Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ekosistem alam merupakan satu kesatuan habitat alami
tempat bernaungnya seluruh makhluk (manusia, tumbuhan dan
hewan) yang ada di muka bumi ini. Makhluk tersebut masingmasing berada dalam suatu komunitas tertentu, dimana mereka
saling berinteraksi satu dengan lainnya. Hal ini dikenal dalam
istilah ekologi. Keberadaan makhluk hidup pada suatu daerah
tergantung pada faktor lingkungan yang dapat mendukung
kehidupan makhluk hidup pada daerah tersebut. Hubungan
timbal balik terjadi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
baik faktor biotik maupun abiotik dalam suatu ekosistem. Apabila
faktor lingkungannya sesuai, makhluk hidup dapat hidup dengan
baik. Tetapi apabila faktor lingkungan berubah, hanya makluk
hidup yang mempunyai kisaran toleransi yang luas terhadap
perubahan tersebut, yang akan mampu bertahan hidup. Hal ini
berlaku pada ekosistem daratan maupun perairan.
Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan
kelestariannya.sebagai Sehingga untuk menjamin sumberdaya
alam , kita perlu mengkaji dan memperhatikan hubunganhubungan ekologis yang berlangsung diantara komponenkomponen yang menyusun sebuah ekosistem, Lamun kadangkadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitata
bagti berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat
memperlambat gerakan air dan melindungi komunitas mangrove
yang berada di daerah belakan padang lamun. Keberadaan
ekosistem lamun belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat
di banadingkan dengan ekosistem mangrove maupun terumbu
karang, meskipun diantara ketiga ekosistem tersebut di kawasan
pesisir merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
1.2. Tujuan
Mengamati dan mempelajari komponen-komponen
ekologi yang terdapat pada ekosistem padang lamun
(seagrass)
Mengetahui kondisi lingkungan biologi di perairan Desa
Gisi melalui : a. Komposisi jenis biota, b. Distribusi jenis
biota, c. Kepadatan, kelimpahan, serta frekuensi
kehadiran tiap spesies.
Mengidentifikasi masing-masing lamun secara visual
dan mengetahui kondisi kualitas perairan di lokasi
praktikum.

1.3. Manfaat
Mahasiswa
dapat
mengamati
dan
mempelajari
komponen-komponen ekologi yang terdapat pada
ekosistem padang lamun (seagrass)
Mahasiswa dapat mengetahui kondisi lingkungan biologi
di perairan Desa Gisi melalui : a. Komposisi jenis biota,
b. Distribusi jenis biota, c. Kepadatan, kelimpahan, serta
frekuensi kehadiran tiap spesies.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi masing-masing
lamun secara visual dan mengetahui kondisi kualitas
perairan di lokasi praktikum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Lamun


Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan
dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et
al., 1997, Wibowo et al., 1996) . sehingga interaksi ketiga
ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik
ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu
ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh.
Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan
arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam
air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen
dalam Wibowo, 1996)
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun
sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo
et al., 1996) . Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah
pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari
masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung
kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu
sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang
lamun dan biota lain adalah sangat kompleks. Di samping itu,
padang lamun adalah pengekspor bahan organik ke ekosistem
lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui
hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai
serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup
tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan
Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi
Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta
Krustasea (udang dan kepiting). Secara ekologis padang lamun
memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan
sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota
perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun
juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus
nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi
ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan
densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun

lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan


tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun
dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga
kerapatan
dan
keanekaragaman
fauna
bentos
tinggi.
(Romimohtarto dkk, 1999).
Ekosistem padang lamun mempunya potensi ekonomi yang
sangat besar. Potensi ini mendorong pengambilan sumberdaya
yang dikandungnya secara berlebihan dan tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah konservasi. Karena adanya asumsi bahwa
sumberdaya yang berada di ekosistem padang lamun adalah
milik bersama (common property), sehingga bila tidak
dimanfaatkan pada saat ini maka akan dimanfaatkan orang lain
(tragedy of common). Untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati
tersebut digunakan cara-cara destruktif, mis. untuk menangkap
ikan digunakan racun sianida, bahan peledak, dan lain-lain yang
semuanya itu dapat merusak ekosistem padang lamun. Ancaman
yang mengakibatkan terdegrasinya ekosistem padang lamun
bisa disebabkan dari aktivitas manusia (pertanian, pertambakan,
industri, pertambangan, pengembangan kota, reklamasi, dsb.)
dan pengaruh dari proses-proses alami (angin, arus, hujan,
gelombang, dsb.) (Dahuri, 2003).
Interaksi ekosistem padang lamun dengan ekosistem hutan
mangrove sangat menentukan tipe substrat. Pengrusakan
ekosistem hutan mangrove dapat menghilangkan salah satu
fungsinya sebagai perangkap sedimen. Tanpa hutan mangrove
maka sedimen dari darat akan hanyut dan menyebar ke laut.
Padahal dengan terperangkapnya sedimen di hutan mangrove
secara perlahan dan dalam jumlah yang besar akan bergeser ke
padang lamun. kedalaman substrat berperan dalam menjaga
stabilitas sedimen yang mencakup dua hal, yaitu pelindung
lamun dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan
utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun.
Tetapi juga sedimen yang mengandung bahan pencemar
dan terperangkap di ekosistem pesisir merupakan masalah serius
degradasi likungan. pembukaan lahan atas sebagai bagian dari
kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian, baik
padat maupun cair yang masuk perairan pesisir dan laut melalui
aliran sungai. Limbah cair yang mengandung nitrogen dan fosfor
berpotensi menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang
merugikan ekosistem pesisir. (Bengen, 2002).
2.2. Biota akuatik
Biota akuatik merupakan kelompok biota, baik hewan
maupun tumbuhan yangsebagian atau seluruh hidupnya berada

