (Long-shore Transport)

Orang sering menyebut pengangkutan sedimen sejajar pantai

(dalam bahasa ilmiahnya littoral sediment transport) atau longshore

sediment transport. Proses ini biasanya terjadi di pantai yang berbatasan

dengan samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak

sangat besar terhadap suatu struktur yang dibangun manusia misalnya jetti

atau groin.

2.4.3 Mekanisme Transpor Sedimen Oleh Gelombang

Di laut dalam, gerak partikel air karena gelombang jarang

mencapai dasar laut. Sedang di laut dangkal, partikel air dekat dasar

bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat

dasar naik dengan bertambahnya tingi gelombang dan berkurang dengan

kedalaman.

22
Gambar 2.3 Abrasi dan Sedimentasi Akibat Arus Longshore Current

Dalam mempelajari transpor sedimen, kecepatan partikel air

dinyatakan dalam bentuk tegangan geser dasar Tb yang berubah fungsi

dari komponen dasar Ub. Hubungan antara tegangan geser dasar dan

kecepatan partikel air dinyatakan dalam bentuk:

b = u 2 (2.13)

Dengan,

f
u= u*b (2.14)
2

Dimana, = rapat massa air (kg/m3)

u * = kecepatan geser (m/s)

f = faktor gesekan

Kecepatan partikel air di dekat dasar atau yang dinyatakan dalam

bentuk tegangan geser tersebut berusaha untuk menarik sedimen dasar.

Sementara itu sedimen dasar memberikan tahanan yang dinyatakan dalam

bentuk kecepatan kritik erosi u bc atau tegangan kritik erosi ce . Kedua

parameter tersebut tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter,

23
bentuk dan rapat massa sedimen untuk sedimen non kohesif (pasir) dan

kohesifitas antara partikel untuk sedimen kohesif (lumpur, lempung, dll).

Jika dilihat untuk dasar laut berpasir yang datar, apabila kecepatan

di dekat dasar sangat kecil, yang berarti juga tegangan geser dasar, partikel

sedimen tidak bergerak ( b < ce ). Selanjutnya apabila kecepatan

bertambah (juga tegangan geser dasar b ), sampai pada suatu kecepatan

tertentu beberapa butiran mulai bergerak, yang disebut dengan awal gerak

sedimen ( b = ce ). Sedimen bergerak maju mundur sesuai dengan gerak

partikel air. Selanjutnya kenaikan kecepatan dapat mempercepat gerak

tersebut, dan transpor sedimen yang terjadi disebut transpor dasar (bed

load) seperti terlihat pada Gambar 2.4 ( b > ce ).

Gambar 2.4 Pengaruh Tegangan Geser Terhadap Gerak Sedimen Dasar

(Tampak Samping)

Dengan semakin bertambahnya kecepatan di dekat dasar, gerak

ripple, yaitu dasar laut bergelombang kecil dengan puncaknya tegak lurus

arah gelombang. Ukuran ripple tergantung pada amplitudo dan periode

dari gerak air di dekat dasar, ukuran butiran dan rapat massa material dasar

(Horikawa, 1978). Dengan terbentuknya ripple akan meningkatkan

24
turbulensi, dan partikel sedimen akan terangkat dalam bentuk suspensi

(Gambar 2.4). Transpor sedimen dalam bentuk suspensi di atas dasar

disebut transpor sedimen suspensi. Apabila gerak air semakin kuat, ripple

akan menghilang dan terjadi transpor massa dimana suatu lapis dengan

tebal tertentu terangkut dalam bentuk transpor sedimen dasar dan suspensi.

2.5 Sedimen Kohesif

Sedimen kohesif sering menimbulkan masalah pada beberapa bangunan

air, misalnya pengendapan di pelabuhan, waduk, penurunan kualitas air dan

sebagainya. Studi tentang sifat dan dinamika sedimen kohesif diperlukan untuk

menanggulangi masalah tersebut. Berbeda dengan sedimen non kohesif, sifat-sifat

sedimen kohesif sangat kompleks. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh asal

sedimen, sifat air dan terutama keadaan konsolidasi dari sedimen. Sifat sedimen

yang berasal dari suatu daerah (estuari, sungai, pantai dan sebagainnya) berbeda

dengan sedimen dari daerah lain. Di dalam air asin kecepatan endap akan lebih

besar karena adanya proses flokulasi, demikian juga dengan tegangan kritik erosi

dan endapan. Proses konsolidasi yang berjalan dengan waktu akan memperbesar

tegangan kritik erosi. Karena banyaknya faktor yang berpengaruh, sampai saat ini

sifat-sifat dan dinamika transpor sedimen kohesif masih belum diketahui dengan

baik (Triatmodjo, 1987).

