MAKALAH
HUTAN MANGROVE DI INDONESIA: KERUSAKAN
AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DAN PENGELOLAANNYA
Oleh:
Riftiani Nikmatul Nurlaili
NIM. S021902051
A. Latar Belakang
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di
dunia, dan Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country. Hutan merupakan tempat berkembangnya berbagai
flora dan fauna, sehingga interaksi dari komponen-komponen yang terdapat
dalam ekosistem hutan terus berjalan. Berdasarkan ekosistem hutan, di
Indonesia terdapat hutan mangrove atau bakau. Hutan mangrove adalah hutan
yang berkembang di daerah pantai yang berair tenang dan terlindung dari
hempasan ombak, serta eksistensinya bergantung kepada adanya aliran air laut
dan aliran sungai (Pramudji, 2000). Komponen flora hutan mangrove, sebagian
besar berupa jenis-jenis pohon yang keanekaragamannya lebih kecil dan
mudah dikenali bila dibandingkan dengan hutan darat. Sedangkan komponen
faunanya, sebagian besar adalah kelompok avertebrata, dan hidup dalam
ekosistem mangrove, namun sebagian kecil dari biota tersebut juga hidup di
ekosistem sekitar perairan mangrove.
Berdasarkan pada data FAO (2007), 19% luas hutan mangrove di dunia
terdapat di Indonesia. Hutan mangrove di Indonesia menurut catatan yang
diungkapkan oleh Darsidi (1987), luasnya adalah sekitar 4.250.000 hektar,
namun estimasi ini masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan yang
diungkapkan oleh Hartati (2016) dengan luas 3.500.000 hektar. Perbedaan luas
ini, kemungkinan disebabkan karena dalam jangka waktu lebih 29 tahun, telah
terjadi konversi hutan mangrove untuk kegiatan tambak atau pembangunan
lainnya, sehingga luas areal hutan mangrove berkurang drastis. Hutan
mangrove merupakan daerah yang sangat penting bagi masyarakat karena
secara langsung mangrove dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan hidup
mereka, misalnya untuk kayu bakar, kayu bangunan, arang bahkan dapat
dimanfaatkan sebagai obat-obatan khusus dari jenis Nypa fruticans sebagai
sumber gula, alkohol maupun cuka (Rahman, 1991). Secara ekologis, hutan
mangrove mempunyai berbagai macam peranan yang cukup besar antara lain
sebagai sumber nutrsi, pelindung pantai, dan penyedia kubutuhan manusia
(Pramudji, 2000).
Peranan mangrove yang cukup penting bagi ekologi perairan di sekitarnya
adalah didasarkan kepada produksi bahan organik yang berupa serasah dan
seterusnya dapat mendukung kelestarian berbagai macam kehidupan hewan
aquatik. Serasah yang merupakan hasil tumpukan mangrove merupakan
sumber utama karbon dan nitrogen yang sangat diperlukan oleh ekosistem
mangrove itu sendiri, maupun ekosistem perairan di sekitar hutan mangrove.
Pramudji (2000) menyatakan, bahwa serasah yang mulai terurai (membusuk)
mengandung 3,1% protein dan setelah satu tahun, kandungan ini meningkat
menjadi 21%. Dengan demikian, biota pemangsa partikel, seperti zooplankton,
larva ikan, kerang, dan udang memperoleh makanan yang berprotein tinggi.
Ekosistem hutan mangrove dijadikan sebagai sasaran manusia untuk
dijadikan berbagai macam aktivitas, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung. Eksploitasi yang berlebihan terhadap hutan mangrove yang
diperlukan untuk keperluan kayu, kayu bakar, kertas, arang maupun yang
diperuntukkan sebagai lahan pertanian, pertambakan, penambangan, dan
pemukiman (Hartati, La harudu, 2016). Semua aktivitas manusia dalam
menggunakan areal mangrove berkaitan dengan tingginya populasi dan
rendahnya tingkat perekonomian setempat. Hal ini seperti kerusakan hutan
mangrove di wilayah Pesisir Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, kerusakan
hutan mangrove dari tahun 2000-2010 mencapai 687,3 hektar, dengan kondisi
kerusakan total tanpa ada vegetasi mangrove lagi seluas 551,5 hektar (Baderan,
2017). Sedangkan menurut Hartati (2016) kerusakan hutan mangrove pada
Kelurahan Lowu-Lowu Kecamatan Lea-Lea Kota Bauba, faktor utama
kerusakan akibat adanya penebangan vegetasi mangrove untuk dijadikan
sebagai kayu bakar dan bahan bangunan seperti rumah dan jembatan oleh
masyarakat sekitar. Pada hutan mangrove di wilayah Lalombi Kecamatan
Banawa Selatan kabupaten Donggala, jumlah penurunan luas hutan mangrove
dari tahun 2011-2015 mencapai 57,74% atau dari semula 71 Ha menjadi 30 Ha
diakibatkan karena aktivitas penduduk setempat untuk membuka pemukiman
dan pertambakan (Ishak dan Iwan, 2015).
Dampak dari kerusakan hutan mangrove terhadap kelestarian daerah
perairan pesisir, akan menyebabkan beberapa komponen biota yang hidup
diperairan sekitar hutan mangrove akan punah. Selain itu, dampak dari tebang
habis mangrove akan menyebabkan terjadinya abrasi secara intensif di
sepanjang pantai, dan permudaan alami umumnya tidak berjalan dengan baik,
sehingga akan menimbulkan penurunan nilai hutan. Adapun uraian di atas,
maka akan dibahas kerusakan hutan mangrove akibat dari aktivitas manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini, adapun rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud hutan mangrove?
