Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI

FRAKSI DAN PARAMETER STATISTIKA SEDIMEN

Dosen pengampu :

Prof.,Dr.,Ir. Rifardi, M.Sc.

Disusun Oleh :

Primasakti Yudhistira 1904112707

SEDIMENTOLOGI JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktikum merupakan suatu pembelajaran dengan siswa melakukan

percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Praktikum memiliki

kelebihan tersendiri dengan metode pembelajaran yang lainnya, yaitu: siswa

langsung memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan praktikum,

mempertinggi partisipasi siswa baik secara individu maupun kelompok, siswa

belajar berfikir melalui prinsip-prinsip metode ilmiah atau belajar mempratekkan

prosedur kerja berdasarkan metode ilmiah. Pembelajaran dengan praktikum sangat

efektif untuk mencapai seluruh ranah pengetahuan secara bersamaan, antara lain

melatih agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif),

melatih perencanaan kegiatan secara mandiri (afektif), dan melatih penggunaan

instrumen tertentu (psikomotor).

Salah satu kelebihan pembelajaran praktikum (laboratorium) adalah

mahasiswa dapat berlatih secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan

atau tindakan yang sama sampai benar-benar terampil. Praktikum Sedimentologi

merupakan salah satu mata praktikum yang ada di laboratorium pendidikan Ilmu

Kelautan Universitas Riau. Pada praktikum ini mempelajari mengenai batuan

sedimen dan proses-proses yang membentuknya. Kegiatan praktikum

Sedimentologi, diawali dengan kegiatan pembekalan praktikum. Kegiatan

pembekalan praktikum ini dilaksanakan sebelum kegiatan praktikum. Kegiatan

pembekalan ini berfungsi agar praktikan siap dalam melaksanakan praktikum.

Selanjutnya ialah kegiatan praktikum. Pada kegiatan ini praktikan diminta agar
mampu menjelaskan mengenai batuan sedimen pada suatu daerah tertentu.

Kegiatan praktikum Sedimentologi dari tahun ke tahun mengalami perubahan

dalam hal pelaksanaanya. Hal ini dilakukan agar proses belajar mengajar dapat

berjalan lebih efektif dari sebelumnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dibuatnya laporan praktikum ini adalah untuk merangkum apa saja

yang telah dilakukan saat praktikum dilaksanakan dan untuk memenuhi tugas

praktikum yang diberikan oleh dosen pengajar.

1.3 Manfaat

Manfaat laporan ini dibuat agar dapat menambah wawasan pembaca dan

juga menjadi latihan yang tepat bagi penulis dalam membuat laporan praktikum

yang baik dan benar.


BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 3 Desember 2021 sampai 5 Desember

2021, Dumai.

2.2 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah kantong

plastik, alat tulis, peta, grab sampler dan laptop.

2.3 Prosedur Penelitian

2.3.1 Penentuan Lokasi Sampling

Sebelum dilakukannya pengambilan sampel terlebih dahulu kita

harus menentukan titik lokasi sampling terlebih dahulu. Peta dasar yang

akan digunakan sebaiknya memuat berbagai data dari daerah studi dan

sekitar seperti kondisi oseanografi meliputi kedalaman, daerah terumbu

karang, arah arus, tipe dasar perairan dan sebagainya.

Lokasi yang digunakan dalam praktikum ini adalah Selat Rupat.

Perlu digaris bawahi bahwa penentuan lokasi sampling harus digambarkan

secara akurat dalam peta karena perbedaan posisi sampling beberapa detik

baik bujur maupun lintang akan memberikan dampak terhadap validitas

data yang diperoleh sehingga akan mengakibatkan interpretasi yang tidak

sesuai dengan tujuan penelitian.


2.3.2 Pengambilan dan Penanganan Sampel

Pengambilan sampel sedimen dengan grab sampler dapat

dilakukan dengan cara menurunkannya secara perlahan dari atas kapal

supaya posisi grab tetap tegak saat sampai pada permukaan dasar perairan.

