Disusun Oleh :
Nama : I Made Aditya Putra
Npm : E1I022019
Kelompok : 2 (Dua)
Dosen : 1. Mukti Dono Wilopo, S.pi.M.Si.
2. Dr. Yar Johan , S.Pi.,M.Si.
3. Nella Tri Agustini. S. Kel., M.Si.
4. Dewi Purnama S.Pi. M.Sc
Co-Ass : 1. Sigit Widianto Firsta (E1I021024)
2. Benny Pabio Pratama (E1I021023)
3. Ryan Malik Fahrizan (E1I021029)
4. Rany Yolanda (E1I021037)
5. Regita Cahya Mutia (E1I021003)
Limbah industri dan domestik diketahui banyak mengandung bahan organik. Selain
itu, ekosistem mangrove juga merupakan salah satu penyuplai bahan organik terbesar di
kawasan pesisir. Ekosistem mangrove merupakan tempat yang dinamis dimana lumpur dan
tanah secara terus-menerus dibentuk oleh vegetasi, kemudian secara perlahan berubah
menjadi kawasan semi-terrestrial. Bahan organik merupakan salah satu substrat dasar
sedimen mangrove. Bahan organik berasal dari sisa-sisa tanaman mangrove (berupa daun,
batang dan cabang) dan hewan yang menempel pada mangrove yang jatuh ke substrat,
sehingga kawasan menjadi subur. Kualitas air merupakan indikator kualitas air karena zat
organik alami terdapat di dalam air melalui dekomposisi, pelapukan atau dekomposisi
tumbuhan dan hewan yang mati. Selain itu, bahan organik juga bermanfaat sebagai
penyangga kehidupan fitoplankton di perairan, yaitu aliran nutrisi dari sungai ke laut,
sehingga ketersediaan nutrisi di perairan dapat menjadi faktor indeks kesuburan perairan
(Kawamuna dkk., 2017).
BAB III
METODOLOGI
4.1 Hasil
3.1.1 Lokasi pertama dekat pantai
Jenis Mangrove Ukuran Klasifikasi
Rhizopora muaronata Tinggi : 25 cm Kingdom : Plantae
Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
muaronata
Rhizopora muaronata Tinggi : 24 cm Kingdom : Plantae
Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
muaronata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,24 m Kingdom : Plantae
Diameter : 7/3,14 : 2,22 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 7 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,36 m Kingdom : Plantae
Diameter : 9/3,14 : 2,86 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 9 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,36 m Kingdom : Plantae
Diameter : 7/3,14 : 2,22 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 7 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Sonneratia alba Tinggi : 5,5 m Kingdom : Plantae
Diameter : 15/3,14 : 4,77 Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 15 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 4,5 m Kingdom : Plantae
Diameter : 14/3,14 : 4,45 Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 14 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 6 m Kingdom : Plantae
Diameter : 13/3,14 : 4,14 Divisi : Magnollophyta
Transek 10m x 10m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 13 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 6,2 m Kingdom : Plantae
Diameter : 12,5/3,14 : 3,98 Divisi : Magnollophyta
Transek 10m x 10m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 12,5 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
4.2 Pembahasan
4.2.1. Keadaan Umum Lokasi Praktikum
Dari praktikum yang kami lakukan di hasilkan pada lokasi titik satu memiliki
substrat lumpur sedikit berpasir dan pada lokasi titik kedua di dapat substrat pasir
berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian dari Piranto (2019), bahwa karakteristik sedimen
sangat menentukan penyebaran mangrove, dimana Rhizophora mucronata, Rhizopora
stylosa, Ceriops tagal, Sonneratia alba dan Avicennia marina dan banyak ditemukan pada
tekstur sedimen pasir lanauan, Avicennia marina, Rhizopora stylosa dan Acanthus
illicifolius ditemukan pada sedimen pasir lanau berlempung, dan Avicennia alba dicirikan
oleh sedimen lanau berpasir dan lanau pasir berlempung. Menurut Arifin (2019), walaupun
terjadi pengendapan tanah di hutan mangrove yang meninggikan lapisan lumpur, tanah
tersebut tidaklah konstan karena pengaruh pasang surut air laut. Aliran pasang surung laut
ini mempengaruhi terdamparnya bibit-bibit tumbuhan untuk tumbuh, hal ini ditunjang
adanya system perakaran jangkung (still root) yang menggantung dari kebanyakan
mangrove ini akan membantu pertumbuhan semai.
