Anda di halaman 1dari 7

Nama : Hanifah Nur Rohmah Lutfiyati

Nim : 26010120120008
Kelas : MSP A
Mata Kuliah : Fisiologi Hewan Air
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Sutrisno Anggoro, M. S

TUGAS MANDIRI DAN TERSTRUKTUR 2

BIOLUMINESENSI

Perairan laut merupakan suatu habitat yang sangat besar di bumi dibandingkan dengan
daratan, oleh karena itu banyak hal yang menarik dan juga banyak misteri-misteri yang berada di
dalam lautan itu sendiri, ada yang sudah terungkap dan juga masih banyak hal menarik dan
misterius yang belum terungkap sampai saat ini. Bahkan di perairan laut masih ada sebagian
kehidupan yang ada di perairan laut yang belum dapat diketahui keberadaannya karena laut
memiliki kedalaman yang sangat dalam sekali. Contoh perairan yang memiliki kedalaman nomor
satu di dunia yaitu Palung Mariana dengan kedalaman mencapai 10.911 meter yang berada di
Samudera Pasifik. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa lautan memiliki keluasan dan juga
struktur yang kompleks dalam suatu kehidupan berbagai organisme yang berada di dalamnya.
Salah satu misteri dan hal menarik yang terungkap dari lautan yaitu fenomena bioluminesensi.

Bioluminesensi atau bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk
hidup karena adanya reaksi kimia tertentu di dalam tubuhnya. Kata bioluminescence berasal dari
bahasa Yunani kuno yaitu kata “bios” yang berarti hidup dan kata “latris luminescere” yang
berarti penghasil cahaya. Berdasarkan penjelasan tersebut bioluminesensi merupakan organisme
atau makhluk hidup tertentu yang memiliki cahaya sebagai produksi cahaya yang berasal dari
dalam tubuh organisme tersebut. Menurut Lehninger dalam Anggoro et al. (2021),
Bioluminesens atau “bioluminescence” (bahasa inggris) adalah suatu bentuk emisi (pancaran)
energi atau pendar cahaya hayati yang disebabkan oleh adanya perubahan proses kimiawi dengan
melibatkan konversi energi kimia menjadi energi vahaya yang terdapat pada organisme tertentu.
Fenomena bioluminesensi dikenalkan pertama kali di dunia oleh ilmuwan bernama Aristoteles
dalam bukunya yang berjudul “Tentang Warna”. Aristoteles dalam bukunya menyebutkan bahwa
ada sesuatu hal yang secara alami menyebabkan bagian kepala ikan dan badan sotong terlihat
bercahaya.
Gambar: Bioluminesensi pada ubur-ubur.

Sampai saat ini fenomena bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai
organisme perairan, seperti cumi-cumi, ubur-ubur, gurita, plankton dan lain-lain. Organisme-
organisme tersebut memberikan efek pada perairan seolah-olah lautan tampak mengeluarkan
cahaya yang indah. Bioluminesensi dapat terjadi pada organisme di perairan laut dangkal,
organisme di perairan laut dalam serta organisme yang berada di ekosistem tambak yang terkena
wabah Baculovirus. Bioluminesensi yang biasanya terjadi di wilayah laut dalam dan dangkal
yaitu dimana bioluminesensi mencapai perkembangan yang tertinggi serta kompleks terdapat
pada perairan yang tidak ada sama sekali cahaya. Organisme-organisme bioluminesensi seperti
ikan lomek, ubur-ubur dan organisme bioluminesensi lainnya memiliki cahaya sendiri untuk
menerangi berbagai tempat gelap tanpa adanya cahaya matahari. Sumber fenomena
bioluminesensi berasal dari bakteri luminesens yang sering bersimbiosis dengan organisme laut
seperti ikan lomek.

Pada umumnya reaksi kimia yang menyebabkan fenomena bioluminesensi dipengaruhi


oleh dua bahan kimia yaitu luciferin dan luciferase atau photoprotein. Luciferin merupakan suatu
senyawa yang dapat menghasilkan cahaya. Ada beberapa makhluk hidup yang bias
menghasilkan senyawa luciferin sendiri dan ada juga makhluk hidup atau organisme lain yang
mendapatkan luciferin dari organisme lain yang menghasilkan luciferin. Ada organisme yang
mendapatkan luciferin melalui makanan dan ada juga yang mendapatkan luciferin melalui
hubungan symbiosis antara dua organisme. Selain luciferin bahan kimia yang menyebabkan
bioluminesensi pada suatu organisme yaitu enzim luciferase. Enzim luciferase merupakan suatu
enzim yang dapat berinteraksi dengan substrat untuk mempengaruhi laju reaksi kimia. Luciferin
akan berinteraksi setelah teroksidasi dengan enzim luciferase dan membentuk prosuk berupa
molekul dengan energi tinggi. Molekul tersebut disebut dengan molekul oxyluciferin. Reaksi
kimia tersebut kemudian akan menghasilkan energi berupa energi cahaya yang dapat membuat
suatu organisme terlihat bersinar. Menurut Haddock et al. dalam Dewi et al. (2018),
Bioluminesensi merupakan hasil dari proses kimia alami, produksi dan emisi cahaya dihasilkan
oleh energi lewat oksidasi dari substrat (lucifen) yang dikatalis oleh enzim (luciferase).

Bioluminesensi menghasilkan cahaya berupa spektrum warna. Spektrum warna yang


dihasilkan oleh organisme-organisme yang melakukan bioluminesensi juga berbeda-beda, ada
yang berwarna ungu sampai dengan warna merah. Luciferin yang merupakan salah satu bahan
yang menyebabkan bioluminesensi merupakan substansi organik yang dioksidasi dengan enzim
luciferase sebagai katalisator dan akan menghasilkan cahaya. Keperluan oksidasi tersebut
diperlukan sejumlah oksigen yang diambil dari insang organisme akuatik atau langsung dari
molekul oksigen yang terlarut di dalam air. Menurut Anderson dalam Puryono et al. (2019),
secara sederhana reaksi umum bioluminesensi dapat dituliskan sebagai berikut :

LH2 + ATP + O2 +AMP + PPi + CO2 + L(O)

LH2 merupakan luciferin yang direduksi, L (O) merupakan luciferin yang dioksidasi
(oxyluciferin), dan PPi merupakan pirofosfat. Reaksi bioluminesensi tersebut memerlukan energi
ATP, Mg+ dan enzim ATP-ase. ATP tersebut merupakan sumber energi utama yang terdapat
pada sel organ luminesens. ATP dihidrolisis menjadi adenosin monofosfat (AMP) dan pirofosfat
(PPi), sehingga melepaskan sejumlah energi. Energi yang dilepaskan tersebut sebagian besar
berberntuk energi cahaya yang dikenal dengan bioluminesensi.

Organ bioluminesensi pada organisme akuatik umumnya memiliki bentuk serta ukuran
yang bervariasi serta sistem kerjanya juga bervariasi. Organisme akuatik baik hewan tingkat
rendah (invertebrate) maupun tingkat tinggi (vertebrata) memiliki tipe organ luminesensi yang
berbeda-beda. Contoh dari system kerja dan juga organ luminesensi dari organisme akuatik
antara lain adalah:
1. Organ Luminesensi pada Hewan Tingkat Rendah (ivertebrata)
a. Organ Luminesensi pada Krustasea

Gambar: luminesensi pada udang.


Krustasea atau udang-udangan merupakan suatu kelompok besar dari arthropoda.
Sebagian ordo dari krustasea bisa melakukan bioluminesensi antara lain yaitu
Malacoastra, copepoda dan ostracoda. Organ luminesensi pada malacoastra terdapat
pada bagian maksila tepatnya yaitu berada pada segmen antara mulut dan juga antena
pada kepalanya. Organ luminesensi tersebut terdiri dari beberapa bagian yaitu sel-sel
luminesens yang menghasilkan enzim luciferase, reflektor, lensa sebagai pengatur besar
kecilnya cahaya luminesensi dan juga rod mass sebagai pengatur reflektor. Ordo dari
malacoastra lain seperti decapoda memiliki letak organ luminesensi yang berbeda.
Organ luminesensi pada decapoda terdiri dari membrane dasar, epidermis, jaringan
penghubung, tiga lapis lensa, epithel lensa, syaraf pengendali luminesensi, sel-sel
photogeni yang menghasilkan luciferase dan luciferin,, pigmen, reflektor dan juga
kapsula. Sel-sel photogeni selain menghasilkan luciferin dan luciferase juga merupakan
penyedia ATP serta sebagai penerima suplai O2 yang berasal dari insang. Cahaya yang
terbentuk oleh decapoda berwarna kuning kehijauan. Pemancaran cahayanya diatur
dengan cara memberi O2 dari insang menuju ke sel-sel photogeni. Sedangkan pada
ostracoda memiliki organ luminesens berupa sel-sel yang bentuknya silindirs
memanjang yang terdapat pada bagian bibir atas. Sel-sel silindris tersebut merupakan
kelenjar luminesens yang menghasilkan substansi photogeni berupa luciferin dan enzim
luciferase. Terdapat dua kelenjar sel pada ostracoda yang pertama berukuran agak besar
berwarna kuning dan berfungsi sebagai penghasil luciferin sedangkan kelenjar kedua
berukuran lebih kecil daripada kelenjar pertama tidak berwarna yang berfungsi
menghasilkan enzim luciferase. Pada Copepoda organ luminesens nya tidak jauh
berbeda dengan ostracoda, perbedaannya terletak pada posisi organ terhadap anggota
badan yang lain. Pada Copepoda kelenjar luminesens terletak pada segmen antenula,
berwarna kuning dan terkedang menyebar di antenna dan atas kepala. Kelenjar
luminesens pada Copepoda berukuran sama dan dapat menghasilkan substansi
photogeni baik luciferin dan juga enzim luciferase.
b. Organ Luminesensi pada Ubur-ubur
Organ luminesensi pada ubur-ubur terletak pada bagian permukaan umbrella layer
pada ubur-ubur yang terdiri dari granula luminesens. Granula luminesens pada ubur-
ubur tersebut dapat memancarkan cahaya secara otomatis pada saat cuaca gelap. Granula
luminesens pada ubur-ubur merupakan organ yang menghasilkan substansi photogeni
yaitu luciferin dan luciferase.
c. Organ Luminesens pada Cumi-cumi (Chepalopoda)
Organ luminesens pada cumi cumi terletak pada bagian tentakel dan juga di dekat
mulut cumi-cumi. Organ luminesens tersebut merupakan sel-sel photogenni yang
menghasilkan luciferin dan enzim luciferase. Aktivitas sel photogeni tersebut akan
meningkat saat cumi-cumi mencari mangsanya yang berada di tempat yang gelap, akan
tetapi pada saat ada musuh yang mengganggu cumi-cumi organ luminesens tersebut
akan berhenti, kemudian cumi-cumi menyemburkan cairan tintanya untuk mengelabui
musuhnya.
2. Organ Luminesensi pada Vertebrata (Ikan)
Organ luminesensi ikan dimiliki ikan yang hidup diperairan laut dalam, dan juga
laut dangkal. Organ luminesensi yang dimiliki oleh ikan-ikan yang hidup diperairan laut
dalam memiliki bentuk yang khas seperti mata pancing yang menonjol dibagian atas
kepala. Ikan yang memiliki kemampuan bioluminesensi di perairan laut dalam
contohnya seperti ikan Himanrolophus paucifilosus. Organ luminesens pada ikan
tersebut terdiri atas sel-sel photogeni, organ luminesens tersebut bekerja secara mandiri.
Hal tersebut dikarenakan cahaya yang dipancarkan oleh ikan terpancar sepanjang waktu.
Energi yang digunakan untuk memancarkan cahaya berasal dari ATP yang berada di sel
photogeni dan kadar O2 pada pembuluh tapis di insang ikan.
Organ luminesens juga terdapat pada ikan lomek. Ikan lomek melakukan
symbiosis dengan bakteri luminesens. Bakteri luminesens merupakan bakteri yang dapat
memancarkan cahaya karena memiliki enzim luciferase. Bakteri luminesens memiliki
pergerakan yang bersifat motil, dimana alat gerak bakteri tersebut membantu bakteri
berenang dengan cepat menuju lokasi yang kaya akan nutrisi. Semakin kaya nutrisi yang
di dapat maka cahaya yang dihasilkan juga semakin terang. Ikan lomek memiliki bakteri
luminesens, ikan lomek memiliki tubuh yang lembek, ikan lomek memiliki kandungan
air sebesar 90%, kadar air yang tinggi tersebut dijadikan bakteri luminesens sebagai
tempat atau media untuk tumbuh dan berkembang. Tubuh ikan lomek yang lembek dan
sesuai dengan karakteristik habitat bakteri luminesens untuk hidup ikan lomek juga
merupakan salah satu ikan yang mudah dijumpai dalam jumlah yang banyak, oleh
karena itu saat dimalam hari ikan lomek sering bercahaya di perairan.

Bioluminesensi terjadi karena reaksi tertentu yang berbeda-beda pada setiap organisme.
Bioluminesensi pada organisme laut seperti ikan, ubur-ubur, sotong, cumi-cumi, krustasea atau
udang, bakteri serta dinoflagellata memanfaatkan bioluminesensi untuk kepentingan yang
berbeda-beda. Bioluminesensi memiliki banyak manfaat bagi organisme akuatik antara lain
yaitu:

1. Sebagai penerangan untuk mencari makanan


2. Sebagai bentuk atraksi saat memijah
3. Sebagai bentuk pertahanan terhadap predator
4. Sebagai daya tarik untuk mencari mangsa

Selain bermanfaat bagi organisme akuatik bioluminesensi juga bermanfaat bagi manusia dan
telah dijadikan sebagai salah satu penanda dalam reaksi sel. Selain itu dalam hal medis
bioluminesensi dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker dalam tubuh secara lebih
cepat melalui sebuah teknologi baru yang disebut dengan bioluminescence imaging atau BLI,
dengan menggunakan BLI lokasi serta ukuran sel kanker didalam tubuh manusia dapat diketahui
sehingga bias segera dilakukan perawatan yang lebih tepat. Menurut Haddock et al. (2010),
Beberapa macam decapoda, chepalopoda, dan ikan memakai pendaran untuk melakukan
kamuflase dalam menghindari predator.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S., A., Indarjo, G., Salim, K. R., Handayani, J., Ransangan, dan A., Jabarsyah, 2021.
Bioluminesensi Laut. Syiah Kuala University Press.

Dewi, K., D., Pringgenies, H., Haeruddin, dan S. I., Muchlissin, S. I. 2018. The bioluminescence
phenomenon of Lomek fishes (Harpadon nehereus) with their luminous bacteria. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(3) 451-459.

Puryono, S., Anggoro, S., Suryanti, S., & Anwar, I. S. (2019). Pengelolaan pesisir dan laut berbasis
ekosistem.

Steven H.D. Haddock, Mark A. Moline, James F. Case. 2010. "Bioluminescence in the Sea". Annual
Review of Marine Science 2: 443–467.

Anda mungkin juga menyukai