Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMASI KEMARITIMAN

“ISOLASI SENYAWA PADA BINTANG LAUT”

OLEH:

NAMA : HAJAH NINGSIH INTA

NIM :F201902008

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI

2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................5
PENDAHULUAN.....................................................................................................5
I.1 Latar Belakang.................................................................................................5
I.2 Rumusan Masalah............................................................................................7
1.3 Metode Penulisan............................................................................................7
1.4 Tujuan Penulis................................................................................................7
BAB II.......................................................................................................................8
PEMBAHASAN........................................................................................................8
II.1 Morfologi Bintang Laut..................................................................................8
II.2 Pertumbuhan Dan Reproduksi Bintang Laut..................................................9
II.3 Siklus Hidup dan Habitat Bintang Laut........................................................10
II.4 Bioaktif yang Terkandung Pada Bintang Laut.............................................11
II.5 Metode Isolasi Pada Bintang Laut................................................................13
BAB V.....................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................16
VI.1. Kesimpulan.................................................................................................16
VI.2. Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................17

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ISOLASI

SENYAWA PADA BINTANG LAUT ”

Makalah ini penulis susun sebagai tugas dari mata kuliah farmasi kemaritiman,

selain itu untuk mengetahui dan memahami bahwa bintang laut memiliki senyawa aktif

yang memiliki peran dalam bidang kefarmasian.

Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu

menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu penulis berharap kepada pembaca dapat memberikan masukan berupa

kritik dan saran yang bersifat membangun, Demi perbaikan makalah ini selanjutnya.

Kendari 31 desember 2019

Hajah ningsih inta

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu hasil perairan yang merupakan kekayaan alam laut Indonesia
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat adalah bintang laut. Beberapa
penelitian tentang senyawa bioaktif dari bintang laut masih terbatas pada
penemuan senyawa yang belum diketahui aktivitasnya. Bintang laut merupakan
salah satu spesies dari kelas Asteroidaea. Bintang laut adalah satu jenis makhluk
hidup yang hidup di perairan. Bintang laut tergolong dalam salah satu jenis binatang yang
tidak memiliki tulang belakang (Invertebrata). Secara umum bintang laut termasuk dalam
filum Echinodermata dan termasuk dalam kelas Asteroida. Struktur tubuh bintang laut
tersusun berdasarkan jenis dan spesiesnya yang beragam.

            Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang termasuk


dalam filum Echinodermata, dan kelas Asteroidea. Echinodermata (dalam bahasa yunani,
echino=landak, derma=kulit) adalah kelompok hewan triopoblastik selomata yang
memilki ciri khas adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit.
Walaupun dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan sebutan starfish, hewan ini sangat jauh
hubungannya dengan ikan. Sesuai dengan namanya itu, jenis hewan ini berbentuk bintang
dengan 5 lengan. Bintang laut termasuk  hewan simetri radial dan umumnya
memiliki lima atau lebih lengan. Mereka bergerak dengan menggunakan sistem vaskular
air. Bintang laut sebenarnya adalah makhluk hidup yang bebas, namun dikarenakan
ketiadaannya organ gerak yang memadai, bintang laut hanya bergerak mengikuti arus air
laut(Syamsul, 2013).
            Bintang laut memiliki beberapa ciri diantaranya yaitu bintang laut merupakan
hewan yang diketahui memiliki lengan, bintang laut secara umum berbentuk simetri
radial yang terdiri dari lima buah lengan. Bahkan pada jenis tertentu, diketahui jumlah
lengannya lebih dari lima lengan. Tubuh bintang laut yang memiliki lima lengan inilah
yang menyebabkan hewan ini disebut bintang laut. Diameter tubuhnya bisa mencapai 30
cm, dengan permukaan tubuhya yang berbentuk aboral. Bintang laut juga diketahui
memiliki nama Mahkota Duri karena ditubuhnya ditutupi oleh banyak duri. Warna yang
melekat pada tubuh bintang laut umumnya berwarna oranye atau kemerahan pada bagian
ujung duri. Selain itu terdapat warna kebiru-biruan atau abu-abu pada bagian tubuh
lainnya yakni disekitar permukaan lengan. Bentuk tubuh dengan warna seperti inilah

