Anda di halaman 1dari 11

Oreochromis niloticus

1
Andi Baso Dg Masaro, 1Windyawati Djaina, 1Wirnawati Ahaya, 1Lisna Ahaya, 1Hendra
Amasi, 1Jufriyanto Umar, 1Normawati Ladja, 1Serlin Madi, 1Megawati Ingkriwang

Windyawatidjaina.wd@gmail.com
1
Jurusan Manajeman Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Negeri Gorontalo

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh bayclin terhadap


kelangsungan ikan nila (Oreochromis niloticus). Metode praktikum yang digunakan yaitu
metode eksperimen dengan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai hewan uji dan
bahan pencemarnya bayclin, dengan dosis yang berbeda A (0 ppm), B (0,3 ppm), C (1 ppm),
D (1,5 ppm). Praktikum ini dilaksanakan pada sabtu 22 Oktober 2016 di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Gorontalo. Hasil praktikum menunjukan bahwa
perlakuan pada toples D dengan dosis bayclin 1,5 ppm pada menit ke-5 terdapat 6 ekor ikan
yang mati dan pada menit ke-15 semua ikan mati, sedangkan pada toples C semua ikan mati
pada menit ke-20. Pada toples C semua ikan mati pada menit ke-25.
Kata kunci : Toksikologi, Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Bayclin

Menurut Nissa (2014) lingkungan yang bebas dan terbuka akan mudah masuk bahan
bahan pencemar yang bersifat toksik seperti limbah. Makhluk hidup sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya termasuk organisme air yang tergantung pada kondisi perairan.
Pencemaran bukan lagi hal yang baru dalam kehidupan manusia. Salah satu contoh yang
sering ditemui adalah pembuangan limbah industry dan rumah tangga ke wilayah perairan
sungai ataupun laut. Pengaruh bahan pencemar tersebut pada kondisi perairan adalah
penurunan kualitas air, yang selanjutnya berpengaruh pada kondisi organisme air didalamnya.
Pengaruh racun atau toksik dari bahan pencemar tergantung pada jenis dan sifat dari toksikan
dan juga tingkat kekebalan organisme air.
Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan
efek negatif bagi makhluk hidup. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam
campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua
atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel,
biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat
menimbulkan efek negative bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional,
baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversible sehingga
dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih
kembali (Halang, 2004 dalam Megawati, 2013).
Ikan nila memiliki penyebaran yang luas karenabersifat euryhaline (dapat hidup pada
kisaran salinitasyang lebar) (Agah et al. 2009 dalam Tyas, 2016). Ikan nila
mendiamiberbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yangdangkal, kolam, sungai, dan
danau. Selain itu, ikannila memiliki nilai ekonomi penting dan dapat dipelihara di
laboratorium. Oleh sebab itu, ikan nilamerupakan organisme yang dapat digunakan untuk uji
toksisitas (Muhammad, 2002dalam Tyas, 2016).
Menurut Megawati (2013) ikan nila kini banyak dibudi dayakan di berbagai daerah
karena kemampuan adaptasinya bagus didalam berbagai jenis air. Ikan nila dapat hidup di air
tawar, air payau dan air laut. Ikan nila juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat
omnivore dan mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan
terhadap serangan penyakit.
Bayclin merupakan bahan permutih cair. Larutan pemutih ini mengandung natrium
hipoklorit (NaCIO). Hipoklorit mudah melepaskan klorin yang dalam kadar tinggi dapat
merusak pakaian. Mencampur pemutih dengan berbagai bahan rumah tangga lainnya dapat
sangat berbahaya karena mengahasilkan gas klorin yang merusak saluran pernapasan, jika
konsentrasinya cukup besar dapat mematikan.
Tujuan dilaksanakan praktikum ini yaitu agar dapat menganalisis perubahan tingah
laku ikan setelah diberi bahan pencemar (bayclin).

Praktikum ini dilakasanakan pada Sabtu 22 Oktober 2016 di ruang Arsitektur, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Gorontalo.

