Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM 4

PENGENALAN FILUM MOLLUSCA

NAMA : MUH. SYAFAR AL RAFI. E

NIM : L011221123

KELAS : ZOOLOGI LAUT C

KELOMPOK :8

ASISTEN : ALVA ALVI NH

LABORATORIUM BIOLOGI LAUT

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya, terutama kekayaan sumber daya
hayatinya. Salah satu kekayaan Indonesia adalah lautannya yang luas, yang berisi
berbagai macam flora dan fauna. Indonesia memiliki 17.508 pulau dan garis pantai
sepanjang 81.000 km, terbesar kedua di dunia setelah Kanada. Indonesia melindungi
sumber daya alam dan hayati yang cukup besar baik di darat maupun di laut. Perairan
Indonesia menyimpan salah satu keanekaragaman hayati terbesar dan terbesar di
dunia, dan salah satu kekayaan tersebut adalah biota laut yang biasa dimanfaatkan
sebagai makanan yaitu genus Mollusca. Mollusca sendiri berasal dari kata latin mollis
yang berarti lunak (Septiani, 2017).
Mollusca merupakan kingdom animalia (Animalia) terbesar kedua setelah
arthropoda dan memiliki daya adaptasi yang baik. Moluska dikenal juga sebagai hewan
bercangkang lunak, yaitu hewan berdaging dan tidak bertulang, ada yang dilindungi
oleh cangkang dan ada juga yang tidak. Bentuk cangkangnya bermacam-macam, ada
yang cangkangnya tunggal (Gastropoda), cangkang ganda (Bivalvia) bentuknya seperti
tanduk atau gigi gading mini (Scaphopoda), berlapis-lapis seperti lempeng
(Polyplacophora/Chiton) dan ada juga cangkang yang letaknya di dalam. misalnya
pada cumi-cumi (Loligo sp) dan sotong (Sepia sp). Moluska merupakan hewan penting
dalam rantai makanan dan persebarannya cukup luas. Moluska, terutama dari kelas
gastropoda dan bivalvia, merupakan kelompok yang paling berhasil di berbagai habitat
dan ekosistem seperti lamun, karang, bakau, dan anjungan pasir/lumpur terbuka.
Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengidentifikasi moluska krustasea dan
mempelajari lebih lanjut tentang kelas filum moluska (Jamil, 2014).

B. Tujuan

Untuk mengamati ciri-ciri morfologi dan anatomi kelas Cephalopoda,


Gastropoda dan Pelecypoda (Bivalvia) dari Phylum Molusca.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastropoda

Gastropoda merupakan kelas dari Filum Mollusca yang termasuk kedalam


hewan invertebrata. Gastropoda merupakan hewan bercangkang yang berjalan
menggunakan perut sebagai kakinya. Gastropoda merupakan hewan bercangkang
yang berjalan dengan perut, (gastro: perut, podos: kaki) maka dari itu hewan
ini memiliki alat geraknya mengunakan perut sebagai kakinya, hewan ini
umumnya bercangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral dan memiliki
ragam warna pada cangkangnya dan cangkang hewan ini sudah terpilin sejak
embrio (Harminto, 2003) dalam (Maula, 2016).
Gastropoda adalah kelompok fauna dari filum Moluska yang berasosiasi
dengan padang lamun sebab secara ekologi gastropoda menjadi komponen penting
dalam rantai makan di padang lamun. Septiani dan Wiharyanto (2015) menambahkan
bahwa gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses dekomposisi
serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor
(Putri, 2021) dalam
Gastropoda merupakan grup terbesar dari Mollusca. Lebih dari 8000 spesies
telah ternamai dan 2000 spesies fosil yang ditemukan. Gastropoda terus berkembang
selama lebih dari 550 juta tahun dan mampu beradaptasi pada 14 berbagai habitat
seperti air laut, air tawar, dan darat. Gastopoda memakan berbagai macam jenis
hewan dan tumbuhan seperti, rumput laut, fungi, plankton, ikan, invertebrata lain dan
bahkan sesamanya Karakteristik yang khas dari Kelas Gastropoda adalah proses
perkembangan yang disebut torsi (torsion). Ketika embrio gastropoda berbentuk pipih
pada abalone dan limpet. Kebanyakan gastropoda memiliki kepala yang jelas dengan
mata pada ujung tentakel. Pergerakan gastropoda benar – benar sangat lambat,
bergerak dengan kaki yang bergelombang atau dengan silia, seringkali meninggalkan
jejak lender ketika lewat. Kebanyakan gastropoda menggunakan radulanya untuk
memakan alga atau tumbuhan. Akan tetapi, beberapa kelompok merupakan
pemangsa, dan radulanya termodifikasi untuki mengebor cangkang moluska lain atau
untuk mencabik – cabik mangsa. Pada siput konus, gigi radula bertindak sebagai
panah racun yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa (Campbell, 2012, h. 252)
dalam (Tsuraya, 2017)

Kelas gastropoda adalah kelas terbesar mollusca yang meliputi semua keong
dan kerabatnya yang tidak bercangkang yaitu siput telanjang. Keong sering disebut
univalvia karena cangkangnya yang tunggal. Cangkang ini berputar, seperti juga
dengan semua organ dalam tubuh hewan tersebut. Hewan ini mempunyai kepala yang
jelas dengan dua mata yang sering kali terdapat di atas tangkai. Sebagian besar
spesies keong hidup dalam air laut tetapi beberapa di antaranya juga ditemukan dalam
air tawar bahkan ada yang di darat ( Ahmad, 2018). Gastropoda adalah hewan dasar
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dan bersifat menyaring
substrat (filter feeder). Keberadaannya atau sebarannya banyak dijumpai pada
kawasan litoral yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh aktifitas pasang surut air laut
(Febrian, 2016).
Pada keadaan surut, Gastropoda sangat aktif. Hal ini memberikan keterangan
bahwa Gastropoda adalah hewan yang aktif di siang hari, yaitu pada saat surut.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya
matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan, Sehingga
cahaya matahari akan meningkatkan suhu perairan sehingga menjadi lebih hangat.
Pada saat malam hari, suhu air menjadi lebih rendah dibandingkan dengan suhu air
saat siang hari. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan
(Watiana, 2019).
Kelas gastropoda umumnya dikenal dengan keong atau siput. Gastropoda
merupakan moluska yang paling kaya akan jenis. Cangkangnya berbentuk tabung
melingkar – lingkar seperti spiral. mengatakan bahwa tabung cangkang gastropoda
yang melingkar – lingkar itu memilin (coiled) ke kanan yakni searah putaran jarum jam
bila dilihat dari ujungnya yang runcing. Namun adapula yang memilih ke kiri.
Pertumbuhan cangkang yang memilin bagai spiral itu disebabkan karena pengendapan
bahan cangkang disebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam.
Kepala dan kakinya dijulurkan keluar ketika sedang merayap dan dapat ditarik masuk
kedalam cangkang apabila merasa terancam bahaya. Beberapa jenis Gastropoda
mempunyai lempeng keras dan bundar berzat kapur atau berzat tanduk dibagian
belakang kakinya. lempeng keras dan bundar yang terdapat pada bagian belakang
kakinya disebut operculum dapat menjadi sumbat penutup lubang cangkang yang
amat ampuh untuk melindungi tubuhnya yang lunak yang tersembunyi didalam
cangkang (2007, h.163) dalam (Sani, 2017).

Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuhnya yang terdiri
atas: kepala, badan, dan alat gerak. Gastropoda aktif tubuh menjulur dari cangkang
yang terdiri atas beberapa bagian. Saat aktif tubuh menjulur dari cangkok yang terdiri
dari bagian [1] kepala (pada ujung depan menuju ke ventral terdapat mulut, dua
pasang tentakel, pada ujung tentakel yang lebih panjang terdapat mata); [2] leher
(pada sisi sebelah kanan terdapat lubang genital); [3] kaki (terdiri atas otot yang kuat
untuk merapat); [4] viscera yang belum begitu jelas batasnya (terdapat didalam
cangkok, berbentuk spiral, ditutupi oleh mantel, pada bagian tepi cangkok dekat kaki
mantel menjadi lebih tebal disebut gelangan (kollar), dibawah gelangan ini terdapat
lubang pernapasan, rongga mantel berfungsi juga sebagai organ pernafasan
(Rusyana, 2011) dalam (Sani, 2017).
Gastropoda bernapas dengan menggunakan insang atau paru-paru (modifikasi
dari rongga mantel yang kaya dengan kapiler-kapiler darah). Gastropoda bernapas
dengan menggunakan insang atau paru-paru (modifikasi dari rongga mantel yang kaya
dengan kapiler-kapiler darah). Sistem Saraf terdiri atas: ganglion serebral (sebelah
dorsal), ganglion pedal (sebelah ventral), ganglion parietal (sebelah leteral), ganglion
abdominal (sebelah median), ganglion bukal (sebelah dorsal rongga mulut). Alat
ekskresi berupa nephridia, terdapat di dekat jantung dan saluran uretranya terletak di
dekat anus. Sistem Reproduksi pada gastropoda vagina dan penis mempunyai
hubungan terbuka dengan suatu ruangan, yaitu atriumgenital yang mempunyai lubang
keluar (porus genitalis) (Ahmad, 2018).
Gastropoda dapat berasosiasi dengan padang lamun sebab secara ekologi
gastropoda menjadi komponen penting dalam rantai makan di padang lamun. Septiani
dan Wiharyanto (2015) menambahkan bahwa gastropoda pada hutan mangrove
berperan penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik
terutama yang bersifat herbivor dan detrivor (Putri, et al., 2021). Habitat Gastropoda di
sepanjang pantai dan umumnya banyak dan merangkak di atas permukaan tanah dan
ditemukan pada perairan dangkal yang memiliki dengan mempertimbangkan tekstur
substrat awal, kandaungan bahan organik pada substrat dasar serta parameter
oseanografi yang mendukung untuk tumbuh kembangnya garstropoda itu sendiri
dan Gastropoda sendiri memakan organisme organisme organik ( Maula, et al.,
2016).

Kedalaman perairan mempengaruhi jenis Gastropoda yang hidup di dasar


perairan. Semakin dalam dasar suatu perairan, semakin sedikit jenis Gastropoda yang
hidup pada dasar perairan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena hanya jenis-jenis
Gastropoda tertentu yang mampu beradaptasi dengan kondisi kedalaman tertentu.
Kedalaman berpengaruh terhadap pengadukan massa air dan proses sedimentasi,
kemudian proses sedimentasi akan mempengaruhi karakteristik serta kandungan
bahan organik pada substrat habitat Gastropoda. Kedalaman perairan di pantai
berpasir berkisar 15-23 cm sedangkan pantai berbatu berkisar 10-17 cm (Ira, et al.,
2015).

1. Cypraea tigris

Siput cypraea termasuk dalam filum moluska merupakan salah satu organisme
yang memegang peranan penting pada tiga ekosistem utama di wilayah pesisir, antara
lain ekosistem hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Cypraea dikenal
dengan sebutan cowrie merupakan salah satu biota yang memiliki cangkang yang
indah sehingga disukai banyak orang bahkan sebagian orang ada yang menjadikan
biota ini sebagai koleksi. Nama siput Cypraea berasal dari kata yang berhubungan
dengan Pulau Cyprus yaitu " Cypraea" yang adalah suatu atribut dari Venus, yang lahir
dari pantai CyprusBagian-bagian cangkang Cypraea yang sering diidentifikasi antara
lain bagian permukaan cangkang yang mengkilap yang dikenal dengan dorsum,
permukaan ventral atau bagian dasar cangkang termasuk didalamnya aperture, bibir
luar, columella, gigi yang tersusun menyerupai serutan. Cypraea bereproduksi dengan
cara mengeluarkan kapsul – kapsul, yang dihasilkan oleh induk Cypraea dan
diletakkan berderet dalam satu kelompok di bawah koral. Kapsul – kapsul yang
dihasilkan tergantung jenisnya, ada yang mengeluarkan puluhan sampai ribuan kapsul,
sedangkan tiap – tiap kapsul berisi 200 – 500 telur. Untuk Cypraea carneola dapat
mengeluarkan 596 kapsul yang masing – masing berisi 500 butir telur. Kelompok telur
– telur ini diduduki oleh induknya yang berfungsi untuk menjaga atau melindungi tetapi
bukan untuk dierami (Dharma, Siput dan Kerang Indonesia (Merly, 2015)
Gambar 1. Morfologi Cypraea tigris (Laymeheriwa, 2017).

Pembentukan cangkang cypraea sama dengan pembentukan cangkang genus


lain pada umumnya yaitu berasal dari kalsium karbonat yang diserap melalui makanan
yang dimakan kemudian akan diserap oleh mantel dan nantinya mantel ini akan
membentuk cangkang dengan corak, struktur bahkan warna yang beraneka ragam.
Pertumbuhan cangkang kerang lebih rinci dijelaskan oleh (Soldati, 2005) yakni
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, termasuk hormon pertumbuhan, makanan
dan temperatur. Pada banyak spesies pertumbuhan berlangsung terus menerus, dan
dapat dilihat pada cincin kerang yang paralel dengan kulit kerang yang berubah sesuai
rata-rata pertumbuhan. Dalam tahap pertumbuhan, periostrakum disekresi oleh sel
sekresi pada alur periostrakal dalam bentuk protein yang dapat larut dan menyamak ke
permukaan. Periostrakum baru menyegel ruang ekstrapallial yang menciptakan
regulasi kompartemen, adalah kalsium karbonat yang dapat larut bersama dengan
matriks proteinaceous disekresi kedalam ruang ekstrapallial dari mantel epithelium.
Dalam kasus Cypraea, pertumbuhan cangkang juvenile terus berlangsung, dan saat
dewasa menghasilkan cangkang dewasa yang tidak bertumbuh lagi tapi menjadi lebih
berat sesuai umur (Merly, 2015)
2. Lambis lambis

Karendan atau Lambis lambis dari famili Strombidae merupakan salah satu
spesies siput yang sangat digemari masyarakat untuk dikonsumsi dan selalu diambil
dalam semua ukuran yang ditemui. Di wilayah Biak, spesies ini hanya ditemukan di
pesisir Biak Timur dan Kepulauan Padaido yang mempunyai tipe substrat karang,
rataan terumbu, dan padang lamun. Pengambilan dalam semua ukuran dan dalam
jangka waktu yang panjang, sangat mengancam keberadaan L. lambis di alam. Siput
L. lambis bersifat dioecious, yaitu individu dewasa dapat dibedakan antara jantan dan
betina melalui gonadnya. Organ kelamin pada Lambis jantan terletak di kaki belakang
sebelah kanan yang disebut verge. Ujung distal verge yang memiliki bentuk yang
bervariasi antara spesies, digunakan sebagai ciri filogenetik (Abbot, 1960 in Reed,
1991). Pada Lambis betina terdapat ovarium, oviduk, dan tuba fallopi di dekat saluran
pencernaan. Lambis yang belum dewasa, memiliki cangkang yang tipis, lipatan
cangkang belum terbentuk, dan organ kelamin yang belum berkembang (Mazo et al.,
2013) dalam (Widyastuti, 2016).
Lambis lambis memiliki tipe operkulum elliptical berwarna orange. Gibberulus
gibbosum memiliki tipe operkulum elliptical. Rhinoclavis vertagus memiliki tipe
operkulum elliptical, Morula margariticola memiliki tipe operkulum elliptical . Cymbiola
vespertilio tidak memiliki operkulum. Angaria delphinus memiliki tipe operkulum
calcareous yang berwarna kehitaman sedangka pada bagian permukaan operkulum
datar dan kasar. Nerita sp. Memiliki tipe operkulum paucispiral. Trochus niloticus miliki
tipe operkulum multispiral tipis, dan bening. Menurut Carpenter dan Niem (1998), ada
bebererkulum pada gastropoda bercangkang yaitu multispiral, paucispiral, elliptical,
dan calcaereous. Berdasarkan perbedaan karakteristik morfologi gastropoda di zona
intertidal pantai Desa Lontoi menunjukkan bahwa setiap spesies gastropoda yang
ditemukan memiliki ciri khas yang membedakan spesies satu dengan yang lain.
Perbedaan-perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan subtrat dimana
spesies-spesies gastropoda tersebut hidup (Desy, et al., 2022).

B. Scaphopoda

Scaphopoda merupakan salah satu kelas dalam filum Moluska yang belum
banyak dikenal. Scaphopoda hidup di perairan laut dalam dan tidak dapat dikoleksi
dengan mudah sehingga informasi mengenai biologi dan ekologi kelas ini masih
sangat terbatas. Scaphopoda merupakan hewan bentik yang memiliki tubuh berukuran
kecil dan cangkangnya meruncing. Kelas ini bersifat gonokoristik dan sebagian besar
mengkonsumsi foraminifer. Scaphopoda adalah moluska laut yang bentuknya simetris
bilateral, dengan cangkang eksternal berkapur yang terbuka di kedua ujungnya dan
sedikit melengkung. Scaphopoda memiliki ukuran dan bentuk yang beragam (Ibrahim,
2019).
Scaphopoda merupakan kelompok hewan yang mempunyai cangkang dengan
bentuk tajam yang mirip taring atau terompet. Habitat hewan ini terdapat di daerah
berlumpur atau berpasir, dan hidup dengan menanamkan diri di daerah tersebut. Di
bagian ujung cangkangnya terdapat lubang yang berfungsi untuk beradaptasi diri pada
habitatnya. Scaphopoda mempunyai kaki kecil yang digunakan untuk bergerak, di
bagian kepala terdapat beberapa tentakel dan tidak mempunyai insang (Lumenta,
2017).
Scaphopoda memiliki tubuh yang berukuran kecil dan ramping. Scaphopoda
dikenal karena bentuknya yang menyerupai gading (Reynolds, 2002). Cangkangnya
meruncing dari ujung depan ke ujung belakang, karenanya disebut cangkang gading
(tusk shell). Cangkangnya melengkung dan bagian dalamnya berongga. Kedua
ujungnya terbuka, yang satu lebih besar dari pada yang lain (Romimoharto & Juwana,
2007). Cangkang memiliki pahatan utama yang memanjang, terdiri dari sekitar 10
tulang rusuk primer (kadang hingga 15) di bagian posterior. Pada cangkang antara
tulang rusuk longitudinal primer, ada tulang rusuk sekunder dengan ketebalan hampir
sama dengan tulang rusuk primer (Ozturk, 2011). Cangkang berukuran sekitar 80 mm,
berdinding tebal, permukaan halus, warna putih, lengkungan lentur dan bundar
(Simone, 2009; Souza et al., 2013). Kaki dan kepala Scaphopoda yang kecil atau
berbentuk probosis tersembul pada aperture anterior yang lebih besar. Pada kepala
terdapat mulut dan kaptakula, tetapi tidak ada mata dan tentakel sebagai alat indera.
Kaptakula berbentuk filamen yang kontraktil, dan pada tiap ujungnya terdapat tontolan
yang adesif (Ibrahim, 2019).
Produksi Scaphopoda memiliki bentuk gonad agak elips, panjang gonad sekitar
1/4 panjang cangkang, 4 kali lebih panjang dari lebar dan berwarna krem pucat.
Memiliki gonad tunggal yang umumnya berada di bagian posterior tubuh. Ujung
anterior gonad terhubung ke gonoduct, berdinding sangat tipis dan transparan
(Simone, 2009; Grzimek et al., 2003). Scaphopoda memiliki tahap larva berenang
bebas yang berkembang di dalam air dan pada akhirnya berubah menjadi bentuk
tubuh Scaphopoda yang khas. Cangkang perta ma yang disekresikan oleh
Scaphopoda yaitu praetubulus larva, yang akan segera luruh dan ujung anterior akan
tumbuh secara bertahap seiring dengan perpanjangan ukuran tubuh (Barnes, 1987;
Encyclopedia, 2019; Grzimek et al., 2003) dalam (Ibrahim, 2019).
C.Polyplacopora

Polyplacophora adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang
termasuk dalam filum Mollusca. Contoh yang terkenal dari kelas ini adalah Chiton sp..
Chiton sp termasuk dalam kelas polyplacophora. Chiton sp memiliki struktur yang
sesuai dengan kebiasaan melekat pada batu karang dan cangkang mirip hewan
lainnya. Apabila disentuh, akan melekat erat pada batu karang. Hewan ini merayap
perlahan-lahan pada dasar laut di batu-batuan yang lunak. Sendi-sendi yang
dimilikinya dapat dibengkokkan sehingga tubuhnya dapat dibulatkan seperti bola.
Habitat Chiton sp ini adalah di laut, di daerah pantai sampai kedalaman sedang, dan
memakan rumput laut dan mikro organisme dari batu karang. Bentuk tubuhnya bulat
telur, pipih, dan simetris bilateral. Mulut tidak berkembang baik dan terletak di bagian
kepala (anterior), sedangkan anus terletak di posterior. Hewan ini tidak memiliki
tentakel dan mata. Permukaan dorsal tubuhnya tertutup mantel yang dilengkapi
delapan kepingan kapur yang mengandung berlapis-lapis serabut insang.
Kadangkadang kepingan itu dibungkus lapisan kitin. Saluran mantel terdapat di tepi
tubuh. Kakinya pipih dan biasanya memiliki lidah parut (radula) (Maya dan Nurhidayah,
2020).
Reproduksi secara seksual (pertemuan ovum dan spermatozoid) yang terdapat
pada individu jantan dan betina. Eksresi dilakukan sepasang ginjal yang bermuara
kearah posterior. Sistem peredaran darahnya terbuka terdiri dari jantung, aorta, dan
sebuah sinus. Darah mendapat oksigen dari insang. Hewan ini menggunakan radula
dan gigi untuk menggerus makanannya”). “Terdapat dua cabang saraf yang berfungsi
menggerakan mantel dan daerah kaki, sistem 1saraf berupa cincin esophagus. Hewan
ini tidak memiliki ganglion yang jelas, tetapi terdapat sel-sel ganglion pada cabang
saraf (Nurlaela, 2018).

D. Cephalopoda

Cephalopoda menggunakan kepalanya sebagai alat gerak. Mempunyai


endoskeleton,, eksoskeleton, atau tanpa keduanya. Cephalopoda adalah kelompok
dengan dua kaki di bagian kepalanya dan hewan yang tidak memiliki cangkang.
Tubuhnya terdiri dari kepala, leher, dan badan. Bagian kepala relatif besar dan 2 buah
mata dan terdapat 10 bagian memanjang pada bagian kepala, 8 diantaranya berfungsi
sebagai lengan berukuran panjang yang disebut dengan tentakel. Hewan ini
mempunyai rongga mantel yang ditutupi oleh mantel khas yang ada padanya.
Habitatnya dilaut dan bernapas dengan insang, memiliki sistem pencernaan yang
lengkap dengan sistem peredaran darah tertutup, dan fertilisasi terjadi di air laut.
Cephalopoda dapat berubah warna denagn cepat karena mempunyai otot khusus dan
zat kromatofora yang melakukan kombinasi perubahan warna tubuhnya. Pada
umumnya melarikan diri dari mangsanya dengan menghasilkan sejenis cairan seperti
tinta. Angggotanya dikenal adalah gurita dan cumi-cumi. Tubuhnya simetri bilateral.
Tubuhnya terdiri dari kepala, leher, dan badan (Lumenta, 2017)