A B

Setelah grab sampler sampai ke dasar perairan, tegangkan tali grab

sampler dengan cara menarik tali sampai tegak lurus dengan posisi grab

sampler yang ada di dasar perairan, lalu jatuhkan pemberat untuk

membuka grab sampler yang ada di dasar perairan sehingga sampel

terkumpul. Setelah terisi tariklah grab sampler ke permukaan dan

masukkan sampel sedimen yang terambil oleh alat ini ke dalam kantong

sampel yang telah disiapkan. Kantong sampel dapat berupa kantong plastik
berukuran 10 kg. Berilah label sesuai dengan identitas sampel tersebut

(lokasi/stasiun, tanggal sampel, dll). Pemeriksaan label perlu dilakukan

lagi setelah semua sampel tersebut sampai di laboratorium. Berikut ini

adalah ringkasan beberapa langkah persiapan sampel sebelum dilakukan

analisis tekstur sedimen di laboratorium:

1. Susunlah atau urutkanlah sampel pada tempat yang telah disediakan.

2. Periksa dan cocokkan label (identitas) sampel berdasarkan nomor titik

pengambilan di lokasi penelitian.

3. Jangan sampai keliru dalam pemberian label, oleh karena itu berilah label

sejelas mungkin dengan marker yang tidak mudah terhapus oleh air atau

bahan pengawet lainnya.

4. Apabila terdapat kekeliruan atau keraguan pada sampel yang telah diberi

label disebabkan oleh nomor label terhapus, jangan menduga-duga nomor

tersebut karena akan dapat menyebabkan kesalahan interpretasi kondisi

wilayah penelitian.

5. Masing-masing sampel sedimen dibagi menjadi dua (2) bagian, bagian

pertama digunakan untuk keperluan analisis sedangkan yang lainnya

sebagai file. File sampel penting sekali dibuat karena sangat diperlukan

untuk analisis lanjutan atau pengulangan analisis yang sama jika terdapat

kesalahan prosedur atau kegagalan analisis pertama.

6. Anda dapat melakukan prioritas sampel yang akan dianalisis sesuai dengan

tujuan dan kondisi sampel tersebut.

Analisis sampel yang tidak tahan dalam bahan pengawet terlebih dahulu,

jika tujuan analisis bukan hanya fraksi (populasi) sedimen tetapi juga
termasuk organisme air baik yang berukuran mikro, meio maupun makro

dalam sampel sedimen tersebut. Hal ini disebabkan ada organisme yang

hanya tahan beberapa hari dalam sedimen yang telah diberi pengawet,

setelah itu organisme tersebut akan hancur. Meskipun hal diatas

kelihatannya tidak begitu penting, tetapi sangat menentukan keberhasilan

anda dalam melaksanakan suatu penelitian. Jika hal tersebut terjadi, maka

anda akan kehilangan data organisme sehingga proses selanjutnya seperti,

identifikasi, pola pertumbuhan, pola hidup, distribusi dan sebagainya tidak

dapat diteruskan.

2.3.3 Parameter Kualitas Perairan

Gelombang

Pada umumnya gelombang di laut berasal dari hembusan angin.

Besarnya gelombang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kuatnya hembusan

angin, lamanya hembusan angin dan jarak tempuh angin. Ukuran besar

kecilnya gelombang ditentukan oleh tingginya gelombang (Nontji, 2007).

Tinggi gelombang di perairan Selat Rupat relatif lebih kecil dibandingkan

dengan di Selat Malaka karena Selat Rupat merupakan perairan yang semi

tertutup. Pada kondisi normal tinggi gelombang di Selat Rupat berkisar

0.07- 0.21 m, sedangkan di Selat Malaka berkisar 0.10-0.40 m. Tingginya

gelombang di Selat Malaka disebabkan karena perairan ini merupakan

perairan terbuka yang dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin

bertiup dan jarak tanpa rintangan (fetch). Oleh sebab itu, di perairan

terbuka gelombangnya lebih besar daripada perairan tertutup. Sedangkan

Selat Rupat yang merupakan perairan semi tertutup gelombang yang


terbentuk dimensinya jauh lebih kecil. Faktor gelombang di perairan

memegang peranan penting dalam menetapkan kelayakan suatu tempat

bagi lokasi pelabuhan, karena pelabuhan haruslah memiliki perairan yang

tenang dan terlindung dari gempuran gelombang agar proses bongkar-muat

dapat berlangsung dengan aman dan cepat. Selain itu gelombang akan

memberikan pengaruh terhadap bentuk dan morfologi pantai.

