PRAKTIKUM II
EMBRIOLOGI KATAK
OLEH :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
MARET 2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang terbentuk dari fertilisasi dua sel kelamin akan tumbuh dari sel zigot menjadi
kaki, kepala dan organ tubuh yang lain. Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah
atau ukuran yang bersifat kuantitatif, karena mudah di amati dan bersifat
irreversible atau tidak dapat kembali seperti semula. Serta dapat dinyatakan
dalam dan faktor luar. Faktor dalam adalah faktor yang terdapat dalam tubuh
organisme antara lain gentik yang ada di dalam gen, dan hormon yang
air, cahaya, suhu, kelembapan / pH dan oksigen. Potensi genetik hanya akan
ditampilkan oleh hewan di tentukan oleh faktor genetik dan lingkungan secara
bersama-sama.
Kelompok ampibi ini merupakan jenis hewan ovivar. Katak jantan dan katak
betina tidak memiliki alat kelamin luar. Dekat pangkal oviduk pada katak betina
dewasa, terdapat kantung yang mengembung yang disebut kantung telur (uterus).
Oviduk katak betina terpisah dengan ureter. Oviduknya berkelok-kelok dan
B. Rumusan Masalah
perkembangan larva?
C. Tujuan Pratikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara
perkembangan larva.
D. Manfaat Pratikum
larva.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Katak
yang habitatnya sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi habitat dan aktivitas
yakni spesies yang cukup bertubuh besar yang sering dijadikan sumber protein
tinggi. Selain untuk tujuan konsumsi, amfibi memiliki kegunaan yang lain yaitu
(Mardinata, 2017).
hewan memijah. Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi untuk setiap jenis
individu. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengaruh lingkungan, fisik dan
jenis individu. Diduga ukuran tubuh, bobot tubuh dan bobot gonad juga
mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan. Hubungan bobot tubuh dan bobot
gonad menunjukan bahwa bobot tubuh dan bobot gonad tumbuh secara bersamaan
artinya memiliki hubungan yang sangat kuat. Apabila bobot gonad bertambah
maka berpengaruh juga pada bobot tubuh. Jumlah telur yang dihasilkan juga
semakin besar ukuran katak semakin banyak jumlah telur yang dihasilkan
(Saputra, 2014).
faktor luar. Bila suhu rendah maka akan membelah enzin choroin tidak bekerja
dan membuat embrio lama melarutkan kulit telur sehingga proses penetasan lama
terjadi. Hal ini didukung oleh Effendi (2002) menyatakan faktor luar yang
mempengaruhi pengeraman telur adalah suhu air. Suhu merupakan faktor penting
tentang perubahan progresif struktur dan fungsi tubuh dalam hidup makhluk
perkembanga yang pesat pada struktur berudu, namun bukan perubahan bentuk
radikal yang memuncak pada hilangnya karakter berudu; pada Anuran tahap ini
dimulai ketika ekor berudu mulai mengalami regresi dan diakhiri ketika ekor
pertumbuhan yang terjadi pada periode ini adalah pertumbuhan bud (calon kaki).
proses yang terjadi pada periode ini adalah pertumbuhan kaki depan dan
sistem organ, jaringan, juga pada level biokima terjadi selama periode
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Maret 2019 pada pukul
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat di lihat pada Tabel 1:
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2 :
dibawah mikroskop
inseminasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1 2 3 4
1
1 Polus vegetatif
2 2 Polus animalis
Stadium 1
(Frandson, 1992)
Perbesaran 640×480
1 2 3 4
1. Telur yang belum
dibuahi.Umur 0,0 jam,
diameter 1,7 mm. Keadaan
ini terjadi segera setelah
telur dikeluarkan
(Oviposisi) dari tubuh induk
Stadium 1 katak.Telur terbungkus oleh
lapisan gelatin. Bagian telur
dapat dibedakan menjadi
Polus animalis dan polus
vegetativus berdasarkan tingkat
pigmentasinya.
Tabel 4. Lanjutan
1 2 3 4
2. Telur yang telah dibuahi.
Umur 1,0 jam, diameter 1,7
mm. Terbentuk membran
pembuahan berbentuk
bulan sabit dan berwarna
abu-abu (graycrescent) pada
bagian permukaan telur yang
Stadium 2 menjadi tempat masuk
spermatozoon.. Setelah
mengalami pembuahan,
metabolisme sel telur akan
meningkat, sementara
permiobilitas dinding sel
telur berkurang.