2. Apa saja penyebab kerusakan hutan mangrove?
3. Apa dampak dari kerusakan hutan mangrove?
4. Bagaimana cara pengelolaan hutan mangrove?
C. Tujuan Makalah
Pada makalh ini, tujuan dalam membuat makalah yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang hutan mangrove.
2. Untuk mengetahui penyebab kerusakan hutan mangrove.
3. Untuk mengetahui dampak dari kerusakan hutan mangrove.
4. Untuk mengetahui cara pengelolaan hutan mangrove.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hutan Mangrove
Menurut Macnae (1968) menyatakan bahwa kata mangrove merupakan
perpaduan antara bahasa Portugis “mangue” dan bahasa Inggris “grove”.
Sementara itu, menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa
Melayu kuno “mangi- mangi” yang digunakan untuk menerangkan marga
Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur.
Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda- beda, namun
pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wighman
(1989) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di
daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan
sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan
sub tropis yang terlindungi. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah
kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai
sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah
anaerob.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Dalam kaitan tersebut, diantara makhluk hidup itu
sendiri terdapat di wilayah pesisir yang berpengaruh terhadap pasang surut air
laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu
tumbuh dalam perairan yang asin atau payau (fitriadi, 2004). Secara ringkas
ekosistem mangrove didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor
lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Maka Saenger dkk (1983)
dalam, mengusulkan agar di dalam definisi tersebut, ekosistem hutan mangrove
harus mencakup empat hal, yakni:
1. Memiliki satu atau lebih jenis pohon mangrove yang khas.
2. Setiap jenis pohon yang tidak khas tumbuh bersama jenis pohon yang
khas.
3. Terdapat biota di dalamnya seperti hewan daratan atau laut, lumut kerak,
cendawan, ganggang, bakteri dan lainnya yang hidup menetap atau
sementara di daerah tersebut.
4. Terjadi proses-proses yang penting untuk mempertahankan ekosistem ini
baik yang ada di daerah bervegetasi atau d luarnya.
Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekosistem hutan
mangrove merupakan tumbuhan yang habitatnya tumbuh dan berkembang di
daerah pesisir yang salinitasnya tinggi serta mampu mencerminkan hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Menurut Saparinto (2007), hutan mangrove secara fisik dapat berfungsi
menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai dari
proses abrasi, meredam dan menahan hempasan badai tsunami, sebagai
kawasan penyangga proses intrusi, atau rembesan air laut ke darat. Fungsi
kimia, sebagai proses daur yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbon
dioksida, sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri, dan
kapal- kapal di lautan. Fungsi biologi, merupakan penghasil decomposer,
spawning ground atau nursery ground bagi udang, kepiting, kerang, sebagai
kawasan berlindung, bersarang serta berkembang biak bagi burung dan satwa
lain, sebagai sumber plasma nutfah, sebagai habitat alami bagi berbagai jenis
biota darat dan laut lainnya. Fungsi sosial ekonomi, penghasil bahan bakar,
bahan baku industri, obat- obatan, perabot rumah tangga, kosmetik, makanan,
tekstil, lem, penyamak kulit, penghasil bibit atau benih ikan, udang, kerang,
kepiting, dan sebagai kawasan wisata, konservasi, pendidikan, dan penelitian.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang kerusakan hutan mangrove akibat
aktivitas manusia, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Hutan mangrove adalah hutan yang berkembang di daerah pantai yang
berair tenang dan terlindung dari hempasan ombak, serta eksistensinya
bergantung kepada adanya alira air laut dan aliran sungai.
2. Kerusakan hutan mangrove akibat aktivitas manusia diakibatkan karena
koversi hutan menjadi tempat pemukiman, penambangan, pertanian dan
pertambakan, dan adanya pencemaran.
3. Dampak dari kerusakan hutan mangrove menyebabkan hilangnya
komunitas mangrove serta mengakibatkan terjadinya proses abrasi, dan
badai tsunami.
4. Pengelolaan yang bisa dilakukan dengan melakukan reboisasi,
menjadikan wilayah suaka alam, memberlakukan peraturan tentang hutan
mangrove, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
hutan mangrove.
B. Saran
Saran kepada pihak yang berwenang untuk membuat peraturan yang
lebih ketat dalam melindungi hutan mangrove, selain itu membentuk pihak
khusus yang dapat melakukan patroli secara rutin dalam menjaga hutan
mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A.A., dkk. 2017. Erosi pantai, ekosistem hutan bakau dan adaptasi
masyarakat terhadap bencana kerusakan pantai di negara tropis. Jurnal Ilmu
Lingkungan. XV (01): 1-10.
Baderan, D.W.K. 2017. Distribusi spasial dan luas kerusakan hutan mangrove di
wilayah Pesisir Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo.
Jurnal GeoEco. III(01): 1-8.
Ishak, Iwan Alim Saputra. 2015. Pengaruh aktivitas penduduk terhadap kerusakan
hutan mangrove di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan. Jurnal Geo
Tadulako. III (06): 52-63.
Mastaller, M. 1997. Mangrove: The Forgotten Forest Between Land and Sea.
Kuala Lumpur: Malaysia.
Saenger, P., E.J. Hegerl dan J.D.S Davie. 1983. Global Status of Mangrove
Ecosystem. IUCN-UNEP dan WWF.
Snedaker, S.C. 1978. Mangrove their values and perpetuatuin. Journal of Nat.Res.
(14): 613.