Arus

Arus yang terjadi di perairan Selat Rupat merupakan arus yang

dihasilkan oleh gerakan bergelombang panjang yang ditimbulkan oleh

pasang-surut yang merambat dari Selat Malaka. Pada Selat Rupat, saat air

pasang, arus merambat dari Utara menuju Selatan dan membelok ke Timur

dan bergabung kembali dengan arus di Selat Malaka menuju ke Tenggara

dan sebagian masuk menuju Selat Bengkalis. Sebaliknya pada saat surut,

arus akan bergerak dari arah Timur menuju Barat dan membelok ke Utara

dan ke luar di Selat Malaka. Kecepatan arus di Selat Rupat bervariasi,

namun secara umum kecepatan arus pada saat surut lebih tinggi dibanding

dengan saat pasang. Kecepatan arus di Selat Rupat berkisar 0.22-0.82 m/.

Kecepatan arus tertinggi terdapat di perairan Pulau Ketam yaitu rata-rata

0.65 m/dt dan diikuti oleh perairan Lubuk Gaung 0.63 m/dt. Tingginya

kecepatan arus di perairan ini disebabkan karena perairan ini berdekatan

dengan perairan terbuka Selat Malaka. Sedangkan kecepatan arus terendah

terdapat di Pelabuhan Umum Pelindo dan diikuti pelabuhan Migas

(Pertamina) dengan kecepatan rata-rata 0.36 m/dt dan 0.40 m/dt. Pola arus

yang mencakup arah dan kecepatan ini merupakan mekanisme penting


dalam distribusi dan transportasi polutan minyak di sepanjang perairan

Selat Rupat.

Kedalaman Perairan

Kedalaman suatu perairan sangat berpengaruh terhadap jalur

transportasi dan alur pelayaran dan menentukan kelayakan bagi

pembangunan suatu pelabuhan. Kedalaman perairan Selat Rupat berkisar

3-27 m. Bagian yang terdalam terdapat di tengah selat yang sekaligus

merupakan alur pelayaran. Selain itu perairan Selat Rupat juga merupakan

alur transportasi bagi kapal-kapal barang dan penumpang yang

menggunakan Pelabuhan Dumai.


2.4 Analisis Fraksi Sedimen

Analisis fraksi sedimen di perairan Selat Rupat didominasi oleh substrat

lumpur.Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan perairan Selat Rupat

dibagi atas 3 fraksi yaitu fraksi kerikil, pasir dan lumpur.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Tekstur Kerikil

Sampel sedimen yang diperoleh dari lokasi penelitian disusun oleh berbagai

pertikel sedimen yang berasal dari sumber yang berbeda-beda. Percampuran

ukuran ini disebut dengan populasi. Pergerakan udara dan air dapat memisahkan

partikel berdasarkan ukuran mereka, menyebabkan endapan terdiri dari berbagai

ukuran yaitu kerikil, pasir dan lumpur.

Ada 3 kelompok populasi partikel sedimen yaitu: 1) gravel (kerikil), terdiri

dari partikel individual: boulder, cobble dan pebble; 2) sand (pasir), terdiri dari:

pasir sangat kasar, kasar, medium, halus dan sangat halus; 3) mud (lumpur), terdiri

dari clay dan silt. Proporsi masing-masing kelas ukuran dapat diduga langsung

dilapangan dan diukur di laboratorium.

3.1.1 Pengukuran Butiran Sedimen > 13 mm

Populasi partikel sedimen yang bisa diukur langsung

dilapangan hanya gravel (kerikil), sedangkan populasi lainnya

harus dianalisis di laboratorium dan dijelaskan pada Bab

selanjutnya. Analisis ukuran butir sedimen dapat dilakukan

dilapangan dengan cara pengukuran langsung. Pengukuran ini bisa

dilakukan apabila ukuran butiran sedimen lebih besar dari 13 mm

yang tergolong dalam fraksi pebble (kerikil). Panjang diameter

yang representative atau sumbu ditentukan dengan bantuan alat

calipers. Setiap fraksi kerikil mungkin memiliki beberapa diameter


yang terdapat sepanjang tiga sumbu dasar. Diameter nominal dapat

berasal dari volume kerikil tersebut.

Cara pengukuran langsung diameter fraksi kerikil dapat dilakukan

dengan mengikuti langkah-langkah yang direkomensikan oleh

McManus dalam Tucker (1988) sebagai berikut:

1. Partikel kerikil diletakkan pada tempat yang mempunyai

permukaan datar.