di perairan.Berdasarkan kebiasaan hidupnya, Berikut biota yang


sering ditemukan dalam ekosistem padang lamun:

Makropifit Bentik.

Lamun berasosiasi dengan berbagai varietas makroalga.


Sebagai contoh Kiswara (1991) melaporkan bahwa Gracillaria
lichenoides yang bernilai ekonomis penting merupakan salah
satu makropifit yang dominan pada padang lamun dekat Lontar,
Jawa Barat. Di Filipina asosiasi lamun dengan makropifit
merupakan sumberdaya ekonomis penting, dipanen untuk
produksi agar (contohnya Gracillaria dan Gelidiella), pakan
ternak, pupuk dan alginate (contohnya Sargassum spp.)(Fortes
1990a).Di Salabanka, Sulawesi Tengah, pertanian rumput laut di
daerah laguna didominasi oleh komunitas lamun campuran
menjadi aktifitas ekonomis penting. Pada studi komunitas lamun
jangka panjang yang dilakukan di Kepulauan Spermonde, Verheij
dan Erftemeijer (1993) mencatat 117 spesies makroalga yang
berasosiasi dengan Padang Lamun di lima habitat berbeda.

Epifit Lamun.

Istilah epifit lamun mengacu bagi seluruh organisme


autotrofik (yaitu, produsen primer) yang tinggal menetap di
bawah permukaan (air) menempel pada rhizoma, batang dan
daun lamun.Bagaimanapun istilah ini sering digunakan mengacu
pada semua organisme (hewan atau tumbuhan) yang
berkembang di lamun (Russel 1990).Kita lebih memilih istilah
epifauna bagi semua organisme heterotrofik yang menempel
pada bagian lamun di bawah sedimen, sementara infauna
disebut bagi organisme yang hidup pada sedimen diantara
rhizoma/jaringan akar lamun.Daun lamun sering terdapat
kelimpahan epifit yang paling melimpah, karena lamun memiliki
substrat stabil dengan akses cahaya, nutrien dan pertukaran
air.Tidak seperti rumput laut lainnya (contohnya Phaeophyta),
lamun tidak memiliki pertahanan kimia yang kuat (contohnya
campuran phenolic) yang meyebabkan mrereka dapat
dimanfaatkan sebagai substrat hidup bagi berbagai organisme
menetap dan bergerak.
Komunitas epifitik dan epibentik merupakan komponen
turunan dari lingkungan tiga dimensi lamun dengan
menyediakan sumber makanan bagi sejumlah invertebrata serta
vertebrata perumput. Klumpp et al. (1992) menunjukkan bahwa
pada terminologi nilai nutrisi, komunitas epifit jauh lebih utama
daripada lamun (rasio C:N epifit adalah 9:18; rasio C:N lamun
adalah 17:30). Biomasa besar epifit lamun ini sangat
menambahkan bagi keseluruhan nilai nutrisional tumbuhan.

Meskipun demikian, Birch (1975) membandingkan padang lamun


tropis dengan padang rumput miskin nutrisi.

Fauna.

Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan bentik,


organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang
tinggal sementara disana. Spesies yang sementara hidup di
lamun biasanya adalah juvenil dari sejumlah organisme yang
mencari makanan serta perlindungan selama masa kritis dalam
siklus hidup mereka, atau mereka mungkin hanya pengunjung
yang datang ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan.
Banyak spesies epibentik baik yang tinggal menetap maupun
tinggal sementara yang bernilai ekonomis, udang dan udangudangan adalah yang bernilai ekonomis paling tinggi. Sebagai
penjelas, dan bukan karena alasan ekologi maupun biologi
tertentu, ada empat kelompok besar fauna yang diketahui: 1)
Infauna
(hewan
yang
hidup
didalam
sedimen);
2) Fauna Motil (fauna motil berasosiasi dengan lapisan
permukaan
sedimen;
3) Epifauna Sesil (organisme yang menempel pada bagian
lamun); dan Fauna Epibentik Fauna (fauna yang berukuran besar
dan bergerak diantara lamun) (Howard et al. 1989).

Meiofauna.