4
yang menyebabbkan hewab ibi mampu berbaur dengan kondisi lingkungan tempat
mereka hidup.    
            Dalam melakukan kegiatan hidupnya sehari-hari, bintang laut tidak dibantu oleh
susunan rangka tubuh yang memudahkannya untuk melakukan suatu pergerakan.
Sehingga, kemudian diketahui bahwa bintang laut termasuk jenis hewan yang memiliki
pergerakan yang sangat lambat. Rangka yang dimiliki oleh bintang laut hanya
difungsikan sebagai pelindung tubuhnya. Dalam mengupayakan tubuhnya untuk bergerak
dari satu posisi ke posisi lain, bintang laut memanfaatkan sistem vaskular air sehingga
memungkinkan tubuhnya untuk bergerak.
            Bintang laut tidak termasuk ke dalam kelompok ikan, karena bintang laut tidak
mempunyai sisik, sirip dan tidak bergerak seperti ikan. Bintang laut termasuk kedalam
kelompok hewan Echinodermata, bintang laut mempunyai lima lengan atau bisa lebih,
bintang laut berjalan menggunakan ratusan kaki kecilnya yang berbentuk seperti tabung.
Sebagian bintang laut memiliki lima lengan, tetapi ada juga yang memiliki lebih
dari itu, ada yang mempunyai enam lengan, sepuluh lengan, dua puluh bahkan sampai
empat puluh lengan seperti Sun Star. Dalam keadaan terdesak, bintang laut dapat
memutuskan salah satu lengannya sebagai bentuk perlindungan diri terhadap musuh.
Namun, bintang laut membutuhkan waktu yang lama untuk menumbuhkan lengannya
kembali, setidaknya satu tahun untuk pertumbuhan satu lengan. Makanan bintang laut
adalah hewan-hewan laut yang cukup besar dan keras seperti seperti kerang.
           
Beberapa bioaktif antiviral, antitumor, antimikroba, atau senyawa
sitotoksik telah berhasil diekstrak dari berbagai jenis bintang laut. Senyawa
bioaktif bintang laut sangat menarik untuk diteliti terutama berkaitan dengan sifat
karakteristik kimia maupun biokimianya serta pemanfaatannya untuk bidang
pangan dan kesehatan .Ekstrak bintang laut memiliki komponen senyawa bioaktif
berupa alkaloida, triterpenoida, saponin dan flavonoida (Agustina, 2012 dan
Juariah2014).

Bintang laut bertanduk(Protoreaster nodosus) merupakan spesies yang


memiliki kelimpahan tertinggi di perairan Sulawesi Tenggara. Penelitian tentang
aktivitas Protoreaster nodosus terhadap bakteri dan fungi belum pernah
dilakukan, hal inilah yang mendasariperlunya dilakukan penelitian tentang
aktivitas antibakteri dan antifungal spesies Protoreaster nodosus terhadap bakteri
Streptococcus sp dan Candida albicans.

5
I.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1.      Bagaimanakah morfologi dan klasifikasi bintang laut?

2.      Seperti apakah pertumbuhan dan reproduksi bintang laut?

3.      Bagaimanakah siklus hidup dan habitat bintang laut?

4. Bioaktif apa saja yang terkandung Pada bintang laut?

5. Bagaimana metode isolasi pada bintang laut?

1.3 Metode Penulisan


Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang berjudul
“Pemanfaatan Biota Laut Sebagai Anti Histamin ” ini adalah Berdasarkan metode
literature jurnal (pustaka) dan mengintisarikan buku-buku pustaka dan informasi
didapat dari jaringan internet.

1.4 Tujuan Penulis


Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami
bahwa bintang Laut memiliki senyawa yang dapat berperan Dalam bidang kefarmasian.

6
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Morfologi Bintang Laut


Bintang laut merupakan salah satu hewan laut yang tergolong dalah hewan
Invertebrata. Bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata dan tergolong dalam klas
Asteroida. Filum Echinodermata merupakan filum bagi kelompok hewan yang tergolong
dalam hewan tripoblastik yang memiliki ciri khusus adanya rangka dalam
(Endoskeleton).

