Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

EKOLOGI ALGA / SEAWEED

( DISTRIBUSI DAN FAKTOR LINGKUNGAN )

DOSEN PENGAMPU : Dr. Zulkifli S.Pi, M.Si

OLEH :

Lenny Gustina

1904155546

UNIVERSITAS RIAU

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Alga adalah sekumpulan organisme autotrof maupun heterotrof (mixotrof) yang tidak
memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Sebagian besar merupakan fototrof, yaitu
memperoleh makanan dengan bantuan foton (cahaya), tetapi ada pula yang memperoleh nutrisi
melalui kombinasi fototrof dengan osmotrof (memperoleh nutrisi dengan osmosis), myzotrof
(memperoleh nutrisi dengan menghisap sel lain), phagotrof (memperoleh nutrisi dengan
memangsa partikel). Penggolongan alga secara tersendiri dibedakan dari tumbuhan Karena
tidak memiliki "organ" seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya).
Karena itu, alga pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus. Alga merupakan jenis
tanaman non-vaskuler yang melakukan fotosintesis. Alga memiliki klorofil a serta memiliki
sistem reproduksi yang sederhana. Alga dapat dikelompok atas 2 bagian, yaitu alga makro dan
alga mikro.
Alga merupakan kelompok hidrobiota berklorofil yang memiliki fungsi yang sangat
penting dalam ekosistem perairan. Alga berdasarkan bentuk hidupnya dibagi menjadi dua yaitu
alga planktonik dan non-planktonik disebut juga alga bentik. Alga planktonik adalah alga yang
hidupnya mengapung di badan perairan seperti danau dan sungai yang memiliki arus lambat,
sedangkan alga non-planktonik merupakan alga yang berasosiasi atau menempel diatas
permukaan substrat organik (makrofita) dan anorganik (batu) yang berada pada daerah yang
masih ditembus cahaya matahari sampai ke dasar perairan. Salah satu kelompok alga non-
planktonik adalah alga epilitik .
Alga epilitik merupakan alga yang menempel di substrat yang menetap seperti batu .
Menurut Afrizal dan Usman (1993) alga epilitik memiliki kemampuan untuk melekat dan bisa
hidup lebih lama pada substrat perairan sehingga sulit terbawa oleh arus. Kemampuan adaptasi
terhadap arus disebabkan oleh adanya alat pelekat bergelatin yang dimiliki oleh alga epilitik .
Alga epilitik merupakan mata rantai makanan yang menduduki tingkat tropik I yang
dimakan konsumen tingkat I seperti zooplankton maupun hewan invertebrata bentik. Selain itu
alga epilitik merupakan organisme autotrof yang berperan sebagai produsen primer diperairan
karena mampu mengubah bahan anorganik yang larut dalam air menjadi bahan organik
sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme heterotrof lain yang disebut produktivitas primer.
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik dari senyawa-
senyawa anorganik yang dianggap sebagai hasil fotosintesis.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Untuk mengetahui ekologi alga/seaweed.


1.2.2 Untuk mengetahui distribusi alga/seaweed.
1.2.3 Untuk mengetahui faktor lingkungan alga/seaweed.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 EKOLOGI ALGA/SEAWEED

Makroalga merupakan salah satu biota penyusun ekosistem laut yang memiliki
manfaat, baik secara ekologis maupun secara ekonomis. Pemanfaatan makroalga secara
ekonomis sudah bukan menjadi rahasia lagi. Makroalga atau rumput laut (sebutan oleh
kalangan pengusaha dan pembudidaya makroalga) merupakan komoditas unggulan di bidang
perikanan. Makroalga merupakan sumber penghasil fikokoloid (agar-agar, karaginan dan
alginat) yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri makanan,
kosmetik, farmasi, fotografi dan industri lainnya. Makroalga juga merupakan sumber
polisakarida bioaktif seperti ulvan, fukoidan, fukosantin, manitol laminaran, caulerpenin yang
bermanfaat untuk bahan senyawa obat.
Manfaat makroalga secara ekologis memberikan dampak terhadap keseimbangan
ekosistem laut dan secara tidak langsung memberikan dampak terhadap manusia terutama
dalam bidang perikanan. Keanekaragaman makroalga yang tinggi akan berpengaruh terhadap
produktivitas biologi yang tinggi di ekosistem. Makroalga sangat penting dalam perekrutan
dan perlindungan bagi ikan dan kekerangan. Hasil perikanan tersebut akan terus berkelanjutan
apabila keseimbangan ekosistem laut dapat terjaga kelestariannya. Peranan makroalga secara
ekologis terhadap ekosistemnya tidak banyak mendapatkan perhatian, karena peranan tidak
memberikan dampak secara langsung bagi kehidupan manusia, padahal peranan makroalga
secara ekologis juga sangat penting terutama bagi keseimbangan ekosistem.
Makroalga sebagai biota penyusun ekosistem laut tentunya memiliki peranan secara
ekologis terhadap ekosistem tempat tumbuhnya. Peranan makroalga secara ekologis tersebut
antara lain:
A. Sebagai Produsen Primer, Makroalga memiliki peranan secara ekologis bagi ekosistem
laut sebagai produsen primer dalam rantai makanan. Makroalga mengandung pigmen
fotosintetik sehingga dapat menyediakan makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari
dan nutrisi yang ada di air laut. Makroalga menempati zona intertidal di daerah pasang
surut sampai kedalaman dimana 0,01% cahaya fotosintesis tersedia. Sebagai produsen
primer, makroalga melakukan proses fotosintesis dan peristiwa ini sering kita sebut
sebagai produktivitas primer.
B. Sebagai sumber makanan bagi biota lainnya, Sebagai produsen primer dalam rantai
makanan, makroalga merupakan sumber pangan bagi biota laut lainnya (herbivora).
Pemangsaan makroalga oleh herbivora tidak selalu memberi pengaruh negatif bagi
ekosistem, tetapi juga merupakan salah satu cara alami untuk menjaga keseimbangan
ekosistem dengan cara mencegah terjadinya ledakan populasi makroalga di ekosistem.
Ikan, bulu babi dan gastropoda umumnya menjadi pemangsa bagi makroalga. Makroalga
merupakan makanan utama bagi ikan laut herbivora. Sebanyak 5% ikan merupakan ikan
herbivora, tetapi hanya 30% saja yang hidup di laut. Ikan laut herbivora tersebut
umumnya hidup di terumbu karang. Tempat hidup ikan herbivora di terumbu karang,
menyebabkan interaksi tidak hanya antara makroalga dan ikan herbivora, tetapi juga
terjadi interaksi segitiga antara makroalga, ikan herbivora dan karang.
C. Sebagai Tempat Perlindungan, Makroalga dapat menjadi tempat perlindungan/habitat
bagi biota laut berukuran kecil, antara lain ekinodermata, moluska dan krustasea. Sebagai
contoh, makroalga Halimeda opuntia menjadi tempat perlindungan bagi bulu babi,
krustasea, moluska dan polikaeta berukuran kecil. Hal ini terbukti dengan ditemukannya
biota-biota laut tersebut di rumpun H. opuntia. Makroalga yang tumbuh di antartika
umumnya memiliki thallus berukuran besar dan menjadi tempat perlindungan bagi
beberapa gastropoda, antara lain: Desmarestia antarctica, Desmarestia anceps,
Desmarestia menzeisii, Gigartina skottbergii, Myriograme mangini, Plocamium
cartilagineum dan Palmaria decipiens. Masing-masing makroalga tersebut menjadi
tempat berlindung bagi gastropoda yang berbeda. D. menziesii menjadi tempat
berlindung bagi gastropoda Skenella umbilicata dengan kepadatan dapat mencapai 28
individu per 100 g makroalga basah.
D. Sebagai Habitat Pengasuhan, Makroalga merupakan koloni/rumpun yang dimanfaatkan
oleh biota laut sebagai habitat pengasuhan. Biota laut yang umum ditemukan berada di
rumpun makroalga adalah ikan. Makroalga Sargassum furcatum di Perairan Pulau Cabo
Frio, Brazil menjadi habitat pengasuhan bagi beberapa jenis ikan antara lain: Diplodus
argenteus, Haemulon aurolineatum dan Acanthurus bahianus.
E. Sebagai Penyerap Karbon Saat ini, banyak penelitian yang tertarik untuk meneliti potensi
tumbuhan laut sebagai penyerap emisi karbon dari aktivitas antropogenik, yang dikenal
dengan istilah “karbon biru” (blue carbon). Produsen primer di laut berkontribusi
setidaknya 50 % dari fiksasi karbon dunia dan dapat menyumbang sebanyak 71% dari
seluruh karbon yang tersimpan di sedimen lautan. Alga dan tumbuhan tingkat tinggi,
seperti mangrove dan lamun merupakan produsen primer lautan yang memiliki potensi
dalam menyimpan karbon. Makroalga diketahui memiliki kemampuan menyerap karbon,
sehingga dapat mengurangi pengaruh pemanasan global.

2.2 DISTRIBUSI ALGA/SEAWEED


Keragaman dan distribusi alga di Pantai Sepanjang Gunung Kidul dapat didiskripsikan
sebagai berikut:

1. Enteromorpha flexuosa
Ciri umum spesies ini adalah thallusnya yang berbentuk filamen panjang mencapai
6 hingga 15 cm, berbentuk tubular dengan rongga di bagian tengahnya atau kadang-kadang
kedua sisi thallusnya menempel satu sama lain, tidak bercabang, menempel pada substrat
dengan menggunakan holdfast pada bagian pangkal thallus. Spesies ini banyak ditemukan
pada daerah pasang surut yang terpapar sinar matahari, menempel pada substrat berupa
karang mati.
2. Boergesenia forbesii
Ciri-ciri umum dari spesies ini adalah thallusnya berbentuk seperti balon dengan
ujung berukuran lebih besar dan semakin mengecil ke bagian pangkalnya. Bentuk thalus
melengkung, mirip gada melengkung dengan bagian pangkal yang sangat mengecil
sebagai bagian yang melekat pada substrt. Thalus soliter yang berpusat pada pangkal
holdfast, berwarna hijau transparan, berdinding tipis dan bagian dalamnya berisi cairan.
Berukuran tinggi kurang lebih 5 cm atau kurang, diameter bagian ujung thalus rata-rata 1
cm atau kurang dan diameter bagian pangkal sangat kecil lebih kurang 2 mm.
Spesies ini terdistribusi pada daerah karang mati. Holdfast melekat pada karang
mati, batuan atau sebagai epifit pada lamun.
3. Enteromorpha clathrata
Thallus berupa lembaran tipis, lembut dan bercabang. Panjang kurang dari 15 cm.
Habitat menempel pada substrat yang keras misalnya karang mati. Thallus menempel pada
substrat dengan menggunakan holdfast.
4. Ulva vasciata
Alga ini memiliki ciri thallus berupa lembaran halus. Tepi thallus ikal berombak,
dengan ukuran lebar mencapai 5 cm dan panjang hingga 25 cm. Warna thalli hijau cerah.
Spesies ini terdistribusi pada daerah yang terpapar cahaya matahari, pada rataan terumbu
melekat pada substrat batu atau dapat juga bersifat epifit.
5. Ulva lactuca
Ulva lactuca memiliki ciri berupa thallus yang tipis bentuk lembaran licin.
Berukuran lebih besar dibandingkan dengan Ulva vasciata. Thallus berwarna hijau tua
dengan tepi lembaran bergelombang. Pada bagian pangkal thallus memiliki warna yang
lebih gelap dan lebih kaku dibandingkan pada bagian tengah dan ujung thallus. Bagian
pangkal thallus sebagai tempat melekatnya alga dengan substrat. Alga ini terdistribusi
pada substrat karang mati di daerah paparan terumbu karang di perairan dangkal paparan
sinar matahari yang sangat tinggi.
Masyarakat di sekitar Pantai Sepanjang biasa memnafaatkan alga ini sebagai bahan
makanan untuk dimasak sebagai sayuran atau digoreng menjadi keripik ulva.
6. Caulerpa racemosa
Alga jenis ini memiliki ciri thallus berupa stolon yang besar dengan ukuran 4-5 cm.
Ujung thallus meruncing seperti paku. Holdfast relatif besar sebagai bagian yang melekat
pada substrat berupa campuran pasir dan lumpur. Ramulus-ramulus muncul pada stolon
yang bercabang dan memiliki bulatan-bulatan ramulus dengan ujung yang papak dengan
tangkai yang pendek membentuk rangkaian dengan panjang mencapai 2-3 cm.
Alga jempuran antara pasi dengan lumpur, kadang-kadang ditemukan pada sela-
sela karang yang berlumpur. Masyarakat di sekitar pantai Sepanjang biasa memanfaatkan
tanaman ini sebagai bahan sayuran segar dalam bentuk pecel, oseng maupun sebagai