Kondisi vegetasi mangrove berbeda-beda antara satu lokasi dengan lokasi yang
lainnya, ditinjau dari karakteristik lokasi dan adanya aktivitas manusia yang berhubungan
baik secara langsung maupun tidak dengan vegetasi mangrove yang ada disekitarnya.
kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah sedimentasi, erosi laut dan
sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam tanah serta kondisi akibat
eksploitasi. Bahwa tinggi pohon-pohon mangrove dipengaruhi oleh faktor-faktor salinitas
air, drainase air dan pasang surut. Biasanya pada daerah dengan air tanah mendekati
permukaan dan mempunyai aerasi baik, kondisi dan tinggi vegetasinya seragam. Kemudian
vegetasi mangrove akan menjadi pendek jika mendekati zona dengan kondisi permukaan
air jauh dari permukaan (Mishbach, 2018).
Menurut Syahrera (2016) banyaknya aktivitas dan kegiatan manusia dalam
mengeksploitasi sumber daya pesisir secara berlebihan akan menyebabkan terganggunya
ekosistem dan kerusakan lingkungan pada wilayah tersebut. Di beberapa daerah wilayah
pesisir di Indonesia cukup terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove. Hal ini
dikarenakan adanya tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang
memperhatikan aspek kelestarian. Tuntutan dan pembangunan yang lebih menekankan
pada tujuan ekonomi dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur fisik, seperti
konversi hutan mangrove untuk pengembangan kota pantai (pemukiman), perluasan
tambak dan lahan pertanian serta adanya penebangan yang tidak terkendali. Ario (2016)
Menyebutkan bahwa kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia sudah tergolong cukup
parah yaitu sudah mencapai 68%, bahkan di Pantura Jawa diperkirakan luas mangrovenya
hanya tinggal 10% saja. Oleh sebab itu, konservasi ekosistem mangrove merupakan salah
satu upaya pelestarian ekosistem lingkungan pesisir yang penting, dimana dalam
komponen ada 2 hal penting yaitu rehabilitasi dan perlindungan. Untuk keberhasilan
rehabilitasi mangrove tersebut perlu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui kondisi
tapak dalam upaya pra rehabilitasi sebagai langkah awal dalam upaya rehabilitasi yang
berkelanjutan dan terpadu terciptanya ekosistem mangrove yang lestari di masa yang akan
datang.
4.2.2 Komposisi Jenis mangrove
Mangrove merupakan suatu tipe ekosistem pantai yang kaya akan keanekaragaman
hayati, terutama di daerah tropis dan subtropis. Komposisi jenis mangrove sangat beragam
dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas air, tipe tanah, dan tingkat
pasang-surut. Beberapa jenis mangrove yang umum ditemukan meliputi Rhizophora,
Avicennia, dan Sonneratia. Rhizophora cenderung mendominasi di daerah pasang tinggi,
dengan akar tunjangnya yang khas, sementara Avicennia sering ditemukan di daerah
pasang rendah dengan akar napas yang tinggi. Setiap jenis mangrove memiliki peran
ekologisnya sendiri, membentuk habitat yang penting bagi berbagai organisme laut, serta
memberikan berbagai manfaat ekosistem, seperti melindungi garis pantai dari abrasi dan
menyediakan tempat bertelur bagi ikan. Pemahaman mendalam terhadap komposisi jenis
mangrove sangat penting dalam upaya konservasi dan manajemen berkelanjutan ekosistem
ini (Vitasari, 2015). Umayah (2016) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab
kerusakan mangrove, yaitu pencemaran, konversi hutan mangrove yang kurang
memperhatikan factor lingkungan dan penebangan yang berlebihan.
Komposisi jenis mangrove yang yang terdapat di jenggalu kota Bengkulu tiga jenis
mangrove sejati yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Sonneratia alba.
Nilai kerapatan jenis mangrove dikategorikan jarang dan nilai penutupan jenisnya kategori
baik. Banyaknya jenis Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata pada stasiun
penelitian dikarenakan perairan di jenggalu kota Bengkulu memiliki substrat pasir
berlumpur yang sangat mendukung pertumbuhan mangrove. Menurut Farhaby (2017)
mengatakan bahwa Rhizophora apiculata banyak ditemukan pada substrat pasir berlumpur
dan menyukai daerah yang cenderun ke muara. Rhizophora mucronate merupakan salah
satu mangrove yang mampu beradaptasi pada substrat yang lebih keras dan berpasir serta
memiliki persebaran yang paling luas. Rhizophora mucronata tumbuh optimal pada daerah
yang tergenang air pasang surut dan memiliki tanah yang kaya akan humus.
Menurut Buwono (2017) kerapatan jenis mangrove merupakan faktor kunci dalam
memahami dinamika ekosistem pantai. Studi tersebut mencatat bahwa tingkat kerapatan
jenis mangrove dapat bervariasi secara signifikan di berbagai lokasi tergantung pada
sejumlah faktor, termasuk salinitas air, kecepatan arus, dan substrat tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daerah dengan kerapatan jenis mangrove yang tinggi cenderung
mendukung keanekaragaman hayati yang lebih besar, dengan banyaknya organisme yang
teradaptasi dan bergantung pada berbagai spesies mangrove. Selain itu, jurnal tersebut
menyoroti pentingnya memahami interaksi antarjenis mangrove dalam mencapai
kestabilan ekosistem. Dalam konteks ini, kerapatan jenis mangrove dapat memberikan
petunjuk yang berharga untuk upaya konservasi dan rehabilitasi mangrove yang
berorientasi pada keberlanjutan ekologis.
Jenis mangrove yang memiliki kerapatan tertinggi terdapat pada kategori pohon,
sedangkan kerapatan terendah terdapat pada tingkat pancang. Tingginya kerapatan pada
kategori pohon menyebabkan cahaya matahari yang masuk tidak dapat menyinari lahan
hutan mangove. Hal ini membuat semai dan pancang tidak terlalu banyak tumbuh dengan
baik. Hasil sesuai dengan pendapat Syahrial (2020) bahwa rendahnya kerapatan semai
disebabkan oleh matahari yang dibutuhkan oleh semai untuk berfotosintesis terhalang oleh
pohon, sehingga semai tidak dapat tumbuh dengan baik. Kerapatan jenis Rhizophora
mucronata untuk semua kategori pada lokasi penelitian tergolong rapat dengan merujuk
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 bahwa kriteria
baku mutu kerapatan mangrove, kerapatan padat ≥ 1.500 ind/Ha, sedang ≥ 1.000 - 1.500
ind/Ha dan jarang < 1.000 ind/Ha. Tingginya kerapatan jenis mangrove menunjukkan
banyaknya tegakan pohon yang berada dalam kawasan tersebut. Rhizophora mucronata
memiliki kerapatan mangrove tertinggi pada semua kategori. Kondisi ini disebabkan
karena jenis Rhizophora mucronata ini merupakan jenis mangrove yang pertumbuhannya
toleran terhadap kondisi lingkungan, terutama terhadap kondisi substrat, serta penyebaran
bijinya yang sangat luas. Wee (2014) Menyatakan bahwa jenis Rhizophora mucronata
merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang toleran terhadap kondisi lingkungan
(seperti substrat, pasang surut, salinitas dan pasokan nutrien), dapat menyebar luas dan
dapat tumbuh tegak pada berbagai tempat.
Jenis Rhizophora mucronata memiliki kerapatan relatif tertinggi karena kondisi
substrat yang umumnya lumpur mengandung bahan organik sangat cocok untuk
pertumbuhan jenisnya, selain itu jenis ini merupakan tumbuhan perintis atau pioner. Hal ini
sesuai pendapat Manilal (2015), bahwa ketergantungan jenis tumbuhan pioner terhadap
jenis tanah ditunjukkan oleh genus Rhizophora yaitu merupakan ciri umum untuk tanah
berlumpur yang bercampur dengan bahan organik Jenis Rhizophora mucronata memiliki
nilai frekuensi tertinggi karena kondisi substrat sangat cocok untuk pertumbuhannya,
sehingga mangrove jenis ini menyebar merata pada setiap stasiun pengamatan. Selain itu
Rhizophora mucronata termasuk jenis yang memiliki benih yang dapat berkecambah pada
waktu masih berada pada induknya sangat menunjang pada proses penyebaran yang luas
dari jenis lainnya. Pada tanah lumpur dan lembek ditumbuhi oleh jenis mangrove
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Lumnitzera littorea dengan penyebaran
yang merata dan luas, sedangkan pada wilayah pesisir yang berpasir dan berombak besar
pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Kumari (2015) juga berpendapat bahwa
daur hidup yang khusus dari jenis bakau (Rhizophora sp) dengan benih yang dapat
berkecambah pada waktu masih berada pada tumbuhan induk sangat menunjang proses
distribusi yang luas dari jenis ini pada ekosistem Mangrove Jenis Rhizophora mucronata
memiliki nilai INP tertinggi pada semua kategori yaitu kategori pohon, pancang dan semai.
Hasil ini mencerminkan bahwa hutan mangrove pada lokasi penelitian dalam kondisi baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah jenis mangrove yang ditemukan
adalah Rhizophora apiculate, Rhizophora mucronata, dan Sonerita alba. Serta jenis
Ekosistem mangrove di Muara Jenggalu memiliki nilai kerapatan jenis tingkat pohon
dengan kategori sedang. Nilai kerapatan tertinggi jenis tertinggi untuk tingkat pohon,
anakan dan semai yaitu Rhizophora apiculate
5.2 Saran
Perlu adanya pengelolaan tambah untuk hutan mangrove berkelanjutan dan demi
kelestariannya. Serta perlu untuk menanam lagi pada lokasi yang kurang rapat. Mengingat
provinsi Bengkulu adalah pesisir yang memiliki garis pantai yang cukup panjang dengan
adanya tambahan penanaman mangrove dapat berguna untuk manahan erosi jika terjadi
tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
Akasia, A. I., Putra, I. D. N. N., dan Putra, I. N. G. 2021. Skrining fitokimia ekstrak daun
mangrove Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata yang dikoleksi dari
kawasan mangrove Desa Tuban, Bali. Journal of Marine Research and
Technology. 4(1), 16-22.
Arifin, M. Y., Soenardjo, N., dan Suryono, C. A. 2019. Hubungan pengendapan suspended
sedimen dengan kerapatan mangrove pada Perairan Romokalisari, Surabaya.
Journal of Marine Research. 8(4): 355-360.
Ario, R., Subardjo, P., dan Handoyo, G. 2016. Analisis kerusakan mangrove di pusat
restorasi dan pembelajaran mangrove (PRPM), Kota Pekalongan. Jurnal Kelautan
Tropis. 18(2).
Asyiawati, Y., dan Akliyah, L. S. 2014. Identifikasi dampak perubahan fungsi ekosistem
pesisir terhadap lingkungan di wilayah pesisir kecamatan muaragembong. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota. 14(1).
Buwono, Y. R. 2017. Identifikasi dan kerapatan ekosistem mangrove di kawasan Teluk
Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan. 8(1), 32-37.
Dwihantoro, P., dan Rosyidi, M. I. 2021. Kampanye Kesemat dalam Pelestarian Hutan
Mangrove. Komuniti: Jurnal Komunikasi dan Teknologi Informasi, 12(2), 124-
139.
Fadhila, H., Saputra, S. W., & Wijayanto, D 2015. Nilai manfaat ekonomi ekosistem
mangrove di desa kartika jaya kecamatan patebon kabupaten kendal jawa tengah.
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES). 4(3), 180-187.
Farhaby, A. M. 2017. Kajian Karakteristik Biometrika Kepiting Bakau (Scylla sp) di
Kabupaten Pemalang, Studi kasus di Desa Mojo Kecamatan Ulujami. Akuatik
Jurnal Sumberdaya Perairan.11(1), 48–53
Fidyansari, D., dan Hastuty, S. 2016. Valuasi ekonomi ekosistem mangrove di desa
Barowa Kecamatan Bua Kabupaten Luwu. Perbal: Jurnal Pertanian
Berkelanjutan. 4(3) : 25-35.
Fikri, f., hamzari, h., umar, s., dan setiawan, b. 2022. Engetahuan masyarakat tentang
fungsi ekosistem hutan mangrove di desa kasimbar utara kecamatan kasimbar
kabupaten parigi moutong. Jurnal warta rimba. 10(1), 52-59.
Indrayanti, M. D., Fahrudin, A., dan Setiobudiandi, I. 2015. Penilaian jasa ekosistem
mangrove di teluk Blanakan kabupaten Subang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.
20(2), 91-96.
Kariada, N. T., dan Irsadi, A. 2014. Peranan mangrove sebagai biofilter pencemaran air
wilayah tambak bandeng Tapak, Semarang (Role of mangrove as water pollution
biofilter in milkfish pond, Tapak, Semarang). Jurnal manusia dan lingkungan.
21(2), 188-194.
Kawamuna, A., Suprayogi, A., dan Wijaya, A. P. 2017. Analisis kesehatan hutan
mangrove berdasarkan metode klasifikasi NDVI pada citra Sentinel-2 (Studi
kasus: Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Geodesi Undip. 6(1):
277-284.
Kumari, C. S., Yasmin, N., Hussain, M. R., dan Babuselvam, M. 2015. Invitro anti-
inflammatory and anti-artheritic property of Rhizopora mucronata leaves.
International Journal of Pharma Sciences and Research. 6(3), 482-485.
Kusmana, C., dan Chaniago, Z. A. 2017. Kesesuaian Lahan Jenis Pohon Mangrove Di
Bulaksetra, Pangandaran Jawa Barat Land Suitability Mangrove Trees Species in
Bulaksetra, Pangandaran West Java. Journal of Tropical Silviculture. 8(1), 48-54.
Lewerissa, Y. A., Sangaji, M., dan Latumahina, M. B. 2018. Pengelolaan mangrove
berdasarkan tipe substrat di perairan Negeri Ihamahu Pulau Saparua. TRITON:
Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. 14(1): 1-9.
Manilal, A., Merdekios, B., Idhayadhulla, A., Muthukumar, C., dan Melkie, M. 2015. An
in vitro antagonistic efficacy validation of Rhizophora mucronata. Asian Pacific
Journal of Tropical Disease. 5(1), 28-32.
Mishbach, I., Pribadi, R., dan Santoso, A. 2018. Kajian Kawasan Rehabilitasi Mangrove
Di Desa Ketitang Wetan Dan Desa Raci Kecamatan Batangan Kabupaten Pati.
Journal of Marine Research. 7(1), 69-78.
Piranto, D., Riyantini, I., Agung, M. U. K., dan Prihadi, D. J. 2019. Karakteristik sedimen
dan pengaruhnya terhadap kelimpahan gastropoda pada ekosistem mangrove di
Pulau Pramuka. Jurnal Perikanan Kelautan. 10(1).
Remijawa, E. S., Rupidara, A. D., Ngginak, J., dan Radjasa, O. K. 2020. Isolasi dan seleksi
bakteri penghasil enzim ekstraseluler pada tanah mangrove di pantai noelbaki.
Jurnal Enggano. 5(2): 164-180.
Santoso, D., Yamin, M., dan Makhrus, M. 2019. Penyuluhan Tentang Mitigasi Bencana
Tsunami Berbasis Hutan Mangrove Di Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak
Lombok Timur. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA. 2(1).
Senoaji, G., dan Hidayat, M. F. 2017. Peranan ekosistem mangrove di Kota Pesisir
Bengkulu dalam mitigasi pemanasan global melalui penyimpanan karbon (The
role of mangrove ecosystem in the coastal city of Bengkulu in mitigating global
warming through carbon sequestration). Jurnal manusia dan lingkungan, 23(3),
327-333.
Syahrera, B., Purnama, D., dan Zamdial, Z. 2016. Asosiasi Kelimpahan Kepiting Bakau
Dengan Keberadaan Jenis Vegetasi Mangrove Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan
Kampung Melayu Kota Bengkulu. Jurnal Enggano. 1(2), 47-55.
Syahrial, S., Saleky, D., Samad, A. P. A., dan Tasabaramo, I. A. 2020. Ekologi Perairan
Pulau Tunda Serang Banten: Keadaan Umum Hutan Mangrove. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik. 4(1), 53-68.
Taluke, D., Lakat, R. S., dan Sembel, A. 2019. Analisis preferensi masyarakat dalam
pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir pantai kecamatan loloda kabupaten
halmahera barat. Spasial. 6(2), 531-540.
Tefarani, R., Martuti, N. K. T., dan Ngabekti, S. 2019. Keanekaragaman spesies mangrove
dan zonasi di wilayah Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang.
Life Science. 8(1), 41-53.
Umayah, S., Gunawan, H., dan Isda, M. N. 2016. Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove
di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti.
Jurnal Riau Biologia. 1(1), 24-30.
Vitasari, M. 2015. Kerentanan ekosistem mangrove terhadap ancaman gelombang
ektrim/abrasi di kawasan konservasi Pulau Dua Banten. Bioedukasi: Jurnal
Pendidikan Biologi. 8(2), 33-36.
Wee, A. K., Takayama, K., Asakawa, T., Thompson, B., Onrizal, Sungkaew, S., ... and
Webb, E. L. 2014. Oceanic currents, not land masses, maintain the genetic
structure of the mangrove Rhizophora mucronata Lam.(Rhizophoraceae) in
Southeast Asia. Journal of biogeography. 41(5), 954-964.
Widiastuti, M. M., Ruata, N. N., dan Arifin, T. 2016. Valuasi ekonomi ekosistem
mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Merauke. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. 11(2), 147-159.
Yona, D., Hidayati, N., Sari, S. H. J., Amar, I. N., dan Sesanty, K. W. 2018. Teknik
Pembibitan Dan Penanaman Mangrove Di Banyuurip Mangrove Center, Desa
Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik. J-Dinamika: Jurnal
Pengabdian Masyarakat. 3(1).
LAMPIRAN