Susetiono (1994) melaporkan pada asosiasi fauna dengan


Padang Lamun Enhalus acoroides monospesifik di pesisir Selatan
Lombok.Infauna sedimen terdiri dari Nematoda, Foraminifera,
Copepoda, Ostracoda, Turbelaria dan Polychaeta. Tingginya
kelimpahan Nematoda (seperti indeks rasio kelimpahan
Nematoda:Copepoda) mengindikasikan kelimpahan nutrien yang
sering berasosiasi dengan land runoff. Meiofauna yang muncul
secara aktif adalah Copepoda, Nematoda, Amphipoda, Cumacea,
dan Ostracoda.Tingkat analisis umum-atau spesies-belum
dilakukan sedemikian jauh.Berdasarkanpada informasi yang
tersedia dari Teluk Kuta, Susetiono (1994) mengkonstruksikan
jaring makanan sederhana pada Padang Lamun Enhalus
acoroides.
Foraminifera bentik merupakan komponen penting pada
komunitas lamun, tetapi hanya mendapatkan sedikit perhatian
(Suhartati 1994). Di Kepulauan Seribu patch reef kompleks,
padang lamun melimpah dan sering didominasi oleh
asosiasi Enhalus
acoroides dan Thalassia
hemprichii (Azkab

1991). Foraminifera bentik pada kedua asosiasi spesies ini


didominasi oleh subordo Miliolina dan Rotaliina (Suhartati 1994).
Milionid berkarakteristik lembut, test porselin yang mengandung
kristal kalsit, sementara Rotaliinid seperti kaca, test berdinding
ganda yang mengandung lapisan tipis kalsit hialin radial.

Krustase.

Krustasea yang berasosiasi dengan lamun merupakan


komponen penting dari jaring makanan di lamun.Bentuk krustase
infaunal maupun epifunal berhubungan erat dengan produsen
primer dan berada pada tingkatan trofik yang lebih tinggi, karena
selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan sumber
makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang
berasosiasi dengan lamun. Studi analisis gut terbaru dari ikan
yang berasosiasi dengan lamun di pesisir selatan Lombok
(Pristiwadi
1994),
mendemonstrasikan
bahwa
krustase
merupakan sumber makanan dominan.
Padang lamun diketahui merupakan habitat kritis bagi udang
penaeid komersial penting (seperti Penaeus esculentus dan P.
semisulcatus) (Bell dan Pollard 1989; Coles et al. 1993; Mellors
dan Marsh 1993; Watson et al. 1993) dan lobster berduri
(Panulirus ornatus).(Bell dan Pollard 1989; Poiner et al. 1989),
yang tergantung pada lamun sebagai tempat mencari makan
serta berlindung selam masa postlarva dan juvenil dari siklus
hidup mereka.

Moluska

Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang


paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia,
dan mungkin yang paling banyak diksploitasi.Sejumlah studi
tentang moluska di daerah subtropik telah menunjukkan bahwa
moluska merupakan komponen yang paling penting bagi
ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan
perannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al.
1984). Telah didemonstrasikan bahwa 20% sampai 60% biomasa
epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan oleh
komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et
al. 1992). Bagaimanapun, peranan mereka pada ekosistem
almun di Indonesia relative belum diketahui. Moluska utama
pada padang lamun subtropis adalah detrivor dengan sangat

sedikit yang langsung memakan lamun (Kikuchi 1980).


Gastropoda cenderung memakan perifiton (Klumpp et al. 1989).

Echinodermata.

Hewan Echinodermata adalah komponen komunitas bentik di


lamun yang lebih menarik dan lebih memiliki nilai ekonomi.Lima
kelas echinodermata ditemukan pada ekosistem lamun di
Indonesia. Dibawah ini urutan Echinodermata secara ekonomi : 1.
Holothuroidea (timun laut atau teripang); 2. Echinoidea (bulu
babi); 3.Asteroidea (Bintang laut); 4.Ophiuroidea (Bintang Laut
Ular); 5.Crinoidea . Dari lima kelas yang ada, Echinoidea adalah
kelompok yang paling penting di ekosistem lamun karibia, karena
mereka adalah kelompok pemakan yang utama (Lawrance 1975,
Greenway 1976).
Echinodermata pada umumnya, dengan pengecualian
beberapa
holothuroidea,
makan
pada
malam
hari.Bagaimanapun,
Klummp
et
al.
(1993)
dilaporkan
bahwa Tripneustes
gratilla dan Salmacis
sphaeroides makan
secara terus menerus siang dan malam, tanpa bukti yang
berkala.Mereka mencari sampai ke dasar substrat, memakan
alga, serasah lamun dan daun lamun yang masih hidup (Klumpp
et al., 1993).

