Anda di halaman 1dari 71

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Echinodermata adalah filum terbesar, dan tidak memiliki anggota yang

mampu hidup di air tawar atau hidup di darat. Hewan-hewan ini juga sangat khas

dalam bentuk tubuhnya, kebanyakan berdasarkan simetri radial (memiliki jari-jari

yang simetris), khususnya simetri radial pentameral (terbagi Lima). Seluruh

kawasan perairan termasuk Indonesia memiliki jumlah spesies dari

Enchinodermata kurang lebih 141 spesies Teripang, 87 spesies Bintang Laut, 142

spesies Bintang Ular, 84 spesies Bulu Babi dan 91 spesies Lilia Laut (Nontji,

2005: 201).
Kelompok Echinodermata dapat hidup menempati berbagai macam substrat

yang merupakan habitat mereka, seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan

algae, padang lamun, koloni karang hidup, karang mati dan beting karang

(rubbles dan boulders) (Eddy, 2012:186). Secara umum di dalam ekosistem laut

Echinodermata mencapai diversitas tertinggi di terumpu karang dan pantai

dangkal. Hal ini dikarenakan larva dari Echinodermata, terutama bintang laut dan

bulu babi, bersifat pelagis, dan biasa berenang sampai jarak yang jauh untuk

memperluas distribusi (Rompis, dkk, 2013:27).


Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika

komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama

dan hampir sama. Sebaliknya jika suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies

dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya

rendah menurut Resosoedarmo (2006) dalam Ariyanto (2016:7).

Echinodermata menyebar hampir di semua lingkungan laut (Raghunathan,

2012:8). Secara geografis Pulo Aceh langsung berbatasan dengan perairan laut

lepas, yaitu Perairan Andaman dan Samudera Indonesia. Gugusan pulau-pulau

kecil yang berada dalam kawasan Pulo Aceh memiliki potensi sumberdaya alam

1
pesisir yang sangat indah serta keanakaragaman hayati yang tinggi sehingga

sangat baik untuk mendukung pembangunan sektor pariwisata dan perikanan

(Halim, 2013:2). Salah satu pulau yang terdapat dalam gugusan pulau aceh yaitu

Pulau Nasi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di kawasan perairan

Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Pulau Nasi memiliki

beberapa pantai yang di dalamnya terdapat berbagai spesies, salah satunya banyak

ditemukan spesies dari filum Echinodermata yang terdiri dari bintang ular laut,

bintang laut, bulu babi, dan teripang. Sampai saat ini belum ada informasi

mengenai keanekaragaman spesies dan tingkat dominansi dari Filum

Echinodermata pada substrat yang berbeda di perairan Pulau Nasi Kecamatan

Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Data mengenai keanekaragaman spesies dan

tingkat dominansi Echinodermata berdasarkan karakteristik substrat ini sangat

diperlukan, baik sebagai database keanekaragaman hayati di kawasan Pulo Aceh

secara khusus dan Provinsi Aceh pada umumnya, Selain itu dapat juga

dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, baik di sekolah maupun di perguruan

tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman

Spesies dan Tingkat Dominansi Echinodermata Berdasarkan Karakteristik

Substrat di Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh

Besar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah keanekaragaman spesies Echinodermata berdasarkan

karakteristik substrat di perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar?


2. Bagaimanakah tingkat dominansi spesies Echinodermata berdasarkan

karakteristik substrat di perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten

Aceh Besar?

2
3. Bagaimanakah ciri-ciri spesies Echinodermata berdasarkan karakteristik

substrat yang ada di perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten

Aceh Besar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui keanekaragaman spesies Echinodermata berdasarkan

karakteristik substrat di perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar.


2. Untuk menghitung tingkat dominansi Echinodermata di perairan Pulau Nasi

Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.


3. Untuk menginformasikan ciri-ciri spesies dari Echinodermata berdasarkan

karakteristik substrat di perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Sebagai rujukan informasi tentang kondisi perairan di Pulau Nasi

berdasarkan keberadaan Echinodermata.


2. Memberikan informasi mengenai nilai pemanfaatan Echinodemata untuk

masyarakat di perairan Pulau Nasi.


3. Terciptanya peta mengenai keanekaragaman dan dominansi

Echinodermata di perairan Pulau Nasi.


4. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa khususnya pada matakuliah

Zoologi Invertebrata, Ekologi Hewan dan Pengetahuan Lingkungan

lainnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

3
Perairan Pulau Nasi

Kawasan perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh


Kabupaten Aceh Besar memiliki beberapa pantai yang di
dalamnya terdapat berbagai spesies. salah satu spesies yang
banyak ditemukan dari filum Echinodermata

Echinodermata merupakan salah satu filum dari Invertebrata.


Dan di duga telah mengalami tekanan ekologi. Hal ini
disebabkan oleh Perubahan faktor fisik lingkungan di sekitar
perairan Pulau Nasi.

Hal ini diduga akan menyebabkan penurunan Keanekaragaman


dari Filum Echinodermata yang terdapat di Kawasan perairan
Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Mengetahui Menghitung tingkat Keanekaragaman spesies


keanekaragaman dominansi Echinodermata
spesies Echinodermata Echinodermata di berdasarkan
berdasarkan perairan Pulau Nasi karakteristik substrat
karakteristik substrat di dengan aplikasi
perairan Pulau Nasi Geographic Information
System (GIS).

Parameter penelitian ini adalah Jumlah individu dari


spesies Echinodermata yang ada di perairan pantai
Pulau Nasi Kecamatan Pulau Aceh Kabupaten Aceh
Besar.
Data keanekaragaman spesies dan dominansi dianalisis
dengan rumus Indeks keanekaragaman Shannon (H’), indeks
dominansi Simpson (C). Dan peta keragaman spesies
menggunakan aplikasi ArcGIS versi 9.1.2.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Ruang Lingkup Penelitian dan Definisi Istilah

Ruang lingkup dalam penelitian ini mengkaji tentang Zoologi Invertebrata

dan Ekologi Hewan.

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), substrat merupakan

landasan, alas, atau dasar tempat hewan perairan hidup.

4
2. Echinodermata merupakan salah satu filum dari hewan invertebrata.

Echinodermata (echinoderm, berasal dari kata Yunani echin, berduri, dan

derma, kulit).
3. Keanekaragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan

dalam satu nilai tunggal atau sebagai jumlah jenis diantara jumlah total

individu dari seluruh jenis yang ada.


4. Dominansi dalam penilitian ini adalah nilai yang menggambarkan

penguasaan jenis tertentu terhadap jenis-jenis lain dalam komunitas tersebut.

Semakin besar nilai dominasi suatu jenis maka besar pula pengaruh

penguasaan jenis tersebut terhadap jenis yang lain.


5. Dalam biologi, substrat adalah permukaan dimana

sebuah organisme (seperti tumbuhan, fungus dan hewan) hidup. Substrat

dapat meliputi material biotik dan abiotik dan hewan.


6. Pulau Nasi adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur laut pulau

Sumatra dan di sebelah barat laut Pulau Weh. Terletak di tengah-tengah

antara ujung Barat Pulau Sumatra dengan Pulau Breueh. Berdasarkan titik

koordinat, Pulau Nasi berada di koordinat 5°37′0″LU, 95°7′0″BT.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Echinodermata
2.1.1 Ciri Morfologi
Echinodermata merupakan hewan-hewan laut yang memiliki kulit berduri

atau berbintil. Echinodermata terbagi menjadi 6 kelas yaitu Asteroidea (bintang

laut), Ophiuroidae (bintang mengular), Echinoidea (bulu babi dan dolar pasir),

Crioidea (lili laut dan bintang bulu), Holothuroidea (teripang), dan

Concentricycloidea (aster laut) Campbell (2008:266). Hewan-hewan ini sangat

umum dijumpai di daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Secara

morfologi sebagian besar hewan Echinodermata bertubuh kasar karena adanya

tonjolan kerangka dan duri yang memiliki berbagai fungsi, bentuk tubuh ada yang

5
seperti bintang, bulat, pipih, dan bulat memanjang. Yang khas dari echinodermata

adalah system pembuluh air (water vascular system), suatu jaringan saluran

hidrolik yang bercabang menjadi penjuluran yang disebut kaki tabung (tube feet)

yang berfungsi dalam lokomosi, makan, dan pertukaran gas (Lariman, 2011:208).
Tubuh Echinodermata tidak memiliki segmen, simetri radial (dewasa),

simetri bilateral ketika masih dalam bentuk larva (Rusyana, 2011: 117). Hewan ini

memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus,

atau rusak. Semua hewan yang termasuk kedalam filum ini mempunyai

endoskeleton dari zat kapur dengan tonjolan di tubuhnya berupa duri (Jasin,

1982:80).

Echinodermata tidak mempunyai organ kepala, kemudian tubuh tersusun

dalam sumbu oral- aboral. Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi

rangka mesodermal. Rangka terletak di bagian dalam dan terdiri atas osicele atau

pelat-pelat kapur yang dapat digerakkan atau tidak dapat digerakkan. Permukaan

tubuh tersusun menjadi lima bagian yang simetris, terdiri atas daerah ambulakral

tempat menjulurnya kaki tabung, dan daerah inter-ambulakral (inter-radii) yang

tidak ada kaki tabungnya. Rongga tubuh atau selom luas dan dilapisi peritoneum

bercilia, dalam perkembangannya sebagian rongga tubuh menjadi sistem

pembuluh air (water vascular system), suatu organ yang tidak terdapat pada

avertebrata lain. Sistem pembuluh air terdiri dari madreporit, saluran batu (stone

canal), saluran cincin (ring canal), saluran radial (radial canal), saluran lateral

(lateral canal), ampula, dan kaki tabung. Beberapa jenis Echinodermata

mempunyai kantung polian (polian vesicle) pada saluran cincin (Aulia, 2011:6).

2.1.2 Klasifikasi Echinodermata


Menurut Campbell (2008:266) Echinodermata terbagi menjadi 6 kelas

yaitu Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidae (bintang mengular), Echinoidea (bulu

6
babi dan dolar pasir), Crioidea (lili laut dan bintang bulu), Holothuroidea

(teripang), dan Concentricycloidea (aster laut).


1. Kelas Asteroidea
Bintang laut adalah hewan yang mempunyai rongga tubuh sebenarnya dan

sistem pencernaan yang lengkap. Makanan berupa bahan organik dan plankton

masuk melalui mulut menuju esofagus dan lambung yang bercabang menuju

setiap lengan. Sisa pencernaan akan dikeluarkan melalui anus yang terdapat pada

aboral (bagian dorsal) tubuh. Bintang laut termasuk hewan yang mempunyai daya

regenerasi yang tinggi. Bila satu lengan terpotong maka bagian yang hilang akan

segera dibentuk kembali dalam beberapa waktu. Mereka biasa hidup membentuk

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa individu. Hewan ini kadang

tidak terlihat dari permukaan air karena bersembunyi dengan cara membenamkan

diri dalam timbunan pasir (Fitriana, 2010 :169).


Berdasarkan bentuk tubuh kelas Asteroidea memiliki bentuk tubuh seperti

bintang dengan lima bagian yang simetri radial. Terdapat duri-duri dengan

berbagai ukuran pada seluruh permukaan kulit tubuh asteroidean baik pada bagian

oral maupun aboral dan pada sekitar dasar duri terdapat bentuk jepitan pada

ujungnya yang disebut pedicellaria. Pada salah satu bagian antara dua bagian

tubuh radial atau lengan terdapat lempeng saringan madreporit berfungsi sebagai

tempat masuknya air dalam sistem vascular air atau ambulakral. Anus terdapat di

tengah bagian dorsal sedangkan mulut di bagian oral. Penyokong tubuh tersusun

dari lembaran kapur atau ossicullus (Brotowidjoyo, 1993:103).


Sistem abulakral terdiri atas madreporit yaitu tempat masuknya air, saluran

batu, saluran gelang (saluran cincin), badan teidemann yang berfungsi untuk

tempat pembentukan sel-sel amuboid, selsel amuboid ini bertindak sebagai

pengisi cairan selom yang berfungsi untuk respirasi, sirkulasi, dan ekskresi.

Kemudian terdapat 4 buah gelembung poli, lima saluran radial, saluran transversal

7
yaitu saluran yang menghubungkan antara saluran radial, dan ampulla. Kemudian

terdapat ampulla, dan kaki tabung besucker (Rusyana, 2011:120).