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu sebagai berikut :

Alat Tulis 1 set Untuk mencatat hasil praktikum


Toples 4 buah Sebagai wadah untuk kegiatan praktikum
Aerator 1 set Untuk menyuplay oksigen
Pipet tetes 1 buah Untuk memasukkan bahan pencemar kedalam
air
Thermometer 1 buah Untuk mengukur suhu pada saat praktikum
Kamera 1 buah Untuk mendokumentasikan

Benih Ikan Nila 40 ekor Sebagai hewan uji


Air 12 liter Sebagai media hewan uji
Bayclin 1 botol Sebagai bahan pencemar

Ikan nila dimasukkan kedalam toples yang telah diberi aerasi, masing - masing toples
diisi 10 ekor benih ikan nila, kemudian diukur suhu air dan dicatat hasilnya.Dibiarkan selama
beberapa menit agar ikan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Benih ikan nila yang telah dimasukkan kedalam toples selanjutnya diberi perlakuan
yaitu dengan memasukan bahan pencemar bayclin dengan dosis yang telah ditentukan.
Toples A (0 ppm), Toples B (0,3 ppm), Toples C (1 ppm), dan Toples D (1,5 ppm), kemudian
diukur suhu masing-masing toples dan dicatat.
Pengamatan tingkah laku dilakukan setelah pemberian bahan pencemar bayclin,
tingkah laku ikan diamati dari menit ke 0, 5, 15, 30 dan kemudian 1 jam, 2, 4, 8, 16 hingga 24
jam, selain tingkah laku bukaan operculum juga dihitung. Dicatat jumlah ikan yang mati pada
masing-masing toples selama pengamatan berlangsung.

𝑁𝑡
𝑆𝑅 = 𝑥 100
𝑁𝑜

Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup hewan uji (%)
Nt = Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor)

Dari pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 3,4, dan 5.
Tabel 2. Sebelum dimasukkan bahan pencemar

Jernih Tidak 29oC Ikan bergerak aktif, sirip-siripnya bergerak aktif,


atau Berbau bukaan operculum normal
Tidak
Keruh
Tabel 3. Sesudah dimasukkan bahan pencemar

7 ekor benih ikan nila


mulai bergerak lemas
sehingga perlahan ikan
B
mulai turun kedasar
(0,3 ppm)
toples, serta bukaan
operculum kadang cepat
kadang lambat.
5 Keruh Menyengat 29oC
2 ekor benih ikan nila
C mati, dan beberapa ekor
(1 ppm) lainnya mulai bergerak
lambat.
6 ekor benih ikan nila
D
mati, 4 ekor ikan lemas
(1,5 ppm)
berada didasar toples.
Ada 3 ekor benih ikan nila
yang mati. Ikan yang
B
lainnya bergerak semakin
(0,3 ppm)
lemas.

6 ekor benih ikan nila


mati, ikan yang lainnya
10
C Keruh Menyengat 30oC dalam keadaan stress dan
(1 ppm) pergerakannya tidak
stabil, serta bukaan
operculum tidak normal.
3 ekor benih ikan nila
D mati, ikan yang lainnya
(1,5 ppm) lebih banyak diam didasar
toples.
2 ekor ikan mati, sisa ikan
B lainnya bergerak naik
turun, bukaan operculum
(0,3 ppm) kadang cepat kadang
lambat.
1 ekor ikan mati dan
15 C Keruh Menyengat 29oC sisanya masih bias
bergerak tapi
(1 ppm) operculumnya masih
bergerak.
D Semua ikan mati dengan
mulut terbuka, dan warna
(1,5 ppm) kulit pucat.
2 ekor ikan mati, 3 ekor
lainya berada didasar
B toples dengan keadaan
(0,3 ppm) terbalik, tapi
20 Keruh Menyengat 29oC operculumnya masih
bergerak.
C Semua ikan mati dengan
mulut terbuka, warna kulit
(1 ppm) pucat.
B Semua ikan mati dengan
25 Keruh Menyengat 29oC mulut terbuka, warna kulit
(0,3 ppm) pucat.

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel diatas dimenit ke – 5 dengan dosis bayclin
sebanyak 0,3 ppm, warna air keruh dan bau yang menyengat menyebabkan ikan yang berada
didalam toples A menjadi lemas dan ikan lainnya mulai turun kedasar toples. Pada toples C
dengan dosis bayclin sebanyak 1 ppm ada 2 ekor ikan mati dan ikan lainnya bergerak lemas.
Sedangkan pada toples D dengan dosis yang lebih banyak dari toples B dan C yaitu 1,5 ppm
ada 6 ekor ikan yang mati.
Pada tabel diatas dimenit ke – 15 ikan pada toples D dengan dosis bayclin 1,5 ppm semua
ikan mati, sedangkan semua ikan pada toples C mati pada menit ke – 20, dan pada menit ke –
25 semua ikan pada toples B mati.
Kisaran suhu optimal menurut Jangkaru et al.(1991) dalam Handini (2012) sekitar 22 –
37oC, sedangkan suhu pada saat praktikum 29 – 30oC. Suhu pada praktikum ini masih
tergolong normal, jadi kematian ikan dalam penelitian ini bukan disebabkan oleh suhu.
Perbedaan konsentrasi bayclin pada setiap perlakuan paparan tidak berpengaruh terhadap
suhu air, karena nilai suhuair terlihat sama pada semua konsentrasi.

Tabel 3. Bukaan Operculum

130 80 73 68 57
116 68 45 36 -
102 96 25 15 -
93 34 14 - -
Pada tabel bukaan operculum dari menit ke – 5 sampai menit ke – 25 mengalami
penurunan. Bukaan operculum yang cepat bisa disebabkan oleh konsentrasi bahan pencear
(bayclin) yang dimasukkan ke dalam air sebagai media hidup ikan.
Tabel 4. Analisis Kelangsungan Hidup

100% 100% 100% 100% 100%


0% 70% 80% 80% 70%
80% 40% 90% 90% 0%
40% 70% 90% 0% 0%

a) Kelangsungan hidup pada toples A


Dik : Nt = 10 ekor
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
10
= 10 x 100%

= 100%
Jadi kelangsungan hewan uji mencapai 100% karena belum diberi polutan berupa
bayclin
b) Kelangsungan hidup pada toples B
1) Kelangsungan Hidup pada toples B waktu pengamatan 10 menit
Dik : Nt = 7 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 3 = 7)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
7
= 10 x 100%
700
=
10

= 70%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples B dengan waktu pengamatan 10 menit
mencapai 70% dengan tingkat kematian 30% berjumlah 3 ekor.
2) Kelangsungan Hidup pada toples B waktu pengamatan 15 menit
Dik : Nt = 8 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 2 = 8)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
8
= 10 x 100%
800
= 10

= 80%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples B dengan waktu pengamatan 15 menit
mencapai 80% dengan tingkat kematian 20% berjumlah 2 ekor.
3) Kelangsungan Hidup pada toples B waktu pengamatan 20 menit
Dik : Nt = 8 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 2 = 8)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
8
= 10 x 100%
800
= 10

= 80%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples B dengan waktu pengamatan 20 menit
mencapai 80% dengan tingkat kematian 20% berjumlah 2 ekor.
4) Kelangsungan Hidup pada toples B waktu pengamatan 25 menit
Dik : Nt = 7 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 3 = 7)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
7
= 10 x 100%
700
= 10

= 70%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples B dengan waktu pengamatan 25 menit
mencapai 70% dengan tingkat kematian 30% berjumlah 3 ekor.
c) Kelangsungan hidup pada toples C
1) Kelangsungan Hidup pada toples C waktu pengamatan 5 menit
Dik : Nt = 8 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 2 = 8)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
8
= 10 x 100%
800
= 10

= 80%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples C dengan waktu pengamatan 5 menit
mencapai 80% dengan tingkat kematian 20% berjumlah 2 ekor.
2) Kelangsungan Hidup pada toples C waktu pengamatan 10 menit
Dik : Nt = 4 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 6 = 4)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
4
= 10 x 100%
400
= 10

= 40%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples C dengan waktu pengamatan 10 menit
mencapai 40% dengan tingkat kematian 60% berjumlah 6 ekor.
3) Kelangsungan Hidup pada toples C waktu pengamatan 15 menit
Dik : Nt = 9 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 1 = 9)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
9
= 10 x 100%
900
= 10
= 90%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples C dengan waktu pengamatan 15 menit
mencapai 90% dengan tingkat kematian 10% berjumlah 1 ekor.
4) Kelangsungan Hidup pada toples C waktu pengamatan 20 menit
Dik : Nt = 9 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 1 = 9)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
9
= 10 x 100%
900
= 10

= 90%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples C dengan waktu pengamatan 20 menit
mencapai 90% dengan tingkat kematian 10% berjumlah 1 ekor.
d) Kelangsungan hidup pada toples D
1) Kelangsungan Hidup pada toples D waktu pengamatan 5 menit
Dik : Nt = 4 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 6 = 4)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
4
= 10 x 100%
400
= 10

= 40%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples D dengan waktu pengamatan 5 menit
mencapai 40% dengan tingkat kematian 60% berjumlah 6 ekor.
2) Kelangsungan Hidup pada toples D waktu pengamatan 10 menit
Dik : Nt = 7 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 3 = 7)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
7
= 10 x 100%
700
= 10

= 70%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples D dengan waktu pengamatan 10 menit
mencapai 70% dengan tingkat kematian 30% berjumlah 3 ekor.
3) Kelangsungan Hidup pada toples D waktu pengamatan 15 menit
Dik : Nt = 9 ekor (di dapat dari jumlah ikan pada awal meneliti – jumlah ikan yang mati,
10 - 1 = 9)
No = 10 ekor
Dit : SR …?
𝑁𝑡
Peny : SR = 𝑁𝑜 x 100%
9
= 10 x 100%
900
= 10

= 90%
Jadi kelangsungan hewan uji pada toples D dengan waktu pengamatan 15 menit
mencapai 90% dengan tingkat kematian 10% berjumlah 1 ekor.

Dari tabel 4 Analisis kelangsungan hidup diatas dapat dilihat kelangsungan hidup ikan nila
pada konsentrasi 0,3 ppm dimenit ke-5 adalah 0% karena tidak ada ikan yang mati,
sedangkan pada menit ke-10 dengan konsentrasi yang sama SR = 70%. Pada menit ke-5
dengan konsentrasi 1 ppm SR = 80%, sedangkan dikonsentrasi 1,5 ppm SR = 40%, ini
menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi bahan pencemar sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup ikan nila.

Dari hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan tingkah laku ikan setelah diberi
bahan pencemar, sebagian besar ikan bergerak lemas dan berada didasar toples, ini
menunjukan bahwa ikan tersebut tidak dapat mentolerir bahan kimia yang masuk kedalam air
tersebut. Perbedaan konsentrasi bahan pencemar (bayclin) sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup ikan nila.
Megawati, 2013. Uji Toksitas Deterjen Terhadap Ikan Nila. Jurusan MSP. FIKP. UMRAH.
Nissa, 2014. Uji Toksitas Insektisida Terhadap Ikan Lele. Jurusan Perikanan. Fakultas
Pertanian. UGM. Jogjakarta
Tyas, 2016. Uji Toksisitas Letal Cr6+ Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
Handini dkk, 2012. Pengaruh Konsentrasi Pemaparan Surfaktan Alkyl Benzene Sulfonate
Terhadap Toksitas dan Kerusakan Jaringan Ikan Nila.Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. UNPAD

Anda mungkin juga menyukai