Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pantai ialah bagian dari permukaan bumi yang terdekat dengan perairan

laut dan dipengaruhi oleh kondisi cuaca dari laut. Pantai mempunyai dua

bentuk utama, yaitu pantai curam dan pantai landai. Pantai curam terdapat di

daerah pegunungan yang berbatasan langsung dengan laut, baik yang sejajar,

maupun yang memotong garis pantai.

Sebagai salah satu negara di dunia yang kaya akan beragam sumber

daya alamnya, menurut Noor, dkk. (1999) Indonesia merupakan negara yang

mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keanekaragaman

hayati terbesar didunia dan struktur paling bervariasi didunia. Berdasarkan data

Direktorat Jenderal Rehabilitas Lahan dan Hutan Sosial (2001), luas hutan

mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar

akan tetapi sekitar 5,30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO

(2007) luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai

3.062.300 ha atau 19% dari luas hutan mangrove di dunia dan yang terbesar di

dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).

Salah satu pantai di NTT yaitu pantai di Malaka adalah sekitar 28.437

ha yang terdiri dari 21.529 ha didalam kawasan hutan dan seluas 6.908 ha di

luar kawasan mangrove. Salah satu potensi yang menyimpan kekayaan

ekosistem mangrove adalah Kabupaten Malaka. Potensi mangrove yang ada di

Kabupaten Malaka tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan

Kobalima, Malaka Tengah, Malaka Barat dan Wewiku (Dahuri, 2004 dalam

Mamangkey, 2013).

1
Pantai Malaka terdapat hutan mangrove. Hutan mangrove dikenal juga

dengan sebutan hutan payau. Istilah mangrove digunakan sebagai pengganti

istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan

hutan yang terdiri atas pohon bakau (Rhizophora spp), karena bukan hanya

pohon bakau yang tumbuh di sana. Jenis tumbuhan lain yang hidup di

dalamnya, antara lain Pohon api-api, Nipah, Bakau Kurap, Mangrove Merah,

Putut dan Pidada Merah.

Luas hutan mangrove di Indonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha

dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan

menjadi lahan pertanian (FAO, 2007). Data Kementrian Negara Lingkungan

Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan

dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS),luas potensial hutan mangrove Indonesia

adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.2009 ha,

kondisi rusak sedang 4.510.456 ha dan kondisi rusak 2.146.174 ha.

Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber dari BPDAS,

Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756 ha(Dahuri,

2004 dalam Mamangkey, 2013).Mangrove mempunyai peran penting bagi

ekologi yang didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan

organik yang berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai

makanan. Serasah dari tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar

perairan dan terakumulasi terus menerus dan akan menjadi sedimentasi yang

kaya akan unsur hara, yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan

hidup fauna makrozoobenthos (McConnaughey & Zottoli, 1983 dalam Taqwa,

2010).

2
Makrozoobentos yang hidup di kawasan mangrove lebih didominasi

oleh filum moluska yang diwakili oleh beberapa spesis gastropoda yang

umumnya hidup menempel pada akar dan batang mangrove serta pada

permukaan sedimen (Agard, et al., 1993 dalam Haryoardyantoro, dkk, 2013).

Secara ekologis gastropoda memiliki peranan yang besar dalam

kaitannya dengan rantai makanan komponen biotik di kawasan hutan

mangrove, karena disamping sebagai pemangsa detritus, gastropoda juga

berperan dalam merobek atau memperkecil serasah yang jatuh. Gastropoda

pada hutan mangrove berperanpenting dalam proses dekomposisi serasah

danmineralisasi materi organik terutama yang bersifatherbivor dan detrivor,

dengan kata lain gastropodaberkedudukan sebagai dekomposer.Kehadiran

gastropoda sangat ditentukan olehadanya vegetasi mangrove yang ada di

daerahpesisir.

Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang

hidup di daerah pasang surut pantai. Hutan mangrove dikenal juga dengan

sebutan hutan payau. Istilah mangrove digunakan sebagai pengganti istilah

bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang

terdiri atas pohon bakau (Rhizophora spp), karena bukan hanya pohon bakau

yang tumbuh di sana. Jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya, antara lain

Pohon api-api, Nipah, Bakau Kurap, Mangrove Merah, Putut dan Pidada

Merah.

Kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut sangat bervariasi,

hal ini dapat berdampak pula terhadap kehadiran makrozoobenthos yang

berasosiasi didalamnya terutama gastropoda. Adanya variasi dari kondisi

3
mangrove ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adanya tingkat

pemanfaatan oleh manusia maupun yang biasa terjadi secara alami. Sama

halnya di sekitar Desa Haerain, dimana mangrove di desa tersebut

dimanfaatkan masyarakat untuk menopang hidup sehari-hari diantaranya

digunakan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, bahan pembuat perahu,

tempat mencari ikan, kepiting, kerang dan siput (Arief, 2003 dalam

Sirante,2011).

Saat ini juga kawasan tersebut telah mengalami tekanan fisik berupa

pemanfaatan lahan untuk tambak dan pemukiman. Pemanfaatan mangrove

yang mungkin sudah berlebihan oleh masyarakat, tentunya akan berpengaruh

pada kehadiran gastropoda. Untuk itu, perlu diketahui komposisi dan

keanekaragaman gastropoda ekosistem mangrove di wilayah pesisir Desa

Haerain Kecamatan Malaka Barat, sehingga menjadi salah satu bentuk

informasi dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove di wilayah

tersebut (Kurini, 1998 dalam Sirante, 2011).

Kondisi seperti ini, juga ditemukan Ekosistem mangrove disepanjang

PantaiBerasi Desa Haerain, ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan mangrove

yang merupakanhutan mangrove alami seluas 30 ha dan terdapat banyak

Gastropoda. Hutan mangrove pada kawasan ini bermanfaat bagi

keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat yaitu untuk melindungi

daratan dari abrasi dan melindungi daerah budidaya tambak. Selain itu kawasan

ini juga berperan dalam menjaga keberlangsungan ekosistem hutan mangrove

(Chasemi, dalam Sirante, 2011).

4
Berdasarkan latar belakang diatas maka, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Komposisi Keanekaragaman, dan Pola

Penyebaran gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Berasi, Desa Haerain

Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang diajukan dalam

penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah komposisi jenis gastropoda yang terdapat di hutan mangrove

Pantai Berasi, Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka?

2. Bagaimanakah keanekaragaman jenis – jenis gastropoda yang terdapat di

hutan mangrove Pantai Berasi, Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat

Kabupaten Malaka?

3. Bagaimana pola penyebaran gastropoda di hutan mangrove Pantai Berasi,

Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka?

4. Bagaimana Parameter lingkungan, yang mendukung jenis – jenis

gastropoda di hutan mangrove Pantai Berasi, Desa Haerain Kecamatan

Malaka Barat Kabupaten Malaka?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komposisi jenis gastropoda yang terdapat di hutan

mangrovePantai Haerain, Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat

Kabupaten Malaka.

2. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis gastropoda yang terdapat di hutan

mangrove Pantai Berasi, Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat Kabupaten

Malaka.

5
3. Untuk mengetahui pola penyebaran jenis gastropoda di Pantai Berasi, Desa

Haerain Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka.

4. Untuk mengetahui parameter lingkungan yang mendukung kehidupan jenis

– jenis gastropoda di hutan mangrove Pantai Berasi, Desa Haerain

Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Desa Haerain dan Pemerintah

Kabupaten Malaka.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lanjutan yang mengkaji lebih dalam

lagi di tempat lain.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keanekaragaman

Keanekaragaman adalah jumlah total spesies dalam suatu area sebagai

jumlah spesies antar jumlah total individu dari spesies yang ada di dalam suatu

komunitas Michael, 1984 (dalam Ratnasari, 2015). Keanekaragaman spesies

dapat ditandakan sebagai jumlah spesies dalam suatu area atau sebagai jumlah

spesies antar jumlah total individu dari spesies yang ada Michael, 1984 (dalam

Ratnasari, 2015).