Menurut Mundy dkk (1992) dalam Mawaddah (2013:10) persebaran

bintang laut dapat ditemukan di daerah pasang surut hingga ke perairan yang

lebih dalam dan dapat juga dijumpai di sepanjang pesisir laut ada juga

yang membenamkan diri ke dalam pasir atau lumpur. Genus Asteropsis,

Tamaria dan Asterina dapat dijumpai di bawah pecahan karang mati atau

di sela-sela koloni karang (Azis, 1991:13). Grzimeks et al, 1991 dalam

Mundy (1992) dalam Mawaddah (2013:10) mengatakan bahwa jenis yang

menetap di bawah batu dan lamun adalah spesies Aseterina gibbosa, dan di

daerah berlumpur adalah spesies Luidia sarsi. Menurut Eddy (2009:47),

mengemukakan bahwa spesies yang paling sering dijumpai untuk bintang laut

adalah Protoreaster linckii Gambar 2.1 dengan klasifikasi sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Species : Protoreaster linckii

Gambar 2.1 Protoreaster linckii


(Sumber: creationwiki.org, 2019)
2. Kelas Ophiuridae
Bintang mengular termasuk kedalam kelas Ophiuridae. Kelompok biota

laut ini termasuk kedalam filum ekhinodermata. Hewan ini merupakan salah satu

biota bentik (hidup di dasar) dan mempunyai kebiasaan bersembunyi (dwelling

habit). Bintang mengular mempunyai kemiripan dengan bintang laut, karena

mempunyai bentuk tubuh yang bersimetri pentaradial. Memiliki tubuh yang

8
berbentuk cakram, yang dilindungi oleh cangkang kapur berbentuk keping

(ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-duri. Di dalam tubuh (disk) terdapat

berbagai organ seperti gonad, saluran pencernaan dan sistem pembuluh air. Dari

tubuh yang berbentuk cakram ini secara radial tumbuh 5 atau lebih tangan-tangan

yang memanjang berbentuk silindris dan sangat fleksibel. Gerakan tangan-tangan

ini kadang-kadang mirip gerakan ular, oleh sebab itu biota ini dikenal dengan

nama umum bintang mengular (brittle star) (Aziz, 1991:1).


Bintang mengular ini biasanya hidup di daerah tropis yang pada umumnya

terdapat pada perairan dengan suhu antara 27oC – 30oC. Daya tahan terhadap suhu

ini tergantung kedudukan geografis dan kedalaman perairan (Suryati, 1999:16).


Menurut Rusyana (2011:125) habitat dari bintang mengular ini biasanya

pada laut dangkal dan dalam, bersembunyi di bawah bebatuan karang atau rumput

laut, menguburkan diri di salam lumpur atau pasir dan aktif pada malam hari.

Hewan ini berpindah tempat dengan gerakan yang mengular, memegang suatu

objek dengan satu lengan atu lebih, dan kemudian menghentakkanya. Hewan yang

berasal dari kelas ini adalah hewan yang dapat bergerak paling cepat. Tangannya

mudah putus dan memiliki daya regeberasi yang tinggi. Yusron (2010:75),

menyatakan bahwa Ophiuroidea dapat hidup menempati berbagai habitat dan

kedalaman, seperti zona rataan terumbu karang, daerah pertumbuhan alga, padang

lamun, koloni karang hidup dan karang mati, serta berbagai macam kedalaman

mulai dari kedalaman 1 meter sampai ribuan meter. Menurut Anonymous, 2013

dalam Mawaddah (2013:12), spesies yang paling sering ditemukan dalam kelas

Ophiuroidea adalah Ophiocoma wendtii Gambar 2.2 dengan klasifikasi sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Stelleroidea
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophiocomidae
Genus : Ophiocoma

9
Species : Ophiocoma wendtii

Gambar 2.2 Bintang Ular (Ophiocoma wendtii


(Sumber: Anonymous, 2013 dalam Mawaddah 2013)

10
3. Kelas Echinoidea
Bulu babi umumnya hewan nocturnal atau aktif di malam hari, sepanjang

siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada malam hari

untuk mencari makanan (Zakaria, 2013: 384). Bulu babi di padang lamun bisa

hidup soliter atau hidup mengelompok, tergantung kepada jenis dan habitatnya

misalnya, jenis Diadema setosum, D. antillarum, Tripneustes gratilla, T.

ventricosus, Lytechinus variegatus, Temnopleurus toreumaticus dan

Strongylocentrotus spp. cenderung hidup mengelompok, sedangkan jenis Mespilia

globulus, Toxopneustes pileolus, Pseudoboletia maculata, dan Echinothric

diadema cenderung hidup menyendiri (Aziz, 1994: 36).


Nurmayati (2006:18) menjelaskan, “sekilas bulu babi atau urchin memiliki

kesamaan dengan bintang laut, hanya saja lima bagian tubuh mereka tersembunyi

di dalam kulit luar yang bulat. Bulu babi atau urchin memiliki duri yang cukup

berbahaya. Mereka hidup dari makanan yang terdapat pada rumput laut, mereka

juga memakan Moluska dan hewan Invertebrata yang lainnya”. Beberapa spesies

dari Kelas Echinoidea memiliki kelenjar racun. Di antara duri-duri terdapat

pedicellaria yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dan untuk menangkap

makanan kecil. Anus terletak di pusat tubuh pada permukaan aboral. Sedangkan

mulut yang dilengkapi oleh lima buah gigi terletak di daerah oral dan madreporit

terletak di daerah aboral (Brotowijoyo, 1993:109).


Substrat perairan pada lokasi penelitian berupa karang, berpasir dan lamun.

Suryanti dan Ruswahyuni (2014:66) menyatakan bahwa bulu babi (Echinoidea)

secara umum ditemukan pada habitat rataan terumbu karang, pasir berbatu, batu

berpasir dan daerah lamun. Budiman dkk. (2014: 99) menyatakan bahwa pada

daerah terumbu karang terdapat kepadatan yang tinggi bulu babi. Berdasarkan

11
12

pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa substrat yang berada pada lokasi

penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi. Menurut Eddy

(2009:50), spesies yang paling sering ditemukan untuk kelas Echinoidea adalah

Diadema setosum Gambar 2.3 dengan klasifikasi sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

Gambar 2.3 Bulu Babi (Diadema setosum)


(Sumber: Sese, 2018)

4. Kelas Crinoidea
Hewan kelas Crinoidea mempunyai bentuk seperti bunga lili yang bisa

hidup di dalam laut dengan kedalaman 3.648 m. Tubuh berbentuk seperti cangkir

yang disebut calyx yang tersusun dari lempengan kapur. Dari calyx tersembul lima

lengan yang lentur dengan tentakel yang pendek dimana masing-masing memiliki

pinullae yang banyak sekali sehingga menyerupai bulu burung yang terurai.

Beberapa jenis lilia laut memiliki stalk atau tangkai yang berfungsi untuk melekat

pada dasar laut atau substrat. Mulut terletak pada daerah oral, sedangkan anus

pada daerah aboral. Pada bagian oral terdapat lekukan ambulakral yang berisi
13

tentakel seperti kaki bulu, fertilisasi berlangsung secara internal, bahkan zigot

berkembang di dalam tubuh. Sistem pembuluh air sederhana, tidak ada madreporit

maupun ampula. Saluran cincin mengelilingi mulut, saluran batu pendek dan

banyak, berhubungan dengan rongga tubuh (Jasin, 1989:85).


Beberapa jenis lili laut memiliki tangkai yang berasal dari cirri yang lentur.

Ciri memiliki fungsi untuk memegang objek. Tidak mempunyai madrporit, duri,

dan pediselaria. Pada bidang oral setipa lengan memiliki lekukan ambulakral yang

ditandai dengan garis bersilia dan berisi tetakel seperti kaki buluh yang berfungsi

untuk mengangkut makanan masuk ke dalam tubuh (Rusyana, 2011:131).

Rusyana juga mengatakan bahwa jenis kelamin pada crinoidae ini terpisah. Gonad

bisanya terdapat dalam pinnula. Beberapa crinoidea melepas telur ke dalam air,

tetapi ada juga yang menahan tetap pada pinnula sampai menetas. Larva ada

croidea disebut dengan doliolaria.


Peter (1998) dalam Mawaddah (2013:17) mengatakan bahwa Crinoidea

dapat hidup pada kedalaman mulai dari 10-2.100 meter. Pada dasar laut, Lilia laut

dapat hidup dengan cara memakan plankton dan partikel lainnya dengan bantuan

bulu yang terdapat pada tiap lengannya. Lilia laut berpindah dengan merangkak

dari satu substrat ke substrat yang lain. Klasifikasi Kelas Crinoida (Gambar 2.4)

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Crinoidea
Ordo : Articulata
Famili : Antedonidae
Genus : Antedon
Spesies : Antedon mediterranea
14

Gambar 2.4 Lilia Laut Pada Substrat Berupa Terumbu Karang


(Sumber: Wikipedia.com, 2019)

5. Kelas Holoturoidea
Menurut Husain (2017:178) Teripang (Holothuroidea) atau Timun laut

adalah kelompok hewan avertebrata laut dari kelas Holothuroidea, filum

Echinodermata yang sering dijumpai di daerah terumbu karang. Bentuk tubuh

teripang secara umum ialah seperti ketimun sehingga dalam bahasa Inggris

disebut “Sea Cucumbers” atau ketimun laut.


Teripang mempunyai tubuh bulat memanjang dengan garis oral ke aboral

sebagai sumbu tubuh terlipat oleh kulit yang mengandung ossicula yang

mikroskopis. Di bagian anterior mulut terdapat 10-13 tentakel yang dapat di

julurkan dan ditarik kembali. Holothuroidea meletakkan diri dengan bagian dorsal

di sebelah atas. Kaki ambulakral dapat berkontraksi dan berfungsi sebagai alat

respirasi. Daerah ventral terdapat tiga daerah kaki ambulakral yang memiliki alat

hisap yang berfungsi untuk bergerak dan tiga baris pada posisi dorsal dipakai

untuk bernafas. Madreporit terletak dalam coelom. Pada hewan ini terdapat suatu

cincin saraf dan saraf-saraf radier. Teripang cepat bereaksi terhadap rangsangan.

Biasanya jenis kelamin terpisah namun ada juga yang hermaprodit dengan larva

bersimetri bilateral (Brotowidjoyo, 1993:123).


Menurut Darsono (2007:2) teripang (Holothurioidea, Echinodermata)

merupakan salah satu kelompok biota laut yang spesifik dan mudah dikenal.
15

Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris, memanjang dari ujung mulut

ke arah anus (orally-aborally). Mulut terletak di ujung bagian depan (anterior),

dan anus di ujung bagian belakang (posterior). Seperti pada Ekhinodermata

umumnya, tubuh teripang adalah berbentuk simetri lima belahan menjari

(pentamerous radial symmetry) dengan sumbu aksis mendatar (horizontal).

Namun bentuk simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral

plane) sehingga nampak sebagai belahan simetri (bilateral symmetry). Seperti

halnya Ekhinodermata lain, selain radial simetri tersebut, karakteristik lain adalah

adanya bentuk skeleton dan sistem saluran air (water-vascular system). Skeleton

pada teripang termodifikasi dalam bentuk spikula yang mikroskopis dan tersebar

dalam seluruh dinding tubuh. Bentuk spikula tersebut sangat penting dalam

identifikasi jenis teripang.


Teripang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, Beberapa spesies

teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya teripang putih

(Holothuria scabra), teripang koro (Microthele nobelis), teripang pandan

(Theenota ananas), teripang dongnga (Stichopu sp), dan beberapa jenis teripang

lainnya (Anonymous, 2008). Menurut Anonymous, 2012 dalam Mawaddah

(2013:16), klasifikasi teripang Gambar 2.5 adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotda
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria edulis
16

Gambar 2.5 Teripang (Holothuria edulis)


(Sumber: Elfidasari dkk, 2012)

6. Concentricycloidea

Menurut Campbell (2008:268) aster laut baru ditemukan pada tahun 1986

dan hanya 3 spesies yang sejauh ini dikenal yaitu pada periran dekat Selandia

Baru, kemudian di Bahama, dan di daerah Pasifik Utara). Semua jenis spesies ini

hidup pada kayu yang terendam air. Tubuh aster laut tidak memiliki lengan dan

biasanya berbentuk cakram. Kelas ini memiliki organisasi tubuh bersisi lima dan

berdiameter kurang dari satu sentimeter. Bagian tepi tubuhnya dikelilingi oleh

duri-duri kecil. Aster laut mengabsopsi nutrien melalui membrane yang

mengelilingi tubuhnya.

Mah. L mengatakan di jurnalnya (2006:136) Xyloplax janetae n. sp.

dideskripsikan dari Samudera Pasifik timur laut. Ini adalah spesies ketiga yang

diakui untuk Concentricycloidea monogenerik. Struktur rangka diuraikan dengan

memindai mikroskop elektron dan dibandingkan dengan Xyloplax medusiformis

dari Selandia Baru dan Xyloplax turnerae dari Bahama. Spesimen yang

dikeringkan dengan titik kritis menunjukkan jaringan ikat fibrosa yang muncul

dari pembukaan pada permukaan abactinal, pada basis tulang belakang abactinal,

dan pada potongan melintang yang patah pada duri ambulakral. Struktur seperti
17

knob yang muncul melalui celah-celah stereo dari tulang belakang abactinal juga

diamati. Kaki tabung memiliki kenop bulat, bengkak dan menunjukkan sedikit

goresan relatif terhadap asteroid lainnya. Klasifikasi dari Xyloplax janetae n. sp

Gambar 2.6 adalah:

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Concentricycloidea
Ordo : Peripodida
Family : Xyloplacidae
Genus : Xyloplax
Spesies : Xyloplax janetae

Gambar 2.6 Aster laut (Xyloplax janetae)


(Sumber: Mah.L, 2006)

2.1.4 Sistem Reproduksi

Echinodermata perkembangbiakannya bersifat deoseus bersaluran

reproduksi sederhana. Reproduksi seksual anggota filum Echinodermata

umumnya melibatkan individu jantan dan betina yang terpisah dan membebaskan

gametnya ke dalam air laut. Zigot yang dihasilkan berkembang menjadi larva

yang simetris bilateral bersilia akan berenang mengikuti massa air laut sehingga

daerah persebarannya menjadi sangat luas (Katili, 2007:95).

2.1.5 Sistem Peredaran Darah

Menurut Jalaluddin (2011:71) Echinodermata memiliki sistem sirkulasi

radial yang mengalami reduksi, coelem dilapisi oleh peritoneum besilia, rongga
18

coelom biasanya luas dan berisi amoebocy-timoebocyt bebas. Pada tingkatan

larva coelom ini berfungsi sebagai sistem vasculer air dengan kaki ambulakral

yang banyak digunakan untuk berjalan, menangkap mangsa atau respirasi. Sistem

Ambulakral disebut juga sistem pembuluh air. Sistem pembuluh air dimulai dari

suatu lempengan yang berlubang-lubang di bagian aboral yang disebut

madreporit, kemudian diteruskan ke saluran cincin melalui saluran batu. Saluran

cincin tersebut letaknya mengelilingi mulut yang kemudian bercabang satu buah

ke tiap-tiap lengannya. Cabang-cabang tersebut dinamakan saluran radial. Saluran

ini kemudian bercabang-cabang lagi ke bagian samping dan disebut saluran

transversal (Rusyana, 2011:120).

2.1.6 Sistem Pencernaan

Filum Echinodermata merupakan kelompok hewan yang sudah memiliki

sistem pencernaan yang lengkap seperti mulut, usus dan anus. Ciri khas filum ini

adalah adanya bulu-getar yang berisi sel-sel kelenjar dan sel-sel indra. Pernafasan

dilakukan dengan kaki tabung atau organ respirasi yang menyerupai cabang

pohon. Tidak memiliki nefridia, sistem pembuangan dilakukan oleh sel-sel

ameboid yang bergerak. Tidak memiliki sistem peredaran darah dan sistem saraf

primitif. Alat indra tidak berkembang dengan baik dan permukaan tubuh peka

terhadap sentuhan. Memiliki alat kelamin terpisah dan alat perkembangbiakan

yang sederhana telur dan spermatozoa dapat dikeluarkan tanpa bantuan kelenjar-

kelenjar tambahan (Romimohtarto, 2009:237-238).

2.1.7 Sistem Pernafasan dan Sistem Saraf


19

Resipirasi dilakukan dengan insang kecil atau papulae yang terkabul dari

coelom beberapa Echinodermata bernafas dengan menggunakan ambulakral;

sedangkan pada Holothuroidea menggunakan batang-batang seperti pohon yang

terdapat clocoa. Sistem saraf pada echinodermata adalah dengan menggunakan

batang cincin yang bercabang-cabang kearah radial (Jalaluddin, 2011:71).

2.1.8 Karakteristik Substrat dan Habitat Echinodermata

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang dapat

mempengeruhi struktur komunitas makrozoobenthos (Nyabakken, 1988:459).


Menurut Novianti dkk (2016:24) Pada umumnya kelompok biota

Echinodermata habitatnya menyukai substrat lamun (segrass). ada 7 jenis yaitu

dari kelompok Echinoidea ada 2 jenis yaitu Echinometra mathaei, Tripneustes

gratilla, dari kelompok Holothuroidea ada 2 jenis yaitu Holothuria atra,

Holothuria leucospilota, dan dari kelompok Ophiuroidea ada 3 jenis yaitu

Ophiocoma pica, Ophiocoma scholopendrina, Ophiomasthrix annulosa.


Kemudian menurut (Kasim, 2005) dalam penelitian Novianti dkk (2016:24),

kondisi lamun yang baik menyerupai padang rumput di daratan mempunyai fungsi

ekologis yang sangat potensial yakni berupa perlindungan bagi hewan invertebrata

dan hewan-hewan kecil, tempat pemijahan bagi biota-biota laut, dan sebagai

sumber makanan bagi organisme tersebut dalam bentuk detritus. Habitatnya pada

substrat pasir ada 2 jenis yaitu Holothuria atra, Holothuria leucospilota, dan pada

substrat karang atau bebatuan ada 6 jenis yaitu Echinometra mathaei,

Heterocentrotus trigonarius, Stomopneustes variolaris, Tripneustes gratilla,

Ophiocoma scholopendrina, Ophiomasthrix annulosa. Penyebaran Echinodermata

tersebut contohnya dari kelompok Holothuroidea sering dijumpai pada substrat


20

pasir, banyaknya teripang di substrat tersebut diperkirakan karena teripang

membutuhkan perlindungan dari sinar matahari (Yusron, 2006) pada penelitian

Novianti dkk (2016:24).


Holothuria atra yang ditemukan di lokasi penelitian yang berada pada

substrat pasir memiliki kemampuan membenamkan diri untuk menghindari

cahaya matahari, Holothuria atra menempeli badannya dengan butiran pasir halus,

pasir yang menempel pada tubuhnya akan memantulkan cahaya dan membuat

suhu tubuhnya lebih rendah (Elfidasari, Dewi., et al., 2012) berdasarkan penelitian

Novianti dkk (2016:24). Sebaran habitat echinodermata pada ke empat stasiun

tersebut dipengaruhi karena faktor makanan dan cara hidup tiap jenisnya.

Sedangkan pada substrat karang atau bebatuan ada 6 jenis yaitu Echinometra

mathaei, Heterocentrotus trigonarius, Stomopneustes variolaris, Tripneustes

gratilla, Ophiocoma scholopendrina, Ophiomasthrix annulosa. Echinodermata

jenis ini merupakan salah satu komponen penting dalam hal keanekaragaman

fauna di daerah terumbu karang, hal ini dikarenakan terumbu karang berperan

sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi fauna echinodermata. Secara

ekologis fauna echinodermata berperan sangat penting dalam ekosistem terumbu

karang, terutama dalam rantai makanan (food web) karena biota tersebut sebagai

pemakan detritus dan predator yang berada pada terumbu karang (Yusron, 2009)

berdasarkan penelitian Novianti dkk (2016:25).

2.1.9 Peranan Echinodemata

Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam

ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu komponen dalam rantai
21

makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Sehingga ia

mempunyai peran sebagai pembersih lingkungan laut terutama pantai. Selain itu

echinodermata juga dapat dijadikan parameter (bioindikator) kualitas di perairan

laut (ekosistem laut) (Jalaluddin, 2017:81).


Dahuri (2003:123) menyatakan bahwa “Jenis-jenis Echinodermata dapat

bersifat pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu

ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh

spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Bulu

babi merupakan makanan bagi berang-berang laut, ikan karang, jenis siput

tertentu dan bintang laut. Gonad bulu babi dikonsumsi penduduk Mediterania,

Amerika Selatan, Filipina, dan beberapa wilayah Indonesia seperti NTT dan

Kendari. Bahkan Jepang mengimpor gonad bulu babi dari berbagai penjuru dunia

dan mempunyai peternakan bulu babi yang luas. Beberapa dari Holothuroidea

juga diperdagangkan sebagai teripang kering dan menjadi komoditas ekspor

(Suwignyo, 2005:131).

2.2 Keanekaragaman Spesies dan Tingkat Dominansi Spesies

Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat dinyatakan sebagai

jumlah individu persatuan luas atau volume. Sedangkan kepadatan relatif adalah

perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis dengan keseluruhan individu

yang tertangkap dalam suatu komunitas. Dengan diketahuinya nilai kepadatan

relatif maka akan didapat juga nilai indeks dominansi. Sementara kepadatan jenis

adalah sifat suatu komunitas yang menggambarkan tingkat keanekaragam jenis

organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut. Kepadatan jenis tergantung


22

dari pemerataan individu dalam tiap jenisnya. Kepadatan jenis dalam suatu

komunitas dinilai rendah jika pemerataannya tidak merata (Odum, 1993) dalam

Insafitri (2010:54).

Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran

secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan

proses analisa informasiinformasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain

itu keanekaragaman dan keseragaman biota dalam suatu perairan sangat

tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis

yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini

sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing jenis. Indeks

keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan dengan

kisaran 0 – 3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3,

sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik. Sebaliknya jika nilai H’

mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi perairan kurang baik

(Odum, 1993). (Wilhm dan Doris 1986) dalam Insafitri (2010:55).

Indeks dominansi (Indeks of dominance) adalah parameter yang

menyatakan tingkat terpusatnya dominasi (penguasaan) spesies dalam suatu

komunitas. Penguasaan atau dominasi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada

satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan

dari tinggi rendahnya indeks dominasi (Indriyanto, 2015) dalam Nuraina

(2018:139).
23

Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu

kelompok biota mendominansi kelompok lain. Dominansi yang cukup besar akan

mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan (Insafitri, 2010:57).

2.3 Pulau Nasi

Pulau Nasi adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur laut pulau

Sumatra dan di sebelah barat laut pulau Weh. Terletak di tengah-tengah antara

ujung barat pulau Sumatra dengan pulau Breueh. Berdasarkan titik koordinat,

pulau ini berada di koordinat 5°37′0″LU,95°7′0″BT. Secara administratif pulau ini

termasuk dalam wilayah kecamatan Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Pulau

Nasi memiliki lima desa, yaitu Lamteng, Deudap, Rabo, Pasi Janeng dan Alue

Reuyeueng. Perairan Pulau Nasi memiliki karakteristik ekosistem yang hampir

banyak dijumpai di seluruh pantai di Pulau Nasi yaitu terumbu karang baik

disebelah utara, barat, selatan, maupun timur. Bagian selatan Pulau Nasi

berbatasan langsung dengan perairan pulau breuh, sehinngga arus cukup kencang,

dan banyak dijumpai berbagi jenis ikan karang dan spesies yang beragam.

Terumbu karang di Pulau Nasi memiliki tipe fringing reef atau biasanya disebut

dengan terumbu karang tepi. Karang dapat ditemukan hingga kedalaman 15 meter.

Menurut Azizah (2006:13) Topografi Pulau Nasi adalah wilayah yang

berbukit-bukit dengan kemiringan lahan 1° hingga 70°. Wilayah dataran berada di

sekitar pantai, yang umumnya membentuk suatu teluk, dan cekungan, seperti di

daerah Rabo dan sekitarnya hingga ke wilayah pantai bagian selatan. Pada lokasi

cekungan tersebut sebagian besar merupakan rawa yang dipengaruhi oleh pasang-

surut air laut.


24

Di daerah pantai yang berada di Pulau Nasi ini biasanya terjadi pasang

surut yang terjadi pada waktu sore hari sampai malam hari. Pada pagi hari

biasanya pasang pada perairan Pulau Nasi sudah mulai surut informasi ini

didapatkan dari wawancara yang dilakukan pada penduduk Pulau Nasi. Di

perairan Pulau Nasi terdapat berbagai macam hasil laut yang beragam. Banyak

masyarakat di pulau ini mencari gurita, ikan karang dan beberapa lobster dan juga

di daerah Pulau Nasi ini banyak tsekali terdapat hewan invertebrate seperti

Porifera, Arkhopora, Kerang-kerangan, Kepiting, Coelenterate dan berbagai jenis

Echinodermata.

2.4 FaktorLingkungan

2.4.1 Suhu

Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya

dan juga faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di

tepi perairan (Hutauruk, 2009:37). Suhu merupakan parameter yang penting

dalam sirkulasi untuk mempelajari bagaimana kondisi air tersebut. Suhu suatu

perairan dipengaruhi oleh posisi matahari yang menyebabkan tinggi atau

rendahnya tingkat radiasi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan. serta

proses interaksi antara air dan udara, seperti alih panas (heat), penguapan dan

hembusan angin. Kondisi yang hampir serupa berlaku untuk salinitas perairan.

Menurut Aziz, 1991 dalam Rumahlatu (2008:84) mengungkapkan bahwa secara

umum, suhu normal yang menunjang keberadaan Echinodermata, yaitu berkisar

antara 28oC – 30oC.


25

Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan. Suhu

meningkat menyebabkan aktivitas hewan dalam air menjadi naik dan laju

metabolisme meningkat. Akibat kenaikan suhu perairan akan berpengaruh

terhadap komposisi organisme dan kelimpahan karena semakin tinggi suhu air

maka semakin rendah kadar oksigen dalam air tersebut (Romimohtarto, 2005

dalam Aulia, 2011:15).

2.4.2 Salinitas

Salinitas secara umum dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari

suatu perairan yang dinyatakan dalam permil, kisaran salinitas air laut berada

antara 0-400/00 yang berarti kandungan garam berkisar antara 0-40 g/kg air laut.

Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32-

340/00 (Dahuri, 1996:36). Menurut Aziz, 1991 dalam Rumahlatu (2008:84)

mengungkapkan bahwa salinitas yang menunjang keberadaan Echinodermata,

yaitu berkisar antara 31 o/oo – 33 o/oo.

2.4.3 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kondisi keberadaan suatu organisme dalam suatu perairan. Derajat keasaman di

ukur pada skala satuan pH. Arti pH ialah logaritme negative konsentrasi ion

hydrogen yang di ukur dalam mol/liter (Rajab, 2016:5). Menurut Aziz, 1991

dalam Rumahlatu (2008:84) mengungkapkan bahwa pH yang menunjang

keberadaan Echinodermata, yaitu berkisar antara 7,10 – 7,50. Kondisi perairan

yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan

hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan

respirasi.
26

2.4.4. Arus

Menurut Wibisono (2005) dalam Cahya dkk (2016:8), arus merupakan

parameter yang sangat penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan laut dan biota yang hidup

didalamnya, termasuk menentukan pola migrasi ikan. Arus di laut dipengaruhi

oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah angin muson. Selain itu,

dipengaruhi juga oleh faktor suhu permukaan laut yang selalu berubah-ubah. Arus

laut adalah gerakan massa air dari suatu tempat (posisi) ke tempat yang lain. Arus

laut terjadi dimana saja di laut. Pada hakekatnya, energi yang menggerakkan

massa air laut tersebut berasal dari matahari. Sirkulasi dari arus laut terbagi atas

dua kategori yaitu sirkulasi di permukaan laut (surface circulation) dan sirkulasi

di dalam laut (intermediate or deep circulation). Arus pada sirkulasi di permukaan

laut didominasi oleh arus yang ditimbulkan oleh angin sedangkan sirkulasi di

dalam laut didominasi oleh arus termohalin. Arus termohalin timbul sebagai

akibat adanya perbedaan densitas karena berubahnya suhu dan salinitas massa air

laut. Arus laut dapat juga terjadi akibat adanya perbedaan tekanan antara tempat

yang satu dengan tempat yang lain. Perbedaan tekanan ini terjadi sebagai hasil

adanya variasi densitas air laut dan slope permukaan laut. Densitas air laut

bervariasi dengan suhu dan salinitas (Azis, 2006:10).


27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (mengukur dengan alat

dan menghitung dengan menggunakan rumus) menggunakan jenis penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui masalah yang

dihadapi, dengan mengambarkan setiap aspeknya sebagaimana adanya dan

metode yang digunakan berbentuk survei (Nawawi, 2005:17).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang keanekaragaman spesies dan tingkat dominansi

Echinodermata berdasarkan karakteristik substrat ini dilakukan pengambilan data

dengan cara membuat plot di perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar. Identifikasi morfologi dianalisis di Laboratorium

Pendidikan Biologi Unsyiah. Spesies dari Echinodermata dihitung secara

langsung di lokasi penelitian. Dan substrat tempat Echinodermata berada diamati

secara langsung dan dianalisis di Laboratorium Pertanian Unsyiah. Penelitian ini

akan dilakukan dari bulan April-Mei 2019.


28

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 3.1 berikut.


Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Alat dan
No. Spesifikasi Jumlah Kegunaan
Bahan
1 Termometer Hermes 0 – 200 0C 1 Unit Pengukur Suhu Air
Atago Salinity 0 – Pengukur Salinitas
2 Refraktometer 1 Unit
100 ‰ Air
pH Tester 20
3 pH meter 1 Unit Pengukur pH Air
waterproof
Sony T-W 16 MP Untuk
Kamera
4 Series, Nikon 2 Unit Mendokumentasikan
waterproof
AW100 Echinodermata
Peralatan Alat Bantu
5 America Scuba 3 Set
snorkeling Menyelam
Menentukan Ukuran
6 Roll Meter ESSEN 100 m 1 Unit Plot Dan Jarak Antar
Plot
Mencatat Data Hasil
7 Alat tulis - 1 Set
Pengamatan
Mengukur
8 Secchi disk - 1 Unit
Kecerahan Air
9 Tali Rafia 1 Pack Untuk Membuat Plot
Mengukur Plot Dan
10 Meteran - 3 Unit
Spesies
11 Kertas Grafik - 2 Unit Mengukur Spesies
Mengambil Sampel
12 Pinset 2 Unit
Hewan
Mengambil Hewan
13 Penjepit 2 Unit
Sampel
Bahan
Kantong
13 1 Pack Meletakkan Spesies
Spesimen
Mmeletakkan
14 Tupperware 10 Unit
Spesies
Sebagai Bahan
15 Alkohol 4 Botol
Awetan
29

1 Lembar
16 Kertas Kalkir Ukuran Sebagai Kertas Label
A3

3.4 Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jumlah individu dari spesies Echinodermata berdasarkan substrat dari zona

intertidal (tepi pantai) hingga kedalaman 5 meter yang ada di perairan pantai

Pulau Nasi Kecamatan Pulau Aceh Kabupaten Aceh Besar.

2. Parameter pendukung adalah kondisi/faktor lingkungan meliputi suhu,

salinitas, pH, dan arus.

3.5 Prosedur Penelitian


Untuk mencari dominansi Echinodermata metode yang digunakan adalah

pendekatan kuantitatif (mengukur dengan menggunakan alat atau perhitungan rumus) dan

jenis penelitian deskriptif (menyajikan gambaran lengkap mengenai hasil penelitian).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode jelajah atau explorer dengan

teknik Purposive sampling yaitu menetapkan stasiun dengan memperhatikan berbagai

kondisi dan keadaan tempat penelitian atau karakteristik dari lokasi penelitian, sedangkan

untuk mengetahui karakteristik substrat digunakan metode pengamatan dan identifikasi

jenis substratnya.
Pengumpulan data penelitian tentang keanekaragaman spesies dan tingkat

dominansi Echinodermata berdasarkan karakteristik substrat di perairan Pulau Nasi

Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar diawali dengan penentuan lokasi di tempat

pengamatan. Penentuan lokasi dilakukan pada 5 tempat, yaitu Pantai Lamteng sebagai

stasiun 1, Rabo (Pantai Demit) sebagai stasiun 2, Rabo (Pantai Nipah) sebagai stasiun 3,
30

Deudap (Lhok Reudeup) sebagai stasiun 4, dan Pasi Janeng sebagai stasiun 5. Kemudian

setiap stasiun diletakkan sub lokasi yaitu substrat yang ditempati Echinodermata. Sub

lokasi atau substrat dari Echinodermta ditandai oleh pantai berbatu, berpasir dan

ekosistem terumbu karang di antara kedalaman 1 m hingga 5 m.


Setiap stasiun dibuat 6 plot dengan ukuran masing-masing plot 2 m x 1 m.

Penetapan plot ditentukan berdasarkan tingkat kehadiran Echinodermata sesuai dengan

substratnya, kemudian dihitung jumlah spesies Echinodermata pada masing-masing plot

dan diambil salah satu spesies sebagai sampel untuk melihat karakteristiknya.
Spesies hewan sampel diambil menggunakan pinset, penjepit atau tangan kemudian

dimasukkan kedalam tempat/wadah spesimen yang telah diberikan alkohol 70%.

Pengambilan sampel spesies Filum Echinodermata dilakukan dengan 2 kali pengulanagan

selama 14 hari yaitu pada dua waktu yaitu pagi hari pukul 08.00-10.00 WIB dan sore hari

pada pukul 16.00-18.00 WIB lalu mengukur beberapa faktor abiotik yaitu suhu, salinitas,

dan pH air pada saat pengambilan data.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Keanekaragaman Spesies

Keanekargaman dari spesies Echinodermata dianalisis menggunakan

rumus indeks keanekaragaman Shannon (H’) menurut Shannon and Weaver

(1949) dalam Zean (2018:71):

H’ =—∑ pi ln pi

H’ =—∑ {(ni / n ) ln (ni / n)}

Keterangan:

H = Indeks Keanekaragaman

ni = Jumlah individu
31

n = Jumlah total individu

Tabel 2.1 Nilai Keanekargaman (H’)

Nilai Kategori
Keanekaragaman
(H’)

H’ < 1 Rendah
1 < H’ < 3 Sedang
H’ > 3 Tinggi

3.6.2 Tingkat Dominansi

Tingkat dominansi dari spesies Echinodermata dianalisis menggunakan

rumus indeks dominansi Simpson (C) menurut Margalef (1958) dalam Rappe

(2010:66) yaitu:

C = Σ(ni/N)2

Keterangan:

C = Indeks dominansi Simpson

ni = Jumlah individu tiap spesies

N = Jumlah individu seluruh spesies

Kategori nilai Indeks dominansi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Nilai Indeks dominansi (C)

Dominansi (C) Kategori

0,00 < C ≤ 0,50 Rendah


0,50 < C ≤ 0,75 Sedang
0,75 < C ≤ 1,00 Tinggi
32

3.6.3 Deskripsi Spesies

Deskripsi spesies dianalisis dengan mendeskripsikan berbagai macam

karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh spesies Echinodermata di perairan

Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


33

Setelah dilakukan pengambilan data, kemudian dianalisis hasil penelitian

berdasarkan tujuan penelitian, maka data dijelaskan sebagai berikut:


4.1.1 Keanekaragaman Spesies Echinodermata Berdasarkan Karakteristik
Substrat di Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten
Aceh Besar.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan di Perairan Pantai Pulau

Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar, maka diperoleh data tentang

perbandingan Indeks Keanekaragaman spesies dari Echinodermata di setiap

stasiun dapat dilihat pada Grafik 4.1 berikut:

Grafik 4.1 Perbandingan Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) berdasarkan


karakteristik substrat pada setiap Stasiun

(Sumber : Data Penelitian 2019)

Berdasarkan Grafik di atas dapat dilihat bahwa Spesies Echinodermata

menempati substrat coral, pasir, dan batu. Perbandingan Indeks Keanekaragaman

Echinodermata berdasarkan substrat yang ditempatinya pada setiap stasiun. Indeks

Keanekaragaman spesies Echinodermata berkisar antara 0 - 1.26.


34

Tabel 4.1 Tingkat Keanekaragaman Berdasarkan Karakteristik Substrat Pada


stasiun I, II, III, IV dan V.
Indeks Keanekaragaman Spesies
No Substrat Stasiun 1 Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V
H’ Kategori H’ Kategori H’ Kategori H’ Kategori H’ Kategori
1 Coral 0.46 Rendah 1.13 Sedang 1.26 Sedang 0.22 Rendah 0.80 Rendah
2 Pasir 0.36 Rendah 0.21 Rendah 0.03 Rendah 0.36 Rendah 0.5 Rendah
3 Batu 0 Tidak 0 Tidak 0 Tidak 0.81 Rendah 0.5 Rendah
Ada Ada Ada
(Sumber: Data Penelitian 2019)

Dari Tabel di atas dapat dilihat tingkat keanekaragaman spesies dari

Echinodermata berdasarkan karakteristik substrat di kawasan perairan Pantai

Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada stasiun I, II, III, IV

dan V dikategorikan sedang sampai dengan rendah.

4.1.2 Tingkat Dominansi Spesies Echinodermata Berdasarkan Karakteristik


Substrat di Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten
Aceh Besar.

Setelah dilakukan penelitian dan analisis data mengenai Keanekaragaman

Spesies, maka data juga dianalisis untuk mencari tingkat Dominansi Spesies

Echinodermata di Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh

Besar. Indeks Dominansi Spesies Echinodermata data dilihat pada Grafik 4.2

Grafik 4.2 Perbandingan Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) berdasarkan


karakteristik substrat pada setiap stasiun.
35

(Sumber : Data Penelitian 2019)

Berdasarkan Grafik 4.2 dapat dilihat perbandingan Indeks Dominansi

spesies Echinodermata berdasarkan karakteristik substrat di kawasan Perairan

Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada stasiun I

sampai stasiun V berkisar 0 – 0.811.

Untuk melihat kategori tingkat dominansi Spesies Echinodermata

berdasarkan karakteristik substrat di setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2 Tingkat Dominansi Berdasarkan Karakteristik Substrat Pada stasiun I,


II, III, IV dan V.
Indeks Keanekaragaman Spesies
No Substrat Stasiun 1 Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V
H’ Kategori H’ Katego H’ Katego H’ Katego H’ Katego
ri ri ri ri
1 Coral 0.81 Tinggi 0.308 Sedang 0.171 Sedang 0.002 Rendah 0.108 Rendah
2 Pasir 0.00 Rendah 0.008 Rendah 0.111 Rendah 0.000 Rendah 0.031 Rendah
3 Batu 0 Tidak 0 Tidak 0 Tidak 0.355 Rendah 0.031 Rendah
Ada Ada Ada
(Sumber: Data Penelitian 2019)

Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat dominansi spesies dari

Echionodermata berdasarkan karakteristik substrat di kawasan Perairan Pantai

Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada substrat coral,

pasir dan batu di semua stasiun memiliki kategori tinggi hingga rendah. Tingkat
36

dominansi tertinggi adalah pada substrat coral di stasiun I dan terendah adalah

pada substrat batu di Stasiun I, II, dan III.

4.1.3 Deskripsi Masing-Masing Spesies dan Jumlah Spesises Dari Filum


Echinodermata yang Ditemukan di Kawasan Perairan Pantai Pulau
Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 24 April 2019 sampai

dengan 4 Mei 2019 di Perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar, diperoleh 15 spesies dari 3 kelas dalam Filum

Echinodermata. Spesies dari Filum Echinodermata yang diperoleh di Perairan

Pulau Nasi Kecamatan Pola Aceh Kabupaten Aceh Besar disajikan pada Table 4.3

Tabel 4.3 Spesies dari Filum Echinodermata yang diperoleh di Perairan Pulau Nasi
Kecamatan Pola Aceh Kabupaten Aceh Besar
Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

1. Holothuria
impatiens
Holothur Holothurida 2. Holothuria
Aspidochrit
oidea e Holothuria nobilis
ida
3. Holothuria
forskali

4.Actinopyga
Actinopyga
mauritiana

Synapta 5.Synapta maculata


Echino
der-
mata

6. Diadema
. Diadema
savignyi
Echinoid Diadematoi Diadematid 7. Diadema
37

ea da ae setosum
8. Echinothrix
Echinothrix
calamaris
Echinometri Echinometr 9. Echinometra
Echinoida
dae a mathei
10. Echinometra
insularis
Ophicomida 11.Ophiocoma
Ophiurida Ophiocoma
e echinata
Ophiuroi 12.Ophiocoma
dea scholopendrina
13.Ophiocoma
dentata
Ophiumastr 14 Ophiumastrix
.Ophiuridae
ix annulosa

Ophiura 15.Ophiura leutkeni


(Sumber : Data Penelitian 2019)
Jumlah Spesies Echinodermata di seluruh lokasi pengambilan data adalah

966 individu. Jenis hewan dari Filum Echinodermata yang paling dominan

dijumpai adalah Diadema setosum sebanyak 556 individu dan jenis yang paling

sedikit dijumpai adalah sebanyak Synapta macukata 3 individu. Persentase dari

jumlah keseluruhan Echinodermata yang didapatkan di Perairan Pantai Pulau

Nasi Grafik 4.3 sebagai berikut.


Grafik 4.3 Persentase Jumlah Individu Spesies Echinodermata yang
ditemukan di Perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten
Aceh Besar
38

Tabel dan grafik diatas menjelaskan jumlah individu dan persentase

Echinodermata di seluruh lokasi di Perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo

Aceh Kabupaten Aceh Besar. Dengan jumlah individu terbanyak adalah

Diadema Setosum yaitu 556 individu dengan persentase 57.6 %. Dan spesies

dengan jumlah terendah adalah Synapta macukata yaitu 3 individu yang memiliki

persentase 0.3 %.
Adapun deskripsi dari Spesies Echinodermata yang ditemukan di kawasan

perairan Pantai Pulau Nasi adalah sebagai berikut:


1. Diadema setosum
Diadema setosum tergolong ke dalam Kelas Echinoidea yang berasal dari

Famili Diadematidae. Hewan ini memiliki bentuk tubuh bulat pipih dengan

diameter tubuh 5.3 – 8.2 cm dan tinggi tubuh 3.6–5.6 cm. Duri-duri panjang dan

runcing. Warna duri cenderung hitam tetapi ada beberapa individu yang memiliki

duri yang berwarna belang. Bulu babi jenis ini hidup secara berkelompok
39

menyukai habitat pasir dan di bawah koloni karang sebagai tempat berlindung

(Sese, dkk, 2018:75).


Makanan dari bulu babi ini adalah alga dan partikel organik (detritus).

Diadema setosum ini hidup berkoloni untuk dapat saling melindungi terhadap

ancaman musuh. Bulu babi juga menjadi tempat tinggal bagi ikan kecil yang

hidup di lingkungan yang sama (Hutauruk, 2009:40). Hewan ini mampu

menetralkan dan membersihkan zat-zat berbahaya dari lingkungan. Hewan ini

juga dikenal sebagai pemakan detritus dan pembersih perairan di mana ia tinggal.
Substrat tempat hewan ini ditemukan di beberapa pantai di Pulau Nasi yaitu

menempati terumbu karang atau koral. Panjang duri dari tubuh Diadema

setosum yang di temukan di Pulau Nasi berkisar 10 cm – 15 cm, sedangkan lebar

diameter tubuh hewan tersebut berkisar 8 cm -10 cm.


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

Gambar 4.1 Diadema setosum Gambar Diadema setosum


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Sese dkk, 2018

2. Diadema savignyi
40

Diadema savignyi berasal dari Kelas Echinoidea dan termasuk ke dalam

Famili Didematidae dan juga memiliki berduri panjang (long-spined sea urchin).

Hewan ini mempunyai ciri-ciri tubuh bulat berwarna hitam, terdapat duri-duri di

seluruh tubuhnya, dan memiliki cincin biru di sekitar pusat permukaan atas

dengan lima pasang garis cahaya yang memancar. Habitatnya substrat berpasir,

daerah berbatu, dan terumbu karang (Arhas, 2015:237).


Diadema savignyi yang berada di Pulo Aceh menempati substrat terumbu

karang. Hewan ini ditemukan bersama dengan Diadema setosum pada ekosistem

terumbu karang. Diadema savignyi memiliki panjang duri pada tubuhnya berkisar

8 cm -15 cm. lebar tubuhnya 5 cm - 8 cm.


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema savignyi

Gambar 4.2 Diadema savignyi Gambar Diadema savignyi


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Arhas, 2015

3. Echinotrix calamaris
E. calamaris memiliki tubuh berwarna putih polos dan cokelat belang

belang, dan duri yang tebal yang berfungsi untuk pergerakan dan pelindung dari
41

serangan predator. Pada Echinothrix calamaris terdapat dua jenis duri, yaitu duri

yang besar/ tebal dan duri yang kecil/tipis. (Vinomo,2007: 40).


Takabayasi dkk. (2007: 3) menyatakan bahwa bulu babi jenis E. calamaris

muncul dalam kelompok campuran dan menjadikan terumbu karang dan daerah

tubir sebagai habitatnya. Echinotrix calamaris yang ditemukan di Pulau Nasi

menempati daerah celah-celah terumbu karang (coral). Ukuran diameter dari

tubuh hewan ini berkisar 5 cm –7 cm dan panjang duri 6 cm -13 cm.


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Famili : Diadematidae
Genus : Echinothrix
Spesies : Echinothrix calamaris

Gambar 4.3 Echinotrix calamaris Gambar Echinotrix calamaris


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Jalaluddin dkk, 2017

4. Echinomatrix mathei
Echinomatrix mathei Echinometra mathaei merupakan hewan yang berasal

dari Kelas Echinoidea yang tergolong dalam Famili Echinometridae dengan

karakteristik bentuk tubuh bulat, agak oval dan berwarna hitam. Duri-duri

runcing, tajam, berwarna kuning pucat dan pada umumnya di bagian pangkal

terdapat cincin berwarna putih ( Sese, dkk, 2017: 75).


Echinometra mathaei yang ditemukan di Pulau Nasi tepatnya di perairan

pantai Lhok Reudeup menempati substrat terumbu karang atau Coral. Ukuran
42

tubuh hewan diameternya berkisar 4-6 cm dan panjang duri berkisar 1.5 cm – 3

cm.
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Echinoida
Famili : Echinometridae
Genus : Echinometra
Spesies : Echinometra mathei

Gambar 4.4 Echinometra mathaei


Gambar Echinometra mathaei
Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019
Sumber : Sese, 2018

5. Echinometra Insularis

Anggota kelas Echinoidea adalah gonochoric. Pemupukan bersifat eksternal.

Siklus hidup yaitu embrio berkembang menjadi larva planktotrophic

(echinoplateus) dan hidup selama beberapa bulan sebelum mereka tenggelam ke

dasar menggunakan kaki tabung untuk melekat pada tanah tempat mereka

bermetamorfosis menjadi bulu babi muda.


Hewan memiliki bentuk tubuh bulat, memiliki duri/spina di seluruh

permukaan tubuh. Durinya berwarna ungu kemerahan dengan bentuk ujungnya

runcing. Panjang duri hewan berkisar 4-7 cm dan lebar diameter tubuh 3-7 cm.

Hewan ini ditemukan di perairan pantai Demit Pulau Nasi yang memiliki substrat

dasar perairan terumbu karang.


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Echinoida
Famili : Echinometridae
Genus : Echinometra
Spesies : Echinometra insularis
43

Gambar 4.5 Echinometra Insularis Gambar Echinometra Insularis


Sumber Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : World Register Of Marine
Species 2019

6. Ophiocoma echinata
Tubuh Ophiocoma echinata berwarna coklat kehitaman gelap, memiliki

cincin tengah tubuhnya bulat dengan diameter cincin tengah mencapai 1-1.3 cm

dan panjang lengan 10-13 cm. Ophiocoma echinata banyak ditemukan di daerah

terumbu karang dan rataan terumbu terutama di pantai yang memiliki puing-puing

karang yang telah mati. Ophiocoma echinata juga ditemukan di padang lamun,

mangrove, dan di bawah batu. Ophiocoma echinata yang ditemukan di perairan

pulau Nasi yaitu Pantai Lamteng, Lhok Reudeup, dan Nipah umumnya dijumpai

pada substrat berupa celah batu dan terumbu karang atau coral.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Ophiuroida
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophicomidae
Genus : Ophiocoma
Spesies : Ophiocoma echinata
44

Gambar 4.6 Ophiocoma echinata Gambar Ophiocoma echinata


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Lestari 2014

7. Ophiumastrix annulosa
Ophiumastrix annulosa mempunyai banyak duri yang bergelembung pada

tubuhnya dan berwarna cokelat tua kemerah-merahan. Ophiumastrix annulosa

banyak menempati substrat seperti bersembunyi di dalam celah batu dan trumbu

karang. Tempat hewan ini ditemukan adalah pada bebatuan karang dan cekungan-

cekungan dasar pada perairan yang tenang.


Ophiumastrix annulosa sangat aktif bergerak pada malam hari dan ketika

siang hari bersembunyi di bawah karang atau menempel di dalam rongga-rongga

pada bongkah bebatuan karang mati. Panjang lengan dari hewan ini berkisar 4-7

cm dan diameter cincin tengah yang terdapat di tubuhnya 1-1.5 cm.

Ophiumastrix annulosa yang ditemukan di perairan pulau Nasi disemua stasiun

antara lain pantai Lamteng, Demit, Nipah, Lhok Reudeup dan Pasi Janeng.

Ophiumastrix annulosa yang ditemukan bersembunyi di celah batu dan terumbu

karang atau coral sebagai subsrat.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Ophiuroidea
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophiuridae
Genus : Ophiomastrix
Spesies : Ophiomastix annulosa
45

Gambar 4.7 Ophiumastrix annulosa Gambar Ophiumastrix annulosa


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Mawaddah 2013

8. Ophiocoma scolopendrina
Lengannya panjang, tubuh warna hitam disertai garis-garis tidak beraturan

pada lengan bagian tepi berwarna coklat kekuningan sehingga terlihat seperti

warna hijau lumut. Panjang tubuh O. scholopendrina di perairan pantai pulau Nasi

berkisar dari 20 cm sampai 25 cm. O. scholopendrina yang ditemukan di pulau

Nasi menempati beberapa substrat yaitu coral, pasir dan juga bersembunyi di

celah batu. O. scholopendrina ditemukan di perairan pantai Lhok Reudeup,

Nipah, dan Pasi Janeng.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Ophiuroidea
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophiuridae
Genus : Ophiocoma
Spesies : Ophiocoma scholopendrina
46

Gambar 4.8 Ophiocoma scholopendrina Gambar Ophiocoma scholopendrina


Sumber: Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Mawaddah 2013
9. Ophiocoma dentata
Ophiocoma dentata memiliki permukaan tubuh yang berwarna hitam dan

juga licin. Lengan dari hewan ini berwarna cokelat muda atau abu-abu kehijauan.

Ophiocoma dentat ini biasanya sangat mudah ditemukan dalam bongkahan batuan

karang mati dan pasir.


Ophiocoma dentata ditemukan di pantai Lhok Reudeup di desa deudap,

karakteristik pantai ini banyak terdapat bongkahan batu dan karang mati sehingga

banyak spesies yang bersembunyi di balik celah batu tersebut. Bintang mengular

dari spesies ini dijumpai pada substrat celah bebatuan. Panjang lengan

Ophiocoma dentata di pantai Lhok Reudeup ini berkisar antara 5 cm sampai 12

cm dan diameter cincin yang terdapat pada tubuhnya adalah 0.8-1.5 cm.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Ophiuroida
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophicomidae
Genus : Ophiocoma
Spesies : Ophiocoma dentata

Gambar 4.9 Ophiocoma dentata Gambar Ophiocoma dentata


Sumber :Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Mawaddah 2013

10. Ophiura leutkeni


Ophiura leutkeni memiliki tubuh berwarna abu-abu. Terdapat titik-titik atau

bercak bercak hitam pada lengan dari spesies ini. Ophiura leutkenii banyak
47

ditemukan pada daerah berpasir, bersembunyi di celah batu maupun pada celah

terumbu karang. Karena tubuhnya yang berwarna abu-abu tersebut terkadang

spesies ini susah dibedakan dengan substartnya seperti pada karang atau yang

berwarna abu-abu. yang ditemukan di perairan pulau Nasi ini adalah di Pantai

Demit. Hewan ini dijumpai pada substrat berupa pasir. Panjang lengan dari

Ophiura leutkeni berkisar 4-6 cm dan lebar diameter cincin yang terdapat pada

bagian tubuhnya berkisar 0.5-1 cm.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Ophiuroida
Ordo : Ophiurida
Famili : Ophiuridae
Genus : Ophiura
Spesies : Ophiura leutkeni

Gambar 4.10 Ophiura leutkeni Gambar Ophiura leutkeni


Sumber :Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : World Marine Spesies

11. Holothuria forskali


Holothuria forskali yang hidup di Laut Tengah. Tentakel bukal tipe peltate

terdiri dari tangkai dan perisai. Bagian tangkai sebelah ujungnya terbagi kedalam

10 sampai 15 percabangan. kemudian setiap cabang ini terbagai lagi menjadi

cabang-cabang yang lebih kecil. Setiap ujung percabangan akan berakhir pada

sekumpulan papila yang disebut sebagai nodular (Aziz, 1996:47)


48

Tubuh Holothuria forskali berwarna hitam pekat terdapat sucker pada

tubuhnya untuk proses pencernaan, sirkulasi dan juga reproduksinya. Holothuria

forskali sering memuntahkan cairan putih dari sucker tersebut. Holothuria

forskali banyak di jumpai pada substrat pasir, batu, padang lamun dan juga

terumu karang. Holothuria forskali yang ditemukan di Pulau Nasi adalah di

perairan pantai Lhok Reudeup dan Pasi Janeng. Hewan ini banyak ditemukan di

daerah pasir sehingga menjadikan pasir sebgai substratnya. Panjang tubuh hewan

ini berkisar 15-30 cm.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria forskali

Gambar 4.11 Holothuria forskali Gambar Holothuria forskali


Sumber :Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Anynomous 2019
12. Holoturia nobilis
Holothuroidea nobilis biasa dikenal dalam masyarakat dengan sebutan

teripang koro, teripang cera hitam, Susuan, atau Black teatfish. Teripang ini

umumnya memiliki ukuran dengan panjang maksimum mencapai 55 cm, panjang

umumnya 37 cm dan berat hidup sekitar 1.7 Kg sampai dengan 4 Kg dan

ketebalan dinding tubuh 12 mm.


Pada tubuh hewan ini terdapat tentakel yang mengelilingi mulut. Berwarna

hitam pekat, kulitnya sedikit kasar, lunak, dan tubuh berotot tebal serta kaku
49

dengan papilla lateral yang menonjol dan papilla anal. Di bagian permukaan tubuh

ditemukan spikula yang besar dan tebal, dapat melekat pada substrat karang dan

pasir (Anonymous, 2019). Panjang H. nobilis yang ditemukan di perairan pantai

pulau Nasi adalah di perairan pantai Pasi Janeng. Ukuran panjang dari tubuh

teripang ini berkisar berkisar antara 10 cm sampai 30 cm. Spesies ini ditemukan di

substrat pasir dan batu di perairan Pasi Janeng.

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria nobilis

Gambar 4.12 Holothuria nobilis Gambar Holothuria nobilis


Sumber :Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Lestari 2014

13. Holothuria Impatien

Holothuria Impatien banyak ditemukan di daerah bersubstrat pasir kasar

dan tubuhnya diselimuti oleh pasir halus. Tubuh Holothuria Impatien berwarna

coklat kekuningan, seluruh bagian tubuh terdapat tonjolan-tonjolan yang tidak

rata, dan berwarna coklat tua pada bagian dorsal. Bagian dorsal terdapat kaki

tabung lengket yang keluar dari tonjolan-tonjolan (Pratiwi, 2011:102).

Holothuria impatien ditemukan di perairan pantai Lhok Reudeup desa

Deudap yang berada di pulau Nasi Kabupaten Aceh Besar. Hewan ini ditemukan
50

di celah batu dan karang mati sebagai substratnya yang terdapat di daerah perairan

Lhok Reudeup, karena karakteristik pantai Lhok Reudeup yaitu berbatu dan

berkarang. Panjang Holothuria impatien di Pantai Lhok Reudeup berkisar antara 8

cm sampai 16 cm (Gambar 4.13).

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria impatien

Gambar 4.13 Holothuria impatien Gambar Holothuria impatien


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Lestari 2014
14. Actinopyga muritiana

Actinopyga mauritiana memiliki tubuh berwarna coklat kekuning-kuningan

dan putih. Bagian tubuh yang berwarna putih biasanya terletak di bagian bawah.

Tubuhnya yang padat ditutupi dengan kaki tabung dan memiliki 25 atau lebih

tentakel. A.Mauritiana biasanya ditemukan di habitat bersubstrat keras ditandai

oleh substrat yang bervariasi dari pasir kerikilan, kerikil, pecahan karang,

bongkah karang, karang mati, dan pantai berbatu (rocky shore) (Aziz, 1995:13)

. Actinopyga mauritiana yang ditemukan di Pantai Lhok Reudeup

Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar memiliki panjang tubuh berkisar 8-

15 cm. Ditemukan di daerah karang dan berbatu (Gambar 4.14).

Kingdom : Animalia
51

Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Actinopyga
Spesies : Actinopyga mauritiana

Gambar 4.14 Actinopyga muritiana Gambar Actinopyga muritiana


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Lestari 2014

15. Synapta maculata

S. maculata adalah teripang panjang dan ramping dengan lima belas

tentakel, dantumbuh hingga panjang sekitar 2 m memiliki bentuk tubuh yang

panjang seperti ular. Warnanya bervariasi, menjadi beberapa warna coklat

kekuningan dengan garis memanjang lebar dan bercak warna lebih gelap. Spikula

(struktur mirip spike berkapur seperti mikroskop yang menopang dinding tubuh)

berukuran besar dan berbentuk seperti jangkar dan digunakan dalam gerak,

panjangnya bisa 2 mm. Spikula adalah sebagai perekat.

Synapta maculata ini sering dijumpai di daerah pecahan karang yang

berpasir. Synapta maculata yang ditemukan di pulau Nasi yaitu pada perairan

Lamteng dengan kedalaman 3 m. Panjang Synapta maculata di Pantai Lamteng

berkisar antara 60-80 cm.

Kingdom : Animalia
52

Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroida
Ordo : Apodida
Famili : Synaptida
Genus : Synapta
Spesies : Synapta maculata

Gambar 4.15 Synapta maculata Gambar Synapta maculata


Sumber : Hasil Foto Penelitian 2019 Sumber : Anonymous, 2019
4.1.4 Kondisi Faktor Fisik Lingkungan di Perairan Pantai Pulau Nasi
Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Hasil pengukuran faktor fisik di Perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan

Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar adalah suhu , pH dan salinitas di setiap stasiun

berbeda-beda. Faktor fisik di hitung pada setiap plot yang ada pada lokasi

penelitian yaitu pada setiap stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2

kali penggulangan, waktu pengamatan untuk pengambilan sampel dilakukan pagi

hari dan sore hari. Hasil pengukuran faktor fisik disemua stasiun pada setiap plot

dapat dilihat pada ( lampiran 3). Sedangkan arus laut tidak diukur menggunakan

alat, tetapi arus juga merupakan salah satu faktor penting dalam keberadaan

spesies yang ada pada suatu perairan. Arus laut sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu angin, perbedaan kepadatan air laut, perbedaan kadar garam, pasang

surut air laut, dan perbedaan suhu /temperatur. Arus laut yang terdapat di setiap

pantai pada kawasan Pulau Nasi berbeda-beda tergantung pada kondisi perairan
53

serta topografi pantainya. Pada stasiun I hasil rekapitulasi pada setiap plot adalah

suhu berkisar antara 30-31 °C, pH 8.11, dan salinitas pada stasiun tersebut adalah

33 o/oo. Pada stasiun II setelah dilakukan penggukuran suhu air berkisar 29°C, pH

air yaitu 8.16 dan salinitas 33 o/oo. Suhu air pada stasiun III yaitu berkisar 29-

31°C, pH air pada stasiun 3 adalah 8.25, dan salinitas air adalah 35 o/oo setelah

dilakukan rekapitulasi pada setiap plot. Stasiun IV memiliki suhu air yaitu

berkisar 30 °C, pH rata-rata sebesar 8.26 dan salinitas pada stasiun ini adalah 32
o
/oo. Dan pada stasiun 5 setelah dilakukan rekapitulasi data, suhu pada stasiun V

berkisar antara 30-31 °C, pH adalah 8.19 dan salinitas 35 o/oo (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Data Faktor Fisik di Kawasan Perairan Pantai Kecamatan Pulo Aceh
Kabupeten Aceh Besar
Faktor yang Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
No
diukur 1 2 3 4 5
1 Suhu °C 30-31 29 29-31 30 30-31
2 pH 8.11 8.16 8.25 8.26 8.19
3 Salinitas o/oo 33 33 33 35 35

4.2 Pembahasan

4.2.1 Keanekaragaman Spesies Berdasarkan Karakteristik Substrat di


Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Tingkat keanekaragamn spesies Echinodermata pada substrat coral pada

stasiun I, IV, dan V tergolong rendah. Sedangkan pada Stasiun II dan IV tergolong

sedang. Tingkat keanekaragaman pada substrat pasir di stasiun I, II, III, IV dan V

tergolong rendah. Kemudian pada substrat batu tingkat keanekaragam spesies juga

tergolong rendah pada semua stasiun.

Menurut Soegianto (1994) dalam Maleko dkk (2017:28), bahwa

keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan


54

organisasi biologisnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman

tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang

sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit

jenis dan jika hanya sedikit yang dominan, maka keanekaragamanjenisnya rendah.

Selanjutnya dikatakan bahwa keanekaragaman menggambarkan jumlah total

proporsi suatu spesies relative terhadap jumlah total individu yang ada, semakin

banyak jumlah spesies dengan proporsi yang seimbang menunjukan

keanekaragaman yang tinggi.

Jadi pada substrat coral di stasiun II dan III dikategorikan sedang. karena

jumlah individu setiap jenis Echinodermata dengan kelimpahan total jenis

individu yang hampir sama. Dan Jumlah dari spesies Echinodermata pada stasiun

ini cenderung seimbang oleh karena itu keanekaragamannya sedang. Sedangkan

pada stasiun lain cenderung rendah karena jumlah spesies tidak seimbang atau

jauh berbeda. Dan juga pada beberapa stasiun terdapat coral yang sudah mati, dan

hancur sebagai habitat dari Echinodermata dan tempat merek mencari makan.

Sehingga Echinodermata tidak banyak ditemukan di substrat tersebut.

Kelimpahan suatu spesies pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik. Biotik meliputi kompetor, predator

dan parasit. Faktor abiotik meliputi faktor fisik-kimia lingkungan seperti suhu,

arus, kedalaman, pH, serta sumber bahan organik (Taqwa dkk, 2014:131)

Keanekaragaman spesies di Pulau Nasi relatif rendah yaitu berkisar 0-

1.26 karena pada daerah ini banyak sekali nelayan yang menangkap ikan, gurita

dan jenis Crustacea lainnya menggunakan bom ikan, sehingga banyak terumbu
55

karang yang hancur dan menyebabkan banyak biota laut mati. Kemudian juga

karena suhu yang ada di perairan yang terjadi akibat pemanasan global

menjadikan spesies Echinodermata yang ditemukan pada kawasan ini tergolong

rendah.

4.2.2 Tingkat Dominansi Spesies Berdasarkan Karakteristik Substrat di


Perairan Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Berdasarkan analisi data yang telah diperoleh diketahui bahwa di Pulau

Nasi terdapat perbedaan tingkat dominansi spesies yang menempati substrat

tertentu pada setiap stasiun.

Kawasan Perairan Pantai Pulau Nasi memiliki tingkat keanekaragaman

spesies dari Echinodermata berkisar dari tinggi hingga rendah pada setiap substrat

di setiap srasiun. Indeks Keanekaragaman tertinggi adalah 0.811 pada substrat

coral di pantai Lamteng (Stasiun I), Sedangkan Indeks Dominansi Terendah yaitu

0 pada subtract batu di Stasiun I, II, dan III.

Tingkat dominansi spesies tergolong tinggi dikarenakan ada beberada

spesies yang mendominasi substrat tertentu, seperti halnya pada substrat coral di

pantai Lamteng. Pada substrat ini hampir didominasi oleh spesies Echinodermata

dengan jumlah yang relatif banyak. Karena pada stasiun ini Echinodermata

cenderung memilih habitat coral sebagai tempat/habitat hidupnya. Kawasan ini

memiliki terumbu karang atau coral hidup yang banyak. Terumbu merupakan

ekosistem yang baik bagi kehidupan biota laut, karena banyak sekali hewan yang

hidup di terumbu karang dan membuat interaksi yang baik untuk keberlangsungan

biota laut. Sehingga menyebabkan tingginya indeks dominansi pada substrat ini.
56

Pada substrat pasir dan batu tingkat dominansi relatif rendah. Karena

kurangnya spesies yang mendominasi pada substrat tersebut. Suwartimah

(2017:53) menyatakan bahwa Echinodermata merupakan biota penghuni terumbu

karang yang cukup menonjol, ketersediaan pakan di rataan terumbu karang

menjadi salah faktor melimpahnya biota Echinodermata di rataan terumbu karang,

di samping itu rataan terumbu karang juga menjadi habitat biota ini untuk

berlindung dari predator.

Tingginya Indeks Dominansi Spesies dapat menunjukkan bahwa terdapat

dominansi suatu spesies pada daerah tertentu. Sedangkan apabila Indeks

Dominansi Spesies dikatakan rendah, maka tidak ada ataupun sedikitnya suatu

spesies menempati daerah tertentu.

4.2.3 Kondisi Faktor Fisik Lingkungan di Perairan Pantai Pulau Nasi


Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Selain dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas tentang

keanekaragaman dan tingkat dominansi spesies Echinodermata yang terdapat di

kawasan Pulau Nasi. Ada hal yang lain yang sangat perlu diperhatikan pada

penelitian ini yaitu faktor fisik lingkungan pada lokasi penelitian yang dapat

mempengaruhi keanekaragaman dan dominansi dari spesies Echinodermata yang

ada di Pulau Nasi tersebut.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman dan dominansi

dari echinodermata adalah faktor abiotik dan biotik. Abiotik adalah komponen

tidak hidup dari suatu ekosistem. Pada penelitian ini faktor abiotik yang

diperhatikan adalah suhu, pH, salinitas, arus dan substrat. Sedangkan faktor
57

biotik adalah komponan hidup pada suatu ekosistem seperti hewan asosiasi yang

mendukung keberadaan hewan Echinodermata.


Faktor lingkungan abiotik adalah suhu, pH, salinitas, substrat dan arus laut

yang ada di kawasan perairan pantai Pulau Nasi yang menjadi lokasi penelitian.
A. Suhu

Suhu perairan merupakan parameter lingkungan yang sangat mempengarhi

keberadaan suatu organisme di dalam perairan tersebut. Seperti yang dinyatakan

oleh Riniatsih (2009:52), suhu perairan sangat penting bagi kehidupan organism

di dalamnya, karena suhu mempengaruhi aktifitas metabolism maupun

perkembangbiakannya. Suhu perairan yang terlalu tinggi dapat berpengaruh

terhadap perkembangan organisme perairan karena energi yang ada lebih banyak

digunakan untuk mempertahankan hidup mereka.

Pengukuran suhu dilakukan pada setiap substrat pada stasiun yang menjadi

lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 4.4 hasil rekapitulasi dari semua faktor fisik

lingkungan yang ada pada setiap stasiun, menunjukkan bahwasannya kisaran suhu

air yang terdapat pada kawasan perairan Pulau Nasi setelah dilakukan rekapan

data yaitu berkisar antara 29-31°C. Menurut Castro dan Huber (2003) kisaran

suhu 30°C hingga 35°C dapat ditoleransi oleh terumbu karang. Sedangkan

menurut Aziz (1987), suhu optimal bagi pertumbuhan biota Echinodermata

berkisar antara 27-30°C (Nurfajriah, 2014:9). Jadi suhu air yang didapatkan pada

kawasan perairan pantai Pulau Nasi sesuai dengan suhu optimum untuk

pertumbuhan Echinodermata dan sesuai dengan suhu perairan untuk daerah tropis

yaitu. Oleh karena itu hewan-hewan Echinodermata dapat tumbuh di sekitaran

Perairan Pantai Pulau Nasi.


58

B. Tingkat Keasaman (pH)

pH atau Tingkat Keasaman adalah salah satu faktor yang mendukung

keberlangsungan suatu individu hidup pada daerah tertentu. Contohnya yaitu

Echinodermata. Hewan ini merupakan hewan yang hidup di perairan, pada

kawasan intertidal (daerah pasang surut air laut).


pH yang diukur pada masing-masing lokasi penelitian yaitu pada stasiun

1,2,3,4 dan 5 menunjukkan pH normal untuk keberlangsungan hidup

Echinodermata yaitu 8.11-8.26 (Tabel 4.9). Nilai tersebut menunjukkan kisaran

nilai yang optimal untuk kelangsungan hidup biota. Karena Menurut Zamani dan

Maduppa (2011), kisaran pH yang optimal untuk terumbu karang adalah 7-8.5.

Seperti kita ketahaui Echinodermata menggunakan terumbu karang sebagai

substart untuk habitatnya. pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang

hidup di suatu perairan, perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan

mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum, 1994)

dalam (Nurfajriah, 2014:9).


C. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut

dalam air. Hutauruk (2009:26) bahwa salinitas perairan pantai menjadi turun

karena dipengaruhi oleh curah hujan dan aliran sungai, sebaliknya daerah dengan

penguapan yang kuat menyebabkan salinitas meningkat. Hal ini berpengaruh

terhadap kehidupan biota laut.


Menurut Nontji (1986) dalam Hutauruk (2009:53) bahwa di samudra

umumnya salinitas berkisar antara 34-35o/oo. Salinitas yang didapatkan pada lokasi

penelitian di perairan Pulau Nasi pada 5 stasiun adalah 33-35 o/oo. Kisaran salinitas

tersebut masih tergolong normal, karena kisaran salinitas yang masih mendukung
59

kehidupan organisme perairan khususnya fauna makrobenthos termasuk

Echinodermata adalah 15-35 ppt, seperti yang dikemukakan oleh (Hutabarat dan

Evans,1985) dalam (Nurfajriah, 2014:9). Jadi sesuai dengan salinitas yang

didapatkan di kawasan perairan Pulau Nasi pada Tabel 4.9 mendukung

keberlangsungan kehidupan Echinodermata di kawasan tersebut.


D. Substrat

Zona intertidal merupakan daerah yang terletak diantara pasang tertinggi

dan surut terendah, yang mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi

daratan. Luas zona intertidal sangat terbatas, akan tetapi memiliki faktor

lingkungan yang sangat bervariasi, oleh karena itu zona intertidal memiliki tingkat

keanekaragaman organisme yang tinggi (Katili, 2011). Organisme yang hidup di

zona intertidal salah satunya adalah anggota kelas Echinoidea. Kelas Echinoidea

termasuk dalam anggota Filum Echinodermata yang tersebar mulai dari daerah

intertidal sampai laut dalam (Jeng, 1998). Sidik (2001) sebagian besar Echinoidea

hidup di daerah dengan substrat berbatu, terumbu karang dan sebagian kecil yang

menghuni pada daerah perairan dengan substrat dasar berupa pasir dan lumpur.

Menurut Yudasmara (2013) beragamnya zona topografi pantai seperti zona pasir,

zona pertumbuhan lamun dan rumput laut, zona terumbu karang dan zona tubir

dan lereng terumbu, juga akan mempengaruhi keberagaman dari Bulu babi yang

ada. Semakin beragam tipe substrat maka semakin beragam Bulu babi, yang

dikemukakan dalam (Huda, 2017:61).

Substrat pada lokasi yang ada di perairan Pulau Nasi memiliki substrat yang

sama yaitu coral, pasir, dan batu/karang. Substrat coral di Pulau Nasi cenderung

banyak ditempati oleh Spesies Echinodermata yang berasal dari Kelas Echinoidea
60

dan Ophiuridae. Pada substrat pasir dan batu Spesies Echinodermata yang sering

dijumpai adalah Spesies yang berasal dari Kelas Holothuria dan Ophiuridae.

E. Arus

Menurut Wibisono (2005) dalam Cahya dkk (2016:8), arus merupakan

parameter yang sangat penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan laut dan biota yang hidup

didalamnya, termasuk menentukan pola migrasi ikan dan biota laut

lainnya .Ekosistem terumbu karang dihuni oleh lebih dari 93.000 spesies,

bahkan diperkirakan lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini.

Ekosistem terumbu karang yang sangat kaya akan plasma nutfah ini, kendati

tampak sangat kokoh dan kuat, namun ternyata sangat rentan terhadap perubahan

lingkungan. Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan laut seperti tingkat kejernihan air, arus, salinitas dan suhu. Tingkat

kejernihan air dipengaruhi oleh partikel tersuspensi antara lain akibat dari

pelumpuran dan ini akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke

dalam laut, sementara cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella yang

fotosintetik dan hidup di dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu

karang. Arus membawa oksigen yang dibutuhkan hewan-hewan terumbu karang.

Kekuatan arus mempengaruhi jumlah makanan yang terbawa dengan

demikian mempengaruhi juga kecepatan pertumbuhan binatang karang. Arus yang

ada di Pulau Nasi ini tergolong sedang pada beberapa stasiun seperti halnya

Lamteng, Demit, Nipah dan Pasi Janeng. Tetapi pada perairan Deudap memiliki
61

arus yang lumanyan kencang diantara pertemuan arus Pulau Nasi, Pulau Bunta,

Pulau Sumatra dan Lampuyang. Di Pulau Nasi gelombang laut dan arus sangat

dipengaruhi oleh angin dan juga suhu. Apabila angin terlalu kencang biasanya

arus dan gelombang cenderung kuat dan tinggi, sehingga pada saat arus kuat dan

gelombang tinggi, akan sulit mendapatkan atau melihat biota laut yang terapat

pada kawasan tersebut. Seperti halnya Echinodermata. Pada saat pasang surut

Echinodermata mudah terlihat. Namun sebaliknya apabila pasang naik maka

spesies Echinodermata yang mendiami substrat tertentu susah ditemukan. Oleh

karena itu pasang surut air laut sangat berpengaruh terhadap keberadaan

Echinodermata.

Faktor lingkungan lain yang berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup

Echinodermata lainnya adalah faktor biotik, yaitu spesies yang berasosiasi dengan

hewan tersebut. Asteriodea atau bintang laut umumnya merupakan karnivora

meskipun beberapa spesies termasuk herbivora, omnivora, detritus feeder, dan

sebagai pemulung (scavinger) karena memakan makanan sisa atau tergantung

makanan yang ditemukannya. Jenis makanan bintang laut sama seperti makanan

bagi ikan, moluska, crustacea, dan Echinodermata lainnya.

Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam

ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu komponen dalam rantai

makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Sehingga ia

mempunyai peran sebagai pembersih lingkungan laut terutama pantai. Selain itu

echinodermata juga dapat dijadikan parameter (bioindikator) kualitas di perairan

laut (ekosistem laut). Hal ini senada apa yang dituliskan Dahuri (2003:123)
62

menyatakan bahwa “Jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan seston

atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu ekosistem untuk

merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh spesies lain namun

dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata (Jalaluddin, 2017:81).

Echinodermata yang hidup pada ekosistem terumbu karang yang

menjadikan terumbu karang sebagai substratnya memiliki hewan asosiasi lainya

seperti halnya ikan-ikan penghuni terumbu karang, molusca, alga dan hewan

lainnya yang hidup pada daerah terumbu karang

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan Pantai Pulau

Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar, dapat disimpulkan sebagai

berikut:
63

1. Keanekaragaman spesies Echinodermata pada substrat coral, pasir dan batu

tergolong sedang hingga rendah. Dengan Nilai Indeks Keanekaragamman

Spesies adalah 1.26-0.


2. Tingkat dominansi spesies Echinodermata di Perairan Pantai Pulau Nasi

Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada substrat coral, pasir dan

batu dari setiap stasiun ada yang dikategorikan tinggi samapai rendah. Dengan

nilai indeks Dominansi berkisar dari 0.811-0.


3. Semua ciri-ciri spesies dari Filum Echinodermata yang terdapat di Perairan

Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar dapat

dideskripsikan berdasarkan morfologinya.

5.2 Saran

1. Pemerintah dan lembaga terkait dalam bidang konservasi terhadap spesies dari

Filum Echinodermata maupun biota laut yang merupakan fauna di kawasan

Perairan Pantai Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar perlu

memerhatikan tentang keberlangsung biota laut yang ada di sekitar daerah

tersebut.
2. Masyarakat yang berdomisili di Pulau Nasi, terutama nelayan lebih

memerhatikan cara-cara saat menangkap ikan maupun biota laut lainnya agar

tidak merusak dan mencemari lingkungan laut.

3. Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang spesies-spesies Echinodermata yang

terdapat di Perairan Pantai Pulau Nasi untuk menambah data yang lebih akurat

terutama untuk spesies yang belum dapat ditemukan dalam penelitian ini.
64

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2018). Antedon mediterranea, (online),


(https://en.wikipedia.org/wiki/Antedon., diakses tanggal 19 Desember
2018).

_________. (2018). Metodelogi Penelitian Echinodermata, (online),


(http://www.sarjanaku.com., diakses tanggal 14 Desember 2018.

_________. (2018). Protoreaster linckii, (online), (http://creationwiki.org/Red-


knobbed_starfish., diakses tanggal 19 Desember 2018).

_________. (2018). Pulau Nasi, (online),


(https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Nasi. , diakses tanggal 14 Desember
2018).

_________. (2019). Pulau Nasi, (online),


(https://en.wikipedia.org/wiki/Synapta_maculata. , diakses tanggal 30 Juni
2019).

_________.(2019). Holothuria forskali, (online),


(https://www.google.com/search?
q=holothuria+forskali&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0
ahUKEwj3_9XW4pDjAhVJinAKHeJ
Dz8Q_AUIECgB&biw=1366&bih=667#imgrc=PfSdxl8zBiL4IM:., diakses
tanggal 30 Juni 2019).
65

_________.(2019). Echinometra Insularis,(online),


(http://www.marinespecies.org/photogallery.php?album=696&pic=117320.,
diakses tanggal 1 Juli 2019)

Arhas, dkk. (2015). Struktur Komunitas Dan Karakteristik Bulu Babi


(Echinoidea) Di Zona Sublitoral Perairan Iboh Kecamatan Sukakarya Kota
Sabang. Prosiding Seminar Nasional Biotik : UIN Ar-raniry.

Ariyanto, P. T. (2016). Keanekaragaman dan kelimpahan echinodermata di pulau


barrang lompo kecamatan ujung tanah kota makassar. Skripsi. Makassar:
UIN Alauddin Makassar.

Ata, K. (2006). Skripsi Sarjana: Pola Penyebaran Asteroidea di Sepanjang Zona


Litoral Pantai Iboih Kota Sabang. Banda Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala.

Aulia, S. (2011). Inventarisasi Echinodermata di Pantai Iboih, Pulau Weh. Skripsi.


Banda Aceh: USK.

Aziz, A.(1996). Makanan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Teripang. Oseana, XXI
(4): 43 – 59

______. (1995). Beberapa Catatan Tentang Teripang Bangsa Aspidochirotida.


Oseana, XX (4) : 11 – 23.

Aziz,. ddk. (1991). Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun di Pantai Selatan
Lombok dan Kondisi lingkungannya. Jakarta: Gramedia.

Aziz, A. (1991). Beberapa Catatan Tentang Bintang Mengular (Ophiuroidea)


Sebagai Biota Bentik. Oseana, XVI (1): 13 – 22.

_______. (1993). Beberapa Catatan Tentang Perikanan Bulu Babi. Oseana, 18(2):
65- 75.

Azis M., Furqon. (2006). Gerak Air Dilaut. Oseana, XXXI(4): 9 – 21.

Azizah. (2006). Prospek Pengembangan Sumber Daya Ai Pulau Nasi Provinsi


NAD. Lentera, 4(1): 14-16.

Brotowidjoyo, M.D. (1993). Zoologi dasar. Jakarta: Erlangga.

Budiman, C.C., D.Y Katili., M.L.D. Langoy, dan P.V. Maabat. (2014).
Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan
Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online, 3(2): 97- 101.
66

Cahya, N. C., dkk. (2016). Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Distribusi


Ikan. Oseana, XLI(4): 1–14.

Campbell, R. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dahuri, R. H. dkk. (1996). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan


Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Dahuri Rokhiman, (2003). Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Darsono, P. (2007). Teripang (Holothuroidea) : Kekayaan Alam Dalam


Keragaman Biota Laut. Oseana, XXXII(2): 1–10.

Eddy, W. (2009). Klasifikasi Invertebrata Terpopuler. Jakarta: Djambatan.

Elfidasari, D., dkk. (2012). Identifikasi Jenis Teripang Genus Holothuria Asal
Perairan Sekitar Kepulauan Seribu Berdasarkan Perbedaan Morfologi, 1(3):
140–146.

Fitriana, N. (2010). Inventarisasi Bintang Laut (Echinodermata: Asteroidea) Di


Pantai Pulau Pari, Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmiah Faktor
Exacta, 3(2): 167-174.

Halim, A.(2013). Keberadaan Hutan Pantai Dan Mangrove Di Pulo Aceh Dan
Fungsi Kearifan Lokal. Banda Aceh: Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala.

Huda, I. Keanekaragaman Jenis Echinoidea Di Zona Intertidal Pantai Jeding


Taman Nasional Baluran. Berkala Sainstek, V (2): 61-65.

Hutauruk, E. L. 2009. Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan


Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalama. Sumatera Utara,
(Online), (http://repository.usu.ac.id., diakses 20 Juni 2019).

Husain, G. (2017). Struktur Komunitas Teripang (Holothuroidea) Di Kawasan


Pantai Pulau Nyaregilaguramangofa Kec. Jailolo Selatan Kab. Halmahera
Barat Maluku Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 5(2): 177-188.

Insafitri. (2010). Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia Di


Area Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan,
3(2): 54-59.

Jalaluddin, (2011). Diktat Zoologi Avertebrata. Banda Aceh: Universitas Serambi


Mekkah.
67

________., dkk. (2017). Identifikasi Dan Klasifikasi Phylum Echinodermata Di


Perairan Laut Desa Sembilan Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue. Jurnal Biology Education, 6(1): 81-97.

Jasin, M. (1989). Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Katili, S. (2011). Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal Di


Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8(1): 51-61.

Lestari, K. (2014). Tingkat Kesamaan Filum Echinodermata pada Tiga Stasiun


yang Berbeda Di Pantai Lhok Kruet Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh
Besar. Skripsi. Banda Aceh : USK.

Mah, L. (2006). A new species of Xyloplax (Echinodermata: Asteroidea:


Concentricycloidea) from the northeast Pacific: Comparative morphology
and a reassessment of phylogeny. Invertebrate Biology, 125(2): 136-153.

Maleko., dkk.(2017). Keanekaragaman Echinodermata di Peraiaran Pantai Labuan


Desa Montop Kecamatan Bulagi Utara Kabupaten Banggai Kepulauan dan
Implementasinya Sebagai Media Pembelaaran Biologi. e-JIP BIOL, 5 (1):
72-78.

Mawaddah, N. (2013). Spesies-Spesies dari Filum Echinodermata dan Pola


Distribusi Spasialnya di Pantai Lampuyang Kecamatan Pulo Aceh
Kabupaten Aceh Besar. Skripsi. Banda Aceh: USK.

Mundy., dkk. (1992). Asteroidea di Sepanjang Zona Litoral. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nawawi, H. (2005). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Novianti., dkk. (2016). Keanekaragaman Jenis Echinodermata Pada Berbagai


Macam Substrat Pasir, Lamun Dan Karang di Perairan Pantai
Sindangkertacipatujah Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan Biologi, 4(1): 19-26.

Nontji, A. (2005). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nurfajriah, D.(2014). Struktur Komunitas Echinodermata Di Daerah Budidaya


Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Skripsi, Bogor:IPB

Nurmayati, D. (2006). Menyelami Rahasia Laut. Bandung: Remaja Rosdakarya.


68

Nuraina, I. (2018). Analisa Komposisi Dan Keanekaragaman Jenis Tegakan


Penyusun Hutan Tembawang Jelomuk Di Desa Meta Bersatu Kecamatan
Sayan Kabupaten Melawi. Jurnal Hutan Lestari, 6(1): 137 - 146

Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi


Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pratiwi, F. (2011). Inventarisasi Jenis-jenis Holothuroidea (echinodermata)


dirataan Terumbu Beberapa Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta.
Skripsi (Online), (http://www.google.co.id., diakses tanggal 30 juni
2019).

Raghunathan C, Venkataraman K. (2012). Diversity and distribution of corals and


their associated fauna of Rani Jhansi marine national park, Andaman and
Nicobar islands. In: Venkataraman K, Raghunathan S, Sivaperuman C,
editors. Ecology of faunal communities on the Andaman and Nicobar
islands. Heidelberg, Berlin: Springer. p.177–208

Rappe, A. (2010). Struktur Komunitas Ikan Pada Padang Lamun Yang Berbeda
Di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2):
62-73.

Rajab, A., dkk. (2016). Studi Kepadatan dan Distribusi Kerang Lahubado
( Glauconome sp ) di Perairan Teluk Staring Desa Ranooha Raya Kabupaten
Konawe Selatan . Jurnal Manajemen Sumber Perairan, 1(1): 1-12.

Riniatsih, I., dkk. (2009). Substrat Dasar Dan Parameter Oseanografi Sebagai
Penentu Keberadaan Gastropoda Dan Bivalvia Di Pantai Sluke Kabupaten
Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan, 14(1): 50-59.

Romimohtarto, K., dan Sri Juwana, (2005). Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.

Rompis, dkk, (2013). Diversitas Echinodermata di Pantai Meras Kecamatan


Bunaken Sulawesi Utara. Jurnal Bioslogos, 3(1): 26-30.

Rumahlatu, D., dkk. (2008). Hubungan Faktor Fisik-Kimia Lingkungan dengan


Keanekaragaman Echinodermata pada Daerah Pasang Surut Pantai Kairatu.
Jurnal MIPA, 36(1): 77-85.

Rusyana, A. (2011). Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta.

Salmin. (2005). Oksigen terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal
Oseanologi, XXX(3): 21-26.
69

Sese, dkk. (2018). Keanekaragaman Echinodermata (Echinoidea Dan


Holothuroidea) Di Pulau Bakalan, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah,
Indonesia. Scripta Biologica ,5(2): 73–77.
Suryanti dan Ruswahyuni. (2014). Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea)
pada Ekosistem Karang dan Lamun di Pancuran Belakang, Karimunjawa
Jepara. Jurnal Saintek Perikanan, 10(1): 62-67.

Suryati. (1999). Faktor Iklim Bagi Mahkluk Hidup. Jakarta: Gramedia.

Suwartimah., dkk.(2017). Komposisi Echinodermata Di Rataan Litoral Terumbu


Karang Pantai Krakal, Gunung Kidul,Yogyakarta. Buletin Oseanografi
Marina 6 (1):53–60

Suwignyo, S., dkk. (2005). Avertebrata Air Jilid II. Jakarta: Penebar Swadaya.

Takabayassi, M., H. Jessop dan M. Demaentanon. (2007). Sea Urchin Herbivory


In Hawaiian Shallow Water Ecosystem. HCRI Project Report: 1-7.

Taqwa., dkk. (2014). Studi Hubungan Substrat Dasar dan Kandungan Bahan
Organik dalam Sedimen dengan Kkelimpahan Hean Makrozobenthos di
MUara Sungai Sayung Kabupaten Demak. Diponegoro Journal Of
Maquares, 3(1): 125-133.

Vinomo, Indra Bayu. (2007). Sekilas Mengenai Landak Laut. Oseana, XXXII
(3): 37-46.

Yusron, E. (2010). Keanekaragaman Jenis Ekhinodermata di Perairan Likupang,


Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu Kelautan. 15(2): 85-90.

Yusron, E. (2012). Keanekaragaman Ekhinodermata di Perairan talise,


Minahasautara. Jurnal Bawal, 4(3): 185-193.

Zakaria, I.J. (2013). Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau
Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat. Lampung: Prosiding SEMIRATA
FMIPA Universitas Lampung.
70

.
71

Anda mungkin juga menyukai