OLEH :
TIM EKOLATRI
LAB. BIOEKOLOGI KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN FMIPA UNSRI
I. PENDAHULUAN
1
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
1.2 Tujuan
1. Mengetahui struktur vegetasi mangrove yang meliputi: Kerapatan jenis,
frekuensi jenis, luas area penutupan, dan nilai penting jenis vegetasi
mangrove yang ada di Pulau Pahawang, Provinsi Lampung.
2
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
3
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
4
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Susanti, et al., 2016). Faktor utama yang dapat membedakan lamun dengan jenis
tumbuhan lainnya, seperti rumput laut (seaweed) yaitu keberadaan bunga dan
buahnya yang tampak sangat jelas sehingga antara lamun dan rumput laut bisa
dibedakan dengan mudah (Nainggolan, 2011 dalam Susanti, et al., 2016).
Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan seksual dimana bunga akan dibuahi
serbuk sari dengan bantuan arus air. Produktivitas lamun dibatasi terutama oleh
ketersediaan hara dan cahaya (Yunitha, et al., 2014).
5
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
6
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
7
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
8
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
9
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
perairan pesisir selalu berfluktuasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nybakken 1993).
Lamun mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur.
Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur
perairan berada di luar kisaran optimal. Spesies lamun memiliki kemampuan
toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas. Salah satu faktor yang menyebabkan
kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatknya salinitas yang
diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai.
Nilai derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar
7,3-9,0 (Phillips dalam Burrell & Schubell (1977). Derajat keasaman (pH) perairan
sangat dipengaruhi oleh dekomposisi tanah dan dasar perairan serta keadaan
lingkungan sekitarnya. Nilai kandungan oksigen terlarut (DO) perairan padang
lamun selalu berfluktuasi. Berfluktuasinya kandungan oksigen terlarut di suatu
perairan diduga disebabkan pemakaian oksigen terlarut oleh lamun untuk respirasi
akar dan rimpang, respirasi biota air dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam
proses siklus nitrogen di padang lamun.
Sebagaimana ekosistem pesisir lainnya, padang lamun memiliki faktor-
faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi serta tumbuh dan berkembangnya.
Faktor-faktor pembatas ekosistem padang lamun adalah: karbon (CO2 dan HCO3-
), cahaya, temperatur, salinitas, pergerakan air, dan nutrien. Dahuri (2003), kisaran
temperatur optimal bagi spesies lamun 28-30 0C, salinitas 10-400/00 optimal
350/00, & kecepatan arus 0.5 m/detik, Bengen (2003).
Kandungan fosfat berkaitan dengan keberadaan sediment dalam
pertumbuhan lamun karena fosfat dalam sedimen adalah sumber utama untuk
pertumbuhan lamun. Fosfat diambil oleh akar lamun kemudian dialirkan ke daun
dan kemudian dipindahkan ke perairan sekitarnya (McRoy et al, 1982; Brix &
Lyngby 1985; Penhale & Thayer dalam Moriarty & Boon 1989). Lamun
mempunyai kemampuan mengambil nutrisi melalui daun dan akarnya (Erftemeijer
1992 & 1993; Perez-Llorenz et al, 1993) dan dikatakan juga bahwa di daerah tropis
pengambilan nutrisi oleh daun sangat kecil bila dibandingkan dengan pengambilan
melalui akar.
Sedimen merupakan tempat sumber utama untuk mendapatkan nutrisi,
karena dalam sedimen mengandung kadar nutrisi yang lebih tinggi, sementara air
permukaannya umumnya mempunyai kadar nutrisi yang rendah (Erftemeijer
10
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
1993; Udy & Dennison 1996). Penelitian tentang siklus zat hara telah dilakukan di
Moreton Bay oleh Iizumi et al, (1982) McRoy et al, dalam Short (1987) melalui
penelitian pengikatan fosfat oleh lamun dengan menggunakan teknik perunut
32PO4.
Konsentrasi nitrat dan nitrit sangat rendah di sedimen dibandingkan
amonium. Rendahnya kandungan nitrat dan nitrit diduga disebabkan kecepatan
penggunaan oleh bakteri denitrifikasi dan bakteri anaerob. Iizumi et al, (1982)
melalui penelitian penyerapan kinetik nitrogen, menyimpulkan bahwa nitrogen
(amonium) untuk pertumbuhan lamun didapatkan lebih banyak berasal dari
sedimen sementara untuk nitrat lebih banyak diambil dari air permukaan.