2.5.1 Profil Vertikal dari Konsentrasi Sedimen

Jumlah dari arus dan gelombang untuk sedimen transport yang

melayang dikendalikan oleh banyak jumlah energi yang tersedia di dalam

air. Sedimen melayang selalu tidak tercampur dengan baik di dalam air

25
dan strarifikasi terjadi karena adanya penendapan yang menghasilkan

konsentrasi sedimen yang sangat tinggi di dasar. Gambar 2.5 adalah sketsa

profil vertikal dari konsentrasi sedimen kohesif S(z) dan kecepatan arus

u(z), yang menunjukkan bahwa sedimen kohesif memiliki tiga wilayah:

a. Daerah paling atas adalah lapisan campuran dan memiliki

konsentrasi sedimen yang relatif rendah.

b. Lapisan lumpur yang tipis dibedakan dari lapisan campuran

dengan istilah gradien konsentrasi lutocline (Parker dan Kirby,

1982).

c. Daerah bawah yang merupakan daerah berlumpur.

Dalam lapisan campuran arah vertikal dipisahkan oleh guncangan

yang kuat dan konsentrasi sedimen relatif tercampur dengan baik.

Lutocline adalah bagian utama dari profil vertikal sedimen kohesif dan

dikategorikan oleh gradien konsentrasi. Konsentrasi sedimen dapat diatur

dari magnitude tertinggi dekat dasar dibandingkan pada permukaan air. Di

bawah lutocline, ada lapisan berlumpur dari konsentrasi sedimen. Lapisan

berlumpur ditahan oleh guncangan energi dari arus, ketika ada suatu

kesamaan antara flux deposisi dan guncangan vertikal flux transport.

Lapisan berlumpur biasanya tipis dan oleh karena itu frekuensinya tidak

diketahui.

26
Gambar 2.5 Profil Vertikal dari Sedimen Kohesif dan Kecepatan Jatuh

(Ji, 2008)

2.5.2 Flokulasi

Flokulasi adalah proses dimana partikel yang melayang baik terkait

menjadi kelompok yang besar (flocs). Flocs adalah kumpulan dari partikel

yang kecil menjadi besar, lebih mudah mengendap partikel melalui proses

kimia, fisika dan/atau biologi. Sedimen kohesif jarang mengendap dengan

partikel tunggal di alam. Sedimen kohesif cenderung untuk tetap bersama

ketika mereka sudah cukup dekat dengan kuatnya sedimen untuk

mengatasi aliran geser dan gravitasi yang membuat mereka tetap berpisah.

Flokulasi melibatkan dua aspek dari partikel yakni kohesi dan kolisi.

Proses tabrakan partikel (kolisi) dan kohesi juga diistilahkan

sebagai agregat dan koagulasi. Flocs lebih besar dari pada butiran tunggal

dan biasanya jatuh lebih cepat daripada partikel yang menyatu. Kecepatan

jatuh dari sebuat flocs merupakan fungsi dari ukurannya, bentuk, dan

kepadatan relatif. Bentuk dari flocs adalah tipe yang bebas dan konsentrasi

dari partikel melayang, karakteristik ionik dari lingkungan, dan tegangan

geser cairan dan intensitas aliran turbulensi di lingkungan.

27
Kohesi (tarikan partikel) diatur oleh elektrokimia dari mineral

sedimen dan air. Partikel kohesi tergantung pada komposisi mineralogika,

ukuran partikel, tergantung perubahan kapasitas dari sedimen. Parameter

lain yang mempengaruhi kohesi termasuk keasaman, ph, dan temperatur

dari air. Batasan dari sedimen kohesif dan tidak kohesif tidak jelas

dibatasi. Ini bisa dinyatakan bagaimanapun, seiring meningkatnya kohesi

dengan penurunan ukuran partikel untuk jenis materal yang sama.

Kolisi antara partikel kohesi yang kecil menjadi flokulasi dan

bentuk floc. Frekuensi kolisi sering meningkat dengan konsentrasi sedimen

dan gradien kecepatan. Bagaimanapun, selagi gradien kecepatan

meningkat menjadi besar, floc akan mudah peceh, terurai, dan pada

akhirnya membentuk flocs yang baru. Flokulasi yang berkelanjutan

menghasilkan agregat yang lebih besar (flocs) yang bisa dikarakteristikkan

dengan porositas tinggi, meningkat secara teratur dan rapuh, dan kecepatan

rata-rata yang tinggi.

2.5.3 Kecepatan Jatuh Partikel

Kecepatan jatuh sebuah partikel merupakan parameter yang

penting untuk mempelajari sedimentasi di pantai dan proses pengendapan

lain serta untuk menentukan gerak sedimen dalam suspensi. Kecepatan

jatuh butiran ditentukan dengan persamaan hambatan aliran:


D 3 (s a )g = C D
1
aw 2 D 2 (2.15)
6 2 4


D 3 (s a )g
w2 = 6 (2.16)
1
C D a D 2
2 4

28
4 gD
w2 = (2.17)
3 CD

1
4 gD 2
w = ..........Rumus Umum (Re>1) (2.18)
3 CD

Dimana

w = kecepatan jatuh sedimen (mm/s)

g = kecepatan gravitasi (m/s2)

D = diameter butiran sedimen (mm)

C D = koefisien hambatan

= ( s a ) / a

a = rapat massa air laut (1025 kg/m3)

s = rapat massa sedimen (Kg/m3)

Harga besaran C D tergantung dari bilangan Reynold dan bentuk

dari partikel.

