Oleh:
Wadiya Aprilianti
26050118140094
Dosen Pengampu:
NIP. 196503131992031001
2022
I. PENDAHULUAN
Konservasi sumberdaya perairan adalah salah satu upaya untuk keberlanjutan perairan
di masa depan. Secara spesifik konservasi sumberdaya perairan adalah cara untuk
melindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya perairan dengan sebagaimana
semestinya. Salah satu upaya konservasi sumberdaya perairan yaitu dengan menjaga
ekosistem perairan tetap sebagaimana mestinya agar tidak adanya ketimpangan antar satu
dengan yang lain. Keberlanjutan fungsi dari ekosistem sendiri sangat menentukan kelestarian
dari sumberdaya alam sebagai suatu komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Maka
dari itu perlu diperhatikan antara hubungan-hubungan ekologi dengan komponen-komponen
sumberdaya alam yang menyusun suatu sistem tersebut.
Salah satu hubungan yang dapat dilihat dan dipelajari adalah hubungan antara
ekosistem dengan organisme yang berada di dalamnya. Ekosistem yang ada di perairan
terutama laut sangat beragam. Salah satu ekosistem di laut adalah ekosistem padang lamun.
Ekosistem padang lamun sangat besar pengaruhnya terhadap organisme yang bergantung
padanya. Padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang
saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sabagai suatu ekosistem, dalam hal ini
hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan oleh
pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi (Tangke, 2010).
Ikan adalah salah satu contoh biota laut yang berasosiasi pada ekosistem padang
lamun. Keterkaitan antara kedua hal ini dapat dilihat dari padang lamun sebagai pendukung
produktivitas perikanan pantai. Dimana ikan sangat membutuhkan tempat untuk mencari
makan, tempat pemijahan, tempat berlindung dan ekosistem padang lamun adalah salah satu
yang dapat memberikan hal tersebut. Untuk mengetahui keterkaitan yang lebih jauh antara
ekosistem padang lamun dengan biota laut khususnya ikan. Maka dalam paper ini akan
dibahas secara terperinci dan berdasarkan sumber-sumber dan artikel ilmiah terkait
bagaimana interaksi yang terbentuk di dalam suatu ekosistem padang lamun terhadap biota
khususnya kelimpahan ikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan paper ini yaitu:
1.3 Manfaat
Satu hasil penelitian melaporkan ditemukan 1.922 individu ikan pada padang lamun
yang terdiri dari 62 spesies dalam 35 famili dan jenis famili yang dominant adalah
Leiognathidae 7 species (Leiognathus stercorarius, L. jonesi, L. decorus, L. splendens, L.
equulus, Secutor insidiator dan Gazza minuta), Engraulidae 3 species (Thryssa hamiltonii,
Stolephorus indicus dan Thryssa scratchleyi), Gerreidae 3 species (Gerres erythrourus, G.
oyena dan G. filamentosus), Hemiramphidae 3 species (Hyporhamphus limbatus, Halichoeres
bicolor dan Zenarchopterus buffonis), Platycephalidae 3 species (Grammoplites scaber,
Platycephalus indicus and Cociella punctata) and Tetraodontidae 3 species (Lagocephalus
spadiceus, Lagocephalus lunaris dan Chelonodon patoca), spesies yang dominan adalah
Sillago sihama, Leiognathus Jones dan Gerres erythrourus (Phinrub et al., 2014 dalam
Syukur, 2016).
Berikut ini macam-macam jenis ikan dan biota yang dapat ditemui pada ekosistem
padang lamun. antara lain Lutjanus fulviflamma atau kakap titik hitam seperti gambar di
bawah ini.
Ikan komersial seperti Sillago sihama yang juga memiliki nilai ekonomis.
Ikan Monacanthus chinensis merupakan jenis ikan dengan habitat lain namun tidak jarang
ditemukan berasosiasi di padang lamun.
Duyung atau dugong (Dugong dugon) adalah sejenis mamalia laut yang merupakan salah satu
anggota Sirenia atau sapi laut yang bisa hidup menetap dan memakan lamun. Dugong adalah
hewan herbivora dan menghabiskan waktu untuk makan di padang lamun. Mamalia laut ini
juga dapat dijadikan sebagai bioindikator kondisi padang lamun, karena spesies ini hanya
tinggal di wilayah padang lamun yang berkondisi baik.
Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai
jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan lamun. Juga beberapa jenis bulu babi
yang hidup dari daun-daun lamun. Juga tak jarang ditemukan beberapa jenis ikan seperti ikan
Tangkur yang bersembunyi dan menyamar menyerupai serpih daun lamun seperti gambar di
bawah ini.
Di samping itu berbagai jenis hewan dan ikan juga menggunakan padang lamun ini sebagai
tempat memijah dan membesarkan anak-anaknya. Di antaranya adalah ikan beronang
(Siganus
spp.) dan beberapa jenis udang (Penaeus spp.). Beberapa jenis reptil seperti penyu hijau dan
mamalia laut juga memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makanan.
Jenis udang yang hidup di ekosistem padang lamun dapat dilihat seperti gambar berikut.
Hampir sebagian besar organisme pantai (ikan, udang, kepiting dll) mempunyai hubungan
ekologis dengan habitat lamun. Sebagai habitat yang ditumbuhi berbagai spesies lamun,
padang lamun memberikan tempat yang sangat strategis bagi perlindungan ikan-ikan kecil
dari “pengejaran” beberapa predator. Juga tempat hidup dan mencari makan bagi beberapa
jenis udang dan kepiting, seperti Portunus pelagicus (Kepiting renang) yang hidup dan besar
di padang lamun.
Pada intisarinya, tiga kategori utama ikan hadir di padang lamun yaitu kategori pertama yang
hadir terutama sebagai pada saat masa juvenil, ikan di kategori kedua yang hadir di semua
tahapan siklus hidup dan ikan di kategori ketiga yang hadir terutama setelah dewasa.
Padang lamun memiliki berbagai peranan dalam kehidupan ikan yaitu sebagai daerah
asuhan atau nursery ground. Dengan ditemukannya berbagai jenis ikan yang berukuran
yuwana sebagai tempat mencari makan atau feeding ground, daerah untuk mencari
perlindungan serta migrasi antar habitat yang memanfaatkan mekanisme pasang surut dan
untuk spesies lamun yang merupakan makanan Langsung bagi ikan-ikan herbivore
(Latuconsina, 2014)
Menurut Hutomo (1985) peranan lamun adalah sebagai daerah asuhan di mana
sebagian besar ikan penghuni padang lamun berukuran yuana dan apabila telah dewasa akan
menghabiskan hidupnya di tempat lain. Menurut Bell dan Pollard (1989) ikan pada habitat
lamun menghuni tempat atau ruang yang berbeda sehingga terdapat dua tipe penggolongan
hunian ikan pada habitat lamun yaitu :
1. Golongan pertama yaitu tiga macam kategori ikan diantaranya ikan yang beristirahat
di daun yang hidup di bawah tajuk daun dan yang berada di atas daun atau dalam
sedimen.
2. Golongan kedua berdasarkan kolam air yang dihuni ikan yang makan di atas tajuk
daun dan yang bernaung di bawah tajuk daun. Pemilihan tempat ini diduga
berhubungan erat dengan cara makan dan morfologi ikan. Misalnya ikan yang hidup
di kolam air umumnya bergerak cepat memakan Plankton yang hidup di atas atau di
bawah tajuk biasanya bergerak lambat, yang memakan plankton dan biota menempel.
Sementara yang jenis bentuk relatif menetap dan makan sebagian besar organisme
yang berasosiasi dengan tajuk yang agak ke bawah atau substrat dasar.
3. Banyak ikan Karang Haemulidae, Lutjanidae Mulidae dan Secharidae bermigrasi
antar daerah yang mempertahankan konektivitas antara ekosistem pesisir. Agregasi
besar ikan yuwana famili Haemudae ditemukan dekat daerah mangrove lamun dan
terumbu karang di mana mereka melakukan migrasi ontogenetik antar ketiga
ekosistem tersebut yang melibatkan perubahan dalam makanan dan perilaku (Pereira
et al., 2010).
Elliot dan dewali (1995) membedakan komunitas ikan padang lamun berdasarkan status
penghuninya. Antara lain Seagrass Residence penghuni asli padang lamun yaitu spesies yang
ditemukan dalam ukuran yuwana dan dewasa yaitu spesies yang menggunakan lamun sebagai
daerah pembesaran migran yaitu spesies yang musiman mengunjungi lamun biasanya untuk
pemijahan atau mencari makan dan ovisional visitors yaitu spesies yang muncul dalam
kelimpahan rendah atau hubungan rendah pada habitat padang lamun.
Selain parameter lingkungan perairan karakteristik fisik dan keragaman spesies lamun
menurut Ambo-Rape et al (2013) turut mempengaruhi asosiasi dan struktur komunitas ikan
pada ekosistem padang lamun di mana kerapatan dan keragaman vegetasi lamun yang tinggi
memberikan manfaat terhadap tingginya kelimpahan dan keragaman komunitas ikan jika
dibandingkan dengan kerapatan dan keragaman vegetasi lamun yang rendah.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tulisan paper diatas maka dapat disimpulkan :
1. Padang Lamun (Seagrass) memiliki karakteristik tumbuhan sejati dengan akar batang
dan daun seperti tumbuhan di darat, daerah Padang Lamun memiliki daerah
bersubstrat pasir berlumpur, berada pada daerah pasang surut yaitu inner intertidal dan
upper subtidal. Pada ekosistem lamun, terdapat kombinasi dua hingga empat jenis
lamun yang berbeda. distribusi lamun di perairan pesisir Indonesia secara geografis
termasuk sebagai kelompok distribusi lamun Tropik Indo-Pasifik.
2. Padang Lamun (Seagrass) dapat menstabilkan dasar laut dengan akar-akarnya dan
rimpang. Lamun dapat membantu menjaga kejernihan air dengan menjebak sedimen
halus dan partikel. Sehingga, Ekosistem Terumbu karang tetap mendapatkan sinar
matahari untuk proses fotosintesis karena tidak terhalang oleh sedimen yang
melayang dan menutupi cahaya yang masuk. Padang Lamun memiliki area yang
cukup tenang dan sumber makanan melimpah sehingga digunakan sebagai area
pemijahan dan mencari makan bagi biota-biota laut termasuk biota yang berasal dari
Ekosistem Mangrove. Ketiga ekosistem pesisir memiliki perannya masing – masing
dalam menjaga kestabilan kondisi perairan dan pesisir, di mana karang dapat
mengurangi kecepatan dari arus laut, lamun dapat menjadi tempat pengendapannya
sedimen yang terbawa arus laut, dan mangrove yang dapat mengurangi dampak dari
gelombang tinggi dari laut.
3. Keragaman spesies ikan di padang lamun disebabkan kelimpahan makanan, tempat
pembesaran, dan perlindungan dari predator. Kompleksitas habitat dan faktor alam
seperti pasang surut telah membuktikan adanya pergerakan ikan dari habitat lain yang
meningkatkan keragaman jenis ikan pada padang lamun. Selain itu, parameter kualitas
perairan menjadi penunjang kehidupan biota serta padang lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi). Jurnal
Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 3(1): 9-29.
Wahyudin, Y., Kusumastanto, T., Adrianto, L., & Wardiatno, Y. 2017. Jasa ekosistem lamun
bagi kesejahteraan manusia. Omni-Akuatika, 12(3).
Sari, D. P., & Lubis, M. Z. 2017. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Memetakan Persebaran
Lamun Di Wilayah Pesisir Pulau Batam. Jurnal Enggano, 2(1), 38-45.
Rahman, A., Nurliah, Himawan MR., Jefri E., Damayanti, A., Larasati CE. Keanekaragaman
Jenis Lamun Di Perairan Gili Gede, Lombok Barat. Journal of Marine Research. 10
(4): 581-588
Yunita, R. R., Suryanti, S. & Latifah, N. 2020. Biodiversitas Echinodermata pada Ekosistem
Lamun di Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan Tropis, 23(1):47–
56.
Ulqodry, T.Z., Yulisman, Syahdan, M. & Santoso. 2010. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat,
Fosfat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian Sains, 13(1): 36
Fajarwati, S.D., Setianingsih, A.I. & Muzani, M. 2015. Analisis Kondisi Lamun (Seagrass)
Di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal SPATIAL Wahana
Komunikasi Dan Informasi Geografi, 13(1):22–32.
Kawaroe, M., Nugraha, A. H., Juraji. 2019. Ekosistem Padang Lamun. IPB Press.
Latuconsina, H. 2019. Ekologi perairan tropis: prinsip dasar pengelolaan sumber daya hayati
perairan. UGM PRESS.
Kartikasari, S. N., Marshall, A. J., & Beehler, B. M. 2012. Ekologi Papua. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Rudianto. 2019. Buku Ajar Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Laut Terpadu (PWPLT).
Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Latuconsina, H. 2021. Ekologi Ikan Perairan Tropis: Biodiversitas Adaptasi Ancaman dan
Pengelolaannya. UGM Press.
Sitaba, R.D., Paruntu, C.P. dan Wagey, B.T., 2021. Kajian Komunitas Ekosistem Lamun di
Semenanjung Tarabitan Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 9(2), pp.24-34.
Setyanto, A. 2021. Konservasi Laut: Dalam Pendekatan Biologi. Malang: Tim UB Press.
Hidayat, M. and Widyorini, N., 2014. Analisis laju sedimentasi di daerah padang lamun
dengan tingkat kerapatan berbeda di Pulau Panjang, Jepara. Management of Aquatic
Resources Journal (MAQUARES), 3(3), pp.73-79.