Oksigen mempengaruhi kadar nitrat di dalam sedimen. Oksigen dapatmasuk
ke dalam sedimen karena adanya aktivitas biota dasar dan melalui sistem perakaran
lamun. Oksigen yang dihasilkan fotosintesis di daun dialirkan ke rimpang dan akar
melalui lakunanya. Sebagian oksigen ini dipakai untuk respirasi akar dan rimpang
dan sisanya dikeluarkan melalui dinding sel ke sedimen. Oksigen yang masuk ke
dalam sedimen tersebut dipakai oleh bakteribakteri nitrifikasi dalam proses siklus
nitrogen (Iizumi et al, 1980).
11
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
12
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
13
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
III METODOLOGI
14
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
15
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
A
0m 50m 100m
Gambar 4. Transek dan Kuadran. A). Transek 100m (1=50m); B). Kuadran 0.5 x
0.5 m² (1 petak kecil = 10 cm x 10 cm)
Penilaian Kategori Penutupan Lamun dan jenis lamun dalam Kotak Kecil
Penyusun Kuadrat 50 x 50 cm2. Sebagai Berikut :
Tandai titik awal transek dengan tanda permanen seperti patok besi yang
dipasangi pelampung kecil, serta keramik putih agar mudah menemukan titik awal
transek. Buat transek dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter ke arah tubir.
Pengamat yang lain mengamati pembuatan transek agar transek lurus. Tempatkan
kuadrat 50 x 50 cm2 pada titik 0 m, disebelah kanan transek. Foto keseluruhan
kuadran menggunakan kamera. Ambil keseluruhan lamun didalam kuadran 50 x 50
cm2. Pilah lamun dengan membedakan jenis dari lamun yang berada dalam
kuadran.
Bersihkan lamun dari kotoran yang menempel. Timbang dan hitung
biomassa basah dari lamun perjenis dan identifikasi menggunakan buku identifikasi
lamun karangan. Lamun diambil dengan jenis berbeda untuk diidentifikasi lebih
lanjut. Setiap contoh lamun dipisahkan antara daun, rimpang dan akar, kemudian
ditimbang. Biasa juga daun laum dipisahkan dengan seludangnya serta rimpang
dengan akarnya. Semua contoh lamun dikeringkan dengan memasukkan ke dalam
oven pada temperatus tetap 60° C selama 24 jam,kemudian ditimbang untuk
mengetahui berat kering. Amati karakteristik substrat secara visual dan ambil
sebayak 2 kg. Karakteristik substrat dibagi menjadi: berlumpur, berpasir, Rubble
(pecahan karang) (Nonji et al, 2014).
17
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Gambar 5. Contoh transek garis dan petak contoh (plot). 1). Contoh transek garis
dan petak contoh (plot) pengukuran vegetasi mangrove pada setiap zona dari
pinggir laut ke arah darat (Bengen, 2001); 2). Petak pengukuran vegetasi.
A). Petak pengamatan semai (1m x 1m) tinggi < 1 m ;B). Petakan
pengamatan anakan (5m x 5m) diameter < 4 cm Tinggi > 1 m C). Petak
pengamatan Pohon (10m x 10m) diameter > 4 cm
18
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
A B C
Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis
tumbuhan mangrove yang ada. Selain itu lakukan pengukuran jumlah individu
setiap jenis dan lingkar diameter batang pohon. Pengukuran lingkar diameterbatang
dilakukan setinggi dada (DBH = Diameter Breast High) atau sekitar 1.3 m dari
permukaan tanah (English et al., 1994). Bagi pohon yang mempunyai akar banir
dan akar tunjang, pengukuran dilakukan tepat di atas banir dan pangkal akar tunjang
(Gambar 7).
19
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
20
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
21
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
II. Kimia
1 Salinitas tuangkan 1 tetes air ke Refraktometer Hitung rata-
Amati nilai salinitas dengan rata salinitas
meneropongnya pada skala yang (%o)
tertera pada Refraktometer
Catat nilai tersebut
Ulang sebanyak tiga kali pada titik
pengamatan yang berbeda
22
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
23
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Perhitungan penutupan jenis lamun pada tiap petak digunakan rumus yang
dirujuk dari Poedjirahajoe E., et al. (2013):
Σ (Mi x fi)
C=
Σ fi
Keterangan: C : persentase penutupan jenis lamun i
Mi : persentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i
fi : banyaknya subpetak dengan kelas kehadiran jenis lamun i sama.
4. Biomassa lamun
Perhitung biomassa lamun digunakan rumus Phillips & Menez (1988):
B = Bb-Bk/B
(Wb x Wk)
B= 𝑥 100%
Wb
B = Biomassa lamun (berat dalam gram/m2)
Wb = berat basah dalam gram
Wk = berat kering dalam gram
A = luas area dalam m2
Di = ni / A
24
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
5. Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis I dalam suatu unit area :
Ci = BA / A
Di mana, BA = DBH2 / 4 (dalam cm2), (3,1416) adalah suatu konstanta
dan DBH (Diameter Breast High) adalah diameter pohon dari jenis i, A
adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot).
DBH = CBH / (dalam cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.
Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300. Nilai Penting ini
memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis
tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.
Sedangkan untuk melihat zonasi mangrove dari laut ke arah darat secara
sederhana, buatlah skema seperti pada Gambar 8.
Urutan zonasinya didasarkan pada spesies mangrove yang dominan.
25
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Keterangan :
E : Indeks kemerataan untuk jenis
26
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
3. Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu kelompok
biota mendominansi kelompok lain. Dominansi yang cukup besar akan mengarah
pada komunitas yang labil maupun tertekan. Indeks dominansi dihitung
berdasarkan rumus index of dominance dari Simpson (Odum, 1993) yaitu:
C = Σ (pi)² ; pi = ni/N
Keterangan:
C : Indeks Dominansi;
ni : Jumlah individu ke-i ;
27
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
0,1mm (100 µm). Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang
termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.
29
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
TEKNIK SAMPLING
Teknik atau pencuplikan plankton dari perairan yang paling mudah umumnyadapat
dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air dengan jarring halus. Bergantung
pada tujuannya sampling plankton dapat dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif
(Wardhana, 2003)
Sampling plankton secara kualitatif
Pencuplikan plankton secara kualitatif di perairan dapat dilakukan dengan
menarik jala plankton baik secara horizontal maupun vertikal. Di samping jala
plankton, ikan planktivor merupakan pengumpul plankton yang sangat baik. Ikan
tersebut dapat mengumpulkan berbagai jenis plankton yang kadang-kadang tidak
tertangkap jala. Untuk menghindari agar plankton yang dimakan tidak dicerna lebih
lanjut, ikan yang diperoleh harus segera dibunuh.
Sampling plankton secara kuantitatif
Pada umumnya pengumpulan plankton secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan botol, jaring, atau pompa. Cara sampling seperti ini umumnya dilakukan
untuk mengetahui kepadatan plankton per satuan volume dengan pasti. Jala
plankton mempunyai bentuk bermacam-macam, namun pada umumnya berbentuk
30
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
kerucut dengan mulut melingkar dan di ujung jala diberi botol penampung. Bahan
jala umumnya terbuat dari nilon dengan ukuran mesh tertentu.
Penggunaan jala. Jala bertindak sebagai penyaring, sehingga akan dapat
tersumbat dalam waktu lama. Nama lain dari jala yaitu plankton net, bongo net, dll
tergantung dari mesh size dan fungsi pengambilan sampel (mengambil sampel
fitoplankton, zooplankton, atau mikronekton). Umumnya untuk mencuplikplankton
perairan dangkal mesh jala disarankan berukuran 150-175 μ. Ukuran mesh30-50 μ
cocok digunakan untuk menjaring fitoplankton yang berukuran sangat kecil,
pengambilan sampel zooplankton biasanya menggunakan mesh> 40μ. Banyak
macam jala yang dapat dipergunakan untuk mencuplik plankton, baik yangterbuka
maupun tertutup. Salah satu jala terbuka adalah jala zeppelin yang mirip jala
plankton standar tetapi memilki kerucut yang lebih rendah. Jala plankton dengan
peralatan tertutup umumnya digunakan untuk memperoleh sampel plankton dari
kedalaman tertentu.
Jenis alat paling umum dan sederhana yang digunakan untuk mengambii
plankton dari perairan adalah jaring plankton (plankton net). Plankton net cara
pengunaannya relatif mudah dan harganya relatif murah. Jenis plankton net yang
umum dan mudah digunakan adalah Jaring plankton standar (Gambar 1). Jaring
plankton ini merupakan alat pengambilan yang paling sering digunakan. Ukuran
standar Nomor 25 (dengan ukuran mata jaring 0,0535 mm) merupakan ukuran yang
paling umum digunakan untuk pengumpulan contoh plankton (zooplankton
maupun fitolankton).
31
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Formalin yang akan digunakan harus tersimpan dalam botol gelas atau polythene.
Hindari penggunaan formalin yang tersimpan dalam botol kaleng karena
mengandung besi yang akan mengotori sampel plankton. Selain menggunakan
formalin bisa juga menggunakan larutan lugol. Fungsi dari penggunaan lugol selain
mengawetkan sampel juga dapat memberikan warna pada sampel plankton yang
akan diamati.
Cara Kerja
a. Prosedur Pengambilan Sampel Plankton di Permukaan
1. Disiapkan ember dan plankton-net
2. Diambil air sebanyak 50 liter dan disaring menggunakan plankton-net.
3. Air yang tertampung dimasukkan ke dalam botol sampel sebanyak 100
ml.
4. Air sampel diawetkan dengan menggunakan larutan formalin hingga
mencapai konsentrasi 4%.
32
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
5. Diberi tanda atau label yang berisi tanggal dan titik stasiun pengambilan
sampel (Sudiana, 2005)
6. Lalu sampel di simpan di dalam coolbox
7.
b. Prosedur Pengambilan Sampel Plankton Secara Vertikal
1. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap stasiun
2. Plankton-net diturunkan secara vertikal sampai kedalaman tertentu
sesuai tujuan penelitian
3. Jaring plankton kemudian ditarik hingga permukaan lalu sampel yang
tersaring dimasukkan ke dalam botol sampel
4. Selanjutnya sampel yang sudah didapatkan ditampung pada tabung
pengumpul plankton lalu diawetkan dengan formalin hingga mencapai
konsentrasi 4%.
5. Diberi tanda atau label yang berisi tanggal dan titik stasiun pengambilan
sampel
6. Sampel disimpan di dalam coolbox
33
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
d. Pengawetan sampel
Pemberian formalin untuk mengawetkan sampel plankton dilakukan dengan
rumus :
C1 x V1 = C2 x V2
Keterangan:
C1 = konsentrasi yang diinginkan dalam botol sampel (4%)
C2 = konsentrasi formalin (stock)
V1 = volume air sampel
V2 = volume formalin yang dibutuhkan
IDENTIFIKASI PLANKTON
Mikroskop merupakan alat yang utama dalam identifikasi plankton.
Mikroskop terlihat sebagai sebuah alat yang sederhana, namun tidak semua
orangmengetahui cara menggunakan mikroskop yang baik dan benar. Belajar
tentangorganisme plankton baik fitoplankton maupun zooplankton tidak lepas dari
prosesidentifikasi. Identifikasi plankton tidak dapat dilakukan secara langsung
tetapiharus menggunakan alat identifikasi yaitu mikroskop. Identifikasi
merupakansalah satu cara untuk mengetahui dan menentukan jenis-jenis plankton
yangterlihat pada mikroskop dengan melihat morfologi bentuk tubuh, struktur
tubuhdan warna pada fitoplankton maupun zooplankton. Penentuan identifikasi
jenisplankton dibantu dengan buku standar identifikasi plankton.
34
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
2. SRCC yang telah berisi sampel diletakkan pada mikroskop inverted binokuler
dengan perbesaran 10 x.
35
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
DAFTAR PUSTAKA
Audy B.J.G., Haris A., 2012 Studi Kerapatan Dan Penutupan Jenis Lamun Di
Kepulauan Spermonde. Torani(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan)
Vol.22 (3): 156 –156
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU
Press. Medan.
Bengen, D. G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Cetakan Ketiga. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan IPB. Bogor. 55 hal.
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan IPB. Bogor. 66 hal.
Bengen, D.G. 2003. Struktur dan Dinamika Ekosistem Pesisir dan Laut (Power
Point). Disajikan pada perkuliahan: Analisis Ekosistem Wilayah
Pesisir dan Lautan. Prog. Studi SPL. IPB, Bogor. (program komputer).
Blasco, 1984. Climatic Factors and The Biology of Mangrove Plants in Snedaker
and Snedaker (eds.). The Mangrove Ecosystem: Research Methods.
Unesco. Page 18-35.
Chapman, V. J., 1984. Mangrove Biogeography in F.D Poor and Inka Dor (eds.).
Hydrobiology of The Mangal. Dr. W. Junk Publishers.
Clarke, L. D., and Hannon, N. . 1971. The Mangrove Swamp and Salt Marsh
Communities of Sydney District. III. Plant Growth in Relation to
Salinity and Water Logging. Journal of Ecology. Page 351-369.
Desmawati, I., Adany, A., & Java, C. A. (2020). Studi awal makrozoobentos di
kawasan wisata sungai kalimas, Monumen Kapal Selam Surabaya.
Jurnal Sains dan Seni ITS, 8(2), E19-E22.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project. Australian
Institute of Marine Science. Townsville.
Hasri, N. N., Mardiansyah, M., Hidayah, K., Firdausya, A., & Silahturahim, E. M.
(2021). Komunitas Bentos di Pantai Karang Serang.
Hillman, K., Walker, D.J., Larkum, A.W.D. & Mc Comb, A.J. 1989. Productivity
and nutrient limitation of seagrasses. Di dalam: Larkum, A.W.,
McComb, D.A.J & Shepherd, S.A. (eds). Biology of Seagrasses.
Netherland: Elsevier Science Publishers.
36
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Hoghart, P. J. 1999. The Biology of Mangrove. Oxford University Press, Inc. New
York. 228 pp.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.
Jakarta. 459 hal.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi edisi ke-3. Alih Bahasa. University Gajah Mada:
Yogyakarta
P2O LIPI. 2016. Laporan Penelitian Ekspedisi IOCAS-LIPI. Jakarta
Patang, Idris APS. 2019. Studi Identifikasi Plankton di Muara Sungai Tallo Kota Makassar.
Pendidikan Teknologi Pertanian Vol. 5
Patang .2009. Kajian Kualitas Air Dan Sedimen Di Sekitar Padang Lamun
Kabupaten Pangkep. Jurnal Agrisistem, Desember, Vol. 5 No. 2
Poedjirahajoe E., Putu N.D.M, Rahardjo B.S., Samuddin M., 2013. Tutupan Lamun
Dan Kondisi Ekosistemnya Di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga,
Dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1 : 36-46
Sari AN, Sahala H, Prijadi S. 2014. Struktur komunitas plankton pada padang lamun di
pantai Pulau Panjang, Jepara. Diponegoro journal of maquares Vol. 3(2): 82-91
38
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
39
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
TANGGAL/BULAN/TAHUN :
STASIUN :
POSISI GEOGRAFIS : 0LU 0LS 0BB 0BT
Transek/Kuadran Longtitude/ Kode Nama Genus Spesies Substrat Berat Berat
latitude tempat Lokal Basah Kering
0 m / ke-1
50 m / ke-2
100 m / ke-3
40
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
LAMPIRAN 1.1. Form Pengamatan Tutupan Lamun dan Tutupan Jenis Lamun
Nilai Tutupan Lamun dan tutupan jenis lamun dalam Satu Kuadrat
Transek Kotak Plot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
0 m / ke-1
a.
b.
c.
50 m / ke-2
a.
b.
c.
100 m / ke-
3
a.
b.
c.
Note : Pengisian nilai pengamatan tutupan lamun dan tutupan jenis lamun mengacu pada
kategori nilai dibawah ini
41
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
STASIUN :
POSISI GEOGRAFIS : 0LU 0LS 0BB 0BT
Keterangan :
SP : Kode Jenis Tumbuhan Mangrove Pohon : Diameter > 4 cm
IND : Jumlah Tegakan Tumbuhan Mangrove
Anakan : Diameter <4cm Tinggi > 1m
DB : Diameter Batang Tumbuhan Mangrove
Semai : Tinggi < 1 m
42
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
Keterangan lainnya:
43
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
STASIUN :
0LU/LS 0
POSISI GEOGRAFIS : BB/BT
TRANSEK :
NOMOR PLOT :
Oksigen
terlarut
Keterangan lainnya:
44
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
45
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
46
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
(Sonneratia alba)
(Sonneratia casiolaris)
47
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
(Rhizophora mucronata)
(Excoecaria agallocha)
48
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
(Ceriops tagal)
(Bruguiera gymnorrhiza)
49
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
(Avicennia officianalis)
(Xylocarpus granatum)
50
MODUL PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI LAUT TROPIS
51