Ikan

Di sepanjang jarak distribusinya, ekosistem lamun, baik yang


luas ataupun sempit adalah habitat yang penting bagi
bermacam-macam spesies ikan (Kikuchi, 1980; Pollard 1984; Bell
dan Pollard 1989). Pada resensi, asosiasi ikan di lamun, mereka
Bell dan Pollard (1989) mengidentifikasi 7 karakteristik utama
kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun. Berdasarkan Bell
dan Pollard (1989) dengan beberapa perubahan, karakteristikkarakteristiknya adalah :
1. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di padang lamun
biasanya lebih tinggi daripada yang berdekatan dengan
substrat kosong.
2. Lamanya asosiasi ikan-lamun berbeda-beda diantara
spesies dan tingkatan siklus hidup.
3. Sebagian besar asosiasi ikan dengan padang lamun
didapatkan dari plankton, jadi padang lamun adalah daerah
asuhan untuk bnyak spesies yang mempunyai nilai
ekonomi penting.

4. Zooplankton dan epifauna krustasean adalah makanan


utama ikan yang berasosiasi dengan lamun, dengan
tumbuhan, pengurai dan komponen infauna dari jarringjaring makanan di lamun yang dimanfaatkan oleh ikan
5. Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada
komposisi spesies terjadi dibanyak padang lamun.
6. Hubungan yang kuat terjadi antara padang lamun dan
habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi
spesies ikan di padang lamun menjadi tergantung pada
tipe (terumbu karang, estuaria, mangrove) dan jarak dari
habitat yang terdekat, seperti pada siklus malam hari.
7. Kumpulan ikan dari padang lamun yang berbeda seringkali
berbeda juga, walaupun dua habitat itu berdekatan.
Hutomo dan Martosewojo (1977) membagi kumpulan ikan
yang berasosiasi dengan lamun di Pulau Pari menjadi 4 kategori,
yaitu :
1. Penghuni tetap, dengan memijah dan menghabiskan
sebagian besarhidupnya di padang lamun (contohnya
Apogon margaritoporous).
2. Menetap dengan menghabiskan hidupnya di padang lamun
dari juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi memijah di
luar padang lamun (contoh : Halichoeres leparensis,
Pranaesus duodecimalis, Paramia quinquilineata, Gerres
macrosoma, Monachantus tomentosus, M.hajam,
Hemiglyphidodon plagyometopon, Synadhoides
biaculeatus)
3. Menetap hanya pada saat tahap juvenile (contoh : Siganus
canaliculatus, S.virgatus, S.chrysospilos, Lethrinus spp,
Scarus spp, Abudefduf spp, Monachnthus mylii, Mulloides
samoensis, Pelates quadrilineatus, Upeneus tragula) dan
4. Menetap sewaktu-waktu atau singgah hanya mengunjungi
padang lamun untuk berlindung atau mencari makan.
Ciri binatang yang hidup di padang lamun antara lain:
a. Yang hidup di daun lamun
b. Yang makan akar canopy daun
c. Yang bergerak di bawah canopy daun
d. Yang berlindung di daerah padang lamun

10

2.3. Wilayah pesisir


Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan
lau! dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh
sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang suru! perembesan air
laut (infiusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas,
sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian
atau batas terluar dari daerah paparan benua (continental shelf),
dimana ciri-ciri perairan ini masih dipenganrhi oleh proses atami
yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
naupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran . (Nurul, 2003)
Berdasarkanb atasant ersebutd i atas,b eberapae
kosistemw ilayah pesisir yang khas seperti estuari4 delta laguna,
terumbu karang (coral reefl, padang lamun(seagrass), hutan
mangrove,h utan raw4 dan bukit past (sand dune) tercakup
dalamwilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung
pada stnrktur geologi yangdicirikan oleh topografi dari wilayatr
yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah
pesisir yang berhubungan dengan tepi benua yang meluas
(natting edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke
arah darat dari garis pantai terbentangekosistem payau yang
landai dan ke arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi
wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan
atau tubrukan (collisionedge), dataran pesisirnya sempit, curam
dan berbukit-bukit, sementara jangkauan paparan benuanya ke
arah laut juga sempit.( Nurul, 2003)
Pola hidup lamun sering berupa hamparan maka di kenal
juga istilah padang lamun ( seagress bad ) yaitu hamparan
vegetasi lamun yang menutup suatu areapesisir atau laut
dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan
padat atau jarang . sedangkan sistem ( organisasi ) ekologi
padang lamun yang terdiri dari komponen abiotik disebut
ekosistem lamun ( seagress ecosistem ). Habitat tempat hidup
lamun addalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga
dijumpai di terumbu karang.Padang lamun cukup baik pada
perairan dangkal atau eustaria apabila sinar matahari cukup
banyak. Habitanya berada terutama pada laut dangkal.
Pertumbuhannya cepat kurang lebih 1.300 3.000 gr berat
kering/m2/th. Padang lamun ini mempunya habitat dimana
tempatnya bersuhu tropis atau subtropics.

11

2.4. Parameter biofisik Ekosistem Lamun


Untuk
mengetahui
keterkaitan
antara
parameter
abiotikterhadap parameter biotik (ekosistem lamun) dalam
lingkungan perairan sampling, maka dilakukan dengan melihat
kondisi lingkungan sekitar.
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem padang lamun
adalah :Kecerahan
1.
2.
3.
4.