2. Panjang sumbu intermediet (l), ditentukan sebagai diameter

terpendek

3. Panjang sumbu terlebar (L), pada sudut kanan L diukur dan

perputaran 900 partikel dari sumbu menggambarkan sumbu

terpendek s, yang dapat diukur secara langsung.

4. Ada tiga sumbu tegak lurus yang dapat digunakan sebagai

karakteristik partikel kerikil.

5. tambahkan ketiga diatas (l, L, S), kemudian dibagi 3 (tiga), ini

adalah nilai diameter rata-rata partikel (DM).

Cara lain pengukuran diameter kerikil yaitu diameter diukur

dengan cara menenggelamkan pertikel kerikil dalam air untuk

menentukan voleme air yang digantikan oleh volume diameter

partikel, DV, dihitung dengan persamaan:

Pengukuran seperti ini harus diulang untuk 100 – 400 partikel

kerikil dilapangan. Setelah itu beberapa orang harus menganalisa


hasilnya berdasarkan jumlah pertikel yang masuk dalam katagori

khusus berdasarkan kelas ukuran masing-masing partikel tersebut.

3.1.2 Pengukuran Butiran Sedimen < 13 mm

Gravel (kerikil) ukuran lebih kecil dari 13 mm dianalisis

dengan metoda pengayakan, dengan prosedur pengayakan kering

sebagai berikut:

 Siapkan sampel yang diperoleh dari proses pemisahan.

 Susunlah ayakan berdasarkan mesh size lebih kecil dari 13 mm

yang ada dalam populasi kerikil, dimana ayakan dengan mesh

size terbesar berada pada tingkatan teratas dan seterusnya,

sebagai berikut: 4 mm (-2Ø), 2 mm (-1Ø).

 Masukkan sampel tersebut pada ayakan yang paling atas,

kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam

populasi ini terayak secara sempurna.

 Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan

dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel.

 Hitung persentase masing-masing kelas ukuran seperti pada

keterangan dibawah.
Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi kerikil (<13 mm)

Kelas Ukuran

Stasiun Phi (Ø) Berat Kerikil Phi (ø)

(g) (%) (%)

-2 A 5

-1 B X 15

Total C 20

Keterangan: X = persentase populasi kerikil diperoleh dari proses pemisahan

yang telah dijelaskan dalam Subbab 4.3 Bab IV

-2 Phi (%) = A/C x X

-1 Phi (%) = B/C x X

 Nilai persentase ini dan nilai yang diperoleh dari pengukuran

langsung (> 13 mm) digunakan untuk menentukan persentase

kumulatif guna menghitung berbagai parameter stastistika

sedimen (diamater rata-rata, sorting koeffisien, skewness dan

kurtosis).

3.2 Analisis Tekstur Pasir

Ada beberapa metoda dan peralatan yang umum digunakan untuk analisis

tekstur sedimen pasir diantaranya Metoda Settling Tube, Metoda Pengayakan dan

peralatan yang langsung bisa menentukan ukuran butir sedimen yaitu Particle Size

Analyzer (PSA). Dalam buku ini metoda yang dijelaskan untuk analsis ukuran

butir pasir hanya metoda pengayakan karena metoda ini pengoperasiannya cukup

sederhana dan peralatan yang diperlukan dapat dengan mudah ditemukan pada

beberapa agen penjualan peralatan laboratorium dengan harga yang tidak mahal.
Dalam pengoprasiannya, Metoda Pengayakan dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu:

1. Pengayakan basah

2. Pengayakan kering

3.2.1 Pengayakan kering

Diantara kedua cara pengayakan ini, yang paling effesien

adalah pengayakan kering karena sampel sedimen yang telah

kering dapat langsung diayak dan tidak perlu dipanaskan dalam

oven setelah masing-masing kelas ukuran pasir diperoleh seperti

pengayakan basah sehingga bisa menghemat waktu penelitian.

Prosedur pengayakan kering sebagai berikut:

 Bersihkan screen ayakan dengan menggunakan brush dan

jangan dibersihkan atau ditekan dengan tangan karena dapat

merusak ukuran mesh size screen tersebut. Kalau hal ini terjadi,

maka ukuran butir yang diperoleh dari ayakan tersebut tidak

akurat karena berubah menjadi lebih kasar atau lebih halus.

 Susunlah ayakan berdasarkan mesh size yang ada dalam

populasi pasir, dimana ayakan dengan mesh size terbesar

berada pada tingkatan teratas dan seterusnya, urutan mesh size

dari atas ke bawah sebagai berikut: 1 mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø;

500 um), 0,25 mm (2Ø; 250 um), 1/8 mm (3Ø; 125 um), 1/16

mm (4Ø; 63 um).
 Masukkan populasi pasir yang diperoleh dari proses pemisahan

seperti dijelaskan dalam Subbab 4.3 Bab IV pada ayakan yang

paling atas, kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel

dalam populasi ini terayak secara sempurna.

 Timbang sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan

dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel 6.1.

 Hitung persentase masing-masing kelas ukuran seperti pada

keterangan dibawah Tabel 6.1. Nilai persentase ini selanjutnya

dipakai untuk menentukan persentase kumulatif guna

menghitung berbagai parameter stastistika sedimen (diamater

rata-rata, sorting koeffisien, skewness dan kurtosis).

Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi pasir

Kelas Ukuran

Stasiun Phi (ø) Berat Pasir Phi (ø)

(g) (%) (%)

0 A 10

1 B 12

1 2 C X 15

3 D 5

4 E 5

Total F 47
Keterangan: X = persentase populasi pasir diperoleh dari proses pemisahan.

0 Phi (%) = A/F x X

1 Phi (%) = B/F x X

2 Phi (%) = C/F x X

3 Phi (%) = D/F x X

4 Phi (%) = E/F x X

3.2.2 Pengayakan basah

Prosedur pelaksanaan pengayakan basah sebagai berikut:

 Sample yang sudah direndam dengan larutan hidrogen

peroksida 3-5% diayak dengan ayakan yang mempunyai mesh

size 63 um. Lihat Subab 4.3 Bab IV.

 Pengayakan dilakukan dengan menyemprot air pada ayakan

tersebut, dan air yang keluar dari ayakan ini ditampung dalam

sebuah cawan yang volumenya minimal 2 liter.

 Usahakan air yang keluar bersama sedimen yang ditampung

dalam cawan besar mempunyai volume 1 liter. Hasil

tampungan inilah yang akan digunakan untuk mengalisis

populasi lumpur.

 Sedimen yang tertahan dalam ayakan diatas adalah populasi

kerikil dan pasir.

 Gunakan ayakan yang bermesh size 2.000 um untuk

memisahkan populasi kerikil dari pasir. Sedimen yang tertahan


dalam ayakan ini adalah populasi kerikil dan yang lolos adalah

populasi pasir.

 Masukkan populasi pasir dalam ayakan paling atas, dimana

sebelumnya ayakan telah disusun berdasarkan ukuran mesh

size yaitu urutan mesh size dari atas ke bawah sebagai berikut:

1 mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 um), 0,25 mm (2Ø; 250 um), 1/8

mm (3Ø; 125 um), 1/16 mm (4Ø; 63 um).

 Semprotkan air pada ayakan paling atas dengan penyemprot air

sehingga populasi pasir akan mengalir ke ayakan dibawahnya

sesuai dengan ukuran butirnya.

 Ulangi beberapa kali untuk masing-masing ayakan sampai

ukuran butir yang tertahan dimasing-masing ayakan adalah

ukuran butir yang sesuai dengan mesh size ayakan tersebut.

 Masukkan butiran pasir yang tertahan pada masing-masing

ayakan kedalam cawan yang telah disiapkan dan ketahui

beratnya.

 Panaskan cawan-cawan yang berisi sampel pasir tersebut dalam

oven pada suhu 65°C sampai kering.

 Setelah kering dan dikeluakan dari oven, tunggu sampel

tersebut sampai dingin, lalu timbang masing-masing sampel

dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel.

Langkah selanjutnya sama dengan langkah pada

pengayakan kering.
3.3 Analisis Tekstur Lumpur

Secara umum populasi lumpur dianalisis dengan menggunakan Metoda

Pipet, untuk menentukan proporsi masing-masing kelas ukuran yang ada dalam

populasi ini. Kebanyakan ahli sedimentologi menggunakan metoda ini karena cara

kerjanya cukup sederhana, hasil yang diperoleh akurat dan hanya memerlukan

peralatan sederhana. Metoda Pipet berkembang pada awal tahun 1920an yang

dipelopori oleh ahli sedimentology dari Inggris, Amerika dan Jerman. Peralatan

Gambar peralatan untuk metoda pipet (Tucker, 1988)

Prosedur pelaksanaan analisis dengan metoda ini sebagai berikut:

 Sedimen yang lolos dari ayakan 1/16 mm (4Ø; 63 um), bersama airnya

ditampung dalam sebuah cawan, kemudian dimasukkan dalam tabung silinder

atau tabung ukur yang mempunyai volume 1 liter.


 Tambahkan larutan dispersan yaitu sodium hexametaphospate sehingga

volume persis 1.000 ml.

 Aduk larutan tersebut dengan menggunakan sebatang stick dan biarkan

selama satu hari agar supaya partikel-partikel yang berkohesive (lengket) satu

sama lainnya berpisah.

 Letakkan pada ruang yang bertemperatur 200C.

 Setelah satu hari, aduk lagi dengan cara menutup bagian atas silinder dengan

telapak tangan, setelah itu balikkan selinder tersebut dan diulangi selama 1

menit. Jangan sampai larutan terbuang.

 Setelah selesai diaduk selama 1 menit, letakkan silinder pada meja datar dan

langsung hidupkan stopwatch.

 Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang

bervolume 20 ml. Pipet harus diberi tanda sesuai dengan kedalaman

pengambilan pada tabung silinder. Jadwal dan kedalaman pengambilan harus

disesuaikan kelas ukuran butir.

Tabel kedalaman (cm) pipet yang dimasukkan dalam tabung silinder

berdasarkan temperatur dengan asumsi densitas partikel 2,65 (Lewis dan

McConchie, 1994)
 Masukkan pipet secara perlahan sehingga tidak terjadi pengadukan oleh

pergerakan pipet tersebut. Jika larutan yang terambil melebihi 20 ml, maka

jangan masukkan larutan tersebut kedalam tabung silinder tetapi harus

dibuang. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya goncangan pada

sampel yang ada dalam tabung tersebut.

 Masukkan larutan yang sudah diambil (sampel) kedalam cawan yang telah

disiapkan sebelumnya. Bersihkan pipet dengan cara memasukkan air destilasi

kedalam pipet tersebut, air hasil bilasan dimasukkan kedalam cawan yang

sama.

 Keringkan larutan (sampel) yang berada dalam cawan dalam oven, kemudian

ditimbang dan hasilnya dimasukkan kedalam table.


Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi lumpur

BC + Sp Berat Populasi

St Phi (ø) BC (g) (g) Phi (g) – Lumpur Phi (%)

SH (g) (%)

4 A E I 5

5 B F J 10

1 6 C G K Y 10

7 D H L 8

Total Z 33

Keterangan: Y = persentase populasi lumpur diperoleh dari proses pemisahan

Sodium Hexametaphospate (SH) pada sampel =

BC = berat cawan (g)

BC + Sp = berat cawan + berat sampel (g)

Berat 4 Phi = (E – A) – 0,04 g = I

Berat 5 Phi = (F – B) – 0,04 g = J

Berat 6 Phi = (G – C) – 0,04 g = K

Berat 7 Phi = (H – D) – 0,04 g = L

4 Phi (%) = I/Z x Y

5 Phi (%) = J/Z x Y

6 Phi (%) = K/Z x Y

7 Phi (%) = L/Z x Y


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulannya adalah terdapat 3 fraksi sedimen pada Selat Rupat yang

terdiri dari fraksi kerikil, pasir dan lumpur. Ketiga fraksi itupun memiliki ukuran

dan tekstur yang berbeda pula. Begitu juga halnya dengan lokasi-lokasi lain. Jadi

setiap lokasi perairan pasti memiliki struktur sedimen yang berbeda-beda.

4.2 Saran

Saran saya adalah agar praktikum-praktikum berikutnya dapat menjadi

lebih baik dan terstruktur lagi sehingga akan lebih menambah wawasan dan juga

pengalaman bagi penulis. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Nedi, S., Pramudya, B., Riani, E., Manuwoto. (2010). KARAKTERISTIK

LINGKUNGAN PERAIRAN SELAT RUPAT. Journal of Environmental Science.

1(4) 25-35.

Wikipedia. Sedimentasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentasi. Diakses pada

4 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai