Anda di halaman 1dari 7

JURNAL MEDIA SAINS 2 (2): 64 - 70

P-ISSN : 2549-7413
E-ISSN : 2620-3847

Toksisitas Detergen Terhadap Lintah (Hirudo medicinalis)

Detergent Toxicity to Leeches (Hirudo medicinalis)


1*I K. Putra Juliantara, 2I Gusti Putu Agus Ferry Sutrisna Putra,
3A. A Sagung Ranya Sita Damara Utami

1,2,3
Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali
*
Email: ikpj_biology@yahoo.com

ABSTRAK
Lintah (Hirudo medicinalis) merupakan salah satu makroinvertebrata atau
makrozoobentos yang dapat digunakan sebagai bioindikator perairan tawar. Namun sampai saat
ini, penelitian yang dilakukan dengan memanfaatkan lintah sebagai bioindikator terhadap
pencemaran di perairan tawar yang disebabkan oleh polutan dari detergen belum pernah
dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui toksisitas detergen terhadap
lintah (Hirudo medicinalis). Penelitian ini menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 5 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri atas 7 konsentrasi detergen yang
berbeda yaitu 0 ppm, 100 ppm, 110 ppm, 120 ppm, 130 ppm, 140 ppm, dan 150 ppm.
Masing-masing unit penelitian terdapat 12 subunit penelitian sehingga terdapat 420 subunit
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi detergen berpengaruh
signifikan terhadap jumlah kematian lintah (P<0,05). Oleh karena itu, detergen bersifat toksik
terhadap lintah (Hirudo medicinalis) sehingga kelimpahan lintah di lingkungan perairan tawar
dapat digunakan sebagai bioindikator adanya pencemaran air, khususnya oleh polutan detergen.
Kata kunci: lintah, bioindikator, detergen, toksisitas

ABSTRACT
Leech (Hirudo medicinalis) is one of the macroinvertebrates/ macrozoobentos that can
be used as a bio-indicator of fresh water. However, the research conducted by utilizing leeches as
bio-indicators of pollution in freshwater are caused by pollutants from detergents have not been
done. The purpose of this research is to know the detergent toxicity to the leech (Hirudo
medicinalis). This study used a complete randomized design model (RAL) with 5 replications. The
treatments consisted of 7 different detergent concentrations of 0 ppm, 100 ppm, 110 ppm, 120
ppm, 130 ppm, 140 ppm, and 150 ppm. Each research unit has 12 research subunits so that there
are 420 research subunits. The results showed that variation of detergent concentration had
significant effect to the leech mortality (P<0,05). Therefore, detergent is toxic to leech (Hirudo
medicinalis). It means the abundances of leeches in freshwater can be used as bioindicators of
water pollution, especially by detergent pollutants.
Keywords: Leech, detergent, bioindicator, toxicity

PENDAHULUAN Pemanfaatan detergen sebagai sabun


Salah satu bentuk buangan yang pencuci oleh ibu rumah tangga semakin
biasanya ditemukan pada lingkungan perairan meningkat tiap tahunnya seiring dengan
khususnya perairan tawar adalah detergen. meningkatnya jumlah penduduk di dunia.
Detergen merupakan suatu bahan pembersih Pemakaian bahan bersufaktan pada rumah
yang mengandung senyawa petrokimia atau tangga sebagai pembersih, semakin meningkat
surfaktan sintetik lainnya yang dapat dari tahun ke tahun. Senyawa LAS (Linier
menurunkan tegangan permukaan air dan Alkylbenzene Sulfonate) sebagai senyawa
mengemulsikan lemak yang ada (Fardiaz, kimia di dalam detergen dapat dikatakan
1992; Zahri, 2005; Showell, 2006; Susana dan belum ramah lingkungan. Setiap kepadatan
Suyarso, 2008; Pandey and Gopal, 2010). detergen 0,2- 0,32 g/L di negara berkembang

64 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

(termasuk Indonesia) terkandung sekitar pencemaran di badan air tawar, penulis


16-20% senyawa LAS (Tai, 2000; Sopiah dan meneliti “Toksisitas Detergen Terhadap Lintah
Chaerunisah, 2006). Linier Alkylbenzene (Hirudo medicinalis) ”.
Sulfonate bersifat toksik terhadap organisme
akuatik dan mampu didegradasi dalam kondisi METODE PENELITIAN
aerobik, tetapi sangat sedikit yang mampu Penelitian ini menggunakan model
didegradasi dalam kondisi anaerobik rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 kali
(Budiawan et al., 2009). Senyawa ABS lebih ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri atas
sulit terdegradasi oleh mikroorganisme 7 konsentrasi detergen yang berbeda yaitu 0
sehingga ABS dikategorikan sebagai ppm, 100 ppm, 110 ppm, 120 ppm, 130 ppm,
non-biodegradable (Tai, 2000; Sopiah dan 140 ppm, dan 150 ppm. Masing-masing unit
Chaerunisah, 2006). Oleh sebab itu, dapat penelitian terdapat 12 subunit penelitian
dikatakan detergen merupakan salah satu sehingga terdapat 420 subunit penelitian.
produk yang berkontribusi terhadap Alat-alat yang digunakan dalam
pencemaran di lingkungan perairan tawar. penelitian ini adalah neraca analitik (Ohaus
Biota akuatik dapat dimanfaatkan PA224), gelas ukur (Pyrex), kamera/handycam,
sebagai bioindikator kualitas air untuk lembar observasi, lup/kaca pembesar, stop
mengatasi ketidakpraktisan pengukuran watch, termometer air (Sellery 56-224), bejana
kualitas air secara kimia dan fisika (Wardhana, plastik, karet, kain kasa, pipet tetes, serta lux
1999; Gullan and Cranston, 2005). Kelompok meter (Victor 1010A). Bahan-bahan dalam
hewan invertebrata yang berukuran penelitian ini antara lain: detergen (bubuk),
makroskopis (makro-invertebrata) memiliki lintah, aquades, air keran, kertas label, serta
beberapa kelebihan jika dimanfaatkan sebagai indikator universal
bioindikator pencemaran organik, seperti Data yang diperoleh dalam penelitian ini
diantaranya dapat memberikan tanggapan adalah data kuantitatif berupa jumlah kematian
terhadap perubahan kualitas air, sehingga lintah dalam 1 jam. Data kuantitatif yang
dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk diperoleh dianalisis dengan menggunakan
terjadinya suatu pencemaran (Wardhana, One-Way ANOVA.
1999). Prosedur penelitian terdiri atas dua tahapan
Sampai saat ini, penelitian tentang yaitu:
pemanfaatan lintah sebagai bioindikator 1. Ditimbang 1000 mg detergen dengan
terhadap pencemaran di perairan tawar yang neraca analitik. Kemudian detergen
disebabkan oleh polutan dari detergen belum dilarutkan pada 1 liter aquades sehingga
maksimal dilakukan Kriteria organisme terbentuk larutan stok 1000 ppm detergen.
sebagai bioindikator uji hayati tergantung dari Setelah itu, dilakukan pemberian label
beberapa faktor yaitu: sensitif terhadap pada bejana plastik seperti kode X1Y1
material beracun dan perubahan lingkungan, (perlakuan detergen 0 ppm dengan
distribusi geografis luas, kemelimpahan di ulangan pertama), X1Y2 dan seterusnya.
alam tinggi, memiliki relevansi dengan tujuan Seluruh sampel dijadikan materi perlakuan
penelitian, bebas dari parasit dan penyakit, diacak secara sederhana. Setelah itu, lintah
serta mudah dipelihara di laboratorium diaklimasi pada bejana plastik tersebut
(American Public Health Association, 1999). selama beberapa hari.
Oleh karena itu, pemanfaatan lintah 2. Setelah diaklimasi, lintah diberi perlakuan
(makro-invertebrata) sebagai bioindikator dengan meneteskan detergen sesuai
diharapkan dapat memberikan manfaat kepada dengan dosis perlakuan. Faktor
masyarakat sebagai gejala awal (early lingkungan seperti intensitas cahaya
warning) terhadap perubahan lingkungan diukur dengan lux meter, pH dengan
akibat berbagai aktivitas manusia, seperti: indikator universal, serta suhu air dengan
industri tekstil, pertanian, perumahan, dan termometer air Observasi dilakukan
pariwisata (Tjokrokusumo, 2006). sehingga data yang diperoleh adalah
Untuk mengetahui daya racun jumlah kematian lintah dalam 1 jam.
(toksisitas) detergen terhadap lintah (Hirudo Lintah yang sudah mati dan yang masih
medicinalis) sebagai salah satu bioindikator

65 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

hidup diamati di bawah mikroskop stereo meskipun lingkungan luarnya mengalami


untuk memperoleh data penunjang. perubahan.
Pada kondisi lingkungan tertentu,
HASIL DAN PEMBAHASAN kemampuan osmoregulasi memang
Hasil uji ANOVA dapat dicermati pada Tabel bermanfaat untuk beradaptasi terhadap
1 di bawah ini. perubahan lingkungan yang semakin
hipertonis. Tetapi jika kondisi lingkungan
Tabel 1. Hasil Uji Anova yang hipertonis melebihi daya toleransi lintah,
maka menyebabkan kematian pada lintah
Source DF SS MS F P tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum
Detergen 6 261.086 43.514 105.034 0.000 toleransi dari Shelford. Hukum toleransi
menyatakan bahwa untuk setiap faktor
Error 28 11.600 0.414 lingkungan suatu jenis organisme mempunyai
Total 34 272.686 suatu kondisi minimum dan maksimum yang
dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim
Keseimbangan air antara sel dan ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk
lingkungannya sangat terkait dengan suatu kondisi optimum (Arnyana et al.,1998).
osmoregulasi dari mahluk hidup tersebut. Detergen mengandung surfaktan,
Semakin tinggi konsentrasi detergen yang larut builder, filler, dan aditif. Detergen memiliki
di dalam air, maka berpengaruh terhadap daya kemampuan untuk merusak membran sel
osmoregulasi lintah. Selain itu, pergerakan air dengan cara melepaskan protein, lemak dan
melintasi membran sel dan keseimbangan air molekul lainnya dari membran sel (Abdulgani,
antara sel dan lingkungannya sangat penting 2002). Builder mengalami reaksi hidrolisis
bagi organisme (Campbell et al., 2002). dengan air sehingga mengakibatkan air
Osmoregulasi adalah pengaturan menjadi bersifat alkali. Hal ini dapat dilihat
tekanan osmosa sel tubuh sesuai dengan pada kelompok D1-D6 memiliki pH 8
tekanan osmosa lingkungan (Yatim, 2007). sedangkan kelompok K memiliki pH 7. Tidak
Selain itu, Swasta et al. (2002) menyatakan adanya perbedaan pH antara kelompok D1-D6
bahwa osmoregulasi merupakan mekanisme menunjukkan bahwa pH bukan merupakan
keseluruhan yang digunakan untuk faktor yang berkontribusi besar terhadap
mengendalikan air dan zat terlarut yang kematian lintah
terdapat di dalam tubuh; alat-alat tubuh yang Aditif pada detergen dapat berupa
digunakan untuk ekskresi, yang dalam banyak boraks dan sodium klorida. Aditif merupakan
hal lebih penting sebagai pengaturan bagi air bahan tambahan pada detergen sehingga
dan zat terlarut; serta kegiatan sel yang konsentrasinya lebih sedikit dibandingkan
merupakan dasar bagi sistem pengendalian. bahan lainnya. Boraks sering digunakan
Osmosis merupakan transport air sebagai antiseptik dan insektisida. Menurut
melalui membran selektif permeabel dari Greenfacts Scientific Board (2011)
daerah yang potensial kimia airnya lebih tinggi menyatakan bahwa invertebrata seperti cacing
(hipotonik) ke daerah yang potensial kimia dan remis kurang sensitif terhadap boraks
airnya lebih rendah (hipertonik) (Cath et al., daripada bakteri dan protozoa. Berdasarkan
2006). Pada penelitian ini, konsentrasi hal tersebut, kandungan aditif (boraks) pada
detergen yang digunakan berkisar antara 100 detergen tidak berkontribusi besar terhadap
ppm sampai 150 ppm. Oleh sebab itu, cairan kematian lintah. Sodium klorida menyebabkan
intraseluler pada lintah bersifat lebih hipotonis salinitas air menjadi lebih meningkat sehingga
terhadap larutan detergen (lingkungannya). menyebabkan kondisi larutan menjadi lebih
Hal ini menyebabkan lintah harus melakukan pekat (hipertonis). Hal ini tentu terkait dengan
osmoregulasi dengan mengeluarkan lendir. daya osmoregulasi lintah.
Osmoregulasi dan eksresi memungkinkan Keberadaan busa-busa detergen di
lintah untuk mampu mempertahankan permukaan air , menyebabkan kontak udara
kekonstanan lingkungan dalam (cairan tubuh) dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen
terlarut (DO). Walaupun demikian, lintah
merupakan organisme yang memiliki toleransi

66 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

yang cukup tinggi terhadap oksigen terlarut (Fauzi,2011). Selain itu, Yudhistira et al.
(DO) yang rendah (Sekiranda et al, 2004). (2007) juga menyatakan bahwa surfaktan
Pada saat eksperimen, 12 lintah dimasukkan (LAS) menyebabkan kerusakan pada
ke dalam 500 ml air selama 1 jam sehingga epithelium insang ikan. Pada penelitian ini
konsentrasi oksigen terlarut (DO) di dalam air dapat diasumsikan bahwa LAS mampu
tidak begitu rendah. Jadi DO bukan merusak tubuh lintah karena strukturnya yang
merupakan faktor yang berkontribusi besar lunak sama seperti struktur insang pada ikan.
terhadap kematian lintah pada penelitian ini. Selain itu, sebagaimana yang telah dipaparkan
Detergen memiliki efek beracun di di depan, LAS juga dapat merusak membran
dalam air. Detergen dapat menghancurkan sel lintah. Oleh sebab itu, variasi konsentrasi
lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan detergen berpengaruh signifikan terhadap
dari bakteri dan parasit serta detergen dapat jumlah kematian lintah (P<0,05) yang terlihat
menyebabkan kerusakan pada insang ikan pada tabel 1.

(a)

(b)

Gambar 1. (a) (Lintah (Hirudo medicinalis) yang masih hidup) dan (b) (Lintah (Hirudo
medicinalis) yang sudah mati)

Pada Gambar 1 dapat dilihat perbedaan perubahan lingkungan. Clauss (2001)


antara lintah yang masih hidup dengan lintah menyatakan bahwa pada sistem integumen
yang sudah mati. Berdasarkan hasil annelida dilapisi oleh lendir yang
pengamatan, ciri-ciri lintah (Hirudo berfungsi dalam hal eksresi dan
medicinalis) yang keracunan akibat detergen osmoregulasi.
adalah sebagai berikut. 3. Mengalami Pendarahan (hemorrhagi)
1. Tidak bergerak Setelah diamati dengan menggunakan
Salah satu ciri mahluk hidup adalah mikroskop stereo, lintah yang sudah mati
bergerak. Salah satu faktor yang mengalami pendarahan (hemorrhagi)
menyebabkan mahluk hidup tidak mampu (Gambar 3). Kulit Lintah banyak
bergerak lagi adalah kematian. mengandung kapiler-kapiler darah
2. Berlendir (Kastawi et al., 2003). Pendarahan
Setelah diamati dalam situasi lingkungan (hemorrhagi) pada bagian eksternal
yang tidak menguntungkan, lintah (epidermis) kulit lintah yang mengalami
mengeluarkan lendir (Gambar 2) . Hal ini hyperplasia (pembengkakan) berat terjadi
terkait dengan mekanisme adaptasi karena proses krenasi dan rusaknya
fisiologis lintah dalam menanggapi membran sel-sel darah merah. Krenasi

67 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

terjadi karena lintah dimasukkan ke dalam Sedangkan rusaknya membran sel-sel


lingkungan yang hipertonis sehingga darah merah disebabkan oleh Surfaktan
cairan intraseluler pada sel darah merah (LAS).
lintah keluar dan menjadi berkerut.

lendir

Gambar 2. Lendir pada lintah (Hirudo medicinalis) yang sudah mati

Pendarahan

Gambar 3. Pendarahan (hemorrhagi) pada lintah (Hirudo medicinalis)

SIMPULAN Arnyana,I.B.P., N. Wijana, dan I. G. N. Rai.


Berdasarkan hasil penelitian ini dapat (1998). Buku Ajar Ekologi Tumbuhan.
disimpulkan bahwa variasi konsentrasi Singaraja: Program Studi Pendidikan
detergen berpengaruh signifikan terhadap Biologi.
jumlah kematian lintah (P<0,05). Oleh karena Arisandi, P. (2001). Biomonitoring Partisipatif
itu, detergen bersifat toksik terhadap lintah Alternatif Pemantauan Kualitas Air
(Hirudo medicinalis) sehingga kelimpahan Kali Surabaya. (serial online), [cited
lintah di lingkungan perairan tawar dapat 2017 Nopember 25]. Available from:
digunakan sebagai bioindikator adanya http://www.terranet.or.id/tulisandetil.p
pencemaran air, khususnya oleh polutan hp?id=1289
detergen. Bellinger, E.G., and D.C. Sigee. (2010). Fresh
Water Algae: Identification and Use as
TERIMA KASIH Bioindicators. UK: John Willey &
Penulis mengucapkan terima kasih Sons, Ltd.
kepada LP2M Institut Ilmu Kesehatan Medika Bhairi, S.M., and C. Mohan. (2007).
Persada Bali. Detergents: A Guide to The Properties
and Uses of Detergents in Biological
REFERENSI Systems. Germany: EMD Biosciences.
Abdulgani, N. (2002). Pengaruh Detergen Budiawan, Y. Fatisa., dan N. Khairani. (2009).
Linear Alkylbenzene Sulfonate Optimasi Biodegrdabilitas dan Uji
terhadap Perkembangan Embrio Katak Toksisitas Hasil Degradasi Surfaktan
Sawah (Fejervarya cancrivora). Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS)
Jurnal KAPPA. 3 (1): 20-27. sebagai Bahan Deterjen Pembersih.
American Public Health Association. (1999). Jurnal Makara Sains, 13(2): 125-133.
Standard Methods for the Campbell, N. A., J. B. Reece, and L. G.
Examination of Water and Wastewater. Mitchell. (2002). Biologi Edisi Kelima.
America: Joint Editorial Board. Jakarta: Erlangga.

68 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

Cath, T. Y., A. E. Childress, and M. Considerations About Bioindicators in


Elimelech. (2006). Forward Osmosis: Environmental Monitoring. Polish
Principles, Applications, and Recent Journal of Environmental Studies
Developments. Journal of Membrane (PJES), 13 (5): 453-462.
Science. 281: 70–87. Koperski, Pawel. (2005). Testing The
Clauss, W. G. (2001). Epithelial Transport and Suitability of Leeches
Osmoregulation in Annelids. Can. J. ( Hirudinea,Clitellata) for Bilological
Zool. 79: 192–203 Assessment of Lowland Streams.
Encyclopedia Britanica. (1999). Leeching. Polish Journal of Environmental
(serial online), [cited 2017 Nopember Studies (PJES). 53(1): 65-80.
6]. Available from: Macova, S., D. Harustiakova., J. Kolarova., J.
https://www.britannica.com/topic/leec Machova., V. Zlabek., B. Vykusova.,
hing#ref737136. T. Randak., J. Velisek., G. Poleszczuk.,
Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. J. Hajslova., J. Pulkrabova., and Z.
Bogor: Kansius. Svobodova. (2009). Leeches as
Fauzi, F. (2011). Efek Limbah Detergen bagi Sensor-bioindicators of River
Lingkungan. (serial online), [cited Contamination by PCBs. (serial
2017 Nopember 25]. Available from: online), [cited 2017 Nopember 25].
http://www.faikshare.com/2011/01/efe Available from:
k-limbah-detergen-bagi-lingkungan.ht www.mdpi.com/1424-8220/9/3/1807/
ml pdf.
Greenfacts Scientifict Board. (2011). Boron. Ministry of Environment Republic of Korea.
(serial online), [cited 2017 Nopember (2010). Indicator Organisme Tells the
25]. Available from: Health of Rivers. (serial online), [cited
http://www.greenfacts.org/en/boron/l- 2017 Nopember 6]. Available from:
2/boron-5.htm#0 http://eng.me.go.kr/content.do?method
Gullan, P.J., and P.S. Cranston. (2005). The =moveContent&menuCode=res_kid_
Insect: An Outline of Entomology. wat_abo_organisme.
UK: Blackwell Publishing Ltd. Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi.
Guidechem. (2013). CAS No. 7758-29-4 Yogyakarta: Gajah Mada University
(Sodium tripolyphosphate). (serial Press.
online), [cited 2017 Nopember 22]. Pandey, P., and B. Gopal. (2010). Effect of
Available from: Detergents on The Growth of Two
http://www.guidechem.com/cas-775/7 Aquatic Plants: Azolla pinnata and
758-29-4.html. Hydrilla verticillata. Environ. We Int.
Handayani, S. T., B. Suharto., dan Marsoedi. J. Sci. Tech, 5: 107-114.
(2001). Penentuan Status Kualitas Pechenik, Jan A. (2005). Biology of
Perairan Sungai Brantas Hulu dengan Invertebrates. New York: The
Biomonitoring Makrobentos: Tinjauan Mcgraw-Hill Companies, Inc.
Pencemaran Bahan Organik. (serial Peraturan Menteri Kesehatan Republik
online), [cited 2017 Nopember 5]. Indonesia Nomor 416 tahun 1990.
Available from: http://famu.org. Samways, M.J., M.A. McGeoch, and T.R.
Hauthal, H.G. (2005). Types and Typical New. (2010). Insect Conservation; A
Ingredients of Detergents. In: Zoller, Handbook of Approaches and
U., Waldhoff, H., Spilker, R., editors. Methods. New York: Oxford
Handbook of detergents: Part C University Press Inc.
(Analysis). New York: Marcel Dekker. Sekiranda, O. Okumu, Bugenyi, Ndawula, and
Kastawi, Y., S. E. Indriwati, Ibrohim, Gandhi. (2004). Variation in
Masjhudi, dan S. E. Rahayu. (2003). Composition of Macro- Benthic
Zoologi Avertebrata. Malang: Jurusan Invertebrates as an Indication of Water
Biologi Uneversitas Negeri Malang. Quality Status in Three Bays in Lake
Kopciuch,G., B. Berecka, J. Bartoszewicz, and Victoria. Uganda Journal of
B. Buszewski. (2004). Some

69 J. Media Sains – September 2018


Juliantara, I K. P., I G. P. A. F. S. Putra dan A. A. S. R. S. D. Utami / Media Sains 2 (2) (2018)

Agricultural Sciences (UJAS). 9: Swasta, I. B. Jelantik, D. M. Citrawathi, K.


396-411. Maharta, dan I. M. Sutajaya. (2002).
Showell, M.S. (2006). Introduction to Buku Ajar Fisiologi Hewan. Singaraja:
detergents. In: Showel, M.S., editors. Jurdik Biologi Undiksha.
Handbook of Detergents: Part D Tai, L.H.T. (2000). Formulating Detergents
(Formulation). USA: Taylor & Francis and Personal Care Products: A Guide
Group, LLC. to Product Development. France:
Smulders, E. (2002). Laundry Detergents. AOCS Press.
Germany: Wiley-VCH Verlag GmBH, Tjokrokusumo, S.W. (2006). Bentik
Weinheim. Makro-invertebrata sebagai
Sopiah, R.N., dan Chaerunisah. (2006). Laju Bioindikator Polusi Lahan Perairan.
Degradasi Surfaktan Linear Alkil Jurnal Hidrosfir 1(1): 8-20.
Benzena Sulfonat (LAS) pada Limbah Wardhana, W. (1999). Perubahan Lingkungan
Deterjen secara Anaerob pada Reaktor Perairan dan Pengaruhnya terhadap
Lekat Diam Bermedia Sarang Tawon. Biota Akuatik. Depok: Jurusan
Jurnal Teknologi Lingkungan, 7 (3): Biologi Universitas Indonesia.
243-250. Yatim, W. (2007). Kamus Biologi. Jakarta:
Sudarso, Y. (2009). Potensi Larva Trichoptera Yayasan Obor Indonesia
sebagai Bioindikator Akuatik. Jurnal Yudhistira, Angga., Dwi Rian Antono. (2007).
Oseanologi dan Limnologi, 35 (2) : Respon Organisme Akuatik terhadap
201-215. Variabel Lingkungan (pH, Suhu,
Susana, T., dan Suyarso. (2008). Penyebaran Kekeruhan dan Detergen). Bogor:
Fosfat dan Detergen di Perairan IPB.
Pesisir dan Laut Sekitar Cirebon, Jawa Zahri, A. (2005). Pengaruh Alkylbenzena
Barat. Jurnal Oseanologi dan Sulfonate (LAS) terhadap Tingkat
Limnologi, 34: 117-131. Mortalitas dan Kerusakan Struktural
Susana, T., dan R. Rositasari. (2009). Dampak Jaringan Insang pada Ikan Nila
Detergen terhadap Foraminifera di (Oreochromis niloticus L.). Maluku
Kepulauan Seribu Bagian Selatan Tenggara: Program Studi Teknologi
Teluk Jakarta. Jurnal Oseanologi dan Budidaya Perairan.
Limnologi, 35(3): 335-352.

70 J. Media Sains – September 2018

Anda mungkin juga menyukai