Keanekaragaman berisi individu dan kumpulan individu merupakan

populasi yang menempati suatu tempat tertentu. Ada dua komponen dalam

keanekaragaman spesies yaitu kekayaan spesies (species richness) yang

merupakan jumlah spesies berbeda dalam komunitas, lalu komponen kedua

adalah kelimpahan relatif (relativeabundance), yaitu proporsi yang

direpresentasikan oleh masing-masing spesies dari seluruh individu dalam

komunitas (Campbell Reece, 2008 ).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

keanekaragaman adalah jumlah total spesies yang bermacam-macam yang

menempati suatu lokasi tertentu.

B. Ekologi

Ekologi (ecology, berasal dari kata yunani oikos, rumah, dan logos,

mempelajari), dengan demikian ekologi merupakan bidang sains yang

mempelajari interaksi antara organisme dan lingkungannya. (Campbell Reece,

7
2008:326). Ekologi adalah ilmu tentang organisme dalam kaitannya dengan

lingkungan dimana mereka tinggal. Lingkungan ini terdiri dari banyak

komponen yang berbeda yaitu komponen biotik dan komponen abiotik

Chapman Riess, 1995 (dalam Ratnasari, 2015).

Interaksi komponen biotik dan abotik disebut ekosistem. Ekosistem

merupakan konsep sentral dalam biologi yang dimana melibatkan unsur-unsur

biotik dan faktor-faktor fisik yang saling berinteraksi satu sama lain. Unsur-

unsur biotik yang berupa organisme dan faktor fisik berupa lingkungan abiotik

yang meliputi suhu, kelembaban, pH, dan intensitas cahaya (Irwan, 2014)

dalam (Ratnasari, 2011).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari

hubungan timbal balik antara organisme atau makhluk hidup yang meliputi

manusia, hewan, dan mikroorganisme dengan lingkungan tempat hidupnya.

C. Ekosistem

Ekosistem merupakan satuan kehidupan yang terdiri dari suatu

komunitas makhluk hidup dari berbagai jenis yang berinteraksi dengan benda

mati sehingga membentuk suatu sistem. Ekosistem terbentuk karena adanya

hubungan interaksi antara faktor abiotik dan faktor biotik, yang membentuk

rangkaian komponen kemudian menjadi satu fungsional, diantaranya terdapat

proses-proses yang khas meskipun kehadiran aktifnya dibatasi dalam jangka

waktu yang singkat (Odum, 1993 dalam Lestari, 2015).

Menurut Tansley (1935) dalam Mulyadi ((2010) menyatakan bahwa,

ekosistem adalah hubungan timbal balik antara komponen biotik dengan

komponen abiotik di alam, sebenarnya merupakan hubungan antara komponen

8
yang membentuk suatu sistem. Struktur dan fungsi setiap komponen yang

membentuk suatu sistem merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Apabila salah satu komponen terganggu, maka sebagaikonsekuensinya akan

mempengaruhi komponen-komponen lainnya, karena baik dalam stuktur

maupun dalam fungsi komponen tersebut merupakan suatukesatuan yang tidak

terpisahkan. Sistem alami oleh Tansley disebut sistem ekologi yang kemudian

di singkat dengan istilah ekosistem.

Komponen abiotik, meliputi semua faktor –faktor non hidup dari suatu

kondisi lingkungan, seperti cahaya, hujan, nutrisi dan tanah.Faktor-faktor

lingkungan ini tidak saja menyediakan energi dan materi penting, tetapi

jugamempunyai peranan dalam menentukan tumbuhan-tumbuhan dan hewan

yang mampu berada di suatu habitat. Komponen biotik, meliputi semua faktor

hidup yang secara garis besarnya dibagi dalam tiga kelompok, yaitu produsen,

konsumen, dan pengurai (Cartono Nahdiah, 2008 ). Dapat ditarik kesimpulan

bahwa ekosistem adalah hubungan timbal balik atau hubungan saling

ketergantungan antara komponen biotik dan komponen abiotik yaitu

lingkungan tempat hidupnya.

D. Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang memiliki ciri khas dan

sering tumbuh di sepanjang daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi

oleh pasang surut air laut.Mangrove tumbuh pada daerah pantai yang

terlindungi atau pantai yang datar.Menurut Walsh (1974) dalam

(Arumwardana, 2014), menyampaikan bahwa 60-75 persen garis pantai di

daerah tropik ditumbuhi oleh mangrove.

9
Mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah, dan

menyuplai makanan dapat menunjang kehidupan mollusca.Rantai makanan

yang berperan di daerah ekosistem mangrove adalah rantai makanan detritus

dimana sumber utama detritus berasal dari daun-daunan dan ranting-ranting

mangrove yang gugur pertambahkan. Oleh karena itu organisme bentuk

terutama gastropoda dan bivalvia dapat dijadikan sebagai indikator ekologi

untuk mengetahui kondisi ekosistem (Hartoni Agussalim, 2013).

Faktor lingkungan yang fluktuatif menyebabkan hutan ini memiliki ciri

khas terdiri dalam beradaptasi. Karena adanya pengaruh pasang surut,

tumbuhan mangrove perlu beradaptasi baik morfologinya, reproduksi, dan

fisiologisnya (Hutchings dan Saenger 1987 dalam Arumwardana, 2014).

E. Gastropoda

1. Gastropoda

Gastropoda berasal dari kata gaster dan podos.Gaster artinya perut,

dan podos artinya kaki. Hewan ini bergerak dengan menggunakan

“perutnya”.Gastropoda hidup di darat, air tawar, dan air laut.Tubuhnya

memiliki cangkang (Syamsuri, dkk, 2007).

Gastropoda merupakan kelas Mollusca yang terbesar dan

populer.Ada sekitar 50.000 spesies Gastropoda yang masih hidup dan

15.000 jenis yang telah menjadi fosil. Oleh karena banyaknya jenis

Gastropoda, maka hewan ini mudah ditemukan. (Toharudin Hizqiyah,

2009).

Sebagian besar gastropoda mempunyai cangkok (rumah) dan

berbentuk kerucut terpilin (spiral).Bentuk tubuhnya sesuai dengan bentuk

10
cangkok.Padahal waktu larva, bentuk tubuhnya simetri bilateral. Namun ada

pula Gastropoda yang tidak memiliki cangkok, sehingga sering disebut siput

telanjang (vaginula). Hewan ini terdapat di laut dan ada pula yang hidup di

darat (Toharudin Hizqiyah, 2009).

Pernapasan bagi gastropoda yang hidup di darat menggunakan paru-

paru, sedangkan gastropoda yang hidup di air, bernapas dengan

insang.Gastropoda mempunyai alat kelamin jantan dan betina yang

bergabung atau disebut juga ovotestes. Gastropoda adalah hewan

hemafrodit, tetapi tidak mampu melakukan aoutofertilisasi. Alat eksresi

berupa sebuah ginjal yang terletak dekat jantung (Toharudin Hizqiyah,

2009).

2. Struktur Tubuh Gastropoda

Gastropoda berasal dari kata gaster dan podos. Gaster artinya perut,

dan podos artinya kaki. Hewan ini bergerak dengan menggunakan

“perutnya”.Gastropoda hidup di darat, air tawar, dan air laut. Tubuhnya

memiliki cangkang (Syamsuri, dkk, 2007). Gastropoda merupakan hewan

yang tubuhnya bilateral simetri, cangkangnya hanya satu buah sehingga

disebut “univalve” (Soemadji, 2001 dalam Setyawan, 2014).

11
Gastropoda memiliki struktur susunan tubuh yang terdiri atas:

a. Struktur Cangkang Gastropoda

Gambar: 2.1. Struktur Tubuh Gastropoda

Berikut merupakan bagian-bagian dari cangkang gastropoda yang

dapat dijadikan ciri-ciri identifikasi :

1) Apex: puncak atau ujung cangkang.

2) Aperture: lubang tempat keluar masuknya kepala dan kaki.

3) Operculum: penutu cangkang

4) Worl (seluk): satu putaran cangkang terakhir disebut body horl

(umumnya whorl terbesar, tempat tubuh keong berada).

5) Spire (sulur): susunan whorl sebelum body whorl. Suture (garis taut):

garis yang terbentuk oleh perlekatan antara spire.

6) Umbuculus: lubang yang terdapat di ujung kolumela (pusat putaran

cangkang).

7) Kepala

Kebanyakan gastropoda memiliki kepala yang jelas dengan mata di

ujung tentakel (Campbell, et, al., 2008). Hewan ini mempunyai kepala

yang membawa dua pasang tentakel yang berbeda. Tentakel tersebut

terdiri dari satu pasang pendek dan satu pasang tentakel yang panjang

dan terdapat mata.

8) Badan

12
Struktur dasar bagian tubuh gastropoda dibagi menjadi tiga bagian inti,

kaki yang berfungsi sebagai alat gerak, tubuh bagian dalam yang

kebanyakan berisi organ internal dari gastropoda dan sebuah mantel

yang berupa sebuah lipatan jaringan yang menutupi bagian atas dari

tubuh bagian dalam (Setyawan, 2014).

9) Kaki

Kaki berfungsi sebagai alat gerak, untuk menggerakkan perut yang

berperan sebagai kaki, dengan adanya kontraksi-kontraksi otot kaki,

dibantu dengan lendir yang dikeluarkan oleh tubuh itu sendiri (firdaus,

2013 dalam Lestari, 2015).

3. Sistem Saraf

Sistem saraf oleh gastropoda dilakukan oleh tiga buah ganglion

utama yaitu gangliom cerebral (ganglion otak), ganglion visceral (ganglion

organ-organdalam), dan ganglion pedal (ganglion kaki). Ketiga ganglion ini

digabungkan satu dengan yang lainnya oleh sebuah tali saraf longitudinal.

Tali saraf ini dihubungkan ke seluruh bagian tubuh oleh tali-tali saraf

tranversal. Di bawah ganglion pedal terdapat sepasang statocyt yang

berfungsi sebagai alat keseimbangan (Soemadji, 2001 dalam Setyawan,

2014).

4. Sistem Pencernaan

Makanan diambil dengan menggunakan mulut dan dipotong oleh

rahang yang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah, selanjutnya makanan

dihasilkan oleh radula (lidah yang bergerigi). Kemudian makanan

13
diteruskan ke dalam lambung, dan proses penyerapan makanan terjadi di

dalam usus (Soemadji, 2001 dalam Setyawan, 2014).

5. Sistem Respirasi

Larson et al. (2001) dalam Lestari, (2015) menyatakan bahwa sistem

pernapasan gasropoda sebagian besar dilakukan oleh satu ctenidium (dua

ctenidia adalah dalam kondisi primitive, ditemukan pada beberapa jenis

prosobranch) yang terletak di bagian mantel, meskipun beberapa bersifat

akuatik, kekurangan insang, dan tergantung pada mantel dan kulit. Setelah

beberapa kehilangan pros branch salah satu dari insang, kebanyakan dari

mereka kehilangan separuh dari sisanya, dan poros pusat menjadi

dihubungkan ke dinding rongga mantel. Dengan demikian, mereka

membawa susunan insang paling efektif untuk jalanya sirkulasi air. Sistem

pernapasan berupa insang atau paru-paru (Soemadji, 2001 dalam Setyawan,

2014).

6. Sistem Eksresi

Sistem eksresi dilakukan dengan sebuah ginjal yang terletak dalam

jantung. Hasil eksresi akan dikeluarkan ke dalam rongga mantel (Soemadji,

2001 dalam Setyawan, 2014).

7. Sistem Peredaran Darah

Soemadji (2001 dalam Setyawan, 2014) menyatakan bahwa sistem

peredaran darah pada gastropoda pada umumnya memiliki sistem peredaran

darah terbuka, artinya masih ada darah yang mengalir diluar pembuluh

darah. Jantung terdiri atas ventrikel yang terletak di dalam rongga dalam

pericardial. Darah dari pembuluh darah yang masuk ke jantung diantaranya

14
ada yang masuk ke dalam rongga pericardium terlebih dahulu. Dari rongga

pericardium darah masuk ke dalam jantung melalui ostium (lubang kecil

pada jantung).

8. Sistem Reproduksi

Menurut Soemadji (2001 dalam setyawan, 2014) gastropoda

merupakan hewan yang hemaprodit, tetapi tidak mampu melakukan

perkawinan sendiri. Pada setiap individu terdapat alat reproduksi jantan dan

betina yang bergabung dan disebut ovotestes. Ovotestes ini adalah bahan

yang dapat menghasilkan sperma dan telur. Sperma yang dihasilkan oleh

ovotestes selanjutnya diteruskan ke dalam vas deferens, semisal vesicle, dan

akhirnya penis. Penis ini terletak dalam suatu kantung yang disebut genital

auricle. Sel telur yang dihasilkan oleh ovotestes diteruskan ke dalam

oviduct, uterus, seminal receptakel, dan akhirnya ke dalam vagina untuk

melakukan fertilisasti diperlukan spermatozoa dari individu lain, karena

spermatozoa dari induk yang sama tidak dapat membuahi sel telur. Pada

setiap individu terdapat alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung

dan disebut ovotestes (Toharudin Hizqiyah, 2009).

F. Klasifikasi Gastropoda

Gastropoda merupakan kelas dari filum mollusca yang paling sukses

dalam siklus hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari variasi habitatnya yang sangat

beragam. Spesies-spesies gastropoda yang hidup di laut mampu hidup pada

berbagai tipe substrat dasar perairan (Rupert Barnes, 1996 dalam Lestari, 2015).

Kozloff (1990 dalam Lestari, 2015) membagi gastropoda ke dalam empat sub

15
kelas terdiri dari sub kelas Prosobranchia, sub kelas Opistobranchia, sub kelas

Gymnomorpha, dan sub kelas Pulmonata.

1. Sub Kelas Prosobranchia

Prosobranchia adalah sub kelas paling besar dan beragam pada

kelas gastropoda. Nama Prosobranchia berasal dari posisi ctenidia berada

di depan jantung. Memiliki dua buah insang saraf yang terletak sianterior.

Sistem saraf membentuk angka delapan, tentakel berjumlah dua buah, dan

cangkang umumnya tertutup oleh operculum. Menurut Kozloff, 1990 dalam

(Lestari, 2015). Sub kelas ini terbagi menjadi empat ordo :

a. Ordo Archeogastropoda

b. Ordo Patellogastropoda

c. Ordo Mesogastropoda

d. Ordo Neogastropoda

2. Sub kelas Opistobranchia

Gastropoda ini memiliki dua insang terletak di posterior, bentuk

cangkang yang umumnya tereduksi dan terletak di dalam mantel jantung

satu denganruangan dan reproduksi berumah satu.

Gambar 2.2. Sub Kelas Opistobranchia.

16
Menurut Kozloff, 1990 dalam (Lestari, 2015) sub kelas ini terbagi

menjadi Sembilan ordo yaitu:

a. Ordo Nudibranchia

b. Ordo Chepalaspidea

c. Ordo Thecosomata

d. Ordo Gymnosomata

e. Ordo Sacoglosa atau Ascoglosa

f. Ordo Anaspidea

g. Ordo Acochlidiacea

h. Ordo Pyramidellacea

i. Ordo Notaspidea

3. Sub kelas Gymnomorpha

Gambar 2.3. Sub Kelas Gymnomorpha

(Sumber : Kozloff, 1990

Beberapa kelompok kecil gastropoda laut telah ditempatkan pada

sub kelas Gymnomorpha, tapi hubungan mereka satu sama lain belum tentu

dekat. Ciri khas dari oncidiaceans adalah alur bersilia pada tubuh, antara

kaki dan mantel, silia ini membawa telur yang dibuahi betina, yang terletak

17
di ujung posterior tubuh. Sub kelas ini hanya mempunyai satu ordo, yaitu :

ordo Onchidiacea.

4. Sub kelas Pulmonata

Sub kelas Pulmonata bernapas dengan menggunakan paru-paru,

cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang

tentakel, sepasang diantaranya mempunyai mata, rongga mantel terletak di

anterior, organ reproduksi hemaprodit atau berumah dua.

Menurut Kozloff, 1990 dalam (Lestari, 2015) sub kelas ini terbagi

menjadi empat ordo yaitu:

1) Ordo Basommatophora

2) Ordo Archaepulmonata

3) Ordo Stylommatophora

4) Ordo Systellommatophora

G. Habitat Gastropoda

Kelas gastropoda habitatnya di laut, di darat, di tanah-tanah lembab,

padang pasir yang kering, biasanya membuat celah-celah atau lubang. Sebagian

kecil hidup parasit terhadap binatang lain. Mollusca termasuk hewan yang

sangat berhasil menyesuaikan diri untuk hidup di berbagai tempat dan cuaca.

Sebagian gastropoda yang hidup di daerah hutan-hutan bakau, ada yang hidup

di atas tanah yang berlumpur atau tergenang air, ada pula yang menempel pada

akar atau batang, merupakan binatang yang berpindah-pindah

18
H. Faktor Lingkungan

1. Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat besar pengaruhnya

terhadap kebanyakan makhluk-makhluk hidup. Karena tiap makhluk hidup

mempunyai batas-batas pada suhu mana makhluk hidup itu dapat tetap

hidup (Mulyadi, 2010). Suhu optimal untuk pertumbuhan gastropoda

berkisar antara 30,2 – 30,8 0C.

2. Derajat Keasaman (pH)

pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH

sering dihubungkan dengan perubahan dalam beberapa faktor fisik kimia

lain, penyelidikan telah menunjukan bahwa pH memiliki variabel dan

pengaruh yang terbatas terhadap hewan yang berbeda dan sekelompok

tanaman (Michael, 1984:271 dalam Ratnasari, 2015:72). pH optimal untuk

pertumbuhan gastropoda berkisar antara 6.6 – 7.

3. Salinitas

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang

terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan denga satuan ‰ (per mil,

gram per liter). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Menurut

Hitaselly (2015, h. 67) umumnya spesies Gastropoda dapat hidup di perairan

dengan salinitas yang berkisar antara 31‰ – 37‰.

4. Pasang Surut

19
Pasang Surut merupakan Suatu fenomena yang terjadi di laut karena

adanya pergerakan naik atau turunnya posisi permukaan perairan laut secara

berkala yang disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya tarik menarik benda

astronomi oleh matahari. Pada Pasang surut terdapat beberapa tipe yaitu :

a. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)

Pasang surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali

surut dalam satu hari. Contohnya, terdapat di Selat Karimata.

b. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)

Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Contohnya terdapat di

Selat Malaka.

c. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide,

Prevailing Diurnal)

Pasang surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu

kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut

yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Contohnya terdapat di

Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

d. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing

Semi Diurnal)

Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali

surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda.

Contohnya terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian

Timur.

20
e. Substrat penyusunnya

Bagian yang terdapat material dimana menjadi tempat

organisme hidup disebut substrat. Substrat ini terdiri dari kumpulan

sedimen yang terakumulasi. Sedimen dibedakan berdasarkan ukuran

partikelnya. Adanya perbedaan tipe batuan di sebuah daerah local

dibandingkan dengan pantai disekelilingnya, hampir selalu berarti

bahwa terdapat perbedaan organisme atau perbedaan kelimpahan.

 Pantai berbatu pantai ini biasanya terletak pada tempat yang

lebih tinggi dan seluruhnya terbentuk dari batu granit berukuran

besar, batuan dasar atau lapisan tanah yang keras.

 Pantai berpasir substrat penyusunnya merupakan bagian kecil

batu/kerikil, atau partikelyang berukuran 2-0,062 mm yang

mana organisme dapat menggali kedalamnya dengan mudah.

Hal ini menyebabkan pasir kerikil tidak baik untuk dijadikan

tempat tinggal. Pasir halus juga lebih mudah digali daripada

pasir kasar dan kerikil.

 Pantai berlumpur mempunyai ukuran pertikel yang lebih kecil

dan butirannya paling halus diantara pantai berbatu dan pantai

berpasir. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,062 mm.

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari

atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis.

Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara

daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan

yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering

21
dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah

bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies

penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang

keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan

mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang

memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitians

Penelitian ini telah dilaksanakan di pantai Berasi Kabupaten Malaka pada

bulan juli 2017.

Skala 1: 100.000

Keterangan : Peta Administrasi Kabupaten Malaka tahun 2015.

Skala peta: 3.1

B. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan metode Transek dan

Plot yaitu pengamatan dan penghitungan jenis Gastropoda yang ditemukan pada

transek yang diplot dalam hutan bakau Pantai Berasi.

23
C. Alat dan Bahan

1. Alat

Tabel 3.1. Alat yang di gunakan dalam penelitian

NO Alat Fungsi

1 Termometer Untuk mengukur Suhu

2 GPS (Global Menentukan posisi titik

Positioning System) sampling (lintang dan bujur)

3 PH Meter Untuk mengukur PH Substrat

4 Alat Tulis Untuk menulis semua hal menyangkut

Penelitian

5 Plastik Klip Sebagai Penyimpan Sampel

6 Stoples Untuk menyimpan Jenis – jenis

gastropoda sesuai jenis yang diperoleh

7 Kamera Untuk mengambil gambar atau Foto

8 Ember Untuk menyimpan sementara jenis

gastropoda yang diperoleh

9 Meter Ukuran jarak transek

2. Bahan

Alkohol 70% digunakan untuk pengawetan sampel yang ditemukan di

kawasan hutan mangrove Pantai Berasi.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis Gastropoda yang

hidup di hutan bakau pantai Berasi Kabupaten Malaka. Sampel penelitian, yaitu

24
semua jenis gastropoda yang terdapat di dalam plot pada setiap transek yang

dibuat 2 transek dan masing-masing transek terdapat 5 plot.

E. Prosedur Penelitian

1. Observasi awal

Kegiatan Observasi awal dilakukan untuk melihat lokasi penelitian

dan pengambilan foto lokasi penelitian Survei dilakukan untuk penentuan

transek dengan menggunakan alat bantu berupa GPS berdasarkan kondisi

hutan bakau substrat dan aktivitas.