Klasifikasi bintang laut menurut James (1989) adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia
Filum: Echinodermata
Kelas: Asteroidea
Ordo: Forcipulata
Famili: Oreasteridae
Genus: Culcita
Spesies: Culcita Sp.

Sesuai dengan namanya, bintang laut mempunyai bentuk tubuh menyerupai


bintang dengan lima lengan. Pada beberapa spesies, bintang laut tidak hanya mempunyai
lima lengan saja, namun ada yang mempunyai sepuluh, duapuluh bahakan sampai empat
puluh lenagn. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat
bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung
tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki
tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang,
kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat
mangsanya seperti remis dan tiram (Rohmat, 2011).

7
Bintang laut termasuk dalam hewan simetri radial. Diameter tubuh bintang laut
bisa mencapai 30 cm dengan tubuhnya yang berbentuk aboral. Pada permukaan tubuh
buntang aut juga terdapat duri-duri, duri-duri ini dapat menyebabkan rasa sakit pada
manusia apabila terinjak. Bahkan pada beberapa kasus, diketahui bahwa hal ini bisa
menyebabkan muntah-muntah. Tubuh bintang laut memiliki satu sisi oral (mulut) dan
aboral (atas). Duri-duri muncul dari lempeng endoskeletal melalui kulit yang tipis.
Pediselaria mirip penjepit menjaga permukaan dari partikel kotoran. Pertukaran udara
dilakukan oleh isang kulit. Pada permukaan oral setiap lengan memiliki sebuah jalur
rongga dengan kaki tabung (Rohmat, 2011). Hewan ini mempunya banyak variasi warna
diantaranya warna oranye yang terdapat pada lengan tiap hewan ini, kemudian terdapat
wara biru atau abu-abu yang terletak di pangkal lengan hewan ini. Hal inilah yang
menyebabkan hewan ini mudah berbaur denagn lingkungannya.
Pada sebagian bintang laut, ditemukan organ-organ sperti anus, madreporite, tube
feet, mouth, dan Ambulacral groove. Anus dan madreporite terletak pada bagian
permukaan dari bintang laut Culcita novaeguineae. Anus memiliki kegunaan sebagai
tempat saluran pembuangan kotoran. Sedangkan madreporite berguna sebagai alat
pemompa air pada sistem vaskular air. Menurut Bruscal (1990), bahwa didekat anus
terdapat pintu saring kesistim pembuluh air yang dinamakan madreporite. Salah satu
contoh bintang laut yang ditemukan di kepulauan Riau adalah bintang laut jenis Culcita
novaeguineae. Calcita novaeguinea ini memiliki bentuk pentagonal dengan lengan
pendek dan warna sangat variasi yaitu cokelat, merah, kuning, hitam dan berbentuk
kotak-kotak setiap individu. Berbeda dengan bintang laut secara umum yang mempunyai
warna antara kuning dan biru, Calcita novaeguinea ini mempunyai warna yang lebih
pariativ, hal ini bisa saja disebabkan kareno kondisi lingkungan tempat mereka hidup.
Selain warna dan bentuk, dibahas juga mengenai berat dan panjang dari bintang laut.
Terlepas dari spesies Calcita novaeguinea, secara umum berat bintang laut berbanding
lurus dengan panjang lengan bintang laut itu sendiri. Semakin panjang lengan bintang
laut maka semakin berat pula bintang laut tersebut, dan sebaliknya.

II.2 Pertumbuhan Dan Reproduksi Bintang Laut


Bintang laut bereproduksi dengan dua cara yaitu reproduksi secara seksual dan
secara aseksual. Pada umumnya filum Echinodermata, melakukan perkawinan secara
terpisah dengan beberapa perkecualian. Gonad yang relative besar terletak di sebelah luar
dengan pembuluh sederhana, jumlah ovum banyak sekali dan pembuahan terjadi dalam
air, larva mikroskopis, bersilia dan transparan serta biasanya hidup bebas dengan
berenag-renang dalam air, bermetamorfosis yang kompleks. Beberapa spesies vivipar,

8
beberapa berkembang biak dengan aseksual yaitu dengan pembelahan sel, memiliki daya
regenerasi yang besar sekali bila terdapat bagian yang rusak atau terlepas.

Bintang laut umumnya berkembang biak dengan bebas pemijahan: melepaskan


gamet mereka ke dalam air di mana mereka diharapkan dibuahi oleh gamet dari lawan
jenis. Untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk pembuahan, bintang laut mungkin
berkumpul dalam kelompok ketika mereka siap untuk bertelur, bintang laut menggunakan
sinyal lingkungan untuk mengkoordinasikan waktu, dan dapat menggunakan sinyal kimia
untuk menunjukkan kesiapan mereka satu sama lain.

Telur yang dibuahi tumbuh menjadi bipinnaria dan kemudian menjadi


larva brachiolaria, yang bisa tumbuh dengan menangkap dan memakan plankton
lainnya. Bisa dikatakan pada saat itu mereka hidup sebagai plankton, melayang di air dan
berenang dengan menggunakan silia untuk melangkah. Larva berbentuk bilateral
simetris, tidak seperti bintang laut yang dewasa, mereka memiliki perbedaan antara sisi
yang kiri dan kanan. Akhirnya, mereka menjalani metamorfosis lengkap, menetap ke
bawah, dan tumbuh menjadi dewasa.
Beberapa induk bintang laut muda jantan menelurkan gamet yang membuahi
sel telur yang dimiliki oleh perempuan. Betina dapat memegang telur pada permukaan
mereka, di dalam perut pilorus (seperti dalam Leptasterias tenera) , atau
bahkan membiarkannya jatuh ke tanah (seperti dalam Asterina gibbosa). Bintang laut
jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari luar. Untuk membedakannya harus dengan
melihat gonad bintang laut itu sendiri. Gonad terletak di lengan masing-masing bintang
laut, dan pelepasan gamet melalui gonoducts terletak di badan pusat antara lengan.
            Alat reproduksi strukturnya bercabang-cabang pada masing-masing lengan
terdapat dua cabang yang berada di bagian dasar pertemuan lengan. Pada hewan betina
alat seksnya dapat melepaskan 2,5 juta telur dalam tiap 2 jam, sehingga tiap musim
bertelur dapat melepaskan telur sebanyak kurang lebih 200 juta. Hewan jantan pun dapat
menghasilkan sperma lebih banyak dari jumlah sel telur telur betina. Fertilisasi atau
pembuahan terjadi dalam air, kemudian akan tumbuh menjadi larva bipinria (Sari, 2012).

II.3 Siklus Hidup dan Habitat Bintang Laut


Untuk melangsungkan kehidupannya, bintang laut tidak dibantu oleh susunan
rangka tubuhnya. Susunan rangka tubuhnya menyebabkan mereka melakukan pergerakan
dengan sangat lamban. Hal itu disebabkan karena kerangka tubuh yang terdiri dari kaki-
kaki tabung yang bersifat lunak. slain kakinya, hewan ni juga memiliki rangka tubuh
yang lunak secara keseluruhan. Sehingga, diketahui bahwa bintang laut termasuk dalam

9
jenis hewan yang mempunyai pergerakan sangat lamaban. Untuk itu, bintang laut
memanfaatkan sistem vaskular air yang menyebabkan ia mampu berpindah dari satu
posisi ke posisi lain. Rangka yang dimilikinya hanya berfungsi untuk perlindungan
dirinya dari predator. Selain itu, untuk mempertahankan dirinya dalam keadaan terdesak
bintang laut dapat memutuskan salah satu lengannya. Akan tetapi, bintang laut
membutuhkan waktu yang cukup lama agar lengannya bisa kembali. Butuh waktu satu
tahun untuk perkembangan satu lengan.
Habitat dari bintang laut di dasar air laut, di daerah pantai hingga laut
dalam. Bintang laut A. planci merupakan penghuni terumbu karang yang alami. Anakan
A. planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar terumbu. Mereka
memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut. Bintang laut A.
planci yang berukuran kecil (40 cm) mencari makan pada siang hari (CRC 2003). Pada
siang hari, A. planci kecil bersembunyi dari pemangsa di bawah karang meja atau di
celah-celah terumbu, sehingga survey populasi A. planci tidak menemukan individu
berukuran kecil. Separuh dari waktu hidup A. planci digunakan untuk makan, sehingga
dampaknya terhadap terumbu karang dapat sangat besar ketika populasinya besar.
Bintang laut hidup di sepanjang pantai berkarang, bintang laut memakan kerang,
tiram dan bivalvia lainnya. Beberapa spesies bintang laut juga ditemukan pada ekosistem
terumbu karang dan padang lamun seperti Culcita novaeguineae dan Protoreaster
nodulosus. Bintang laut memasukan apaun ke dalam perutnya kemudian bintang laut
mengeluarkan enzim perut untuk mencerna mangsanya yang dipecah kecil-kecil untuk
dimasukkan ke dalam perut berpilorus. Bintang laut mempunyai sebuah usus pendek
keluar menuju sebuh anus di sisi aboral. Setiap lengan memiliki coelom yang telah
berkembang dengan baik dan berisi sepasang kelenjar pencernaan dan kelenjar kelamin
jantan atau betina.

II.4 Bioaktif yang Terkandung Pada Bintang Laut


Bintang laut memiliki komponen bioaktif yang terdiri dari alkaloid,
steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon yang memiliki aktivitas
antioksidan, antibakteri, antifungi (Agustina, 2012).
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengandung nitrogen
dengan bilangan oksidasi negatif, yang penyebarannya terbatas pada makhluk
hidup. Alkaloid juga merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar,
yang pada saat ini telah diketahui sekitar 5500 jenis alkaloid. Alkaloid pada
umumnya mempunyai keaktifan fisiolog yang menonjol, sehingga oleh manusia
alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan.

10
Biota laut yang memiliki kandungan alkaloid yaitu spons, moluska, dan
coelenterata. Alkaloid pada hewan laut dapat dikelompokkan menjadi
pyridoacridine, indole, pyrrole, pyridine, isoquinoline guanidine dan streroidal
alkaloids. Sebagian besar alkaloid yang diisolasi dari hewan laut dapat bersifat
sebagai antiviral, antibakterial, antioksidan, dan antikanker (Kumar dan Rawat,
2011).

b. Saponin
Saponin adalah jenis senyawa glikosida dan sterol yang telah terdeteksi
dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah (Rustaman et al,
2006). Saponin dapat bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin
lainnya, yang disebut
sapotoksin. Saponin dapat menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya
pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal
diperkirakan menimbulkan efek diuretika (Sirait, 2007).

Pada uji fitokimia dari bintang laut Anasterias minuta terdapat komponen
bioaktif berupa saponin. Saponin yang diisolasi dari bintang laut tersebut
memiliki kemampuan sebagai sitotoksik, hemolisis, antifungi, dan antiviral.Isolasi
dan purifikasi dari ekstrak bintang laut ini menghasilkan steroidaal glikosid yang
memiliki kemampuan sebagai antifungi (Bhat et al., 2009).

c. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis dari
asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid
adalah senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau
amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin,
flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon.

Flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung dan
flavon yang terhidroksilasi dapat berfungsi sebagai antioksidan pada lemak
(Sirait, 2007). Gavin dan Durako (2012) mengatakan bahwa senyawa aktif
sitosolik flavonoid yang diisolasi dari bintang laut Linckia laevigata berfungsi
sebagai antioksidan.

d. Steroida/Triterpenoida

Triterpenoida merupakan metabolit sekunder paling banyak dihasilkan


oleh tumbuhan namun pada invertebrata dihasilkan dalam jumlah yang sedikit.
Senyawa terpenoida ini dapat ditemukan pada tumbuhan tinggi, lumut, alga, liken,
insekta, mikroba dan biota laut. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit,
kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa ini tidak
berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi. Nama lain dari
triterpenoida ada dua yaitu terpenoida sebenarnya dan terpen atau isoprenoid yang

11
merupakan golongan dari steroida (Sirait, 2007).
Diterpenoida merupakan suatu senyawa turunan dari terpenoida.
Diterpenoida yang terdapat pada biota laut yaitu tipe labdane dan tipe marine.
Tipe labdane merupakan metabolit sekunder dari fungi, biota laut, insekta, dan
tumbuhan tinggi yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, sitotoksik, antiviral,
anti-inflamasi, dan antiprotozoa. Selain tipe labdane, tipe marine diterpenoida
merupakan salah satu diterpenoida alami dari biota laut yang pontensial untuk
obat anti-inflamasi. Streroidal glikosid atau sulfated steroidal oliglikosid
(asterosaponin) merupakan metabolit utama dari bintang laut yang memiliki
potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis, sitostatis,
antikanker, antibakterial, antiviral dan antifungi (Heras dan Hortelano, 2009).

e. Fenol Hidrokarbon
Fenol adalah sekelompok senyawa hidrokarbon aromatik yang berikatan
dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air dan
cenderung bersifat asam. Fenol dalam penggunaannya dapat dijadikan sebagai
antiseptic (Sirait, 2007). Hasil penelitian Wiyanto (2010), mengatakan fenol yang
terdapat pada biota laut memiliki aktivitas antibakteri.

II.5 Metode Isolasi Pada Bintang Laut

a. Pengambilan dan Persiapan Sampel


Secara umum, bagian bintang laut bertanduk (Protoreaster nodosus)
adalah tubuh dari bintang laut (Protoreaster nodosus). Bintang laut bertanduk
(Protoreaster nodosus) dikumpulkan dan dipilih sampel yang memiliki ukuran
sama besar lalu dibersihkan, dipotong-potong kecil, diangin-anginkan selama 7
hari, dan dihaluskan menggunakan palu lalu dihancurkan menggunakan mesin
pencacah elektrik hingga menjadi serbuk bintang laut bertanduk (Protoreaster
nodosus) sebagai sampel. Serbuk bintang laut bertanduk (Protoreaster nodosus)
ini ditimbang dan siap untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium (Nurullita, 2012).

b. Ekstraksi

Proses ekstraksi bintang laut bertanduk (Protoreaster nodosus) dilakukan


dengan cara maserasi. Maserasi merupakan care penyaringan sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut selama beberapa
hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya secara langsung
(Nuralima, 2011).

Sampel bintang laut bertanduk (Protoreaster nodosus) ditimbang


kemudian dimaserasi dengan etanol selama 3 x 24 jam. Maserat dipisahkan dari
ampas dengan penyaringan menggunakan corong dan kertas saring, kemudian
diuapkan dengan menggunakan Rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental (Haryati, 2011).

12
c. Pengenceran ekstrak dalam berbagai konsentrasi
Pengenceran ekstrak bintang laut bertanduk (Protoreaster nodosus)
dilakukan dengan mengencerkan ekstrak menjadi 2.000 ppm, 4.000 ppm, 8.000
ppm, 16.000 ppm, dan 32.000 ppm dalam 10 ml larutan DMSO 10%.

d. Uji Senyawa Bioaktif


Uji komponen senyawa kimia dilakukan menurut (Harborne, 1987) yakni
untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar bintang
laut. Uji senyawa kimia yang dilakukanterdiri dari uji alkaloida, steroida,
flavonoida, dansaponin

Menurut Juariah (2014), uji komponen senyawa kimia dilakukan terhadap


ekstrakbintang laut Protoreaster nodosus dengancara sebanyak 5 gram sampel
ekstrakbintang laut ditambahkan masing-masing 5ml air suling dan kloroform lalu
dikocokkuat dan dibiarkan selama 8 menit sampaiterbentuk dua lapisan. Lapisan
air ekstrak bintang laut digunakan untuk uji senyawaflavonoida, dan saponin.
Lapisankloroform ekstrak bintang laut digunakanuntuk uji senyawa terpenoida,
dansteroida, sedangkan untuk uji alkaloidamemiliki prosedur tersendiri.

Pada metode isolasi dapat dilakukan pemeriksaan senyawa yaitu :


1.Pemeriksaan kandungan kimia alkaloid
Pengujian adanya senyawa alkaloida, digunakan metode Culvenor-
Fizgerald. 2mg ekstrak ditambahkan 10 ml larutan kloroform beramoniak 0,05 M,
diaduk kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam
tabung reaksi tersebut ditambahkan 1 ml asam sulfat 2 N, dikocok selama 2 menit
dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi pemisahan. Lapisan asam
(bagian atas) diambil dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer terbentuknya
endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan hasil yang positif untuk
alkaloida.

2. Pemeriksaan kandungan kimia steroid


Lapisan kloroform ekstrak bintang laut disaring melalui pipet yang
diujungnya diberi kapas. Hasil saringan dipipet beberapa tetes lalu ditambahkan
pereaksi Liebermann-Burchard (10 tetes asam asetat anhidrat dan 3 tetes asam
sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau biru positif adanya steroida.

3. Pemeriksaan kandungan kimia saponin


Lapisan air ekstrak bintang laut dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu
dikoocok. Apabila terbentuk busa yangbertahan selama 5 menit, menandakan
positif adanya saponin.

4. Pemeriksaan kandungan kimia flavonoid


Beberapa tetes lapisan air ekstrak bintang laut dimasukkan pada tabung

13
reaksi lalu tambahkan 1-2 butir logam magnesium dan beberapa tetes asam
klorida pekat. Terbentuknya warna jingga,merah muda sampai merah
menandakan adanya senyawa flavonoida.

5. Pemeriksaan kandungan senyawa tanin


2 gram serbuk sampel ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 15
menit kemudian disaring kedalam masing-masing 5 ml FeCl3 1% dan larutan
gelatin. Hasil positif menunjukkan terbentuknya endapan putih.

14
BAB V

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa biota laut yang
didapatkan dari perairan terutama pada bintang laut merupakan biota laut
yang banyak digunakan sebagai obat karena kandungan zat aktif seperti
steroid dan saponin yang terdapat pada bintang laut. Dari pemaparan diatas
juga, bintang laut memiliki peran penting Dalam bidang kefarmasian,
dimana bintang laut memiliki komponen senyawa bioaktif yang sangat
diperlukan dalam pengobatan sehingga pentingnya diadakan budidaya
bintang laut. Bintang laut memiliki komponen bioaktif yang terdiri dari
alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon yang memiliki
aktivitas antioksi, antibakteri, dan antifungi

VI.2. Saran
Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap hewan
ini terutama terhadap zat bioaktif sampai pada efek farmakologis dan manfaatnya
bagi dunia kefarmasian, sehingga dapat dipergunakan dalam industry dan obat-
obatan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Prapto Darsono. 1998. Perilaku Perkawinan Bintang Laut Archaster
Typicus (Echinodermata : Asteroidea). LIPI: Jakarta.
Puspitasari dkk.. 2012. Studi Taksonomi Bintang Laut (Asteroidea, Echinodermata) Dari
Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Universitas Diponegoro: Semarang.
Rohmat, B.. 2011. Filum Echinodermata. http://rohmat-
blogger.blogspot.com-/2011/10/buku-biologi-filum-echinodermata.html. (diakses
pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:30 WITA.)
Sari, L.. 2012. Sistem Reproduksi Hewan Invertebrata Dan
Vertebrata. http://liasari88.blogspot.com/2012/12/ (diakses pada hari: Jum’at, 10
Januari 2014 pada pukul 22:30 WITA.)
Vangistuti, D. 2012. Studi Biologi Bintang Laut (Asteroidea) Diperairan Teluk dalam
Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. Maritime Raja Ali Haji University: Riau.
Haryati, S., 2011. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada
Fraksi n-Heksan dari Batang Tanaman Etlinger sp. dan Uji Aktivitasnya
sebagai Antubakteri dan Antifungi. Kendari:Program Studi Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Alam Universitas Halu Oleo.
Agustina, D. S. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak
Bintang Laut Culcita sp. Bogor: Departemen Teknologi Hasil
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Kumaran, N.S., Bragadeeswaran, S., Thangaraj. 2011. “Antimicrobial activities in
star fishes Protoreaster lincki (Blainville, 1830) and Pentaceraster regulus
(Muller & Troschel, 1842) against isolated human, fish pathogenic and
biofilm microorganisms”. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine.
hal.818-825.
Hafizah, S. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Bintang Laut Bertanduk
(Protoreaster nodosus) terhadap Bakteri Streptococcus sp. dan Candida
albicans . Kendari : Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

16

Anda mungkin juga menyukai