VD
Re = (2.19)
v

Untuk,

V = Kecepatan arus (mm/s)

v = viskositas kinematik

Untuk partikel berbentuk bola dan bilangan Reynold rendah

24
(Re<1) koefisien hambatan di daerah stokes adalah C D = rumus di
Re

atas menjadi:

s a gD 2
w= gD =
2
(2.20)
18n 18v

29
Dan untuk bilangan Reynold yang besar, harga C D menjadi konstan

yang bervariasi seperti:

gD 12 (2.21)

2.5.4 Deposisi dari Sedimen Kohesif

Deposisi dan resuspensi dari sedimen kohesif begitu rumit.

Walaupun banyak studi di masa lampau, banyak ketidakpastian yang

terkait dengan deposisi dan resuspensi sedimen kohesif yang ada.

Kesulitan di dalam keakuratan dan contoh data yang pasti adalah satu

kendala yang besar:

a. Percobaan sedimen di laboratorium tidak memerlukan kondisi

yang sebenarnya.

b. Sulit untuk mengukur dari semua parameter yang penting untuk

pengembangan model deposisi dan resuspensi.

Erosi terjadi ketika tegangan geser di dasar melebihi gaya tahanan

di dasar (tegangan geser kritis), yang sebaliknya tergantung pada

parameter dasar yang lain seperti komposisi sedimen, kadar air, salinitas,

dan waktu dari konsolidasi dasar. Umumnya, model dari sedimen dasar

sangat empiris dan lokasinya spesifik. Deposisi, dengan kata lain, secara

langsung terpengaruh proses hidrodinamik di dalam air sehingga secara

langsung menjadi model yang rapat.

Tegangan geser yang besar di dasar menghancurkan floc yang

besar sebelum mereka jatuh. Kemudian butiran yang sudah pecah dari floc

tersebut dan partikel tunggal tersuspensi. Ketika floc yang jatuh

menyentuh sedimen di dasar, berat dari butiran sedimen memaksa air pori

30
keluar dari struktur floc dan hancur perlahan di dasar. Sementara itu, floc

yang kecil akan lebih mudah tersuspensi dan erosi akan berlanjut sampai

kekuatan tegangan geser dasar stabil. Penyususan kembali partikel akan

meningkatkan kekuatan tegangan geser dan perlawanan ke resuspensi,

secara umum menjadi konsolidasi.

2.5.5 Resuspensi dari Sedimen Kohesif

Resuspensi (erosi) dari sedimen yang dihasilkan dari tegangan

geser dasar diatur oleh arus dan gelombang. Erosi dimulai ketika tegangan

geser dasar sama dengan tegangan geser permukaan dari sedimen dasar.

Sedimen kohesif dasar terdiri dari partikel tunggal, tetapi lebih

disempurnakan menjadi kelompok butiran tergabung bersama secara

kohesi. Erosi terjadi dimana kohesi terlalu kuat. Erosi rata-rata dan

kedalaman di dasar yang terjadi begitu kuat pada profil dari kekuatan

dasar. Jenis profil ini menunjukkan peningkatan dengan kedalaman dan

meningkatnya konsolidasi dengan kedalaman. Ketika kekuatan di dasar

tidak sanggup untuk menolak tekanan erosi, resuspensi bermula.

Perilaku dari sedimen kohesif sangat kompleks dan tidak hanya

bergantung pada kondisi aliran, tetapi juga properti elektrokimia dari

sedimen. Faktor serperti kondisi hidrodinamik, distribusi ukuran partikel,

tipe vegetasi dan distribusi, properti biokimia di dasar, dan waktu tempuh

sedimen dasar, semua mempengaruhi erosi dari sedimen kohesif dasar.

Karena kohesi, konsolidasi sedimen membutuhkan tekanan yang tinggi

untuk pergerakkan, membuat lebih tahan terhadap erosi. Tegangan geser

kritis untuk erosi dari dasar kohesif lebih signifikan dari pada tegangan

31
geser kritis untuk deposisi. Dengan kata lain, sekali partikel terdeposisi di

dasar, ikatan kohesif dengan partikel lain membuatnya lebih sulit untuk

terhapus daripada partikel tunggal yang dibutuhkan. Bagaimanapun, sekali

sedimen kohesif tersuspensi, akan bergerak jatuh perlahan dan diperlukan

inisiasi erosi.

32

Anda mungkin juga menyukai