1. Loligo sp.

Cumi-cumi (Loligo sp.) termasuk dalam kelompok hewan lunak (Phylum


Mullusca) dimana hewan tersebut memiliki cangkang yang sangat tipis berwarna putih
transparan dan terletak pada bagian punggung. Meskipun Cumi-cumi (Loligo sp.)
memiliki tubuh yang lunak tetapi punya kemampuan untuk membentuk cangkang
(Shell) dari kapur dan bentuknya hanya berupa kepingan kecil yang tumbuh didalam
tubuhnya yang berfungsi sebagai tulang pembentuk pada cumi tersebut. Cumi-cumi
(Loligo sp.) dapat dideskripsikan sebagai berikut, yaitu memiliki tubuh bulat tabung dan
relatif panjang, pada bagian belakang meruncing dan sisi kiri dan kanan memiliki sayap
atau sirip yang berbentuk segitiga dan panjangnnya sekitar 2/3 panjang badan cumi
tersebut yang fungsinya untuk keseimbangan saat berenang. Pada bagian mulut
terdapat 10 tentakel yang fungsinya selain sebagai tangan juga berfungsi sebagai kaki
dimana ada 2 tentakel berukuran panjang dan 8 tentakel berukuran lebih pendek.
Fungsi tentakel ini adalah sebagai alat untuk menangkap mangsa dan digunakan juga
untuk berenang. Setiap tentakel mempunyai lobang yang fungsinya sebagai alat
penghisap. Memiliki cangkang didalam tubuhnya dan keseluruhan tubuhnya dibungkus
oleh mantel, warnanya pada umumnya merah berbintik hitam sehingga sering
kelihatan secara keseluruhan berwarna ungu kemerah-merahan. Ukuran panjang
tubuh bisa mencapai 12-16 inci bahkan dalam skala besar mampu mencapai 30-40
cm. Pada umumnya tubuh Cumi-cumi licin dan tidak memiliki sisik sehingga
memudahkan dalam proses pengolahan dan semua dapat dimakan tanpa
menyisahkan limbah (Kurniawan, 2013).
Faring pada cumi cumi merupakan bagian depan kerongkongan berfungsi
untuk mengisap makanan dari mulut dan membasahinya dengan lender, mulut sebagai
tempat masuknya makanan, mata sebagai alat penglihatan, tentakel berfungsi sebagai
alat gerak,merasa, memeriksa dan alat penagkap mangsa, anus berungsi
mengeluarkan sisa metabolism, hati berfungsi mengambil sari-sari makanan dalam
darah dan sebagai tempat penghasil empedu, esophagus sebagai saluran di belakang
rongga mulut berfungsi menghubungkan rongga mulut dan lambung, insang sebagai
organ pernapasan, lambung sebagai bagian dari organ pencernaan, cangkang dalam
sebagai pelindung organ tubuh bagian dalam, ovarium sebagai penghasil sel telur,
rektum sebagai bagian usus belakang yang membuka ke anus, dan kantung tinta
adalah kantung selaput yang terdapat pada cumi-cumi, yang mengandung tinta dan
tinta ini akan disemprotkan bila cumi-cumi merasa terganggu akan
kedatangan/bertemu pemangsa/predator (Nursinar, et al., 2015).

Gambar 2. Perbedaan Anatomi Cumi-cumi Jantan dan Betina (Nursinar, et al., 2015).
Habitat Cumi-cumi (Loligo sp.) biasanya berada pada area tengah kedalaman
lautan sehingga sering juga disebut hewan semi pelagis dan demersal, tidak jarang
juga ditemukan dipesisir pantai dan terkadang ditemukan juga pada kedalaman hingga
400 meter. Kebiasaan hidupnya adalah bergerombol atau soliter baik pada saat
sedang berenang bahkan memasuki waktu istirahat (Pricilia, 2011). Sebagian dari
spesies ini juga ada yang mampu hidup diperairan payau. Biasanya bergerak diurnal
secara berkelompok mendekati perairan dangkal pada siang hari dan menyebar saat
malam tiba. Sifatnya fototaksis positif (memiliki ketertarikan terhadap cahaya),
sehingga dalam menangkap spesies ini sering menggunakan pencahayaan sebagai
alat bantu (Roper, et al.,1984) dalam (Suriyani, 2018).

2. Sepia sp.
Sotong merupakan moluska yang termasuk kelas Cephalopoda (kaki hewan
terletak di kepala) yang terdiri dari cangkang internal yang terletak di dalam mantel,
berwarna putih, berbentuk oval dan tebal, serta terbuat dari kapur. Tubuh relatif
pendek menyerupai kantung. Mantelnya berwarna merah jambu kehitaman dan
diselubungi selaput tipis dan pada kedua sisinya terdapat sirip lateral yang memanjang
dari ujung dorsal sampai ventral (Oemarjati, 1990). Cephalopoda merupakan salah
satu sumber daya hayati penting dalam sektor perikanan laut (Bihan et al. 2006).
Cephalopoda adalah salah satu kelompok binatang lunak (filum moluska), meliputi
cumi-cumi (squid), sotong (cuttlefish), gurita (octopus) dan kerabatnya. Sotong (Sepia
sp.) merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang cukup dikenal dan digemari oleh
masyarakat. Terdapat kurang lebih 100 spesies sotong di dunia (Ozyurt et al. 2006)
dalam (Fatwa, 2018).
Sotong tinggal di habitat sekitar karang, batuan di dasar perairan, dan paparan
laut. Hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia merupakan habitat terbaik bagi
sotong. Oleh karena itu, tidak heran jika kita dapat menemukan sotong dimanapun di
daerah perairan laut negeri kita. Sotong adalah hewan yang banyak hidup dan aktif
bergerak jika menemukan cahaya, karena itu sangat mudah bagi nelayan untuk
menagkap sotong. Karena habitatnya berada di dasar laut, sotong mempunyai
kemampuan untuk bergerak secara vertikal. Gerakan tersebut membuat sotong
bergerak secara 8 langsung ke permukaan air laut. Habitat sotong memang
kebanyakan berada di perairan yang berkarang dan berbatu. Selain menjadi tempat
hidup, daerah perairan yang berkarang dan berbatu menjadi tempat berlindung sotong
(Fatwa, 2018).

E. Pelecypoda

Kelas Pelecypoda disebut juga dengan Bivalvia. Kata Bivalvia berarti memiliki
dua cangkang dengan engsel terletak di bagian dorsal. Kata Pelecypoda memiliki arti
“kaki berbentuk kapak”, sedangkan disebut Lamellibrankhiata dikarenakan insangnya
berbentuk lembaran-lembaran. Kepala tidak berkembang namun sepasang palpus
labial mengapit mulutnya. Tubuh bilateral simetris dan memiliki kebiasaan menggali
liang pada pasir dan lumpur yang merupakan substrat hidupnya dengan menggunakan
kakinya. Tubuhnya memipih secara lateral sangat membantu dalam menunjang
kebiasaan tersebut (Mardiani, 2014).