Temperatur
Salinitas
Substrat
Kecepatan arus
Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat
mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh
tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan
mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga
meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya
mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap
proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu
produktivitas primer ekosistem lamun.
Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas
di daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan
bahwa lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan
temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya
memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran
lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28-300C.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang
akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.

12

Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah 10-40
dan nilai optimumnya adalah 35. Penurunan salinitas akan
menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis.
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis
dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas
yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa,
produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya
salinitas.

Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen,
mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang
utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman
sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam
stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman
dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.

Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan arus.

13

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
a. Waktu Pelaksanaan : Minggu, 7 Desember 2014
b. Lokasi Praktikum
: Desa Gisi
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini
adalah :
1. Alat pengukuran kualitas perairan
2. Kantong plastik untuk tempt sampel
3. Sepidol permanen
4. Petak kuadran ukuran 1x1m untuk transek lamun dan
bentos
5. Line transek 50m
6. Alat tulis
7. Kamera digital
8. Alat galih trovol
9. Ayakan
3.3. Prosedur praktikum
1. Pengukuran dan pengambilan data kualitas perairan
a. Kondisi cuaca di tentukan dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap kondisi cuaca pada lokasi sampling
b. Temperatur ditentukan dengan menggunakan termometer
c. Salinitas dilakukan dengan menggunakan Salt Meter
yang telah di kalibrasikan terlebih dahulu
d. pH di ukur dengan menggunakan pH meter
e. DO di ukur dengan menggunakan DO meter
f. Kondisi subtrat

14

2. Lingkungan biologis
a. Untuk melakukan sampling terhadap data organisme
digunakan metode transek kuadran, berdasarkan prosedur
berikut
b. Sampling bentos : Tarik garis transektegak lurus garis
pantai, mulai dari pasang tertinggi hinga surut terendah
c. Pada tiap interval jarak 10m sepanjang garis transek
tersebut, letakan kuadran ukuran 1x1m
d. Lakukan penggalian subtrat dalam kuadran contoh dengan
bantuan trovol dan kemudian substrat tersebut letakan
pada ayakan. Hal ini di sebabkan cara hidup organisme
bentos yang hidup di dalam tanah. Hitung jumlah
organisme/ individu tiap biota terdapat di dalam tiap
kuadran contoh dan tuliskan datanya
e. Ambil masing-masing sepesies 2 individu dan masukan
kedalam plastik untuk kemudian di identifikasi di
laboratorium
3. Sampling ekosistem lamun
a. Tarik garis transektegak lurus garis pantai, mulai dari
pasang tertinggi hinga surut terendah
b. Pada tiap interval jarak 5m sepanjang garis transek
tersebut, letakan kuadran ukuran 1x1m. Hitung semua
jumlah tegakan lamun per jenis yang ada di dalam kuadran
contoh dan catat hasilnya
c. Ambil masing-masing tegakan 2 jenis dan masukan
kedalam plastik untuk kemudian di identifikasi di
laboratorium dengan cara visual
3.4. Analisis data hasil pengamatan
a. Analisis data Bentos
KEPADATAN INDIVIDU
Jumlah individu suatu jenis 3
KEPADATAN INDIVIDU=
(m )
jumlah kwadran

KEPADATAN RELATIF
Kepadatan suatu spesies
KEPADATAN RELATIF=
100%=(%)
jumlah kepadatan semua spesies
KELIMPAHAN ORGANISME

15

Kelimpahan Organisme=

Jumlah individu suatu jenis


( m 2)
Jumlah kwadran contoh dimana jenis itu di temukan

KELIMPAHAN RELATIF ORGANISME (KRO)


KRO=

Kepadatan suatu spesies


100%=(%)
jumlah kelimpahan semua spesies

FREKUENSI KEHADIRAN ORGANISME


FKO=

Jumlah kuadran contoh dimana suatu jenis di temukan


Total kwadran contoh

FREKUENSI RELATIF KEHADIRAN ORGANISME (FRKO)


FRKO=

Frekuensi kehadiran suatu spesies


100%=(%)
Jumlah frekuwnsi kwadran semua spesies

b. Analisis data Lamun


KERAPATAN LAMUN
KERAPATAN LAMUN=

Jumlah tegakan suatu jenis 2


(m )
Jumlah Kwadran

KERAPATAN RELATIF
KERAPATAN RELATIF=

Kepadatan suatu spesies


100%=(%)
jumlah kepadatan semua spesies

KELIMPAHAN LAMUN
KELIMPAHAN LAMUN=

Jumlah tegakan suatu jenis


2
(m )
Jumlah kwadran contoh dimana jenis itu di temukan

KELIMPAHAN RELATIF
KELIMPAHAN RELATIF=

Kepadatan suatu spesies


100%=(%)
jumlah kelimpahan semua spesies

16

FREKUENSI KEHADIRAN LAMUN


Jumlah kuadran contoh dimana suatu jenis di temukan
FKL=
Total kwadran contoh
FREKUENSI RELATIF KEHADIRAN ORGANISME (FRKO)
FRKO=