1x1 m
Stasiun I Stasiun II

5m

Garis pantai
10 m

Gambar 1. Desain peletakan transek disetiap stasiun pengamatan

Pengambilan sampel gastropoda dilakukan dengan menghitung semua

jenis gastropoda yang berada di dalam plot berukuran 1x1 m pada saat air surut.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam perhitungan dan identifikasi

gastropoda di lokasi penelitian. Batasan gastropoda yang diambil hanya gastropoda

jenis epifauna dan treefauna yang terdapat di permukaan tanah atau batu yang

berada pada batang pohon mangrove setinggi 1 meter diatas permukaan tanah.

25
Semua spesies gastropoda yang ditemukan dalam setiap plot di hitung jumlahnya

dan dicatat dalam tabel data sebagai berikut.

Tabel 3.2.Jenis dan Jumlah Jenis Gastropoda

Stasiun Transek Plot Jenis dan jumlah jenis

I I 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1.1.1

1.1.2

1.1.3

1.1.4

1.1.5

II 1.2.1

1.2.2

1.2.3

1.2.4

1.2.5

2. Pengukuran Parameter Kualitas Air Dan Pengamatan Substrat

Pengukuran parameter lingkungan meliputi pengukuran suhu, pH,

salinitas, yang diukur dengan alat sesuai fungsinya. Sedangkan substrat

diamati secara visual.

3. Analisis Data

1. Komposisi Jenis Gastropoda

Komposisi jenis merupakan jumlah jenis yang ditemukan dalam

suatu habitat atau relung biasanya disusun berdasarkan urutan yang

26
terbanyak ke yang paling sedikit jumlahnya. Selanjutnya ditampilkan

dalam bentuk diagram batang atau lingkaran.

Indeks keanekaragaman menunjukkan hubungan antara jumlah

spesies dengan jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Indeks

keanekaragaman dihitung menurut rumus Simpson (Waite, 2000 dalam

Sahami, 2003) sebagai berikut:

H’= -∑ pi In pi

Pi = ni/N

Keterangan:

H’ = indeks diversitas Shannon –Wiener

Pi = ni/N

ni = jumlah individu satu jenis

N = jumlah individu semua jenis yang ditemukan

2. Pola penyebaran (P’)

Untuk mengetahui bagaimana pola sebaran digunakan Indeks

Penyebaran Morishita menurut Krebs (1989) yaitu:

𝒏𝒊(𝒙𝒊(𝒙𝒊−𝟏)
I𝛅 = 𝑵(𝑵−𝟏)

dimana:

Iδ= Indeks Sebaran Morishita

ni = Jumlah Satuan Pengambilan Contoh

N = Jumlah Total Individu

Xi= Jumlah Individu Spesies Pada Pengambilan contoh ke-i

Jika :

Iδ>1 : Pola sebaran jenis individu bersifat mengelompok

27
Iδ = 1 : Pola sebaran jenis inidividu bersifat acak

Iδ<1 : Pola sebaran jenis individu bersifat seragam

Indeks Keanekaragaman dengan Menggunakan Indeks Simpson

Keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan indeks Simpson

(Umar, 2013) dengan rumus sebagai berikut :

I=1 Ds = ∑ ( Pi )2 P

Dimana :

Ds = Indeks Simpson

ni = Jumlah individu spesies (i)

N = Jumlah total individu

Kriteria indeks dominansi dibagi dalam 3 kategori yaitu :

0,01 - 0,30 = Dominansi rendah

0,31 – 0,60 = Dominansi sedang

0,61 – 1,0 = Dominansi tinggi

I=1 Ds = ∑ ( Pi )2Pi

= ( )2 + ( ) 2+( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+ ( ) 2+( ) 2+( ) 2+( ) 2 +( )2+

( )2

= + + + + + + ++

= 0,39

Nilai indeks berada 0,31 – 0,60 berarti dominansinya sedang.

3. Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan ditabulasikan dalam tabel

3.3 berikut ini.

28
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan

Faktor Stasiun Rata-rata

lingkungan

pH 1 2

Suhu

Salinitas

Substrat

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administrativ Desa Haerain berbatasan dengan Desa Wemean

sebelah Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Timur, sebelah Timur

berbatasan dengan Desa Loofoun dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa

Rabasa. Luasan habitat asli mangrove. Pantai Berasi Kecamatan Malaka Barat

adalah 2762.60 Ha, (Statistik Desa Haerain, 2002).

Pantai Berasi merupakan salah satu Pantai yang berada di Desa Haerain,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka Provinsi NTT termasuk dalam

kawasan laut Berasi yang terbagi atas 3 dusun yaitu Halimalaka A, Halimalaka

B, dan Halimalaka C. Desa Haerain memiliki luas wilayah 103,24 Km2 dengan

jumlah penduduk berdasarkan data Tahun 2017 sekitar 1537 jiwa dengan

jumlah kepala keluarga sebanyak 102 KK. Penduduk memiliki jenis profesi

yang terdiri dari nelaya, tani, buruh, pedagang, dan PNS (Statistik Desa

Haerain, 2002).

Kegiatan manusia yang tinggal di daerah pantai sangat erat kaitannya

dengan kegiatan perikanan atau kelautan, yang antara lain meliputi hal-hal

berikut ini :

a. Usaha Nelayan dalam menangkap ikan.

b. Pembuatan tambak – tambak untuk membudidayakan ikan dan udang.

c. Pada bidang pertanian dilakukan budidaya perkebunan kelapa dan

pengolahan sawah pasang surut

30
d. Beberapa wilayah pantai lain, telah difungsikan sebagai objek wisata,

sehingga dapat membuka peluang bagi penduduk membuka usaha untuk

menambah pendapatan ikan.

Kegiatan-kegiatan masyarakat di pantai dapat mengganggu komposisi

keanekaragaman dan pola penyebaran gastropoda di hutan mangrove. Dengan

tingkat kekritisan mangrove yang mengalami kerusakan berat yaitu 437.42 Ha,

kerusakan ringan yaitu 71.25 Ha dan kondisi mangrove yang masih baik 53.68

Ha.( I.T. Webster, P.W., 2013).

B. Jenis-jenis Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Pantai Berasi

Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi jenis gastropoda yang

ditemukan pada pantai Berasi adalah 5 famili dan 6 genus gastropoda. Jenis-

jenis gastropoda yang ditemukan disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jenis-jenis Gastropoda yang ditemukan pada zona hutan

Mangrove Pantai Berasi Desa Haerain

No Gambar Hasil Gambar Ciri Morfologi


Penelitian pembanding
1 Jenis ini memiliki cangkang
berbentuk konikal dengan
bentuk unitwhorl piramida.
Pola warna cangkang pada
jenis ini tidak menunjukan
Cassidula aurisfelis Cassidula aurisfelis adanya garis horizontal.
(Dok. Seran, 2017) (Dok.Leal (2000) Biasanya menempel pada
batang dan akar mangrove.
Relatif mudah ditemukan
terutama pada area
mangrove bersubstrat

31
lumpur
berpasir.(Dok.Dharma,1998)
2 Tinggi cangkang maksimum
4.5cm, biasanya hanya
sekitar 3.5cm. Seringkali
ditemukan melimpah pada
substrat lumpur di area dekat
Cerithidea cingulata Cerithidea cingulata mangrove, dalam 1 meter
(Dok. Seran, 2017) Leal (2000) persegi kelimpahannya
bahkan bisa mencapai 500
individu.
Cerithidea cingulata
memiliki cangkang tinggi
berbentuk kerucut dengan
sisi cangkang cembung
sehingga terlihat meruncing
(Gambar 4). Permukaan
cangkang umumnya
berwarna cokelat dan bertitik
putih dengangaris spiral
bagian dorsal yang sangat
menonjol (Laksamana,
2011)
3 Chicoreuscapucinus sangat
dikenal dengan bentuk
cangkangnya. Jenis ini
memiliki saluransi
phonrelatif pendek, spina
Chicoreus capucinus Chicoreus capucinus
pendek dalam beberapa
(Dok. Seran, 2017) Leal (2000)
barisan, membentuk aksis
kearaha pex. Warna coklat

32
capucino merupakan
karakter khas jenis tersebut (
Mamangkey, 2013 )

4 Littoraria scabra memilki


cangkang bulat pada bagian
bawah dan semakin runcing
keatas (tipikal). Memiliki 6
Littoraria scabra Littoraria scabra lingkaran putih dan
(Dok. Seran, 2017) Leal (2000) berwarna hijau pudar
(Nybakken, 1992)
5 Sphaerassimineaminiata
mempunyai cangkang
tipikal, tanpa adanya variasi
yang berarti. S
phaerassimineaminiata

Sphaerassiminea mudah dikenali dari


Sphaerassiminea
miniata ukurannya, warnanya dan
miniata
(Dok. Leal, 2000) perilakunya sebagai
(Dok. Seran, 2017)
Gastropoda. Secara
morfologis jenis ini
mengambil bentuk cangkang
umum pada familia
Assiminiidae. Ukurannya
yang kecil ± 4mm dan
bentuknya yang relatif bulat.
Bagian luar cangkang
Sphaerassimineaminiata
berwarna merah cerah atau
merah kecoklatan. Cukup

33
sering ditemukan pada area
mangrove dengan substrat
lumpur atau lumpur berpasir
(Sugianti, 2014).

6 Telecopium telescopium
termasuk salah satu
Gastropoda yang paling
umum ditemukan diatas
substrat atau diantara serasah
Telecopium Telecopium
daun mangrove. Mudah
telescopium telescopium
dikenali karena bentuknya
(Dok. Seran, 2017) (Dok. Dharma 1992)
yang khas seperti kerucut.
Cangkang hewan ini
berbentuk kerucut, panjang,
ramping dan agak mendatar
pada bagian dasarnya.
Warna cangkang coklat
keruh,coklat keunguan dan
coklat kehitaman, lapisan
luar cangkang dilengkapi
dengan garis-garis spiral
yang sangat rapat dan
mempunyai jalur-jalur yang
melengkung kedalam.
Panjang cangkang
berkisarantara7.5-11 cm
(Dharma,1992).

34
7 Terebralia sulcata memiliki
ukuran maksimum cangkang
6.5 cm, biasanya hanya
sekitar 5 cm. Jenis ini lebih
Terebralia sulcata Terebralia sulcata menyukai substrat lumpur
(Dok. Seran, 2017) (Sumber internet) berpasir Sugianti,2014).
Leal, 2000)

C. Klasifikasi Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Pantai Berasi

Tabel 4.2. Klasifikasi Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Pantai Berasi

Class Family Genus Spesies

Potamididae Cerithidea Cerithidea cingulata

Telecopiumt Telecopiumtelescopium

Gastropoda Ellobiidae Cassidula Cassidula aurisfelis

Terebralia Terebralia sulcata

Littorinidae Littoraria Littoraria scabra

Assimineidae Sphaerassiminea Sphaerassiminea

miniata

Muricidae Chicoreus Chicoreus capucinus

Berdasarkan tabel 4.2. diatas, penelitian pada pantai Berasi jenis

gastropoda yang ditemukan pada daerah ini adalah 5 famili yaitu Potamididae,

Ellobiidae, Littorinidae, Assimineidae, dan Muricidae dan 6 genus yaitu Cerithidea,

Telecopium, Cassidula, Terebralia, Littoraria, Sphaerassiminea, dan Chicoreus.

35
Spesies yang paling banyak ditemukan pada daerah ini adalah Sphaerassiminea

miniata, sedangkan spesies terendah pada daerah ini adalah Littoraria scabra.

Tingginya jumlah spesies Sphaerassiminea miniata yang ditemukan pada pantai

Berasi diduga disebabkan karena substrat pantai Berasi pada umumnya adalah

berpasir dan berlumpur yang terdapat pada stasiun 1. Hubungan dengan habitat atau

kebiasaan hidup jenis mencari makan-makan dan berkembang biak. Selain itu,

habitat juga sebagai tempat untuk melindungi diri dari predator. Misalnya beberapa

gastropoda yang menyembunyikan diri didalam rongga batu (Nybakken 1992).

D. Komposisi Jenis gastropoda pada zona Hutan Mangrove pantai Berasi

Komposisi tipe jenis gastropoda yang ditemukan di zona Hutan

Mangrove pantai berasi dapat disajikan dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3 Komposisi Jenis Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove

Pantai Berasi

No Nama Spesies Jumlah Individu Ki (%)


1 Cassidula aurisfelis 99
2 Cerithidea cingulata 128
3 Chicoreus capucinus 83
4 Littoraria scabra 78 1%
5 Sphaerassiminea miniata 189 33 %
6 Telecopiumtelescopium 141
7 Terebralia sulcata 163
Total
881

Berdasarkan data pada tabel 4.3. terlihat bahwa Sphaerassiminea miniata

mempunyai komposisi jenis tertinggi yaitu 33% karena substrat di pantai berasi

pada umumnya adalah berpasir berlumpur yang merupakan habitat dari

spahaerassiminea miniata.dan komposisi jenis terendah adalah Littoraria

scabra yaitu 1%. Jenis terendah pada Littoraria scabra karena biasanya

36
menyukai substrat berpasir dan sedikit berlumpur. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Zakkarudin (2011) bahwa, Littoraria scabra lebih menyukai

substrat berpasir dan sedikit berlumpur karena substrat ini sering menjadi

tempat perlindungan bagi jenis-jenis gastropoda dari ombak yang besar agar

dapat bertahan hidup dan mencari makan.

Perolehan jumlah spesies yang tidak merata disebabkan oleh factor

lingkungan sperti suhu dan ombak yang deraspada musim-musim tertentu.

Sugianto (2014) menyatakan bahwa, jumlah spesies gastropa dalam suatu

habitat sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Misalnya perolehan

makanan, predator dan keadaan air laut yang memiliki fluktuasi ombak dan

arus yang berbeda-beda.

E. Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Pantai

Berasi

Keanekaragaman jenis gastropoda dihitung berdasarkan

banyaknya individu yang berada pada lokasi penelitian. Keanekaragaman

jenisnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Keanekaragaman Jenis Gastropoda di zona Hutan


Mangrove pantai Berasi
No Jenis Pi ln pi --∑ pi ln H'
(ni/N) pi
1 Cassidulaaurisfelis 0,0815 2,5071 -0,2043 0,2043
2 Cerithidea cingulata 0,1034 2,2691 -0,2346 0,2346
3 Chicoreuscapucinus 0,1176 2,1404 -0,2517 0,2517
4 Littoraria scabra 0,1195 2,1244 -0,2538 0,2538
5 Sphaerassiminea 0,26591
miniata 0,1366 1,9906 -0,2659
6 Telecopiumtelescopium 0,3785 0,9707 -0,3674 0,3674
7 Terebralia sulcata 0,0626 2,7709 -0,1734 0,1734
Total 0,99 14,17 -1,75 1,75

37
Rerata 11, 42

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa jenis gastropoda pada

stasiun 1 dan 2 memilikinrerata dari tiap jenis 11,42 secara keseluruhan.

Berdasarkan total nilai H’ maka dapat bahwa, jumlah keseluruhan gastropoda pada

stasiun 1 dan stasiun 2 di zona Hutan Mangrove pantai Berasi termasuk dalam

kisaran “sedang”. Hal ini sesuai dengan pernyataan Belang (2013) bahwa, kisaran

jumlah H’ dalam setiap penyebaran gastropoda berkisar 1 sampai 2. Data indeks

keragaman untuk mengetahui kisaran H; dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini

Tabel 4.5 Indeks Keragaman di zona Hutan Mangrove pantai Berasi

Stasiun Indeks Keanegaragaman


1 1,7511 (keanekaragaman sedang)
`2 1,6354 (keanekaragaman sedang)

Berdasarkan tabel 4.5. dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman

di zona hutan Mangrove pantai Berasi termasuk dalam keanekaragaman sedang.

Hal ini diduga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti ombak yang besar dan

serangan predator. Menurut (Syamsuri dkk, 2007) menyatakan bahwa gastropoda

merupakan hewan yang mudah terbawa arus dan ombak sehingga hewan ini sering

melindungi diri didalam batu ataupun pasir agar dapat bertahan hidup.

Hartoni (2014) menyatakan bahwa, indeks keragaman merupakan nilai

untuk menyimpulkan keragaman dari masing-masing spesies gastropoda. Jika

keanekaragaman >3 maka dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragamannya

tinggi, jika >1 maka indeks keanekaragamn termasuk dalam keanekaragaman

sedang. Berdasarkan tabel 4.5. angka keanekaragamn pada stasiun 1= 1,7

sedangkan pada stasiun 2 =1,6.

38
F. Jenis dan jumlah keanekaragaman gastropoda

Tabel 4.6.Jenis dan Jumlah jenis Gastropoda

No Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Total


. gastropoda 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Cassidula 45 114 32 55 17 18 61 28 66 52 488


aurisfelis
2 Cerithidea - 23 49 43 83 26 43 72 25 49 413
cingulata
3 Chicoreus 36 35 - 39 6 - 10 40 12 17 195
capucinus
4 Littoraria 55 13 48 12 30 - 26 27 33 30 274
scabra
5 Sphaerassim 31 34 17 - 30 30 - 25 14 19 200
inea miniata
6 Telecopiumt 25 22 37 26 19 6 31 43 11 27 247
elescopium
7 Terebralia 13 22 13 37 9 31 11 9 16 19 180
sulcata
∑total jumlah keseluruhan 1967

Hasil perhitungan keanekaragaman jenis gastropoda bahwa spesies yang

dominan yaitu: Littoraria scabra, Cassidula aurisfelis, dan spahaerassiminea

miniata. Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang dominan adalah spesies yang

dapat bertahan dan melindungi diri dari keadaan lingkungan yang sewaktu-waktu

berubah. Menurut Sugianto (2014) menyatakan bahwa, spesies yang mampu

bertahan dengan keadaan lingkungan yang kurang baik memiliki jumlah spesies

lebih tinggi dibandingkan dengan spesies dalam jumlah yang rendah akibat tidak

mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang ekstrim. Dalam 10 plot (stasiun

1 dan 2) jumlah individu sebanyak 1967. Keanekaragaman jenis gastropoda

terendah adalah spesies Terebralia sulcata dengan jumlah spesies 180 dan jumlah

spesies tertinggi terdapat pada Cassidula aurisfelis dengan jumlah spesies 488.

39
Berdasarkan tabel 4.5 diatas pada stasiun 1 dan stasiun 2 ada beberapa

jenis gastropoda yang tidak terdapat pada setiap plot dalam stasiun seperti

Cerithidea cingulata (plot 1), Chicoreus capucinus (plot 3 dan 6), Littoraria scabra

(plot 6), dan Sphaerassiminea miniata (plot 4 dan 7) . Hal ini diduga karena

dipengaruhi oleh arus ataupun aktivitas dari gastropoda misalnya arus yang deras

dapat membawa jenis gastropoda yang berukuran kecil ataupun sedang terbawa

arus yang kuat atau aktivitas gastropoda mencari tempat yang aman agar terlindung

dan mencari makan Jenis gastropoda yang tidak ditemukan dalam stasiun yaitu jenis

Cerithidea cingulata (plot 1),Chicoreus capucinus (plot 3), Littoraria scabra (plot

6), Sphaerassiminea miniata (plot 7).

G. Pola penyebaran (P’), indeks kemerataan (E), dan Indeks kekayaan spesies

( R).

Dari data pada tabel-tabel diatas dapat dihitung pola penyebaran, indeks

kemerataan dan indeks kekayaan spesies yang disajikan pada table berikut :

Tabel 4.7. Pola penyebaran (P’), Indeks Kemerata (E), dan indeks Kekayaan

No. Indeks Nilai indeks 𝑛𝑖(𝑥𝑖(𝑥𝑖−1) Kategori


Iδ = 𝑁(𝑁−1)
1. Pola Penyebaran 0.76 0.7653 Sedang
2. Kemeratan 0.25 0.254093 Tinggi
3. Kekayaan spesies 81.37 81.4713 Sedang

Berdasarkan tabel 4.6.dapat dijelaskan bahwa untuk indeks kemerataan

penyebaran gastropoda yaitu 0,25 termasuk dalam kategori tinggi sedangkan

pada indeks pola penyebaran yaitu 0,76 termasuk dalam kategori sedang serta

indeks kekayaan spesies termasuk dalam kategori sedang. Dari data pada tabel

4.6 dapat disimpulkan bahwa indeks pola penyebaran, kemerataan dan

40
kekayaan spesies masih dalam kategori yang belum memiliki jenis gastopoda

terbanyak jika dibandingkan dengan pantai.

H. Parameter Lingkungan

Tabel 4.6 Parameter lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi

kehidupan Organisme dalam proses perkembangannya. Parameter lingkungan

sangat perlu untuk diperhatikan dan diukur nilai parameter lingkungan yang di

amati pada pantai Desa Haerain Kecamatan Malaka Barat.

Tabel 4.8. Parameter lingkungan

No Parameter Stasiun I Stasiun II Rata- Standar Nilai


lingkungan rata

1 Suhu (0C) 28 33 33.5 25-30


(Saputra,2011)
2 pH 6.5 7 6.75 6-9
(Maulana,2004)
3 Salinitas 20 28 24 25-34
0⁄ (Saputra,2011)
00
4 Substrat Lumpur Berlumpur Lumpur
pasir halus dan (Ayunda, 2011)
berbatu

Berdasarkan tabel 4.6. nilai kisaran suhu di pantai Berasi Desa Rabasa

Haerain adalah 28 − 33℃. Stodart dan Yonge (1971), mengatakan bahwa suhu

perairan yang cocok untuk kehidupan organisme di laut adalah 27 − 37℃,

sehingga suhu di pantai Berasi masih dalam kisaran toleransi bagi gastropoda

untuk bertahan hidup. Dari hasil pengukuran pH di kawasan pantai Berasi

berkisar antara 6.5-7. Menurut Askin (1982), pH yang optimal untuk kehidupan

organisme adalah antara 6-8, sehingga gastropoda di kawasan pantai Berasi

masih terus berkembang biak.

41
Menurut Askin (1982) salinitas yang optimum untuk kehidupan organisme

laut yaitu antara 27 − 34 0⁄00. Kisaran nilai salinitas di pantai Berasi adalah

20 − 28 0⁄00. sehingga dapat memungkinkan bagi gastropoda dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan kondisi substrat yang

berlumpur dan berpasir halus.

Faktor lingkungan yang sering berubah-ubah dalam setiap musim

menyebabkan penyebaran gastropoda tidak merata. Berdasarkan hasil penelitian

di Pantai Berasi, dapat disimpulkan bahwa spesies yang bertahan hidup pada

keadaan dan ombak yang besar biasanya menguburkan diri dalam pasir agar

tetap aman dan dapat bertahan hidup.

Hasil pengukuran faktor lingkungan pada pantai Berasi masih dalam batas

tolerir tetapi diamati bahwa pantai Berasi memiliki ombak yang cukup besar

sehingga mempengaruhi jumlah spesies yang diperoleh. Jenis spesies yang tidak

dapat bertahan jika ombak besar akan mudah terbawa hempasan ombak. Hal ini

sesuai dengan pernyataan (Monang, 2016) menyatakan bahwa, hanya spesies

yang dapat menyembunyikan diri dalam batuan dan pasir yang mampu bertahan

dalam cuaca ekstrim. Sehingga berdasarkan tabel 4.6. terdapat beberapa spesies

yang tidak temukan dibeberapa stasiun pada masing-masing plot. Sehingga

factor lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkat kehidupan gastrpoda baik

dalam kemerataan dan keanekaragaman spesies.

42
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka disumpulkan bahwa :

1. Komposisi gastropoda yang ditemukan pada zona hutan mangrove

pantai Berasi desa Haerain kecamatan Malaka Barat kabupaten Malak

berjumlah 7 jenisyakni Cassidula aurisfelis, Cerithidea cingulata,

Chicoreus capucinus, Littoraria scabra, Sphaerassiminiea miniata,

Telecopium telescopium, terebralia sulcata.

2. Keanekaragaman spesies yang paling banyak di temukan yaitu species

Telecopium telescopiumdan yang paling terendah yaitu Species

Cassidula aurisfelis.

3. Pola penyebaran gastropoda yang ditemukan pada hutan mangrove

Pantai berasi memiliki pola penyebaran.

4. Parameter lingkungan hutan mangrove Pantai Berasi Desa Haerain

memiliki substrat pasir berlumpur dengan suhu 28 - 230c, PH 6,5 -7 dan

tingkat salinitas 20 – 280/00.

B. Saran

1. Bagi penelitiyang melakukan penelitian lanjutan diharapkan dapat mengkaji

dengan kajian yang lebih berbeda.

2. Bagi masyarakat sekitarnya dapat memanfaatkan Hutan mangrove

Gastropoda sebagai sumber perekonomian dan juga makanan tanpa harus

merusak atau mengganggu kelestarian kawasan pantai tersebut.

43
3. Bagi pemerintah, sekitarnya dapat melakukan pelestarian lingkungan di

sekitar pantai, untuk menjaga dan memelihara kelestarian dari populasi

Hutan mangrove gastropoda dan makluk hidup lainya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1998.Keanekaragaman Hayat Laut Aset Pengembangan Berkelanjut

an Indonesia. PT. Gramedia Pusat Utama. Jakarta.

AsiauSusanti. 2015. Identifikasi Jenis – Jenis GastropodaDi Daerah Pantai

Berasi, Desa Haeraen, Kabupaten Malaka, Universitas Nusa

Cendana. Kupang.

Ayunda, R. 2011. Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove

diGugusPulai Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Program S1 Biologi.

Depok.UniversitasIndonesia.

Arsornkoae,S.1993. Ecology and Management of Mangrove.IUCN. Bangkok.

Thailand Hariyanto, S. dkk. 2008.

Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoology Fith Edition.Soundres College

Publishing. London.

Belang Fransiska. 2013.Keanakaragaman JenisGastropoda di Pantai Paradiso

Kota Kupang. Universitas Nusa Cendana Kupang.

Bengen, D.G. 2000.Teknik Pengambilan Contoh dan Anlisis Data Biofisik

Sumberdaya Pesisir. IPB. Bogor.

Depa.W.N. 2014.Kaenekaragaman Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas

Perairan pada Daerah Pantai Tanao Kelurahan Alak Kecamatan

Alak Kota Kupang.Skripsi.UNDANA.Kupang.

Darma, B. 1998. Indonesia Shells II. Sarana Graha. Jakarta.

Dewiyanti. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Serta

Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee-Lheue,

Bandaaceh, NAD. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. FPIK-IPB.

45
Bogor

FAO. 2007. Konservasi Mangrve sebagai pendukung Sumber Hayati Pantai.Balai

Riset. Jalan Makmur Daeng Dayang Sitaka Nomor 129.

Heddy, S. & M. Kurniati 1994. Prinsip – Prinsip Dasar Ekologi Suatu

Bahasa Tentang Kaidah Ekologi Penerapanya.PT. Grafindo Presada.

Jakarta

JICA.Saenger, P. dan Snedaker, S. C. 1993. Pantropical Trends in

Mangrove Aboveground Biomass and Annual Litter Fall.

KLH.2008. Jenis –jenis Gastropoda Hutan Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove dalam Prosiding

Seminar III Ekosistem Mangrove.

Munarto. 2010. Studi Komunitas Gastropoda di Situ Salam Kampus Universitas

Indonesia. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Program S1 Biologi. Depok.

Universitas Indonesia.

Nento, R. 2013. Kelimpahan, Keanekaragamn dan Kemerataan Gastropoda di

EkosistemMangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupten

Gorontalo Utara.Skripsi. Gorontalo. Jurusan Teknologi Perikanan.

Universitas Negeri Gorontalo.

Nainggolan, P. 2012. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) di

TelukBakau, Kepulauan Riau. Skripsi (tidak dipublikasikan).

DepartemenManajemenSumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut PertanianBogor.Bogor.

Pribadi, R., Hartati. R., dan Chrisna, C. A. 2009. Komposisi Jenis dan Distribusi

46
Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap.

Journal IlmuKelautan. Vol 14. Nomor 2.

Rangan, J. K. 2010. Inventarisasi Gastropoda di Lantai Hutan Mangrove DesaRap

–Rap Kabupaten Minahasa Selatan Sulawesi Utara. JournalPerikanan

danKelautan. Vol VI. Nomor 1.

Sahami, F. 2003. Struktur Komunitas Bivalvia Diwilayah Estuari Sungai Donan

danSungai Sapurelgel Cilacap. Tesis. (Tidak dipublikasikan)

Universitas GajahMada. Yogjakarta.

Suwondo, dkk, 2006 dalam Sari, dkk, 2012).

Sahami, F. 2008. Assesment Mangrove di Kabupaten Boalemo dan Kabupaten

PohuwatoProvinsi Gorontalo. Laporan Penelitian. Sustanable Coastal

Livelihoods andManagement (SUSCLAM). Gorontalo.

Sakarudin, M. I. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas

Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 – 2010. Skripsi

(tidakdipublikasikan). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Saparinto, C. 2007.Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize. Struktur

Komunitas Gastropoda(Moluska) Hutan Mangrove Sendang Biru,

Malang Selatan. Fakultas MIPA.Surabaya, Indonesia.

Sari, A. M., Lusi, A. Z., Irma, L. 2012. Gastropoda yang di Temukan pada Hutan

Mangrove di Kenagarian Mangguan Kota Pariaman. http/jurnal.stkip-pgri

47
LAMPIRAN

STASIUN 2

STASIUN 1 DESA HAERAIN DESA HAERAIN

PANTAI BERASI

Lampiran 1 : Peta Lokasi Pantai Berasi

Lampiran 2: Proses pengukuran plot (1x1 m)

48
Lampiran 3: Wadah Penyimpanan Gastropoda

Lampiran 4: Patok Transek yang telah dipatok.

49

Anda mungkin juga menyukai