3. Pembelahan tingkat
pertama menjadi 2 sel.
Umur 3,5 jam, diameter
1,7mm. Bidang pembelahan
pertama meridional
Stadium 3 (vertikal), gray crescent
terbagi menjadi 2 bagian yang
sama besar. Dua buah blastomer
yang terbentuk memiliki bagian
polus animalis dan polus
vegetativus.
4. Pembelahan menjadi 4 sel.
Umur 4,5 jam, diameter 1,7
mm. Bidang pembelahan kedua
masih tetap
Meridional (vertikal). Pada
Stadium 4
saat ini terjadi perbedaan
pembagian gray crescent.
Dua sel memiliki dan dua
sel lainnya tidak memiliki.
Tabel 4. Lanjutan
1 2 3 4
5. Pembelahan menjadi 8 sel.
Umur 5,5 jam, diameter
1,7 mm. Bidang
pembelahan ketiga berpola
latitudinal. Pada stadium
ini terjadi perbedaan
ukuran
blastomer. Mikromer (sel-
Stadium 5 sel blastomer yang
berukuran kecil)
berpigment tebal, sedangkan
makromer (yang berukuran
lebih besar) berpigment
tipis saja. Tampak adanya
inisiasi calon
Blastocel.
6. Pembelahan menjadi 16
sel. Umur 6,5 jam,
diameter 1,7 mm. Dua
bidang pembelahan ke-4
Stadium 6 Meridional (vertikal)
terbentuk pada stadium ini,
selainitu terjadi segregasi
plasma benih (germ
plasm).
7. Pembelahan menjadi 32
sel. Morulla, umur 7,5 jam,
diameter 1,7 mm.
Dua bidang pembelahan ke-5
Latitudinal.Membentuk
massa sel yang disebut sebagai
Stadium 7 Morulla. Blastomer
penyusunnya berukuran lebih
kecil apabila dibandingkan
dengans tadium sebelumnya,
sedangkan blastocel
membesar.
Tabel 4. Lanjutan
1 2 3 4
8. Pertengahan pembelahan.
Blastula awal, umur 16
jam, diameter 1,7 mm.
Blastocel terus membesar,
pola pembelahan
berikutnya yang terjadi
tidak memiliki aturan
pasti. Pergerakan embrio
Stadium 8 secara umum dilakukan
dengan bantuan silia sel-
sel blastomer bagian luar.
Permukaan embrio masih
terlihat sebagai susunan
sel-sel yang tidak rata dan
membentuk struktur
permukaan multiseluler.
9. Akhir pembelahan.
Blastula akhir, umur 21
jam, diameter 1,7 mm.
Struktur permukaan yang
multiseluler berangsur
menghilang dan menjadi
lebih halus atau rata.
Stadium 9 Terbentuk bangunan yang
disebut germ ring, epiblast
dan hypoblast.Bagian
dorsal, sesuai dengan peta blastula
merupakan calon pembentuk
organ.
masing-masing. Pada stadium 1 merupakan fase dimana telur belum dibuahi, fase
ini terjadi setelah telur dikeluarkan (oviposisi) dari tubuh induk katak. Stadium 2
dimana telur membentuk membran pembuahan yang berbentuk bulan sabit dan
berwarna abu-abu (gray crescent) pada bagian permukaan telur yang menjadi
gray crescent mulai membelah dan terbagi menjadi dua bagian yang sama besar
yaitu blastomer yang terbentuk memiliki bagian polus animalis dan polus
(vertikal) terbentuk pada stadium ini, selain itu terjadi segregasi plasma benih
(germ plasma). Stadium ke 7 terjadi pembelahan menjadi 32. Fase ini terbentuk
dua bidang pembelahan ke-5 latitudinal, membentuk massa sel yang disebut
sebagai morulla. Stadium ke 8 telur sampai pada tahap blastula awal atau disebut
multiseluler yang telah menghilang dan menjadi lebih halus atau rata. Stadium 10
atau disebut tahap pembentukan bibir dorsal, gastrula awal dimana terjadi epiboly
germ ring kearah polus vegetativus, invaginasi dan involusi bibir labium dorsal
(labium dorsale). Stadium ke 11 sel telur katak mulai terjadi pembentukan bibir
Fase stadium ke 12 gastrula akhir mulai terbentuk Labium ventral dan yolg
plug dan terjadi kontraksi labia, sedangkan ukuran gastrosel menjadi lebih besar
dan blastocel menghilang serta diikuti oleh terbentuknya blastoporus. Fase telur
katak yang memasuki stadium ke 13 dimana neurula awal berumur bentuk embrio
tidak lagi bundar melainkan agak lonjong serta Lamina neuralis juga mulai
Fase telur katak stadium 15, torus medullaris pada embrio mengalami
neuroporus muncul pada bagian anterior dan posterior dan embrio sudah dapat
dibedakan menjadi bagian kepala, leher dan badan. Bagian dorsal embrio
pertama dengan bantuan otot tubuh embrio. Fase stadium ke 19, jantung embrio
mulai berdenyut, epifise mulai terbentuk yang di ikuti oleh adanya perubahan
posisi. Fase stadium ke 20 adalah tahap penetasan dimana lapisan gelatin sebagai
pelindung terhadap dunia luar mulai pecah dan larut dalam air.
yang mencolok dari lava ke berudu, mulut mulai terbuka, kornea transparan dan
calon cerebrum mulai terbentuk. Fase atau stadium ke 22 adalah fase dimana
sistem sirkulasi ekor mulai berfungsi dan bagian jantung telah lengkap dan mulai
menutupnya insang dimulai dengan terbentuknya operculum pada bagian kiri dan
mengalami atropi, mulut mulai melebar dengan susunan gigi tanduknya. Fase atau
ekor.Spiraculum mulai terbentuk, gigi parut mulai nampak pada bagian bibir berudu
termasuk ke dalam stadium 1, fase dimana telur belum dibuahi karena pembuahan
katak yang terjadi secara eksternal, sehingga tidak memungkinkan bahwa telur
yang masih berada di dalam perut induk katak betina telah dibuahi. Pengamatan
yang dilakukan telur masih dalam induk yang dikeluarkan (ovoposisi), maka dari
itu sesuai dengan ciri-ciri pada tahap stadium 1. Telur katak juga memiliki polus
animal dan polus vegetatif, yang dimana polus animal berarwarna hitam
sedangkan polus vegetatif berwarna pucat. Hal ini sesuai dengan (Frandson, 1992)
yang menyatakan ada 2 kutub pada telur yaitu kutub animal dan kutub vegetal,
yang dimana kutub animal atau yang biasa disebut polus animalis berpigmen
hitam sedangkan kutub vegetal atau yang biasa disebut polus vegetatif tidak
berpigmen hitam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut, yaitu stadium 1 dimana sel telur belum dibuahi dan masih berada
abu-abu (gray crescent). Pada stadium 3, 4, 5 dan 6 sel terus membelah dari 2 sel
menjadi 4 dan kelipatannya. Pada stadium 7 adalah fase morulla. Fase 8, 9 dan 10
terjadi fase blaastulasi. Stadium 11, 12 adalah fase gastrulasi. Fase 13 dan 14
berkontraksi, jantung embrio mulai berdenyut dan penetasan, dimana gelatin telur
menjadi larut di dalam air. Stadium 20 sampai 22 mulai terlihat jelas perubahan
B. Saran
2. Saran untuk asisten yaitu agar menjelaskan dengan lengkap dan ditingkatkan
Haviz M., 2014. Konsep Dasar Embriologi: Tinjauan Teoretis. Jurnal Sainstek. 6
(1) : 96
Kasmeri R., dan Elza S., 2014. Induksi Kejutan Suhu 360C Terhadap
Perkembangan Embrio dan Keberhasilan Poliploidisasi Katak (Rana
cancrivora). Jurnal Pelangi. 6 (2) : 146
Putri A.R.I., Nia K., dan Agung P.W.M., 2013. Pengaruh Hormon Hipofisa Dan
Ovaprim Terhadap Ovulasi Katak Serta Perbedaan Pakan Terhadap
Pertumbuhan Berudu Katak Fejervarya cancrivora. Jurnal Biotropika.
1(5): 191
Saputra D., Tri R.S., dan Ari H.P., 2014. Karakteristik Populasi Katak Sawah
(Fejervarya cancrivora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat.
Protobiont . 3 (2) : 84