Frekuensi kehadiran suatu spesies


100%=(%)
Jumlah frekuwnsi kwadran semua spesies

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil praktikum


1. Kondisi lingkungan ekosistem lamun
Lamun yang ditemukan di perairan desa Gisi berjumlah2 (dua)
jenis yang hidup pada sedimen lumpuran, dari limbah atau
pecahan karang serta bangkai bentos dan bahan orkanik atau
anorganik yang lainny, pada salah satu titik perairan yang
berjarak sekitar 40-50 m dari tepi garis pantai.
2. Parameter fisika dan kimia air ekosistem lamun
1. Parameter Fisika Perairan
Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan untuk
penyamplingan parameter fisika air1
No

Paremet

Satu

Bahan

Alat

Metode

17

.
1
2.

er
Suhu
Kecepata
n Arus

an
o
C
m/de
t

kimia
Termometer Hg

Pemuaian

Current meter

Pengapungan

Gravimetrik

Nefelometrik

Mg/L

Aquad
es

Pompa vakum,
kertas
whatman 0.045
m, timbangan
analitik, oven

4.

Kekeruha
n

NTU

Laruta
n
standa
r

Turbidymeter,
gelas piala

5.

Kedalam
an

6.

Salinitas

3.

Padatan
tersuspe
nsi

Aquad
es

Meteran
dengan
pemberat
Handrefraktom
eter

Gravimetrik
Potensiometrik

2. Parameter Kimia Perairan


Tabel 2. Bahan dan alat yang digunakan
penyamplingan parameter kimia air
No Paremete
.
r
1 Suhu
Kecepata
2.
n Arus

Satu
an
o
C
m/de
t

Bahan
kimia

Alat

Pemuaian

Current meter

Pengapungan

Gravimetrik

Nefelometrik

Mg/L

Aquad
es

NTU

Laruta
n
standa
r

Turbidymeter,
gelas piala

Padatan
tersuspe
nsi

4.

Kekeruha
n

5.

Kedalam
an

6.

Salinitas

Aquad
es

Metode

Termometer Hg
Pompa vakum,
kertas
whatman 0.045
m, timbangan
analitik, oven

3.

untuk

Meteran
dengan
pemberat
Handrefraktom
eter

Gravimetrik
Potensiometrik

Dari kedua tabel di atas merupakan parameter fisika kimia


air, pada saat pengamatan cuaca di lokasi pengamatan tidak
mendukung begitupun keterbatasan waktu yang dimiliki.
Sehingga kami tidak mendapatkan data parameter fisika kimia
air yang kami butuhkan.
3. identifikasi jenis dan perhitungan setruktur komunitas
tumbuhan lamun

18

1. identifikasi jenis lamun


Dari sampel yang kami ambil di lokasi praktikum setelah
melakukan identifikasi lebih lanjut kami mendapati 2 jenis lamun
yakni Thalasia hemprichii dan Enhalus acoroides.
Lamun Enhalus acoroides (Linnaeus f.) RoyleBerikut
klasifikasi dari Enhalus acoroides:

Dokumen pribadi

lamun enhalus acoroides

Domain: Eukaryota
Divisio: Plantae
Phylum: Tracheophyta
Class: Spermatopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus
Spesies: Enhalus acoroides
(Sumber : zipcodezoo.com)
Lamun Enhalus acoroidesadalah salah satu jenis lamun di
perairan Indonesia yang umumnya hidup di sedimen berpasir
atau berlumpur dan daerah dengan bioturbasi tinggi, sehingga
lamun jenis ini dapat beradaptasi dengan perairan keruh akibat
tingginya laju siltasi (kekeruhan) dari daratan jika sinar matahari
dan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan masih mencukupi
(Susetiono 2004).

klasifikasi Thalassia hemprichii menurut Ehrenberg:


Domain : Eukaryota
Divisio : Plantae
Phylum : Tracheophyta

19

Class : Spermatopsida
Order : Alismatales
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii(Sumber : Zipcodezoo.com)

Dokumen pribadi

Thalassia hemprichii

Thalassia hemprichii merupakan salah satu jenis lamun yang


tumbuh di perairan tropik dan penyebarannya cukup
luas (Thomascik et. al, 1997). Menurut Kiswara (1992) Padang
lamun jenis Thalassia hemprichii adalah yang paling luas di
seluruh Indonesia dan terdapat di berbagai habitat dan jenis
substrat dan secara vertikal hidup di zona intertidal sampai ke
zona subtidal (Brouns, 1985 Dalam McKenzie & Yoshida, 2009).
Thalassia hemprichii mempunyai rimpang (rhizoma) yang
berwarna coklat atau hitam dengan ketebalan 1 4 mm dan
panjang 3 6 cm. Setiap nodus ditumbuhi oleh satu akar dimana
akar dikelilingi oleh rambut kecil yang padat. Setiap tegakan
mempunyai 2 5 helaian daun dengan apeks daun yang
membulat, panjang 6 30 cm dan lebar 5 10 mm. Fortes
(1993 dalam Latuconsina, 2002).

Tabel.3. Data sampel Lamun


KUADRAN / JENIS
JUMLAH
PLOT

KONDISI SUBTRAT

20

1
2
3
4
5

EA
TH
EA
TH
EA
TH
EA
TH
EA
TH

180
126
36
18
27
27
225
171
315
135

CUKUP BAIK/
BERLUMPUR
CUKUP BAIK/
BERLUMPUR
CUKUP BAIK/
BERLUMPUR
CUKUP BAIK/
BERLUMPUR
CUKUP BAIK/
BERLUMPUR

Tabel.4. Jumlah total sempel lamun


JENIS
TOTAL
EA
783
TH
477
TOTAL
1260
KETERANGAN : EA = ENHALUS ACCOROIDES
TH = THALASSIA HEMPRICHII
Untuk mengetahui perhitungan komunitas ekosistem lamun
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus analisis data
sebagai berikut :
Kerapatan EA=

Kerapatan TH=

783
( m2 )= 156,6 m2
5

477
( m2 )= 95,4 m2
5

Total kerapatan =156,6 m2+95,4 m2 =252 m2


Kerapatan relatif EA=

156,6
100%=62,14286%
252

Kerapatan relatif TH=

95,4
100%=37,85714%
252

Total kerapatan= 62,14286%


Kelimpahan lamun
Kelimpahan EA=

kelimpahan TH=

477
( m 2 )= 95,4 m2
5

37,85714%

783
( m2 )= 156,6 m2
5

100%

21

Total kelimpahan =KLEA+=KLTH


=156,6 m2+95,4 m2 =252 m2
Kelimpahan relatif EA=

156,6
100%=62,14286%
252

Kelimpahan relatif TH=

95,4
100%=37,85714%
252

Total kelimpahan= 62,14286%

37,85714%

100%

Frekuensi kehadiran lamun


FK EA=

5
=1
5

FK TH=

5
=1
5

Total Frekuensi kehadiran= 1+1= 2


1
FLR EA= 100%=50%
2
1
FLR TH= 100%=50%
2

Total Frekuensi kehadiran= 50%+50%= 100%


Dari kelima setasiun saat pengamatan kami mendapati dua
jenis lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.dapat di
buktikan juga dari hasil analisis data yang dilakukan dengan
perhitungan manual bahwa jenis Enhalus acoroides dan Thalassia
hemprichii relatif tersebar pada kelima stasiun trsebut .
4. pengamatan jenis flora dan fauna yang di temui di
ekosistem lamun
Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan bentik,
organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang
tinggal sementara disana. Spesies yang sementara hidup di
lamun biasanya adalah juvenil dari sejumlah organisme yang
mencari makanan serta perlindungan selama masa kritis dalam
siklus hidup mereka, atau mereka mungkin hanya pengunjung
yang datang ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan.
Banyak spesies epibentik baik yang tinggal menetap maupun
tinggal sementara yang bernilai ekonomis, udang dan udangudangan adalah yang bernilai ekonomis paling tinggi. Sebagai
penjelas, dan bukan karena alasan ekologi maupun biologi
tertentu, ada empat kelompok besar fauna yang diketahui:

22

1) Infauna (hewan yang hidup didalam sedimen);


2) Fauna Motil (fauna motil berasosiasi dengan lapisan
permukaan sedimen;
3) Epifauna Sesil (organisme yang menempel pada bagian
lamun); dan Fauna Epibentik Fauna (fauna yang berukuran
besar dan bergerak diantara lamun) (Howard et al. 1989).

4.2. Pembahasan
Kami melakukan praktikum lapangan ekologi perairan
untuk memantapkan pengamtan tentang padang lamun.
Berdasarkan hasil praktikum lapangan, kami hanya mendapati 3
jenis lamun yaitu : Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides.
Untuk hasil yang lebih akurat dilakukan pengulangan selama lima
kali ditempat yang berbeda-beda,dengan jarak interfal 5 m
kemudian dirata-ratakan.
Pada jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki ciri
rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut kaku,
panjang daun 100-300 mm, dan lebar daun 2-10 mm, sedangkan
dan untuk jenis lamun Enhalus acoroides memliki ciri Bentuk
fisiknya paling besar dibanding spesies lamun yang lain, Daun
berwarna hijau pekat, Daunnya panjang dan kebar seperti sabuk,
Lebar daun 3 cm, Panjang daun berkisar antara + 30 150 cm,
Rimpangnya berdiameter lebih dari 1 cm .
Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan dari dua
jenis lamun di dapati biota akuatik seperti, Polymesoda expansa,
Cerithidea quadrata, Anadara antiquata, dan punpun atau sejenis
cacing laut. dan dilakukan perhitungan komposisi jenis lamun
dari data sample yang di diambil. Perhitungan dilakukan pada
setiap petakan transect kudrat, dan kemudian dihitung jenis
lamun yang berada dalam petakan tersebut sampai pada
petakan terakhir. Maka, dapat diperoleh hasil nilai komposisi
pada ke dua species lamun tersebut berdasarkan masingmasing pengulangan.
Dari

hasil

praktikum

dapat

kami

simpulkan

dari

perhitungan analisis data bahwa kehadiran, kelimpahan serta


kerapatan

jenis

lamun

Thalassia

hemprichii

dan

Enhalus

acoroidesadalah 100 %, maka dapat di simpulkan dari data


tersebut spesies jenis lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus

23

acoroides

mendominasi

perairan

pesisir

desa

gisi

(lokasi

pengamatan).

BAB V

PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dari kelima setasiun di dapati dua spesies jenis lamun
yaitu Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides pada
setiap stasiunnya
2. Berdasarkan perhitungan komunitas lamun dengan
menggunakan analisis data sesara visual dapat di
simpulkan komonitas lamun
jenis lamun Thalassia
hemprichii dan Enhalus acoroides mendominasi perairan
pesisir desa gisi (lokasi pengamatan).
3. Kondisi substrat ekosistem lamun pesisir pantai desa gisi
berupa lumpuran hasil sedimentasi zat hara, pecahan
karang , bangkai biota akuatik (bentik) maupun bahan
organik dan anorganiklainnya. Kondisi lumpur sangat tebal
di perkirakan waktu sedimen tasi cukup lama akan tetapi
sangat baik atau subur.
5.2. Saran
Dibutuhkan adanya kerjasama tim yang baik serta pembagian
tugas masing-masing sebelum ke lapangan. Dan perlu adanya
sarana dan prasarana ( berupa pengeras suara ) atau
penambahan asisten dosen pada setiap kelompok sehingga
pada saat pengarahan tatacara penggunaan alat atau metode
praktikum lebih efektif guna pemahaman masing-masing
mahasiswa.

24

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-116393500100022-Chapter1.pdf
http://libraryms07.blogspot.com/2012/01/pendahuluanindonesia-sebagai-negara.html
http://perikananummks.blogspot.com/2012/06/laporanekologi-perairan-dominansi-dan.html
http://orienttaking86.blogspot.com/2012/11/thalassiahemprichii_25.html#sthash.h4BsOEWP.dpuf
jurnal fendi susanto di http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2014/05/JURNALSKRIPSI-FENDI.pdf
http://orienttaking86.blogspot.com/2012/11/thalassiahemprichii_25.html
http://media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/23021009006
0_2_8995.pdf
http://serdaducemara.wordpress.com/2013/02/11/ciri-ciritumbuhan-lamun/
http://gusnar05.blogspot.com/2011/11/laporan-praktikumbiology-laut-padang.html
http://darwisrumbaru.blogspot.com/2012/11/ekosistempadang-lamun-rumbaru.html

25

LAMPIRAN
Lampiran 1. Sketsa lokasi praktikum

26

Lampiran 2. Hasil pengukuran di lapangan


Tabel .5. PENGUKURAN KUALITAS PERAIRAN
NO PARAMETER
SATU
NILAI
AN
0
1
SUHU
C
2
KECEPATAN
m/s
ARUS
3
DO
(PPm)
4
CO2
(PPm)
5
pH
Tabel.6. DATA SAMPLING BENTOS
TRANSEK KE 1 JENIS BIOTA
JUMLAH
BIOTA
TR 1/0
Polymesoda
1
expansa
Cerithidea
1
quadrata
TR 2/10
Cerithidea
1
quadrata
Anadara
1

KONDISI
SUBTRAT
Lumpuran

Lumpuran

27

TR 3/20

TR 4/30

TR 5/40

antiquata
Punpun
Cerithidea
quadrata
Punpun
Cerithidea
quadrata
Cerithidea
quadrata

1
1

Lumpuran

1
1

Lumpuran

Lumpuran

Tabel.3.DATA LAMUN PADA KUADRAN CONTOH


KUADRAN / JENIS
JUMLAH
KONDISI SUBTRAT
PLOT
1
EA
180
CUKUP BAIK/
TH
126
BERLUMPUR
2
EA
36
CUKUP BAIK/
TH
18
BERLUMPUR
3
EA
27
CUKUP BAIK/
TH
27
BERLUMPUR
4
EA
225
CUKUP BAIK/
TH
171
BERLUMPUR
5
EA
315
CUKUP BAIK/
TH
135
BERLUMPUR

Lampiran 3. Hasil perhitungan sampel


Hasil perhitungan sampel lamun dapat dilihat di tabel 6
berdasarkan data tabel 3 dan 4.
Tabel 7. Hasil perhitungan struktur komposisi lamun
N
O

2
JU
M
LA

JENIS

ENHALUS
ACCOROIDE
S
THALASSIA
HEMPRICHII

JUML
AH

KL

KR

KLL

KL.R

IND/
M2
156,
6

IND/M

F FR
I
%

62,1428
6%

156,6

62,142
86 %

1 50
%

477

95,4

95,4

1260

252

37.8571
4%
100 %

37.857
14 %
100 %

1 50
%
2 10
0
%

783

252

28

Lampiran 4. Foto kegiatan

29

30

Anda mungkin juga menyukai