Pada Bivalvia insang biasanya berukuran sangat besar dan pada sebagian
besar spesies dianggap memiliki fungsi tambahan yaitu pengumpul makanan,
disamping berfungsi sebagai tempat pertukaran gas. Kepala tidak berkembang namun
sepasang palpus labial mengapit mulutnya. Tubuh bilateral simetris dan memiliki
kebiasaan menggali liang pada pasir dan lumpur yang merupakan substrat hidupnya
dengan menggunakan kakinya. Untuk itu tubuhnya memipih secara lateral sangat
membantu dalam menunjang kebiasaan tersebut. Bagian cangkang terdiri atas bagian
torsal dan bagian ventral, pada bagian torsal terdapa t:
 Gigi sendi, sebagai poros ketika katup membuka dan menutup serta meluruskan
kedua katup
.  Ligament sendi, berfungsi menyatukan katup bagian dorsal dan memisahkan katup
sebelah vertal.
 Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi
seluruh tubuh kerang
 Mantel, jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang
lunak. Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon. Sifon
atas berfungsi untuk keluarnya air, sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya
air.
 Insang, berlapis-lapis dan berjumlah dua pasang. Dalam insang ini banyak
mengandung pembuluh darah.
 Kaki pipih bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior.
 Di dalam rongga tubuhnya terdapat berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan
yang menembus jantung, alat peredaran. Dan alat ekskresi (ginjal).
Cangkang kerang dari kelas bivalvia terdiri atas tiga lapis, yaitu urutan dari luar
ke dalam yaitu Periostrakum, merupakan lapisan tipis dan gelap yang tersusun atas
zat tanduk yang dihasilkan oleh tepi mantel, sehingga sering disebut lapisan tanduk.
Fungsinya untuk melindungi lapisan yang ada di sebelah dalamnya dan lapisan ini
berguna untuk melindungi cangkang dari asam karbonat dalam air serta memberi
warna cangkang. Prismatik, lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas kristal-kristal
kalsium karbonat yang berbentuk prisma yang berasal dari materi organik yag
dihasilkan oleh tepi mantel. Nakreas, merupakan lapisan terdalam yang tersusun atas
kristalkristal halus kalsium karbonat merupakan lapisan mutiara yang dihasilkan oleh
seluruh permukaan mantel. Di lapisan ini, materi organik yang ada lebih banyak
daripada di lapisan prismatic. Lapisan ini tampak berkilauan dan banyak terdapat pada
tiram/kerang mutiara. Jika terkena sinar, mampu mamancarkan keragaman warna.
Lapisan ini sering disebut sebagai lapisan mutiara (Maya dan Nurhidayah, 2020).

1. Pinctada sp.
Tiram mutiara mempunyai sepasang cangkang yang disatukan pada bagian
punggung dengan engsel untuk melindungi bagian dalam tubuh yang lunak agar
terhindar dari benturan atau serangan hewan lain. Kedua belahan cangkang tidak
sama bentuknya, cangkang yang satu lebih cembung dibanding lainnya. Sisi sebelah
dalam dari cangkang terdapat nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara dengan
penampilan mengkilap . Umumnya setelah dewasa, warna cangkang menjadi kuning
tua sampai kuning kecoklatan. Warna garis radier biasanya sudah memudar.
Cangkang bagian dalam (nacre) berkilau dengan warna putih keperakan. Bagian tepi
nacre (nacreous-lip) ada yang berwarna keemasan sehingga sering disebut gold-lip
pearl oyster sedangkan yang berwarna perak disebut silver-lip pearl oyster. Pada
bagian luar nacre (non-nacreous border) berwarna coklat kehitaman (Sudjiharno,
1997) dalam (Kotta, 2018).
P. maxima biasa ditemukan pada kedalaman 20 m - 75 m, dengan dasar
perairan berpasir atau pasir berkarang. Daerah penyebarannya mulai dari laut Arafuru,
kepulauan Aru, laut Banda, Ambon, laut Seram kepulauan Bacaan, Australia bagian
utara, Burma, Thailand, Philipina. Pinctada margaritifera dapat ditemukan dari perairan
laut dangkal sampai dalam, pada 1 m - 20 m. Tiram ini menggunakan bisusnya untuk
menempelkan diri pada substrat yang keras, seperti karang atau batu, umumnya hidup
pada salinitas tinggi 35 ppt atau lebih. Dearah penyebarannya antara lain di perairan
Indo-Pasifik, Teluk California, Teluk Panama, Teluk Persia, Sudan, Laut Merah,
Kepulauan 7 Seycnell, Papua New Guinea, Australia, Trech Polynesia, Indonesia,
Kepulauan Andaman, Nicobar, Samudra India sebelah barat daya dan Jepang.
Pinctada fucata tersebar luas di perairan-perairan terumbu karang, menempel pada
batu karang atau substrat yang keras, pada daerah pasang surut sampai kedalaman
12 m – 25 m, lokasi cukup terlindung di daerah tropis maupun sub-tropis, seperti Teluk
Persia, Laut merah, India, China, Korea, Jepang, Indonesia, Venezuela, dan lautan
pasifik bagian barat (Anggun, 2016).

2. Tridacna sp.

Tridacna atau dikenal dengan kerang raksasa merupakan salah satu sumber
daya hayati laut terpenting yang telah lama dikenal oleh penduduk wilayah pesisir
kawasan indo-pasifik sebagai bahan makanan. Morfologi dari setiap jenis kima
ditentukan oleh bentuk bagian luar cangkangnya, sehingga perbedaan bentuk
cangkang ini dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi sampai tingkat jenis. Kima
mempunyai 2 organ utama yaitu organ keras berupa cangkang sebagai identifikator
spesies kima dan organ lunak yang dilindungi mantel luar berwarna cemerlang (hijau,
biru, ungu, dan kuning) akibat difraksi cahaya lapisan matahari terhadap lapisan sub
mikroskopik (submicroscopic layer) dari pigmen kristal tak berwarna. Cangkang kima
terdiri dari 2 tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur atau kalsium karbonat
(CaCO3) dan umumnya berwarna putih kekuningan (Amjad, 2017).
Bagian engsel (hinge) merupakan bagian perut (ventral), sedangkan bagian
tepi yang menghadap ke atas merupakan bagian punggung (dorsal). Pada bagian
perut terdapat terdapat lubang tempat keluarnya alat perekat (byssus) yang disebut
byssal orifice. Bagian punggung merupakan bagian yang membuka dan menutup jika
kima disentuh oleh rangsangan. Kima mempunyai dua macam otot yang menempel
pada dinding bagian dalam dari cangkangnya yaitu otot retractor dan aduktor. Otot
aduktor merupakan otot yang besar dan kuat, berfungsi sebagai pembuka dan penutup
cangkang. Otot retractor bentuknya lebih kecil, berfungsi sebagai penjulur dan penarik
kaki. Organ lain seperti hati, ginjal dan alat pencernaan bentuknya sangat sederhana,
insang tersusun dari lembaran lamella yang membentuk sisir (Setiawan, 2013).

3. Pinna sp.

Kerang kipas, Pinna nobilis (Linnaeus, 1758), adalah kerang endemik Laut


Mediterania, yang hidup setengah terkubur di habitat dasar lunak, umumnya ditutupi
oleh padang lamun. Karena berasosiasi dengan padang lamun, P. nobilis terbatas
pada daerah subtidal, hingga kedalaman 30 m, karena perkembangan padang lamun
dibatasi oleh intensitas cahaya dan kecerahan air. Akibatnya, distribusi P.
nobilis biasanya bersifat agregatif dan terfragmentasi. Bahkan jika asosiasi ini diterima
secara umum, agregasi spesies yang sangat padat baru-baru ini dilaporkan di laguna
atau di habitat buatan dan terdegradasi seperti pelabuhan, yang mempertanyakan
persyaratan habitat spesies. P. nobilis adalah organisme hermafrodit berturut-turut
dengan pematangan gamet asinkron, sehingga mencegah pembuahan
sendiri  . Beberapa pemijahan berturut-turut terjadi selama musim panas,
menghasilkan jutaan larva veliger. Untuk P. nobilis , durasi larva diperkirakan sekitar 5
sampai 10 hari selama larva disebarkan oleh arus. Namun, masih ada kekurangan
pengetahuan yang signifikan mengenai siklus hidup P. nobilis , karena penelitian
terbaru menunjukkan bahwa stadium larva dapat bertahan hingga 20 hari dalam
kondisi yang terkendali , durasi larva yang jauh lebih lama yang tentunya akan
meningkatkan kemampuan penyebaran (Peyran, et al., 2021).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Pengenalan Phylum Porifera dilaksanakan pada hari Kamis, 6 April