lalapan.
7. Acanthophora specifera
Thallus silindris, percabangan bebas, tegak, terdapat duri-duri pendek sekitar
thallus. Substansi cartilaginous, warna coklat tua atau kekuning-kuningan. Rumpun lebat
dengan percabangan ke segala arah. Habitat pada substrat batu atau substrat keras lainnya,
dapat bersifat epifit.
8. Jania adherens
Thallus tumbuh tegak, rimbun, menempel pada substrat dengan holdfast, memiliki
variasi warna kehijauan, coklat, kemerahan dan kekuningan, tinggi bisa mencapai 30-40
cm. Keseluruhan thalli silindris, sumbu utama bisa mencapai diameter 10-15 mm. Habitat
pada daerah pasang surut. Selalu menempel pada batu karang atau substrat padat lainnya.
Biasanya menghuni perairan yang relatif tenang dan terlindung.
9. Gracilaria arcuata
Alga jenis ini memiliki ciri thallus kaku, berbentuk silindris dan licin dengan
substansi cartilaginous. Warna thallus hijau kcoklatan, atau hijau jingga. Holdfast
membentuk seperti cakram, thallus merimbun pada bagian ujung dan mengecil pada
bagian pangkalnya. Secara keseluruhan thallus membentuk seperti mangkuk pipih yang
terbalik. Spesies ini tumbuh melekat pada karang mati dan tersebar di daerah rataan
terumbu karang. Masyarakat sekitar pantai Sepanjang biasa memanen alga jenis ini untuk
dijual kepada para pengepul untuk dijadikan sebagai bahan agar.
10. Achantopora muscoides
Spesies ini memiliki ciri thallus berwarna coklat tua, silindris dengan perabangan
yang tidak teratur. Pada permukaan thallus utama dan percabangannya muncul bintil-bintil
seperti duri tumpul yang rapat. Sehingga bentuk thallus spesies ini seprti gimbal, rimbun
pada ujung rumpun thallusnya. Ukuran rumpun dapat mencapai 10-15 cm. Persebaran
spesies ini melekat pada karang mati, yang selalu tergenang air dan sering terkena ombak
langsung.
11. Gelidiella acerosa
Spesies ini memiliki ciri thallus kaku, berwarna hijau kecoklatan atau kadang-
kadang hijau kemerahan. Thallus membentuk rumpun yang melekat pada substrat berupa
karang mati yang bercampur dengan lumpur. Thalus memiliki percabangan yang tidak
teratur. Pada kedua sisi setiap cabang tumbuh percabangan pendek berukuran 1-6 mm.
Percabangan ini tumbuh teratur pada kedua sisi thallus, dengan ukuran semakin pendek
menuju ke ujung thallus.
Spesies ini terdisribusi pada daerah karang mati yang becampur dengan lumpur.
Biasanya dapat ditemukan bersama dengan genus Achantopora.
12. Padina australis
Spesies ini memiliki thallus seperti kipas, berbentuk lembaran tipis yang
membentuk lobus-lobus (lekukan) pada bagian pangkalnya. Berwarna coklat tua hingga
coklat kekuningan. Pada permukaan lembaran membentuk garisgaris radial berwarna
putih mencolok. Pada ujung thallus berukuran lebih lebar dari pada pangkalnya dan bertepi
rata. Spesies ini tersebar pada habitat campuran pasir dan lumpur pada daerah pasang surut
yang selalu tergenng dengan air.
13. Dictyota dichotoma
Spesies alga ini memiliki ciri thallus berupa lembaran berwarna coklat. Thallus
menyerupai pita denan ukuran panjang 5-13 cm dan lebar 2-3 cm. Thallus bercabang-
cabang dikotom, ujung thallus membulat, membentuk rumpun yang rimbun. Spesies alga
ini mudah ditemukan menempel pada karang mati yang agak terlindung dari paparan sinar
matahari.

2.3 FAKTOR LINGKUNGAN ALGA/SEAWEED

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Alga. Pertumbuhan alga dapat


dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi laju pertumbuhan alga diantaranya adalah suhu, cahaya, pH, dan konsentrasi
elemen-elemen esensial atau nutrien yang dipakai untuk fotosintesis.
A. Suhu
Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik
memilki kisaran suhu tertentu ( batas atas dan batas bawah) yang disukai bagi
pertumbuhannya. misalnya alga dari filum Chlorophyta akan tumbuh dengan baik pada
kisaran suhu 20°C-30°C. Skala suhu untuk pertumbuhan alga Cladophora antara 15°C-
25°C.
B. Cahaya
Cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku organisme akuatik. Alga planktonik
menunjukkan respon yang berbeda terhadap perubahan intensitas cahaya. Pigmen klorofil
menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru Menurut Wells et al.
(1999), di perairan cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu memanasi air sehingga terjadi
perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya
pencampuran massa dan kimia air, dan merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis
alga dan tumbuhan air. Beberapa filamen alga mulai tumbuh kurang dari satu meter dengan
penetrasi cahaya yang sampai ke dasar kolam.dan hijau, fikoeritrin menyerap warna hijau,
dan fikosianin menyerap cahaya kuning.
C. pH
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat
terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat
tidak toksik. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang
tak terionisasi dan berifat toksik. Pada pH kurang dari 4, sebagian besar tumbuhan air mati
karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Fitoplankton dapat berkembang pada
kisaran pH 6,5 sampai dengan 8.
D. Nutrien
Suplai nutrien berasal dari hasil dekomposisi bahan organik dan regenerasi dari nutrien,
dan oleh pengadukan vertikal air yang memungkinkan sediaan nutrien yang tersimpan di
lapisan air di bawah dapat dimanfaatkan di lapisan air permukaan. Asimilasi nutrien untuk
pertumbuhan tumbuhan akan mengurangi konsentrasinya di perairan, yang kelak pada saat
nutrien sangat rendah maka laju produksi menjadi terbatas. Riley et al. in Goldman &
Horne (1983) menyatakan bahwa laju. populasi fitoplankton di perairan dibatasi oleh
konsentrasi fosfat bila ketersediaan fosfat tersebut kuantitasnya kurang dari kebutuhan
untuk lima hari untuk pertumbuhan populasi. Nitogen dan Fosfor akan menyatu di dalam
struktur sel alga dengan rasio N:P yaitu 16:1 .
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa Alga adalah sekumpulan organisme
autotrof maupun heterotrof (mixotrof) yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi
yang nyata. Sebagian besar merupakan fototrof, yaitu memperoleh makanan dengan bantuan
foton (cahaya), tetapi ada pula yang memperoleh nutrisi melalui kombinasi fototrof dengan
osmotrof (memperoleh nutrisi dengan osmosis), myzotrof (memperoleh nutrisi dengan
menghisap sel lain), phagotrof (memperoleh nutrisi dengan memangsa partikel).
Alga memiliki banyak manfaat dalam proses pendistribusian bagi masyarakat setempat
yang dapat mengolah dan memanfaatkan alga sesuai dengan keragamannya dengan cara
yang benar. Alga juga dipengaruhi beberapa faktor dalam lingkungannya seperti suhu,
cahaya, pH, dan nutrien.

3.2 SARAN

Pada Makalah ini penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah ini penulis meminta
kritik yang membangun dari para pembaca dan pemeriksa makalah ini. Saya ucapkan terimakasih
kepada pihak yang berkenan menberikan saran terhadap makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arfah, H., & Patty, S. I. (2014). Keanekaragaman Dan Biomassa Makro Algae Di Perairan Teluk
Kotania, Seram Barat. Jurnal Ilmiah Platax, 2(2), 63–73.
Coy, M. N. (N.D.). Jurnal Perikanan Dan Kelautan Tropis 1 Siput Gastropoda Pada Alga Makro
Di Tanjung Arakan Dan Pantai Pulau Nain , 12-21.
Handayani, T. (2019). Peranan Ekologi Makroalga Bagi Ekosistem Laut Oleh Tri Handayani 1).
Oseana, 44(1), 1–14.
Https://Reefresilience.Org/Id/Stressors/Invasive-Species/Algae/
Mulyadi, A. (N.D.). Ekologi 4an Prospf | C Pemalnfaatan, 1-66.
Nurmiyati. (2013). Keragaman , Distribusi Dan Nilai Penting Makro Alga. Bioedukasi, 6, 12–21.
Parwanayoni, S., & Made, N. (2008). Pergantian Populasi Bakteri Heterotrof, Algae Dan
Protozoa Di Lagoon Btdc Unit Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Bumi Lestari, 8(2),
180–185.

Anda mungkin juga menyukai