2023, pada pukul 13.00 – 15.00 WITA di Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Ilmu
kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

a. Alat :
ALAT KEGUNAAN
Lup/Kaca pembesar Untuk melihat sampel yang kecil

Gunting/Pisau Bedah Untuk memotong/mengiris sampel


Pinset Untuk menjepit sampel
Nampan Sebagai Tempat Sampel
Sarung Tangan Latex Sebagai Pelindung Dari Zat Berbahaya

b. Bahan
Cephalopoda Pelecypoda Gastropoda

Cumi-cumi (Loligo sp) Pinctada sp Cypraea tigris

Sotong (Sepia sp) Tridacna sp Lambis-lambis

Nautilus sp Pinna sp Conus sp

C. Prosedur Kerja

1.Kelas Cephalopoda

1.1. Loligo sp. dan Sepia sp.

Siapkan alat dan bahan. Kemudian sampel diletakkan pada masing-masing


nampan. Kemudian di Amati dengan seksama bentuk morfologi dari sampel. Setelah di
amati, kemudian sampel di gambar di lembar kerja dan di Tentukan bagian dari
posterior, anterior, dorsal dan ventral dari sampel tersebut. Dengan bantuan pinset,
jepit bagian luar dari salah satu sucker lalu perlahan tarik keluar cincin chitin-nya ,hal
ini dilakukan hingga terkumpul 3 cincin dari tiga lengan/tentakel yang berbeda lalu
Amati ketiga cincin kemudian hasil pengamatandi tulis dalam kolom deskripsi. Amati
posisi sirip/sayap pada sampel, kemudian di amati apakah menutupi seluruh bagian
tubuh atau hanya sebagian dari tubuh, hal ini dilakukan untuk menetukan genus. Ambil
scapell atau gunting kemudian bedah bagian ventral tubuh Loligo sp. dengan
menggunting mulai dari daerah anterior dekat siphon tegak lurus hingga ke arah
posterior dan berhenti sekitar 3 cm dari ujung posterior. Sampel di gunting ke arah kiri
dan kanannya. Kemudian Buka sisi-sisinya hingga massa visceral nampak. Kemudian
di Amati insang, kantong tinta, gonad dan intestinum (usus). Hal ini juga di lakukan
untuk menentukan jenis kelamin sampel dan cangkang internalnya. Kemudian sampel
di Amati letak dan bentuknya, kemudian di tentukan zat penyusun cangkangnya.

1.2. Nautilus sp.

Pertama Siapkan alat dan bahan yang digunakan kemudian Letakkan sampel
pada nampan lalu di Amati bentuk morfologi dari cangkang yang ada keemudian amati
bagian chamber, septa, sipuncle dan umbilicius lalu di Gambarkan hasil pengamatan
pada lembar kerja. Setelah itu mencari tahu apa fungsi dari sipuncle.

2. Class Pelecypoda (Bivalvia)

2.1 Tridacna sp.

Pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.kemudian Ambil sampel
Tridacna sp. atau Hippopus sp lalu Perhatikan bagian permukaan cangkang. Setelah
sampel di. Amati bagian dalamnya, kemudian ditentukan tentukan ligament gigi,
cardinal, otot adductor dan garis pallial. Kemudian Amati cangkang bagian luar,
kemudian di dapatkan garis pertumbuhan dan umbo serta dapat membedakan bagian
cangkang kanan dan kiri Lalu di Masukkan pada lembar kerja.

2.2. Pinctada sp.

Pertama Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.lalu Amati bagian luar dan
dalam dari cangkang sampel. Kemudian dilih bagian cangkang luar yang berwarna hitam
berlapis-lapis dan bagian dalam yang mengilap. Lalu di tentukan familia dari sampel
ini.kemudian sampel di Amati bagian dalam cangkangnya, dan ditentukan ligament, otot
adductor, gigi cardinal dan garis pallialnya.

2.3. Pinna sp.


. Siapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian cangkang sampel diabil,
kemudian diamati morfologinya bagian luar dan dalamnya. Lalu di bandingkan
keduanya kemuidan di masukkan pada lembar kerja deskripsi persamaan dan
perbedaan keduanya. Kemudian di temukan rambut-rambut halus berwarna kehitaman
yang dikenal dengan byssus lalu sampel di Amati letak dan kondisinya,kemudian
sampe ditentukan bagian bagian dorsal atau ventral.

3. Kelas Gastropoda

3.1. Cypraea tigris

Pertama sampel di Amati secara seksama, morfologi sampel Cypraea tigris


secara ventral maupun dorsal, lalu ditentukan sisi anterior dansisi posteriornya. Amati
panjang aperturanya. Kemudian ditentukan berapa rasio panjang apertura berbanding
panjang total cangkang. Kemudian sampe di tentukan bentuk dari cangkangnya, ovate
atau silindris. Kemudian sampel ditentukan bagian umbonya dan di amati juga
permukaan dorsal pada sampel yang halus dan mengilap. Kemudian di gambarkan
hasil pengamatan baik morfologi dari sisi dorsal maupun ventralnya, lengkap dengan
keterangan gambar yang memperlihatkan: apertura, sisi anterior, sisi posterior, umbo
pada lembar kerja.

3.2. Conus sp.

Pertama sampel diletakkan pada nampan, lalu di amati bentuk cangkangnya


dan di bandingkan permukaan dorsalnya dengan permukaan dorsal pada cangkang
Cypraea tigris yang halus dan mengilap. Kemudian di. Gambarkan Morfologi sampel
tersebut pada lembar kerja kemudian sampel di amati kembali dan dapat ditemukan
bagian spiral, outer lip, inner lip, aperture dan kanal siphon pada sampel dan sampe di
Amati dengan seksama pada bagian spiralnya pada cangkang.sampel juga di Lihat
pada putaran cangkang dan ditentukan terpuntir kearah kanan (dekstral) atau kearah
kiri (sinistral).

3.3. Lambis lambis

sampel diamati lalu digambarkan bagian dorsal dan ventralnya pada lembar
kerja kemudian di tentukan bagian apex, spire, callus, outer lip, kanal siphon, dan takik
stromboid-nya Takik ini adalah ciri dari gastropoda yang masuk ke dalam familia
Strombidae. KemudIan di Amati operculum dari Lambis sp. lalu digambar pada lembar
kerja.

.IV. HASIL
A. Pinna sp.
Gambar Keterangan
a. Sendi
a b. Mantel
c. Kaki
b

Gambar 1. Pinna sp.(WoRMS


Photogallery)

B. Tridacna sp.
Gambar Keterangan
a. Sisik
a b. Sendi
b
c. Kaki
c d. Mantel
d

Gambar 2.Tridacna sp (WoRMS


Photogallery)

C. Lambis-lambis
Gambar Keterangan
a. Apex
b. Digitations
a
c. Aperture
b d. Anterior

d d

Gambar 3. Lambis-lambis
(WoRMS Photogallery)

D. Cypraea tigris
Gambar Keterangan
a. Posterior
b. Dorsal
c. Ventral
a
d. Aperture
b
e. Anterior
c

d
e e

Gambar 4. Cypraea tigris


(WoRMS Photogallery)

E. Pinctada sp.
Gambar Keterangan
a. Shipons
a b. Sendi
c. Mantel
b
d. Umbo

Gambar 5. Pinctada sp.


(WoRMS Photogallery)

F. Loligo sp.
Gambar Keterangan
a. Mantel
b. Penghisap
a
c. Kepala
b d. Tentakel

Gambar 6. Loligo sp.


(WoRMS Photogallery)

G. Sepia sp.
Gambar Keterangan
a. Mantel
a b. Kepala
c. Tentakel
d. Siphon
b

Gambar 7. Sepia sp.


(WoRMS Photogallery)

H. Nautilus sp.
Gambar Keterangan
a. Penutup
b. Mata
a
c. Tentakel
b d. Corong

Gambar 8. Nautilus sp.


(WoRMS Phoogallery)
V. PEMBAHASAN

1. Cypraea tigris

Morfologi Cypraea tigris sama dengan anggota tubuh gastropoda lainnya, yaitu
empat bagian tubuh utama yang terdiri dari kepala, kaki, perut, dan mantel. Pada
bagian kepala terdapat dua mata, dua tentakel, mulut, dan siphon. Mantel pada
Cypraea tigris merupakann struktur pembentuk cangkang termasuk corak dan
warnanya. Cangkang organic, concholion, dan air. Cangkang gastropoda pada
umumnya berbentuk spiral dan bulat. Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri
dengan mantelnya terletak di depan, cangkangnya berikut isi perutnya tergulung spiral
kearah belakang (Ariani, 2019).
Secara alami, gastropoda umumnya hidup secara berkelompok, membenamkan
diri di dalam lumpur dan daun lamun. Namun ada juga yang hidup secara soliter,
tergantung kondisi bioekologis dari lingkungan hidup, jenis-jenis Cypraea tigris hidup
pada daerah pasang surut di antara batu karang dan banyak ditumbuhi alga. Family
cypraeidae mereka umum menempel pada batu atau karang mati untuk
membenamkan diri pada pasir. Cypraea tigris mempunyai alat kelamin jantan dan
betina (Hermaprodit). Gastropoda yang melangsungkan perwakinannya dengan cara
sel telur setelah dibuahi oleh sperma akan terbentuk zigot dan menjadi telur. Telur ini
akan dikeluuarkan dari saluran telur satu persatu dari saluran telur Cypraea tigris
betina. Cypraea tigris ini mengamankan telurnya dengan meletakkan di dalam selaput
agar-agar (Ariani, 2019).

2. Lambis-lambis

Lambis-lambis memiliki cangkang yang sangat besar, kuat, dan berat. Salah satu
karakteristiknya yang paling mencolok adalah bibir luarnya yang melebar, dihiasi
dengan enam angka marginal berongga. Panjang cangkang Lambis-lambis mencapai
29 cm, dan panjang rata-rata 19 cm. Digitasi ini menunjukkan perbedaan halus dalam
bentuk antara jenis kelamin pada spesies ini, karena tiga digitasi paling depan pendek
dan bengkok ke belakang pada individu jantan, dan lebih panjang dan melengkung ke
belakang pada betina. Warna cangkang sangat bervariasi, putih atau krem di bagian
luarr dan sering menampilkan bercak coklat, keunguan atau hitam kebiruan. Interiornya
berlapis kaca dan mungkin berwarna merah muda, oange atau ungu. Siput laut ini
hidup di daerah bakau, serta rataan terumbu dan dasar pecahan karang diperairan
dangkal dari tingkat air surut hingga kedalaman 5m. Lambis-lambis biasanya
dditemukan berasosiasi dengan alga merah (Widyastuti, 2016).
3. Loligo sp. (Cumi-cumi)

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan salah satu jenis cephalopoda bertubuh lunak,
dan memiliki cangkang yang terbuat dari sel kapur. Secara umum, biologi cumi-cumi
Famili Lolinginidae tidak jauh berbeda dengan jenis cephalopoda lainnya. Cumi-cumi
memiliki kepala dan kaki yang dapat dibedakan dengan jelas. Organ mata terdapat di
kepala dengan ukuran yang besar, tentakelnya dilengkapi dengan alat penghisap yang
berfungsi sebagai kemudi ketika berenang. Selain itu, juga tentakel digunakan untuk
mempertahankan diri dan menangkap mangsa (Wulandari, 2018).
Sistem pergerakannya menggunakan sifon yang mengatur sirkulasi air untuk
dilewatkan ke insang, sifon menyemprotkan air keluar dengan cepat sehingga
memberikandaya dorong, cumi-cumi bergerak sesuai arah yang diinginkan dengan
cara mengatur posisi sifon. Sistem ini disebut dengan sistem jet prepultion, selain itu
hewan ini dapat mengelabui musuhnya dengan menyemprotkan cairan tinta berwarna
hitam gelap atau merubah warna kulitnya. Cumi-cumi merupakan penghuni demersal
ataua semipelagik pada daerah pantai dan paparan benua smpai pedalaman 700 m.
Pergerakan cumi-cumi dilakukan secara diurnal, yaitu pada siang hari akan
berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan ketika
malam hari. Cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif) (Wulandari, 2018).

4. Sepia sp. (Sotong)

Sotong (Sepia sp) adalah hewan di daerah nerritik yang senantiasa hidup
bergerombol dan terkonsentrasi pada perairan dangkal yang mempunyai terumbu
karang dengan daerah sebaran dari permukaan sampai dengan kedalaman 100 m.
Sotong (Sepia sp) merupakan binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai
maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampis semua perairan yang
berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman
bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan.
Sotong (Sepia sp) umumnya melakukan ppergerakan diurnal yang berkelompok dekat
dengan dasar perairan pada saat siang hari dan akan menyebar pada malam hari
(Ritonga, 2021).
Sotong memiliki badan berbentuk bulat telur agak pendek dengan sirip daging
melingkari seluruh badan dan bagian belakang tubuh bundar. Punggung sotong keras
karena di dalam dagingnya terdapat kerangka dari kapur yang berbenuk lonjong dan
berwarna putih. Sekitar mulut terdapat delapan tangan pendek dan dua tangan
panjang sedangkan tangan yang panjang atau tentakel. Tangan yang pendek dilingkari
dengan alat penghisap sepanjang tangan, sedangkan tangan yang panjang atau
tentakel hanya terdapat pada ujungnya. Warna sotong bervariasi tetapi umumnya
coklat dan kuning kecoklatan tergantung dari warna dasar perairan, pada bagian
punggungnya terdapat garis bengkok-bengkok. Ukuran panjang sotong dapat
mencapai 30-35 cm, teeeapi biasanya 20-25 cm (Ritonga, 2021).

5. Pinctada sp.

Morfologi anakan kerang mutiara Pinctada sp. dewasa yang digantung pada
kedalaman 2 m memiliki warna cangkanng merah coklat tua yang merupakan warna
aslinya dan ditumbuhi lumut-lumut halus. Pertumbuhan kerang dalam keadaan normal
dan sehatdicirikan dengan hasaky yang tumbuh mekar serta tempelan bysuss pada
substrat yang kuat. Kaki mengeluarkan sebuah bysuss, yang merupakan seikat
benang-benang yang kuat berwarna kecoklatan dari protein. Benang ini muncul melalui
bagian ventral cangkang dan berfungsi sebagai tali tambat untuk menempelkan kerang
pada substrat dan kerang lainnya (Gostling, 2015). Kaki dan bysuss terletak pada
daerah anterior, ventral ke mulut dan dikelilingi oleh labial palps, tiram mutiara jenis
Pinctada sp. Banyak dijmpai di dearah batuan karang atau dasar perairan yang
berpasir degan kedalam 20-60 m (Baso, 2021).

6. Tridacna sp.

Tridacna sp. atau biasa disebut Kima adalah biota moluska bertubuh luak dan
bercangkang yang masuk dalam kelas Bivalvia yang pada umumnya disebut kelompok
keran-kerangan. Kerang ini umumnya hidup di habitat terumbu karang cara hidupnya
Kima dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah kima yang
membenamkan dirinya pada substrat karang. Contohnya adalah Tridacna crocea dan
Tridacna maxima. Sedangkan golongan kedua adalah kima yang hidupnya menempel
bebas di dasar yang berpasir di daerah terumbu karang, contohnya Tridacna derasa
dan Tridacna squamosal (Ahmad, 2016).
Tridacna biasanya hidup menempel membenamkan diri pada substrat keras (batu
dan karang) dengan menggunakan bysus, sedangkan Hippous hidup pada substrat
berpasir dan dapat ditemukan smpai kedalaman 6 meter. Makanan kima adalah jasad
renik berupa fitoplankton yang melayang di dalam air. Makanan tersebut diperoleh
dengan cara menyaring air melalui insangnya. Zat-zat yang masuk akan diseleksi oleh
bulu-bulu getar pada insang dan selanjutnya zat yang diperlukan akan di serap oleh
mulut dan yang tidak diperlukan akan disemprotkan kembali melalui Exhalantsiphon
(Ahmad, 2016).

7. Pinna sp.
Cangkang keras Pinna sp. biasanya memiliki panjang 30-50 cm, tetapi dapat
menapai 120 cm. Bentuknya berbeda tergantung pada yang di diami. Seperi semua
cangkang pena, cangkang ini relatif rapuh terhadap polusi dan kerusakan cangkang.
Itu menempel pada batu menggunakan byssus yang kuat terdiri dari banyak benang
seperti sutra yang dulunya dibuat menjadi kain. Hewan itu mengeluarkan serat-serat ini
dari kelenjar byssusnya. Dipercaya bahwa ketika melihat ancaman, udang
memperingatkan inangnya, mungkin dengan mencabut cakarnya atau bahkan dengan
mencubit, kemudian kerang menutup rapat cangkangnya (Fujianor, 2017)

8. Nautilus popilius

Nautilus pompilius adalah nama dari sejenis hewan laut yang jikia dilihat
bentuknya seperti campuran antara siput dan cumi-cumi, seperti siput, Nautilus
pompilius memiliki cangkang yang keras dan berbentuk melingkar. Namun layaknya
cumi-cumi, Nautilus pompilius memiliki tentakel-tentakel kecil di kepalanya lain
kepalanya, seluruh bagian tubuh Nautilus pompilius yang lunak tersembunyi di dalam
cangkangnya yang keras. Jika merasa terancam bahaya, Nautilus pompilius bisa
menarik masuk kepalanya dan menutup lubang cangkangnya dengan memakai
semacam tudung di bagian atas kepalanya yang terbuat dari lapisan kulit yang keras.
Bagian dalam cangkang Nautilus pompilius terdiri dari sebuah bilik besar yang menjadi
tempat terletaknya tubuh lunak nautilus dan beberapa bilik kecil yang terisi oleh udara.
Bilik-bilik kecil inilah yang menjadi penyebab kenapa nautilus bisa melayang di dalam
air. Semakin tua usia nautilus, maka semakin banyak jumlah bilik kecilnya (Persulessy,
2015).

VI. PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum tentang filum mollusca, mahasiswa telah


mengenali ciri-ciri morfologi dan anatomi Cephalopoda, Gastropoda, dan
Pelecypoda.

B. Saran
a. Saran untuk Lab
Untuk laboratorium diharapkan kedepannya dapat melengkapi alat labnya, seperti
misalnya membeli pisau bedah, pinset, dan alat lab yang belum lengkap lainnya, dan di
harapkan agar kiranya ruangan lab di lengkapi dengan alat pendingin ruang seperti AC
atau kipas angin agar kiranya jika melaksanakan praktikum kita tidak terganggu karena
panasnya suhu ruangan.
b. Saran untuk Asisten Umum
Untuk asisten (umum) saran dari saya itu ketika memberi bahan tugas
pendahuluan dan bahan yang akan di print diharapkan jangan terlalu larut malam,
karena semuanya orang lelah ketika malam hari telah tiba.
c. Saran untuk Asisten Kelompok
Untuk Asisten kelompok sudah sangat baik dalam merevisi laporan praktikannya,
dan sudah sangat baik dalam melakukan dan membimbing kami selama praktikum
hingga selesai.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2018. Identifikasi Mollusca (Gastropoda) di Perairan Palipi Soerang
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. SKRIPSI. Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Alauddin Makassar.

Jamil. 2014. Identifikasi Mollusca Kelas Gastropoda dan Bivalvia Di Perairan Pantai
Anyai Bangka dan Sumbangan Pada Mata Pelajaran Biologi Di MA/SMA Kelas
X. Skirpsi. Palembang. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, IAIN Raden Fatah.

Septiani, N. I. 2017. Keanekaragaman Moluska (Bivalvia Dan Gastropoda) Di Pantai


Pasir Putih Kabupaten Lampung Selatan. Skirpsi. Lampung. Fakultas Tarbiyah
Dan Keguruan, IAIN Raden Fatah.

Febrian, Faisyal. 2016. Kelimpahan dan Keanekaragaman Gastropoda di Perairan


Desa Pengundang. Kabupaten Bintan. Skripsi. Tanjungpinang: Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali
Haji.

Tsuraya, N. 2017. Perbandingan kelas gastropoda pantai karang dan padang lamun di
pantai dindangkerta kecamatan cipatujah kabupaten tasikmalaya. Skripsi.
Bandung: Program studi pendidikan biologi, fakultas keguruan dan pendidikan,
universitas pasundan

Watiana. 2019. Keanekaragaman Gastropoda Di Daerah Konservasi Sumber Daya


Alam Perairan Pulau Labengki Kabupaten Konawe Utara. Skripsi. Kendari:
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, IAIN.

Sani, Irma. 2017. Analisis Kelimpahan Dan Keanekaragaman Gastropoda Di Padang


Lamun Pantai Sidangkerta Cipatujuh Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi.
Bandung: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasundan.

Maula, Ziaul., Purnawa, S., Muhammad Ali Sarong. Keanekaragaman Gastropoda Dan
Bivalvia Berdasarkan Karakteristik Sedimen Daerah Intertidal Kawasan Pantai
Ujung Pancu Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
Mahasiswa kelautan perikanan Unsyiah. Vol 1, no 1: 124-134.

Ira, Rahmadani, Irawati, N. 2015. Keanekaragaman dan kepadatan gastropoda di


perairan desa morindino kecamatan kambowa kabupaten buton utara.
Aquasains. Vol 3 no 2.

Ibrahimi, P. S. 2019. Karakteristik dan aspek biologi Scaphopoda (Moluska). Oseana,


Vol 44 No 2 : 1-9.

Lumenta, C. 2017. Avertebrata air. Manado: Unsrat Press.

Widyastuti, A. & Aji Pardawani, L. 2016. Beberapa Aspek Reproduksi Siput Lambis
Lambis Di Pesisir Perairan Yenusi, Biak. Oseanologi dan limnologi indonesia.

Suriyani. 2018. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap melanin-fe tinta cumi
(loligo sp.) Yang berasal dari pasar besar malang, jawa timur. Skripsi. Malang:
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan.

Fatwa, A. M. 2018. Karakteristik Tepung Tulang Sotong (Sepia sp.) Berdasarkan


Metode Perebusan. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep.

Desy,w., Premesthi, D., Kusrini. 2022. Identifikasi Jenis Jenis Gastropoda Di Zona
Intertidal Perairan Pantai Desa Lontoi Kecamatan Siompu Kabupaten Buton
Selatan. Penalogik, Jurnal Penelitian Biologi dan Kependidikan. Vol 1 (1).

Merly, Lely Sendy. Bioekologi dan Pemanfaatan Siput Cypreae. KTI. Jurusan
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Musamus
Merauke.

Maya, S. & Nurhidayah. 2020. Zoologi Invertebrata. Bandung: Widina Bhakti Persada

Kotta, Raismin. 2017. Teknik Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Prosiding
Seminar Nasional KSP2K II, 1(2) : 228-244.

Anggun, R. 2016. Teknik Pengendalian Organisme Penempel Pada Tiram Mutiara


(Pincata Maxima) Pra Operasi Di PT. Autore Pearl Culture Farm Lombok NTB.
Skripsi. Jurusan Budidaya Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene
Kepulauan Pangkep.

Setiawan, H. Ancaman Terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) dan Upaya


Konservasinya Di Taman Nasional Taka Bonerate. Balai Penelitian Kehutanan
Makassar. Vol . 10 No 2.

Lesmana, Dudi & Wahyudin, Yudi. 2016. Pemanfaatan Kima Secara Berkelanjutan.
Jurnal Mina Sains. Vol 2 No 1.

Peyran C., Boissin, E., Morage, T., Colomer, E. N., Iwankow, G. & Planes, S. 2021.
Genetic Homogeneity Of The Critically Endangered Fan Mussel, Pinna nobilis,
Throughout Lagoons of the Gulf Of Lion (North-Western Mediterranean Sea).
Saintific Reports.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai