Anda di halaman 1dari 130

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TETAP
PERKEMBANGAN HEWAN

OLEH:
MEDIYA ASTRI
NIM. 08041382025111

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian
Akhir Semester Praktikum Perkembangan Hewan.

Indralaya, 10 November 2021


Mengetahui,

Asisten,

RININTA MUTIARA DELA


NIM. 08041381924111

Dosen Pengampu I Dosen Pengampu II

Drs. Arum Setiawan, S.Si, M.Si. Drs. Erwin Nofyan, M.Si.


NIP. 197211221998031001 NIP. 195611111986031002

Dosen Pengampu III

Drs. Endri Junaidi, M.Si.


NIP.196704131994031007

Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. karena berkat rahmat-
Nya, tidak lupa juga shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tetap ini pada tepat waktu dan tanpa
kesulitan yang berarti. Penulis juga sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Laporan Tetap Praktikum Perkembangan Hewan sebagai syarat untuk
mengikuti Ujian Akhir Semester ini. Walaupun demikian, penulis telah berusaha
dengan sangat maksimal untuk kesempurnaan penyusunan laporan ini.
Pada kesempatan ini, tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tetap praktikum ini,
terutama kepada dosen pengampu mata kuliah perkembangan hewan Drs. Arum
Setiawan, S.Si, M.Si., Drs. Endri Junaidi, M.Si. dan Drs. Erwin Nofyan, M.Si. yang
sudah banyak membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis, kakak-kakak
asisten dosen yang telah meluangkan waktunya dan tenaganya untuk membimbing
praktikan selama praktikum, teman-teman yang sudah berbaik hati memberikan
sumber literatur dan menghibur ketika sedang pusing mengerjakan laporan, serta
seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini baik secara langsung
maupun tak langsung.
Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sehingga dapat membantu proses kegiatan pembelajaran. Maka dari itu, saran dan
kritik yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penulis demi
kesempurnaan dalam penulisan laporan berikutnya.

Indralaya, 10 November 2021

Penulis

Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..................................................................................................


Kata Pengantar ..........................................................................................................
Daftar Isi ....................................................................................................................
Pendahluan ................................................................................................................
Materi Praktikum ......................................................................................................
1. Organ Reproduksi Jantan ..............................................................................
2. Organ Reproduksi Betina ..............................................................................
3. Gametogenesis ..............................................................................................
4. Perkembangan Katak dan Histologi Perkembangan Telur Katak .................
5. Embriologi Ayam ..........................................................................................
6. Metamorfosis .................................................................................................
7. Regenerasi .....................................................................................................
8. Teratologi ......................................................................................................
Cover .........................................................................................................................
Daftar Pustaka ...........................................................................................................
Lampiran ...................................................................................................................

Universitas Sriwijaya
PENDAHULUAN

Reproduksi digunakan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunannya


dengan alat reproduksi yaitu alat reproduksi jantan dan betina. Sistem reproduksi
ini terdiri dari sistem reproduksi jantan dan sistem reproduksi betina. Menurut
Campbell, et al. (2003), reproduksi pada vertebrata pada umumnya sama, tetapi
karena perbedaan perkembangan anatomi dan cara hiduplah yang membuat adanya
perbedaan pada proses fertilisasi. Contohnya pada kingdom pisces yang biasanya
melakukan fertilisasi di luar tubuh atau fertilisasi eksternal sedangkan kingdom
mamalia biasanya melakukan fertilisasi di dalam tubuh atau fertilisasi internal yang
biasanya untuk hewan yang melakukan fertilisasi internal ini memiliki suatu organ
kopulator yang berfungsi menyalurkan sperma dari hewan jantan ke hewan betina
Sebagian besar spesies mamalia jantan memiliki organ reproduksi eksternal
atau organ reproduksi primer seperti skrotum, testis dan penis, sedangkan organ
reproduksi internal atau organ reproduksi sekunder terdiri atas gonad yang
menghasilkan sel-sel sperma serta hormon dan juga sekumpulan pelengkap berupa
vesikulares, prostate, cowper, saluran epididymis, vas deferens dan alat kelamin
luar kopulatoris atau penis (Frandson et al., 2009).
Berdasarkan letak organ dari reproduksi wanita dapat dibagi menjadi dua
yaitu organ genitalia bagian luar atau eksterna yang berfungsi untuk senggama dan
prgan reproduksi bagian dalam atau interna yang berfungsi sebagai tempat untuk
ovulasi, pembuahan sel telur, tempat melekatnya janin dan jiga sebagai tempat
tumbuh kembang janin (Campbell, et al., 2003).
Gametogenesis merupakan suatu cara sel untuk mempersiapkan sel kelamin
yang berguna sebagai reproduksi dari makhluk hidup menghasilkan sel haploid dan
diploid yang mengalami pembelahan dan berdiferensiasi membentuk gamet haploid
dewasa yang proses pembentukannya ada dua jenis yaitu pembelahan mitosis dan
pembelahan meiosis. Pada gametogenesis merupakan pembentukan sel gamet
spermatozoid pada sel kelamin jantan dan oogenesis pada sel kelamin betina
(Yudha, 2017).

Universitas Sriwijaya
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan
atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat
sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel
embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase (Gilbert, 2000).
Setiap makhluk hidup pasti melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada hewan-hewan tertentu dikenal istilah metamorfosis. Metamorfosis merupakan
suatu perubahan individu mahluk hidup dari telursampai menjadi dewasa yang
sempurna dengan mengalami perubahan bentuk morfologi, anatomi bahkan
fisiologis. Morfologi merupakan perubahan bentuk luar yang terjadi pada makhluk
hidup, sedangkan anatomi merupakan perubahan susunan dan bagian-bagian
struktur tubuh, serta fisiologi merupakan perubahan mengenai fungsi kerja alat
tubuh (Hidayat, 2009).
Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang
rusak atau lepas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan
platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu
baru yang sempurna. Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal
sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada
mamalia daya itu paling kecil, terbatas pada penyembuhan luka. Regenerasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan
faktor bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat
regenerasi (Morgan, 1989).
Teratologi adalah studi tentang penyebab, mekanisme dan manifestasi
embrionik yang cacat (abnormal). Zat kimia yang bersifat teratogen secara nyata
dapat mempengaruhi perkembangan janin dan menimbulkan efek yang berubah-
ubah, mulai letalitas sampai kelainan bentuk (malformasi) dan keterlambatan
pertumbuhan. Prinsip teratologi adalah pemberian senyawa uji pada hewan
percobaan pada masa kehamilan dan melihat pengaruhnya terhadap perkembangan
fetus sehingga diketahui kemampuan atau potensi toksisitas senyawa terhadap sel
janin yang sedang berkembang (Lu, 1995).

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semua organisme memiliki rentang hidup yang terbatas. Sehingga diperlukan
kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup untuk mendapatkan generasi
penerus. Proses biologi ketika organisme menghasilkan individu baru dari jenis
mereka sendiri disebut dengan reproduksi. Meskipun sistem reproduksi tidak
berkontribusi pada homeostatis dan tidak penting untuk bertahan hidup seseorang
seperti halnya sistem kardiovaskuler, tetapi ia berperan penting dalam kehidupan
suatu makhluk hidup (Pramono, 2017).
Reproduksi digunakan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunannya
dengan alat reproduksi yaitu alat reproduksi jantan dan betina. Sistem reproduksi
ini terdiri dari sistem reproduksi jantan dan sistem reproduksi betina. Menurut
Campbell, et al. (2003), reproduksi pada vertebrata pada umumnya sama, tetapi
karena perbedaan perkembangan anatomi dan cara hiduplah yang membuat adanya
perbedaan pada proses fertilisasi. Contohnya pada kingdom pisces yang biasanya
melakukan fertilisasi di luar tubuh atau fertilisasi eksternal sedangkan kingdom
mamalia biasanya melakukan fertilisasi di dalam tubuh atau fertilisasi internal yang
biasanya untuk hewan yang melakukan fertilisasi internal ini memiliki suatu organ
kopulator yang berfungsi menyalurkan sperma dari hewan jantan ke hewan betina
Sebagian besar spesies mamalia jantan memiliki organ reproduksi eksternal
atau organ reproduksi primer seperti skrotum, testis dan penis, sedangkan organ
reproduksi internal atau organ reproduksi sekunder terdiri atas gonad yang
menghasilkan sel-sel sperma serta hormon dan juga sekumpulan pelengkap berupa
vesikulares, prostate, cowper, saluran epididymis, vas deferens dan alat kelamin
luar kopulatoris atau penis (Frandson et al., 2009).

1.2. Tujuan praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan anatomi alat reproduksi jantan
serta mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap reproduksi jantan.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Organ Reproduksi Jantan


Secara anatomi organ reproduksi laki-laki terdiri dari organ reproduksi
eksternal yaitu skroturn dan penis, dan organ reproduksi internal yaitu testis yang
berfungsi menghasilkan sperma dan hormone, kelenjar aksesoris yang berfungsi
mensekresikan produk esensial bagi pergerakan sperma, dan sekumpulan duktus
yang membawa sperma dan kelenjar (Pramono, 2017).
2.1.1. Testis
Testis salah satu organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat
sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses
spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi terpisah di dalam testis.
Biosintesis androgen berlangsung dalam sel leydig di dalam jaringan interlobular,
sedangkan proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus
(Isnaeni, 2006).
2.1.2. Epididimis
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas
posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara
tidak teratur yang disebut duktus epididimis.Duktus epididimis memiliki panjang
sekitar 600 cm. Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala
epididimis. Setelah melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor
epididimis yang kemudian menjadi vas deferens. Epididimis terletak pada bagian
dorsal testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian
bawah testis (Lestari, 2016).
2.1.3. Vas Deferens
Vas deferens merupakan saluran yang menghubungkan epididimis dan
uretra. Letak vas deferens dimulai dari ujung kauda epididimis yang ada di dalam
kantung skrotum, lalu naik ke bagian atas lipat paha. Pada bagian ujungnya, vas
deferens dikelilingi oleh suatu pembesaran kelenjar-kelenjar yang disebut ampula.
Sebelum masuk ke uretra, vas deferens in bergabung terlebih dahulu dengan saluran
ekskresi vesika seminalis membentuk duktus ejakulatorius. Pada saat ejakulasi

Universitas Sriwijaya
sprema dari epididimis diangkut melalui vas deferens dengan suatu seri kontraksi
yang dikontrol oleh saraf (Sumardani et al., 2017).

2.2. Kelenjar Aksesoris


Kelenjar-kelenjar aksesoris menghasilkan plasma semen yang
memungkinkan sperma dapat bergerak aktif dan hidup untuk waktu tertentu.
Kelenjar aksesoris tersebut adalah kelenjar bulbouretra yang terdapat sepasang, di
sebelah kanan dan kiri uretra Kelenjar bulbourethralis ukurannya sebesar buah
kemiri, padat dan mempunyai kapsul. , kelenjar prortat, dan vesikula seminalis yang
terletak di kanan dan kiri ampulla ductus deferens (Susetyarini, et al., 2018).
2.2.1. Kelenjar Vesikula Seminalis
Kelenjar ini menyumbang 60% total volume semen. Cairan dari vesika
semininalis mempunyai sifat kental kekuning-kuningan dan alkalis. Cairan ini
mengandung mucus, gulaftuktosa, enzim pengkoagulasi, asam askrobat, dan
prostaglan. Vesikula seminalis merupakan organ penting dalam reproduksi laki-
laki. Vesikula seminalis terletak di belakang kandung kemih, tepatnya di atas
kelenjar prostat dan di depan rektum (Pramono, 2017).
2.2.2. Kelenjar Prostat
Kelenjar pensekresi semen cukup besar, mensekresikan secara langsung
melalui saluran-saluran kecil. Cairan ini mempunyai sifat encer seperti susu dan
sedikit asam, serta mengandung enzim antikoagulan, sitrat. Kelenjar ini merupakan
permasalahan bagi laki-laki yang berumur diatas 40 tahun keatas, karena pada
umumnya terjadi pembesaran kelenjar prostat (Lestari, 2018).
2.2.3. Kelenjar Bulbouretralis / Cawper
Cawper secara langsung tidak terlibat dalam sekresi semen, merupakan
sepasang kelenjar kecil, mensekresikan mukus bening sebelum ejakulasi, gunanya
untuk menetralkan setiap urin asam yang masih tersisa dalam uretra, juga
mengandung enzim spermin (bau khas). Kadang-kadang cairan ini juga membawa
sebagian sperma yang dibebaskan sebelurn terjadinya ejakulasi. Ini merupakan
alasan tingginya kegagalan kontrol kelahiran menggunakan metode menarik penis
sebelum terjadinya ejakulasi (Pramono, 2017).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 10 September 2021, pukul 14.00-
selesai. Bertempat di Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung Tanjung, Kec Banyuasin III,
Kab Banyuasin.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini berupa alat tulis dan buku
kerja. Bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan kali ini yakni berupa gambar alat
reproduksi jantan.

3.3. Cara Kerja


Pertama-tama, disiapkan gambar alat reproduksi jantan masing-masing kelas
(Mamalia, aves, reptile, pisces, amphibi). Lalu, diamati bagian-bagian organ
reproduksi pada masing-msing gambar tersebut. Kemudian, alat reproduksi jantan
dianalisis secara umum dari masing-masing gambar. Terakhir, hasil praktikum
dicatat serta digambar pada buku kerja.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Amfibi

organ reproduksi
pada amfibi jantan

4.1.2. Pisces

Saluran urogenital
organ reproduksi
pada pisces jantan

Universitas Sriwijaya
4.1.3. Mamalia

organ reproduksi
pada mamalia jantan

4.1.4. Aves

organ reproduksi
pada aves jantan

4.1.5. Reptil

organ reproduksi
pada reptil jantan

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada organ reproduksi
vertebrata, dapat dilihat bahwa organ reproduksi setiap vertebrata hampir sama.
Hanya terdapat perbedaan pada proses fertilisasinya akibar dari perbedaan tempat
hidup dan anatomi. Menurut Isnaeni (2006), organ kelamin jantan umumnya
mempunyai bentuk yang hampir sama terdiri dari testis yang terletak di skrotum,
saluran organ kelamin, penis dan kelenjar asesoris. Organ reproduksi jantan juga
dibagi menjadi organ reproduksi primer berupa testis dan organ reprouksi sekunder
terdiri dari saluran yang menghubungkan testis dengan ductus deferens, epididimis,
ductus eferens dan penis.
Testis merupakan organ reproduksi primer yang dibungkus oleh kapsul putih
mengkilat atau tunica albuginea yang banyak mengandung serabut syaraf dan
pembuluh darah yang terlihat berkelok-kelok dan di bawah tunica albuginea
terdapat parenkim yang menjalankan fungsi testis. Menurut Fradson (1992), testis
mengandung tubulus seminiferus berfungsi sebagai tempat sperma tumbuh dan
menyekresikan sebagian besar dari cairan seminalis yang merupakan organ
transportasi sperma. Testis pada setiap vertebrata memiliki bentuk, ukuran dan
lokasi yang bervariasi dengan struktur dasar sama yaitu terdiri dari tubulus
seminiferous, trabekula yang melintas tunika albuginea membentuk stroma dan
akan membentuk mediastinum testis.
Terdapat spermatogonium pada kelamin jantan. Spermatogonium ini
memiliki kromosom yang menempati membran basah atau bagian terluar dari
tubula seminiferus. Spermatogonium ini akan mendapatkan nutrisi dan juga
bermitosis sehingga akan berkembang menjadi spermatosis primer.
Spermatogenesis akan terjadi pada saat hewan mengalami masa dewasa kelamin.
Hewan yang baru lahir maka belum terjadinya spermatogenesis. Spermatogenesis
gamet pada jantan ajan terbentuk dimulai dengan terjadinya pembelahan pada
spermatogonium yang disebut juga sebagai sel diploid atau (2n).
Sperma selalu diproduksi secara terus-menerus seumur hidup jantan. Menurut
Phadmacanty, et al., (2017), sperma mengalami modifikasi dan bergerak di dalam
saluran epididymis yang akan bergerak ke saluran bernama vas deferens untuk
membuat sperma bergerak cepat memasuki uretra menuju penis. Selama

Universitas Sriwijaya
rangsangan ejakulasi terjadi, uretra dan kandung kemih akan tertutup. Reproduksi
sperma dipengaruhi oleh hubungan antar lingkar skrotum dengan volume semen,
konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa. Menurut Purnamasari, et al.,
(2017), faktor yang dapat mempengaruhi performa reproduksi sperma yaitu lingkar
skrotum adalah makan, umur, Sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas
sperma adalah makanan, umur, frekuensi ejakulasi, tingkat rangsangan, faktor
intrinsik dan ekstrinsik dimana salah satu faktor intrinsik adalah kadar hormon
testosteron, lingkungan, dan malnutrisi.
Hormon berkaitan dengan reproduksi, karena proses reproduksi
membutuhkan peran hormon dan juga pada sistem reproduksi juga menghasilkan
hormon-hormon. Hormone yang berperan dalam system reproduksi pada manusia
khususnya laki-laki yakni testosterone, esterogen, LH, FSH.
Perbedaan sistem reproduksi jantan dan betina dapat dilihat dari organ/alat
reproduksinya, hasil dari pembelahan-pembelahan selnya. Selain itu terdapat juga
perbedaan pada hormone-hormon yang mempengaruhi system repsoduksi, ada
beberapa hormone yang memang dimiliki jantan dan betina, namun ada juga
hormone-hormon yang hanya dimiliki jantan saja atau betina saja.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada organ reproduksi


vertebrata, dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem reproduksi pria terdiri dari saluran organ kelamin, kelenjar-
kelenjar tambahan, penis, dan testis.
2. Testis berupa sepasang organ yang dilengkapi saluran spermatozoa dan
organ asesoris.
3. Saluran reproduksi terdiri atas epididimis, vas deferens dan uretra, sedang
kelenjar-kelenjar mani terdiri atas kelenjar vesikularis, kelenjar prostate
dan kelenjar bulbouretralis atau kelenjar cowper.
4. Fungsi testis adalah untuk menghasilkan sel jantan atau spermatozoa dan
menghasilkan hormon androgen.
5. Fungsi epididimis adalah sebagai sebagai saluran-saluran untuk
pemasakan spermatozoa, pemekatan atau pemadatan konsentrasi
spermatozoa, dan penimbunan sperma.
6. Fungsi penis adalah untuk lewatnya urin dan menyemprotkan sperma ke
dalam alat reproduksi betina atau alat kopulasi.
7. Gamet jantan pada umumnya berukuran kecil dan aktif bergerak.

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua organisme memiliki rentang hidup yang terbatas. Sehingga diperlukan
kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup untuk mendapatkan generasi
penerus. Proses biologi ketika organisme menghasilkan individu baru dari jenis
mereka sendiri disebut dengan reproduksi. Meskipun sistem reproduksi tidak
berkontribusi pada homeostatis dan tidak penting untuk bertahan hidup seseorang
seperti halnya sistem kardiovaskuler, tetapi ia berperan penting dalam kehidupan
suatu makhluk hidup (Pramono, 2017).
Sistem reproduksi digunakan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunannya dengan alat reproduksi yaitu alat reproduksi jantan dan betina. Sistem
reproduksi ini terdiri dari sistem reproduksi jantan dan sistem reproduksi betina.
Menurut Campbell, et al., (2003), reproduksi pada vertebrata pada umumnya sama,
tetapi karena perbedaan perkembangan anatomi dan cara hiduplah yang membuat
adanya perbedaan pada proses fertilisasi. Contohnya pada kingdom pisces yang
biasanya melakukan fertilisasi di luar tubuh atau fertilisasi eksternal sedangkan
kingdom mamalia biasanya melakukan fertilisasi di dalam tubuh atau fertilisasi
internal yang dibantu organ kopulator yang berfungsi menyalurkan sperma dari
hewan jantan ke hewan betina.
Berdasarkan letak organ dari reproduksi wanita dapat dibagi menjadi dua
yaitu organ genitalia bagian luar atau eksterna yang berfungsi untuk senggama dan
prgan reproduksi bagian dalam atau interna yang berfungsi sebagai tempat untuk
ovulasi, pembuahan sel telur, tempat melekatnya janin dan jiga sebagai tempat
tumbuh kembang janin (Campbell, et al., 2003).

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui alat reproduksi betina, saluran
reproduksi betina, serta memahami fungsi dan aktivitasnya.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Organ Reproduksi Betina


Sistem reproduksi betina lebih kompleks dibandingkan pria/jantan, karena
mengalami fase melahirkan, menyusui, menopause yang menyebabkan terjadinya
perubahan siklus reproduksi. Organ reproduksi primer yaitu ovarium yang
menghasilkan ova (sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina. Organ reproduksi
sekunder terdiri dari oviduk, uterus, serviks, vagina, dan vulva (Pramono, 2017).

2.2 Organ Reproduksi Eksternal


2.2.1 Vagina
Vagina memiliki dinding ventral dan dindingdorsal yang elastis. Dilapisi
epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklushaid. Fungsi vagina adalah
untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi.
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus mulleri, bawah dari sinus urogenitalis.
Batas dalam secara klinis yaitu fornicesanterior, posterior dan lateralis di sekitar
cervix uteri (Purnamasari dan Santi, 2017).
2.2.2 Klitoris
Klitoris termasuk salah satu bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat
erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak
pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual. Terdiri dari
caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus klitoridis
yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Banyak pembuluh darah dan ujung
serabut saraf, sangat sensitif (Heffner dan Schust, 2020).
2.2.3 Vulva
Vulva adalah organ seksual bagian luar dan merupakan bagian sistem
reproduksi yang berada pada bagian luar vagina atau jalan lahir. Vulva terdiri dari
sepasang labia luar dan dalam dimana banyak struktur anatomi yang berbeda jauh
lebih komplek. Alat kelamin wanita ini bisa terlihat saat labia mayora dalam

Universitas Sriwijaya
keadaan istirahat dan tidak membuka luas. Struktur yang tampak pada vulva yaitu
mons veneris, labia mayora, perineum dan anus (Pramono, 2017).
2.2.4 Vagina
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang
terletak di dalam rongga pelvis, dorsal dari vesica urinaria, dan berfungsi sebagai
alat kopulatoris (tempat deposisi semen dan menerima penis), serta sebagai tempat
berlalu bagi fetus sewaktu partus. Legokan yang dibentuk oleh penonjolan serviks
ke dalam vagina disebut fornix (Haviz, 2014).

2.3 Organ Reproduksi Internal


2.3.1 Ovarium
Berbeda dengan testis, ovarium tertinggal di cavum abdominalis. Ovarium
mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur
(ova) dan organ endokrin yang mengsekresikan hormon kelamin betina (estrogen
dan progesteron). Umumnya, ovarium kanan lebih besar daripada ovarium yang
kiri, karena secara fisiologik lebih aktif. Folikel-folikel pada ovarium mencapai
kematangan pada tingkat perkembangan, yaitu folikel primer, folikel sekunder,
folikel teriser dan folikel de Graff (Narulita dan Prihatin, 2017).
2.3.2 Oviduk
Oviduk atau tuba fallopii merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil
berliku-liku, dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Pada sapi
dan kuda, panjang oviduk mencapai 20-30 cm dengan diameter 1,5-3 mm. Oviduk
tergantung pada mesosalpink. Oviduk terdiri atas infundibulum dengan fimbriae,
ampula, dan isthmus. Ujung oviduk dekat ovarium membentang menganga
membentuk suatu struktur berupa corong (infundibulum) (Haviz, 2014).
2.3.3 Uterus
Uterus terdiri dari kornu, korpus, dan serviks. Proporsi relatif masing-masing
bagian berbeda-beda antar spesies. Uterus babi tergolong bicornis dengan kornu
yang sangat panjang tetapi korpusnya sangat pendek. Uterus sapi, domba, dan kuda
kedua kornu dan korpus uteri yang cukup panjang (paling besar pada kuda). Melihat
dari segi fisiologik, hanya dua lapisan uterus yang dikenal yaitu endometrium dan
miometrium (Pratiwi, 2019).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 10 September 2021, pukul 14.00-
selesai. Bertempat di Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung Tanjung, Kec Banyuasin III,
Kab Banyuasin.

3.2 Alat dan Bahan


Praktikum ini menggunakan alat seperti buku kerja, modul praktikum, alat
tulis, laptop, dan bahan berupa gambar alat reproduksi betina.

3.3 Cara Kerja


Pertama-tama, disiapkan gambar alat reproduksi jantan masing-masing kelas
(Mamalia, aves, reptile, pisces, amphibi). Lalu, diamati bagian-bagian organ
reproduksi pada masing-masing gambar tersebut. Kemudian, alat reproduksi jantan
dianalisis secara umum dari masing-masing gambar. Terakhir, hasil praktikum
dicatat serta digambar pada buku kerja.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Mammalia

organ reproduksi
pada mamalia betina

4.1.2. Amfibi

organ reproduksi
pada amfibi betina

Universitas Sriwijaya
4.1.3. Aves

organ reproduksi
pada aves betina
4.1.4. Pisces

organ reproduksi
pada pisces betina

4.1.5. Reptil

organ reproduksi
pada reptil betina

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada organ reproduksi
vertebrata, dapat dilihat bahwa organ reproduksi setiap vertebrata hampir sama.
Hanya terdapat perbedaan pada proses fertilisasinya akibar dari perbedaan tempat
hidup dan anatomi. Menurut Melia, et al., (2016), organ reproduksi betina sendiri
terbagi atas tiga bagian, yaitu organ primer yang terdapat ovarium, folikel dan
corpus leteum, Saluran reproduksi yaitu oviduk atau tubafalopi, uterus, serviks,
vagina dan organ luar yaitu vulva dan klitoris. Organ reproduksi primer merupakan
ovarium yang menghasilkan sel telur dan hormon-hormon kelamin betina.
Ovarium merupakan alat kelamin utama pada organ reproduksi betina. Ovarium
berfungsi untuk menghasilkan sel telur, hormon estrogen dan progesteron yang
berperan dalam kehamilan serta hormon FSH dan LH untuk membantu pembentukan
sel telur di ovarium. Perkembangan ovarium sendiri pada masa reproduksi diatur oleh
hormon yang berasal dari kelenjar hifofisa yang terdapat di dasar otak dalam kepala
(Frason 1992).
Reproduksi pada manusia yang diawali dari bertemunya sel jantan atau biasa
disebut dengan sel spermatozoa dengan sel telur wanita atau disebut juga sebagai
ovum. Apabila sel telur telah masak kemudian ukurannya semakin membesar.
Ukurannya pun akan sebesar dengan tanda titik yang jatuh dengan melalui sebuah
salurannnya yang kemudian menuju rahim. Di dalam perjalanannya inilah yang
mungkin akan terjadinya ovum bertemu dengan spermatozoa (Khamim, 2019).
Hormon yang mempngaruhi sistem reproduksi betina yaitu
FSH,LH,estrogenn,progesteron dan relaksin. Gametogenesis merupakan suatu
proses pembentukan, dan juga pembelahan serta pematangan pada sel – sel gamet
yang sampai menjadi sel gamet yang tekah siap serta berperan dalam proses dari
resproduksi yang akan berlangsung di gonas. Pada sistem reproduksi jantan yang
biasa disebut dengan spermatogenesis dan pada betina biasa disebut dengan
oogenesis (Sumarmin, 2016).
Perbedaan sistem reproduksi jantan dan betina dapat dilihat dari organ/alat
reproduksinya, hasil dari pembelahan-pembelahan selnya. Selain itu terdapat juga
perbedaan pada hormone-hormon yang mempengaruhi system repsoduksi, ada

Universitas Sriwijaya
beberapa hormone yang memang dimiliki jantan dan betina, namun ada juga
hormone-hormon yang hanya dimiliki jantan saja atau betina saja.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :
1. Sistem reproduksi wanita dikendalikan oleh hormon-hormon
2. Ovarium tersusun dari jaringan ikat fibrosa yang berisi sel gamet primordia
dan di bagian tengah berisi jaringan ikat stroma.
3. Organ reproduksi primer yaitu ovarium yang berfungsi menghasilkan ova (sel
telur) dan hormon-hormon kelamin betina.
4. Organ reproduksi sekunder atau saluran reproduksi terdiri dari oviduk, uterus,
serviks, vagina, dan vulva.
5. Ovarium berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormon seperti estrogen
dan progesteron.
6. Oviduct berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan kapasitasi sperma.
7. Uterus sebagai tempat implantasi embrio dan transport spermatozoa
8. Vagina berfungsi sebagai tempat deposisi semen, jalur keluarnya fetus dan
plasenta pada kelahiran serta sebagai organ kopulasi.
9. Serviks berfungsi mencegah kontaminsai mikroba ke uterus, penyimpan
semen, transport spermatozoa dan tempat deposisi semen.
10. Vulva berfungsi sebagai tempat untuk mendeteksi birahi dan tempat
keluarnya fetus.
11. Klitoris berfungsi sebagai tempat untuk merangsang saat birahi.
12. Gamet betina pada umumnya berukuran besar

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gametogenesis merupakan suatu cara sel untuk mempersiapkan sel kelamin
yang berguna sebagai reproduksi dari makhluk hidup menghasilkan sel haploid dan
diploid yang mengalami pembelahan dan berdiferensiasi membentuk gamet haploid
dewasa yang proses pembentukannya ada dua jenis yaitu pembelahan mitosis dan
pembelahan meiosis. Pada gametogenesis merupakan pembentukan sel gamet
spermatozoid pada sel kelamin jantan dan oogenesis pada sel kelamin betina
(Yudha, 2017).
Spermatogenesis merupakan pembentukan dan pemasakan spermatozoa
disebut spermatogenesis yang terjadi di tubulus seminiferous. Spermatogenesis
mematangkan sel-sel epitel germinal melalui proses pembelahan sel dan
berdiferensiasi sel bertujuan untuk membentuk sperma yang fungsional.
Spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu spermatocytogenesis,
pembelahan meiosis dan tahapan spermiogenesis (Hall, 2007).
Oogenesis sendiri merupakan pembentukan sel telur pada betina yang diawali
oleh sel kelamin primordial terdapat di dalam ectoderm embrional dan bermigrasi
ke epitlium germinativum pada minggu ke-6 kandungan. Oogonium ini dikelilingi
oleh sel pregranulosa untuk melindungi dan memberi nutrisi kepada oogonium
untuk membentuk folikel primordial. Folikel primodial ini bermigrasi ke stroma
cortex ovarium hingga sampai waktu pemasakan disebut folikel de graaf yang
terdapat oosit primer di dalamnya dan terjadi pembelahan meiosis I sebelum ovulasi
terjadi. Inti oosit atau ovum membelah dan terbentuk dua set yang mengandung 23
kromosom yaitu set yang mengandung sitoplasma atau oosit sekunder dan set badan
polar pertama (Hall, 2007).

1.2. Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagian-bagian
dari sel kelamin (sperma dan ovum) dan mengetahui proses gametogenesis
(spermatogenesis dan oogenesis).

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan perbanyakan sel spermatogonia secara mitosis
atau disebut juga dengan poliferasi mitosis yang terjadi pada makhluk hidup yang
telah mengalami masa pubertas dan memasuki fase spermatogenesis. Selama
pembelahan mitosis ini, satu anakan dari sel spermatogonia tidak membelah dan
berdeferensiasi karena berfungsi sebagai sel cadangan atau stem cell. Pada
vertebrata spermatogonia terletak dibagian dalam dinding tubulus dan bergerak
menuju lumen tubulus seminiferous membentuk sperma (Campbell et al., 2004).
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa yang terjadi di
organ kelamin atau gonad jantan yaitu testis tepatnya di tubulus seminiferus.
Sperma yang bersifat haploid dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses
kompleks. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan
melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus
seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri
dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma (Yudha, 2017).
Spermatogenesis dimulai di dalam testis. Di dalam sistem tabung kecil yang
bernama tubulus seminiferus, sel awal sperma yang berbentuk lingkaran
berkembang hingga berbentuk seperti kecebong. Setelah itu, sperma pindah ke
epididimis. Dari tubulus seminiferus ke epididimis membutuhkan waktu 4-6
minggu. Dari epididimis, sperma bergerak lagi ke vas deferens untuk bercampur
dengan air mani (Isnaeni, 2006).
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, midpiece, dan ekor.
Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini mengandung
akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan-
lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung

Universitas Sriwijaya
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energy untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak (Campbell et al., 2004).

2.2. Oogenesis
Oogenesis merupakan awal dari pembentukan ovum di dalam ovarium yang
mengandung oogonium atau sel telur dan menjadi awal dari proses ovulasi.
Oogenesis dimulai ketika oogonium terbentuk sejak dalam kandungan yaitu di
dalam ovari fetus perempuan yang bersifat diploid dengan pembelahan secara
mitosis untuk menghasilkan oosit primer dan oosit primer ini membelah dengan
pembelahan meiosis I menghasilkan oosit sekunder dan badan polar I. Oosit
sekunder akan membelah lagi dengan pembelahan meiosis II dan menghasilkan dua
sel yaitu satu ootid dan satu badan polar sekunder. Badan kutub ini saling bergabung
dengan badan kutub dari hasil pembelahan lainnya hingga membentuk kutub
sekunder dan menghasilkan tiga badan polar (Campbell et al., 2004).
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur atau ovum di dalam ovarium.
Pembentukan sel telur pada manusia dimulai sejak di dalam kandungan, yaitu di
dalam ovari fetus perempuan. Pada akhir bulan ketiga usia fetus, semua oogonia
yang bersifat diploid telah selesai dibentuk dan siap memasuki tahap pembelahan.
Semula oogonia membelah secara mitosis menghasilkan oosit primer. Pada
perkembangan fetus selanjutnya, semua oosit primer membelah secara miosis,
tetapi hanya sampai fase profase. Memasuki masa pubertas, oosit melanjutkan
pembelahan miosis I. Hasil pembelahan tersebut berupa dua sel haploid, satu sel
yang besar disebut oosit sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil disebut badan
kutub primer (Hall, 2007).
Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan
mengalami pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah
menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi
berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut
bergabung dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari pembelahan
badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder. Ootid
mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan ketiga
badan kutub mengalami degenerasi (Isnaeni, 2006).

Universitas Sriwijaya
Dalam oogenesis, sel germa berkembang di dalam folikel telur dengan
tingkatan yang pertama, sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam
ektoderm embrional dari sakus vitelinus dan mengadakan migrasi ke epitelium
germinativum pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin
primordial atau oogonium dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi
dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel
primordial (Campbell et al., 2004).
Oosit primer yaitu inti nukleus oosit primer mengandung 23 pasang
kromosom diploid. Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang
menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom
yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin
membawa gen-gen yang disebut DNA (Hall, 2007).
Dalam pembelahan meiosis II, oosit sekunder membelah diri menghasilkan
satu sel ootid yang besar dan satu badan kutub kedua. Ootid yang besar tersebut
mengandung hampir semua kuning telur dan sitoplasma. Pada saat yang sama,
badan kutub pertama membelah diri menjadi dua kutub. Selanjutnya ootid tumbuh
menjadi sel telur atau ovum yang mempunyai 23 kromosom. Sedangkan ketiga
badan kutub kecil hancur sehingga setiap oosit primer hanya menghasilkan satu sel
telur yang fungsional. Sel telur atau ovum yang besar itu mengandung sumber
persediaan makanan, ribosom, RNA, dan komponen – komponen sitoplasma lain
yang berperan dalam perkembangan embrio. Sel telur yang matang diselubungi
oleh membran korona radiata dan zona pelusida (Isnaeni, 2006).
Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon FSH yang merangsang
pertumbuhan sel-sel folikel di sekeliling ovum. Ovum yang matang diselubungi
oleh sel-sel folikel yang disebut Folikel de Graaf. Folikel de Graaf menghasilkan
hormon estrogen yang merangsang kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormon
LH, lalu hormon LH merangsang terjadinya ovulasi. Selanjutnya folikel yang sudah
kosong dirangsang oleh LH untuk menjadi korpus luteum. Korpus luteum
kemudian menghasilkan hormon progresteron yang berfungsi menghambat sekresi
FSH dan LH. Kemudian korpus luteum mengecil dan hilang, sehingga akhirnya
tidak membentuk progesteron lagi, akibatnya FSH mulai terbentuk kembali, proses
oogenesis mulai kembali (Campbell et al., 2004).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan secara daring pada hari Jum’at tanggal 17
September 2021, pukul 15.30 sampai dengan selesai. Bertempat di rumah, di Jl. KH
Sulaiman, Desa Ujung Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu mikroskop. Sedangkan bahan
yang digunakan untuk praktikum yaitu berupa preparat (ovarium ayam, ovarium
mencit, testis mencit).

3.3. Cara Kerja


Pertama disiapkan alat dan bahan. Diletakkan preparat testis mencit
dan preparat ovarium (ayam dan mencit) dibawah mikroskop. Lalu diamati
dari perbesaran lemah ke perbesaran kuat. Setelah itu digambar penampang
tubulus seminiferus dan ovarium yang berisi macam – macam tingkatan sel
kelamin jantan dan sel kelamin betina. Pada preparat ovarium ayam dan mencit.
Terakhir, diberi keterangan sejelas – jelasnya dan catat perbesaran mikroskop
yang digunakan.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Menurut hasil pengamatan pada morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil pada tabel beriku:
No. Gambar Keterangan
1. Spermatogenesis 1. Spermatogonium
2. Spermatosit primer
3. Spermatosit sekunder
4. Spermatid
5. Spermatozoa

2. Macam-macam Sperma 1. Sel sperma amphioxus


2. Sel sperma pisces
3. Sel sperma amphibi
4. Sel sperma reptil
5. Sel sperma aves
6. Sel sperma mamalia

Universitas Sriwijaya
1. Oogenesis 1. Oogonium
2. Oosit primer
3. Oosit sekunder
4. Badan polar primer
5. Ootid
6. Badan polar sekunder ovum

2. Ovum • Nukleus
• Sitoplasma
• Membran
• Zona plastida
• Sel folikel

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Menurut hasil pengamatan secara morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil bahwa gametogenesis mengalami pembelahan sel yaitu
pembelahan mitosis dan meiosis untuk membentuk gamet haploid dewasa. Menurut
Campbell, et al., (2003), gametogenesis meliputi spermatogenesis yang merupakan
proses pembuatan dan pematangan sperma pada jantan dan oogenesis yang
merupakan proses pembuatan dan pematangan sel telur pada betina.
Spermatogenesis dimulai dengan tahap spermatocytogenesis dimana
spermatogonia membelah secara mitosis menjadi spermatosit primer yang bersifat
diploid lalu membelah secara meiosis I untuk menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder bersifat haploid. Dilanjutkan dengan tahap meiosis II dimana
spermatosit sekunder tadi membelah secara meiosis II dan menghasilkan empat
buah spermatid bersifat haploid, lalu dilanjutkan dengan tahap spermiogenesis
dimana spermatid berubah menjadi spermatozoa. Menurut Campbell, et al., (2003),
terdapat empat fase untuk mengubah spermatid menjadi spermatozoa, yaitu fase
golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan.
Menurut Pratiwi et al (2019) bahwa pada proses oogenesis yang terjadi pada
ovarium betina yang berada pada bagian korteks. Oogenesis di mulai ketika
didalam kandungan atau pada saat terbentuknya bakal telur atau disebut sebagai
oogonium yang berasal dari sel germinal promordial yang berubah menjadi
oogonia. Padaa saat telah 3 bulan mur fetus oogonia diploid membelah melalui
pembelahan secara mitosis dan berubah menjadi oosit primer diploid (2n) dan
kemudian terjadi pembelahan meiosis sampai pada fase profase. Pada oosit
primordial berhenti membelah pada saat individu pubertas. Apabila telah melewati
fase pubertas maka akan terjadi pembelahan secara meiosis sampai pada tahap
profase, anafase, metafase serta telofase sampai ia menjadi oosit sekunder (n) dan
terbentuknya badan polar 1 (n) .
Pada setiap makhluk hidup memiliki ciri pada sel kelaminnya baik itu jantan
maupun betina. Ovum merupakan sel telur yang mempunyai ukuran besa, dilapisi
dengan beberapa lapisan serta memiliki sitoplasma. Menurut Pratiwi et al, (2019)
dimana bentuk spermatisd akan berubah bentuk dari sel bulat yang kemudian

Universitas Sriwijaya
berubah menjadi sel spermatozoa dengan kepala, leher dan ekor dengan melalui
tahapan deferensiasi.
Hormon LH bekerja dengan menstimulasi sekresi hormon steroid dan organ
reproduksi. Menurut Narulita dan Prihatin (2017), pada wanita, pelepasan dari sel
telur yang matang di ovarium dipicu oleh lonjakan sekresi LH. Sel-sel sisa dalam
folikel ovarium berproliferasi menjadi corpus luteum, yang kemudian
mensekresikan hormon steroid progesteron dan estradiol. FSH juga dapat
menstimulasi pematangan folikel ovarium. FSH juga berguna untuk
spermatogenesis. FSH melekat pada reseptornya di sel Sertoli, untuk mendukung
pematangan sel-sel sperma.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada pengamatan


gametogenesis dapat disimpulkan bahwa:
1. Gametogenesis terdiri atas dua proses yakni spermatogenesis sebagai proses
pembentukan gamet pada jantan dan oogenesis sebagai proses pembentukan
gamet pada betina.
2. Oogenesis dimulai dengan pembentukan benih sel-sel telur yang disebut
oogonia. Pembentukan sel telur pada perempuan dimulai sejak di dalam
kandungan ketika masih berbentuk janin yang sudah memiliki organ
reproduksi.
3. Spermatogenesis adalah awal dari proses pembentukan sel spermatozoa yang
biasa kita kenal sebagai sperma. Proses ini terjadi di organ kelamin jantan
yang disebut testis, tepatnya di bagian tubulus semiseminifero
4. Spermatogenesis menghasilkan empat spermatid haploid dan fungsional.
5. Oogenesis menghasilkan satu ootid dan tiga badan polar.
6. Oogenesis dan spermatogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon
seperti FSH dan LH..

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan
atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat
sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel
embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase (Gilbert, 2000).
Amfibi terbagi dalam 3 Ordo, yaitu Caudata (salamander), Anura (katak dan
kodok) dan Gymnophiona (amfibi tak berkaki). Informasi yang lebih lengkap dapat
menambah keakuratan dalam menentukan status konservasi dari suatu jenis
maupun kawasan. Tercatat sebanyak 39 jenis amfibi di Jawa terutama didominasi
oleh jenis katak, sedangkan jenis amfibi dari bangsa Gymnophiona hanya diwakili
3 jenis (Mumpuni, 2016).
Metamorfosis pada Amphibi sebagai perkembangan yang merubah secara
keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimiawi individu, sementara pada
beberapa insekta, metamorfosis hanya bersifat melengkapi bentuk larva dengan
perlengkapan-perlengkapan untuk menjadi bentuk dewasanya. Proses
metamorfosis pada Amphibi dikontrol oleh hormon tiroid T3 dan T4. Perubahan
transisi bertahap menuju ke klimaks metamorfosis melibatkan peningkatan derajat
hormon tersebut. Mekanisme kerja T3 dan T4 pada tingkat gen di mediasi lewat
reseptor yang berada pada inti sel, perubahan ekspresi gen sebagai akibat hormon
ini bermacam-macam dan bervariasi dari satu tipe sel ke tipe sel yang lain (Walbot
et al., 1987).

1.2. Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari tingkatan
perkembangan telur katak (Rana sp.) dari tingkatan fertilisasi, segmentasi, sampai
menjadi larva dan mempelajari perkembangan dalam tubuh embrio, juga mengenai
proses yang terjadi yaitu blastulatio, gastrulatio, neuralatio, dan organogenesis
(preparat awetan atau section).

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ordo anura


Ordo anura terdiri dari beberapa famili. Famili yang paling banyak ditemukan
adalah famili Dicroglosidae dengan tiga genus yaitu Occidozyga, Fejervarya dan
Limnonectes. Kelompok katak ini memiliki otot besar pada kakinya. Tersebar di
Asia Selatan dan Asia Tenggara dengan 50 jenis, ukuran tubuh dari 25 mm sampai
300 mm dengan berat 1,5 kg. Katak dan kodok merupakan spesies dari ordo anura.
Meskipun sama-sama dalam ordo anura, katak dan kodok tetap mempunyai
perbedaan (Addaha et al., 2016).
Katak memiliki beberapa kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon.
Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur dan mengontrol fungsi-fungsi tubuh,
merangsang baik yang bersifat mengaktifkan atau mengerem pertumbuhan,
Mengaktifkan beracam-macam jaringan dan berpengaruh pada tingkah laku
mahluk. Pada dasar otak terdapat glandula pituitaria, bagian anterior ini pada larva
menghasilkan hormon pertumbuhan. Hormon ini mengontrol pertumbuhan tubuh
terutama panjang tulang. Pada katak dewasa bagian anterior glandula pituitaria ini
menghasilkan hormon yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin.
Bagian tengah akan menghasilkan hormone intermedine mempunyai pebufon
dalam pengaturan kromotofora dalam kulit (Campbell et al., 2004)

2.2. Perkembangan Embrio


Dalam tahapan normal setelah terjadi pembuahan maka akan terbentuk
morula, setelah sel-sel morula mengalami pembelahan terus-menerus maka akan
terbentuk rongga di tengah. Rongga ini makin lama makin besar dan berisi cairan.
Embrio yang memiliki rongga disebut blastula, rongganya disebut blastocoel,
proses pembentukan blastula disebut blastulasi. Pembelahan hingga terbentuk
blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula
akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis
terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi

Universitas Sriwijaya
embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat
berkembang ke tahap selanjutnya (Sugianto, 1996).

2.3. Fase Pasca Embrionik


Fase pasca embrionik adalah fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk
hidup setelah masa embrio. Dalam fase ini terjadi adanya penyempurnaan alat-alat
reproduksi setelah dilahirkan. Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi biasanya hanya peningkatan ukuran bagian-bagian (organ) tubuh dari
makhluk hidup itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi dalm kecepetan
pertumbuhan. Salah satu faktornya adalah kebutuhan nutrisi atau kecukupan nutrisi
yang masuk kedalam tubuh, lingkungan atau habitat dari makhluk hidup itu sendiri
sesuai atau tidak, dan masih banyak lagi faktor yang berpengaruh di dalam
pertumbuhan (Brotowidjoyo, 1990).

2.4. Metaformisis pada Katak


Metamorfosis pada Amphibi mengalami perubahan metamorfik yang terjadi
melalui tiga tahapan, yaitu premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat
dominan, prometamorfosis yaitu pertumbuhan berlanjut dan beberapa
perkembangan berubah seperti mulai munculnya membran belakang serta
metamorfik klimaks yaitu dimulainya perkembangan membra depan dan
merupakan suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan dramatik
(Gilbert, 2000).
Perubahan ini disertai regresi ekor katak dan penyusunan kembali cara makan,
sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem ekskresi, sistem gerak dan sistem
syaraf pada katak. Tiga kategori perubahan selama metamorfosis meliputi
hilangnya struktur dan jaringan larva (ekor dan insang), modifikasi struktur larva
yang telah ada sebelumnya (mulut dan perut), pemrograman ulang aktivitas
metabolik tingkat sel (hati) dan munculnya struktur dewasa paru-paru. Struktur baru
katak sebagian besar terbentuk selama periode premetamorfosis yang panjang
sedangkan regresi jaringan terjadi selama periode metamorfik klimak yang pendek
(Brotowidjoyo, 1990).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada hari Jum’at tanggal 24 September 202 pada
pukul 16.00 sampai dengan selesai. Bertempat di Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung
Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini berupa botol flakon, loop,
gelas arloji dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan ialah telur katak
stadium yang belum dibuahi (stadium larva), foto seri perkembangan telur katak,
formalin 4% dan aquades.

3.3. Cara Kerja


Pertama diamati semua preparat telur katak dari semua tingkatan
perkembangan dengan loop yang dimulai dari tingkatan telur yang belum dibuahi
sampai tingkat penutupan insang sempurna. Lalu, dibandingkan preparat basah
perkembangan telur katak yang diamati dengan foto seri perkembangan telur katak
untuk memastikan tingkatan dari preparat basah tersebut. Kemudian digambar
preparat yang diamati dan diberi keterangan serta dideskripsikan stadium dari
preparat yang diamati.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Menurut hasil pengamatan pada morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil pada tabel berikut:
No Keterangan Gambar
1.
1. Jelly Like Albumen
2. Pigmented
Animal Hemisphare
3. Kutub Animal
4. Kutub Vegetatif
(Telur Katak)

1 2
2.
1. Kepala
2. Ekor

(Berudu)

1 2 3

3.
1. Bidang Pembelahan
2. Zona Pellusida
3. Blastomer

(Pembelahan Awal)

Universitas Sriwijaya
4.
1. Blastocel
2. Blastomer
3. Zona Pellusida

(Tahap Morula)

1 2 3

5. 1. Blastocoel
2. Blastula
3. Zona Pellusida

(Tahap Blastula)

1 2

6. 1. Ektoderm
2. Mesoderm
3. Endoderm

3
(Tahap Gastrula)

Universitas Sriwijaya
1 2 3
7. 1. Notokord
2. Endoderm
3. Archenteron

( Neurulasi)

1 2 3

8. 1. Lapisan
Gelatin Pelindung
2. Leher
3. Lamina Neuralis

(Organogenesis)

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yakni mengamati metamorfosis
pada katak, didapatkan hasil bahwa katak mengalami proses metamorfosis
sempurna. Menurut Panut (2006), Katak dalam melanjutkan generasinya,
melakukan proses metamorfosis, yaitu perubahan bentuk dan fungsi organ tubuh.
Hal ini terjadi sangat mencolok di setiap tahapannya. Itulah sebabnya mengapa
metamorfosis pada katak disebut dengan metamorfosis sempurna.
Tahapan metamorfosis katak yaitu : katak betina bertelur didalam air dan
telur-telur itu ditutupi oleh jelly agar terlindungi sehingga seolah-olah berhubungan
satu dengan yang lainnya. Setelah beberapa saat telur menetas menjadi kecebong
yang bentuknya menyerupai ikan tumbuh dan berkembang menjadi kecebong
berkaki dua terus tumbuh menjadi kecebong berkaki empat. Lalu setelah itu
menjadi katak muda, katak muda ini masih mempunyai ekor seperti kecebong,
setelah beberapa hari ekor kecebong menyusut dan hilang. Dan terakhir menjadi
katak dewasa.
Menurut Sugianto (1996), pada embriogenesis setelah pembelahan terbentuk
morula, setelah sel-sel morula mengalami pembelahan terus-menerus maka akan
terbentuk rongga di tengah yang semakin besar dan berisi cairan. Embrio yang
memiliki rongga disebut blastula, rongganya disebut blastocoel, proses
pembentukan blastula disebut blastulasi. Pembelahan hingga terbentuk blastula ini
terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir
ke dalam uterus. Setelah itu blastosis terapung-apung di dalam lumen uterus.
Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan
dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Setelah blastula
embriogenesis pada katak menuju ke tahap gastrula, neurulasi,, dan organogenesis
Dalam proses gastrulasi terjadi berbagai macam gerakan sel. Ada 2 kelompok
gerakan, yaitu Epiboli dan Emboli. Epiboli merupakan gerakan melingkup, terjadi
di sebelah luar embryo. Berlangsung pada bakal ektoderm epidermis dan saraf.
Sementara bakal mesoderm dan endoderm bergerak, epiboli menyesuaikan diri
sehingga ectoderm terus menyelaputi seluruh embryo. Menurut Rudhy (2016),
Proses penting yang terjadi pada fase blastula, proses terbentuk dan dimulainya
epiboli yang akan berlanjut ke fase gastrulasi. Fase gastrulasi pada embrio termasuk

Universitas Sriwijaya
tipe epiboli, epiboli adalah tipe pergerakan sel blastodern dimana lembar epitel dari
sel ektoderma yang menyebar untuk melapisi lapisan di bawahnya.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada pengamatan


gametogenesis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembuahan pada katak terjadi diluar tubuh atau fertilisasi eksternal
2. Katak memiliki dua fase kehidupan semasa hidupnya. Fase pertama pada saat
ia menjadi berudu dan fase kedua pada saat ia menjadi katak dewasa.
3. Rana sp muda (berudu) akan hidup di dalam air dan bernapas dengan insang.
Sedangkan untuk Rana sp dewasa akan hidup di darat dan bernapas dengan
paru-paru.dan kulit
4. Metamorfosis pada katak merupakan metamorfosis sempurna.
5. Proses metamorfosis pada katak terdiri dari tiga tahapan, berupa
premetamorfik, prometamorfik, dan metamorfik klimaks.
6. Embriogenesis pada katak Setelah pembelahan terbentuk morula, selanjutnya
ke tahapan blastula, gastrula, neurulasi, dan organogenesis.

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Reproduksi merupakan proses memperbanyak keturunan untuk melestarikan
dan mempertahankan kehidupan makhluk hidup. Setiap makhluk hidup memiliki
kemampuan reproduksi yang berbeda, ada yang menghasilkan satu anak dalam satu
kali bereproduksi dan harus menunggu dalam jarak waktu yang lama. Namun ada
juga makhluk hidup yang mampu bereproduksi dengan menghasilkan banyak anak
dalam jarak waktu relatif dekat sehingga meningkatkan jumlah populasi makhluk
hidup dalam suatu daerah (Christman et al., 2005).
Embriogenesis merupakan proses perkmebangan dari zigot dengan
perkembangan organ tubuh (organogenesis), sehingga terbentuk individu baru yang
fungsional, meliputi telur segar terfertilisasi proses pembelahan sel menjadi (2, 4,
8, 16, 32, 64), morula, blastula awal, blastula akhir, gastrula, ivaginasi, prisma dan
tahap akhir terbentuknya pluteus (janin). Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu
berkembang biak yang merupakan suatu usaha untuk mempertahankan kelestarian
hidup jenisnya. Proses reproduksi pada dasarnya adalah proses pembentukkan
suatu individu baru yang berjalan dengan mekanisme yang tetap bertahan dan
teratur (Adnan, 2008).
Telur yang dihasilkan dari berbagai hewan walaupun sudah berhasil dibuahi,
tetapi peluang untuk berkembang atau pada perkembangan awal masih memerlukan
perlindungan, penyesuaian dan makanan. Telur yang bercangkang seperti pada ayam
merupakan suatu adaptasi. Telur sendiri terdiri atas sejumlah besar kuning telur
(yolk) dan sedikit sitoplasma. Setelah fertilisasi dan masih dalam oviduk, telur
dilapisi oleh lapisan-lapisan albumin encer yang tebal (putih telur) dan
cangkangnya terbuat dari kalsium karbonat (Niam, 1995).

1.2. Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari perkembangan
bentuk dan struktur embrio ayam, dimulai dari umur 24 jam sampai 96 jam dalam
pengeraman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriogenesis
Embriogenesis yaitu proses pembelahan zigot menjadi embrio.
Embriogenesis dimulai dari zigot. Zigot terbentuk dari fertilisasi yang berupa sel
tunggal diploid (2n). Morula adalah hasil pembelahan zigot menjadi 64 buah sel
yang mirip anggur. Blastula adalah zigot yang telah memiliki rongga yang disebut
blastosol, yang menjadi calon rongga tubuh. Blastula kemudian akan melakukan
implantasi dan invaginasi. Gastrula adalah zigot yang telah mengalami implantasi
dan invaginasi, dan memiliki lapisan embrionik. Implantasi adalah pelekatan zigot
pada endometrium untuk membentuk membran kehamilan. Implantasi dilakukan
oleh sel luar blastula yang disebut sel trofoblas. Invaginasi adalah proses
pembentukan archenteron pada gastrula (Gilbert, 2011).

2.2. Embrio Ayam


Bentuk awal embrio ayam pada hari pertama belum terlihat jelas, sel benih
berkembang menjadi bentuk seperti cincin dengan bagian tepinya gelap, sedangkan
bagian tengahnya agak terang. Bagian tengah ini merupakan sel benih betina yang
sudah dibuahi yang dinamakan zygot blastoderm. Setelah lebih kurang 15 menit
setelah pembuahan, mulailah terjadi pembiakan sel-sel bagian awal perkembangan
embrio. Jadi didalam tubuh induk sudah terjadi perkembangan embrio (Sumarni,
2006).
Oksigen diperlukan embrio untuk proses pernapasan dan perkembangannya.
Putih telur merupakan tempat penyimpanan air dan zat makanan di dalam telur yang
digunakan untuk pertumbuhan embrio. Kuning telur merupakan bagian telur yang
bulat bentuknya, berwarna kuning sampai jingga dan terdapat di tengah-tengah
telur. Kuning telur mengandung zat lemak yang penting bagi pertumbuhan embrio.
Di dalam kuning telur terdapat sel benih yang menjadi unsur utama embrio unggas.
Pada bagian ujung yang tumpul dari telur terdapat rongga udara yang berguna untuk
bernapas bagi embrio selama periode penetasan, yang berlangsung rata-rata 20-22
hari (Surjono, 2001).
Sel telur yang terdapat dalam telur dan sudah dibuahi adalah bakal anak ayam.
Sebelum telur menetas, bakal anak ini disebut embrio.Embrio ini harus
mendapatkan makanan untuk pertumbuhannya. Embrio ini mendapatkan makanan
dari kuning telur. Karena itulah sebabnya mengapa sel telur selalu menempel atau
berada pada pinggir kuning telur. Satu atau dua hari setelah telur ayam menetas dan
mengeluarkan anak ayam, kuning telur masih tersisa dan melekat pada perut atau
tali pusat (umbilical cord) anak ayam tersebut. Kuning telur tersebut digunakan
sementara untuk sumber makanan anak ayam (Sumarni, 2006).

2.3. Telur
Tipe telur Aves adalah telolecithal berat atau sering disebut dengan
megalecithal. Hal ini disebabkan oleh volume yolk hampir mengisi seluruh bagian
ovum. Pembelahan pada Aves juga disebut dengan meroblastik diskoidal karena
bagian yang membelah berbentuk seperti cawan. Istilah ovum pada Aves
merupakan bulatan yolk dengan bioplasma dan intinya (Sumarni, 2006).
Sedangkan istilah telur yang terdiri dari cangkang telur, albumen (putih telur)
dan yolk. Ovum merupakan suatu sel yang berukuran sangat besar. Hal ini
disebabkan oleh kandungan yolk yang besar pula. Kuning telur dicerna oleh enzim
yang dihasilkan kantung kuning telur, dan hasil cernaan itu dibawa ke embrio
melalui pembuluh darah kantung kuning telur (Djuhanda, 1981).
Amnion menyelubungi seluruh embrio dan bagian dalamnya berisi cairan
yang merupakan lingkungan cairan pelindung tempat embrio berkembang. Korion
terletak di bawah cangkang dan mengelilingi kantung kuning telur dan amnion.
Sedangkan alantois tumbuh dari saluran pencernaan belakang terletak dibagian
dalam korion seperti balon besar yang kempis. Darah dari embrio dialirkan masuk
melalui alantois. Disini terjadi pertukaran gas, oksigen berdifusi ke dalam cangkang
dan korion, dan karbondioksida berdifusi ke luar (Hall et al., 2007).

2.4. Struktur Telur


Struktur telur terdiri atas sel yang hidup, yang dikelilingi oleh kuning telur
sebagai cadangan makanan terbesar. Kedua komponen ini dikelilingi oleh putih
telur yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Hal ini mengakibatkan adanya
perbedaan tekanan osmosis antara kuning dan putih telur. Telur mempunyai
struktur yang sangat khas dan mengandung zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan
sel telur yang sudah dibuahi menjadi seekor anak. Bagian-bagian utama telur adalah
putih telur (albumen), kuning telur (yolk), dan kulit telur (egg shell) (Surjono,
2011).

2.4.1. Kulit Telur Ayam


Kulit telur terdiri atas 94-97 % kalsium karbonat, sedangkan sisanya berupa
bahan organik dan pigmen. Di seluruh bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori
dengan ukuran yang sangat berbeda-beda. Umumnya pada setiap cm2 kulit telur
terdapat 7500 buah pori-pori dengan penyebaran yang berbeda-beda. Pori-pori telur
ayam mempunyai ukuran lebar sekitar 9-38 mikron dan panjang sekitar 14-54
mikron (Husna, et al., 2020).
Kulit telur merupakan bahan alami yang dapat melindungi telur dari
masuknya bakteri, tetapi karena kulit telur berpori maka hal ini tidak menjamin
bahwa telur akan bebas dari kontaminasi bakteri. Adanya membran pada telur (shell
membran), empat lapis putih telur (the four layers of the white) dan membran
kuning telur (yolk membrane) atau disebut pula dengan vitelline dapat mencegah
bakteri menembus kuning telur yang merupakan media yang cocok untuk
pertumbuhan bakteri (Kusumawati, et al., 2016)
Kulit telur memiliki 4 lapisan yang terdiri dari kutikula, terdapat lapisan
bunga karang atau disebut lapisan kapur busa, lapisan mamilaris serta terdapat
lapisan membran. Kulit telur ini dikelilingi oleh suatu laposan yang memiliki
ketebalan 0,2 – 0,4 mm yang terdapat seperti berkapur dan juga berpori. Bagian
yang terdapat didalam telur yang ditutupi dengan 2 lapisan yang menempel pada
telur tetapi akan terpisah pada bagian ujung yang tumpul pada telur dan akan
membentuk suatu kantung udara. Cangkang telur ini merupakan suatu pintu
gerbang yang memiliki fungsi sebagai suatu pelindungbagi isi telur sehingga
menjaga kualitas yang terdapat pada telur (Purwadi et al., 2017).
2.4.2. Putih Telur
Putih telur terdiri atas empat lapisan. Lapisan luar terdiri atas cairan kental
yang banyak mengandung serat-serat musin. Lapisan tengah merupakan anyaman
musin setengah padat. Lapisan ketiga merupakan cairan yang lebih encer,
sedangkan khalazifera berbentuk serat-serat musin yang terjalin seperti anyaman
tali dan membatasi antara putih dan kuning telur, berfungsi untuk menahan kuning
telur agar tetap pada tempatnya. Komponen utamanya adalah protein dan lemak
terdapat dalam jumlah kecil. Protein putih telur utama terdiri atas ovalbumin,
conalbumin, ovomucoid, lizozime, dan globulin. Senyawa antimikroba yang
terdapat pada telur adalah lizozime, conalbumin, dan ovoinhibitor yang berfungsi
untuk membantu memperlambat proses kerusakan telur (Admi, 2010).
Putih telur yang banyak mengandung air serta memiliki empat fraksi yang
berbeda pada kekentalannya. Albumen yang terdapat didekat kuning telur ini lenih
kental sehingga membentuk chalazaferous, lapisan ini mengelilingi pada bagian
kuning telur yang kemudian membentuk dua sisi yang tidak searah yang nantinya
membentuk khalaza. Khalaza merupakan suatu bentuk berupa tali yang berpilin,
satu talinya yang menjulur ke arah pada ujung tumpul telur sedangkan pada tali
yang satunya mengarah pada ujung lancip telur (Manab et al., 2017).

2.4.3. Kuning Telur


Kuning telur merupakan bagian terpenting pada telur, karena kuning telur
mengandung zat bergizi tinggi untuk menunjang kehidupan embrio. Bentuk kuning
telur hampir bulat, terletak ditengah-tengah dan berwarna jingga atau kuning.
Pigmen pemberi warna kuning terdiri atas kriptoxantin, xantofil, karoten dan lutein.
Kuning telur terbungkus oleh selaput tipis, kuat dan elastis yaitu “membran vitelin”
dengan ketebalan sekitar 24 mikron (Sudarwati, 2008).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada hari Jum’at, tanggal 8 Oktober 2021, pukul
16.00 sampai dengan selesai. Bertempat di rumah, Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung
Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri.
Sedangkan bahan yang digunakan telur masa pengeraman 24 jam, pengeraman 36
jam, pengeraman 48 jam, pengeraman 72 jam dan pengeraman 96 jam.

3.3. Cara Kerja


Pertama dipilih telur yang telah dibuahi dengan cara meneropong telur
dengan alat teropong. Bila telur itu dibuahi tampak ada selaput gelap yang terapung-
apung. Kemudian masukkan ke dalam mesin pengeraman pada suhu temperatur
40⁰C, misalkan dikehendaki umur 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 96 jam. Setelah itu
ambil dari pengeraman, dan kemudian buka telur tersebut dan masukkan ke dalam
cawan petri. Amati bentuk embrio, daerah-daerah blastoderm, pembuluh darah,
denyut jantung dan organisasi embrionya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan tentang embriogenesis ayam,
didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar Hari Keterangan


Hari pertama Bentuk awal embrio belum
jelas, sel benih
berkembang menjadi
bentuk seperti cincin
dengan tepisan gelap dan
bagian tengah terang.

Hari kedua Bentuk awal embrio mulai


jelas sudah terlihat primitif
streat yaitu bentuk
memanjang dari pusat
blastoderm yang kelak
berkembang menjadi
embrio, terdapat garis-garis
merah blastoderm
menandakan terbentuknya
sirkulasi darah.
Hari ketiga Jantung mulai terbentuk
dan berdenyut, bentuk
embrio mulai tampak,
terlihat gelembung bening
kantung amnion.
Hari keempat Mata sudah mulai terlihat
sebagai bintik gelap
disebelah jantung.

Hari kelima Embrio tampak lebih jelas


puncak anggota badan
terbentuk ekor dan kepala
embrio sudah berdekatan
telah terjadi perkembangan
alat reproduksi.

Hari keenam Anggota badan mulai


terbentuk mata menonjol,
rongga dada berkembang,
jantung membesar,otak
amnion galatois kantung
yolk terlihat.

Hari ketujuh Paruh terlihat bintik gelap


pada dasar mata,otak dan
leher sudah terbentuk.
Hari kedelapan Mata terlihat sangat jelas

Hari kesembilan Lipatan dan pembuluh


darah bertambah banyak
terbentuk jari kaki.

Hari kesepuluh Paruh mulai mengeras,


folikel bulu mulai
terbentuk.

Hari kesebelas Embrio terlihat seperti


Ayam

Hari keduabelas Embrio semakin besar dan


mulai masuk ke yolk
sehingga yolk semakin
kecil
Hari ketigabelas Sisik dan cakar terlihat
sangat jelas

Hari Punggung sudah terlihat


keempatbelas melengkung,buluh hampir
menutupi seluruh tubuh

Hari kelimabelas Kepala sudah mengarah


kebagian tumpul bagian
telur

Hari keenam Sudah mengambil posisi


belas yang baik di dalam
kerabang
Hari ketujuh Paruh sudah membalik
belas keatas

Hari kedelapan Sudah tampak jelas seperti


belas ayam akan mempersiapkan
diri akan menetas

Hari kesembilan Paruh ayam sudah siap


belas mematuk dan menusuk
selaput kerabang dalam.

Hari kedua puluh kantung kuning telur sudah


masuk sepenuhnya ke
dalam rongga perut.
Selanjutnya ayam memutar
tubuhnya dengan bantuan
dorongan kakinya, dengan
bantuan sayapnya.

Hari ke 20
Hari kedua puluh ayam sudah membuka
satu kerabangnya walaupun
belum seluruhnya, dari
keadaan ini biasanya tubuh
ayam memerlukan waktu
beberapa jam untuk keluar
dari kerabang.

Hari ke 21
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada embrio ayam, dapat dilihat
bahwa pada hari ke-17 paruh embrio sudah membalik ke atas dan pada hari ke-18
embrio sudah tampak jelas seperti ayam yang akan mempersiapkan diri untuk
menetas sehingga jari kaki, sayap dan bulunya sudah berkembang dengan baik.
Menurut Suharyanto et al., (2016), embrio ayam Pada hari ke-19 tampak kalau
paruh ayam sudah siap mematuk dan menusuk selaput kerabang dalam, lalu pada
hari ke-20 kantung kuning telur sudah masuk sepenuhnyakedalam rongga perut.
Embrio ayam ini hampir menempati seluruh rongga di dalam telur, kecuali kantung
udara. Pada fase ini terjadi serangkaian proses penetasan yang diawali dengan
kerabang mulai terbuka dengan menggunakan paruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio ayam berupa suhu,
keberhasilan gastrulasi, kekurangan mineral, dan kondisi lingkungan. Semakin
tinggi suhu maka semakin cepat proses perkembangan embrio berlangsung.
Keberhassilan perkembangan embrio menurut Kusumawati et al., (2016) karena
gaastrulasi merupakan proses yang paling menentukan dalam perkembangan
embrio. Kondisi lingkungan yang buruk mengganggu perkembangan embrio ayam.
Kekurangan mineral juga dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan embrio,
perkembangan organ tidak normal, dan kematian embrio.
Perkembangan yang terjadi pada embrio selama 21 hari. Menurut Tim
Redaksi (2017) bahwa pada hari ke 1 proses suatu pembentukan pada sel permulaan
ini mulai terjadi dan terbentuk pada saat 18 jam setelah menetas. Kemudian pada
24 jam pertama yang akan membentuk suatu organ pada otak, terbentuk jaringan
tulang belakang, kemudian jaringan otak. Pada hari ke – 2 ini embrio yang mulai
bergerak ke arah kiri kemudian saluran darahnya yang terlihat pada bagian kuning
telur. Pada jam ke–25 sampai jam ke–48 dimana pada proses ini terbentuk jantung,
kemudian jaringan otak yang akan mulai berdetak, jaringan pendengarannya yang
akan terbentuk. Pada hari ke–3 akan dimulai pada pembentukan hidung, sayap sera
kaki dan juga pada jaringan pernapasan.
Pada hari ke-4, mata mulai terlihat sebagai bintik gelap disebelah jantung.
Pada hari kelima, tampak lebih jelas puncak anggota badan terbentuk ekor dan
kepala embrio sudah berdekatan, terjadi perkembangan pada alat reproduksi. Pada

Universitas Sriwijaya
hari keenam, anggota badan mulai terbentuk mata menonjol, kemudian rongga dada
berkembang, jantung yang membesar, kemudian otak amnion galatois kantung yolk
terlihat. Menurut Fitriani et al., (2021) bahwa pada hari ke – 4 terjadi perkembangan
pada organ yang mulai aktif serta keberadaan dari suatu sel mesenkim yang
berfungsi sebagai penyusunnya. Kemudian pada hari ke – 5 dan ke – 6 yang terlihat
dari perkembangannya yaitu pada anggota badan, organ tubuh, pada sistem
pencernaan dan reproduksinya.
Menurut Tim Redaksi (2017) bahwa pada hari ke – 7, hari ke – 8 dan hari ke
–9 jari kaki serta saypanya yang akan mulai terbentk. Dan pada bagian perut yang
mulai menonjol hal ini karena jeroannya yang sudah mulai berkembang. Pada
pembentukan bagian bulu juga mulai tumbuh. Bentuk embrio yang sudah
membentuk seperti burung dimana pada mulutnya yang terlihat terbuka. Pada hari
ke–10 dan ke–11 pada bagian paruh yang terlihat mulai mengeras serta jari kaki
yang sudah terbentuk dan terpisah, pori – pori yang terdapat pada kulit sudah mulai
tampak. Pada hari ke–12 jari sudah terbentuk sengan sempurna serta bagian tubuh
sudah ditumbuhi dengan bulu.
Pada hari ke–13, tunas bulu mulau tumbuh dan kelopak mata sudah menutup
secara sempurna. Pada hari 14, pada bagian punggung embrio sudah mulai terlihat
seperti melengkung, dan pada bagian bulu yang hampir menutupi seluruh tubuh.
Pada hari 15, ukuran tubuh, paruh, kaki, dan sayap semakin berkembang sempurna.
Pada hari ke–16, pada bagian ukuran tubuh, paruh, kaki, dan sayap semakin
berkembang sempurna. Pada hari ke tujuh belas, ukuran tubuh, paruh, kaki, dan
sayap semakin berkembang sempurna.
Pada hari ke–18, sudah tampak jelas seperti ayam akan mempersiapkan diri
akan menetas. Pada hari ke–19, paruh ayam sudah siap mematuk dan menusuk
selaput kerabang dalam. Pada hari ke-20, terbentuknya nasal pits dan lubang hidung
terlihat jelas. Pada hari ke–21, anak ayam menetas. Menurut Tim Redaksi (2017)
pada hari ke –18 dan ke–19 pertumbuhan yang terjadi pada embrio mulai sempurna
dan semakin membesar dan kemudian memenuhi pada bagian rongga telur kecuali
pada bagian kantong udara. Pada hari ke–20 embrio telah terbentuk menjadi anak
ayam dan kemudian sudah mulai bernapas dengan menggunakan kantung udara.

Universitas Sriwijaya
Kemudian pada hari ke–21 telah terbentuk anak ayam dimana anak ayam ini telah
menembus lapisan yang terdapat pada kulit telur sampai dengan ia menetas.
Penelitian membuktikan bahwa antara telur dan ayam itu lebih dulu ada ayam,
karena untuk membentuk cangkang telur itu diperlukan sebuah protein. Dimana
protein yang dibutuh untuk membentuk cangkang telur tersebut hanya ditemukan
di ovarium ayam. Menurut Agusman (2017) bahwa pada pembentukan yang terjadi
pada cangkang telur merupakan suatu protein yang hanya bisa ditemukan pada
indung telur ayam. Oleh karena itu, telur ada apabila ditemukannya suatu proses
yang terjadi pada organ tubuh ayam. Dari penjelasan yang telah disebutkan maka
dapat diambil kesimpulan bahwa yang lebih dulu yaitu pada ayam..

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada pengamatan


embriologi pada ayam dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pembuahan ayam hinggal menetas terjadi selama 21 hari.
2. Terlur ayam memiliki bagian utama yang terdiri dari kulit telur, putih telur,
dan kuning telur.
3. Embrio ayam pada hari ke-17 sudah menunjukkan paruh yang telah membalik
keatas.
4. Embrio ayam pada hari ke-18 sudah menunjukkan bahwa ayam siap menetas.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio ayam berupa suhu,
keberhasilan gastrulasi, kondisi lingkungan, dan mineral.
6. Jika telur ayam yang sudah dibuahi tetapi tidak menetas berarti ayam tersebut
mengalami infertilisasi
7. Posisi telur selama penyimpanan memiliki efek pada daya tetasnya sehingga
memengaruhi pula pada kualitas embrionya.
8. Ayam lebih dulu daripada telur, hal itu dibuktikan dengan adanya penelitian
bahwa protein yang digunakan untuk membentuk cangkang telur hanya bisa
didapatkan pada ovarium

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap makhluk hidup pasti melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada hewan-hewan tertentu dikenal istilah metamorfosis. Metamorfosis merupakan
suatu perubahan individu mahluk hidup dari telursampai menjadi dewasa yang
sempurna dengan mengalami perubahan bentuk morfologi, anatomi bahkan
fisiologis. Morfologi merupakan perubahan bentuk luar yang terjadi pada makhluk
hidup, sedangkan anatomi merupakan perubahan susunan dan bagian-bagian
struktur tubuh, serta fisiologi merupakan perubahan mengenai fungsi kerja alat
tubuh (Hidayat, 2009).
Dengan kata lain Metamorfosis adalah perubahan bentuk dan struktur yang
terjadi pada hewan, mulai dari embrio sampai dewasa. dalam metamorfosis
membesarnya ukuran tubuh hewan merupakan proses pertumbuhan. Sedangkan
perubahan bentuk tubuh dari telur hingga dewasa merupakan proses perkembangan
(Adria, 2016)
Metamorfosis dibedakan menjadi metamorfosis pada dibedakan menjadi dua
yaitu metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola merupakan yang melalui
tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian tumbuh dan yang melalui tahap
telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian tumbuh berkembang menjadi menjadi
imago atau dewasa dan metamorfosis sempurna adalah metamorfosis yang
perkembangan individu mahluk hidup melalui tahap telur-larva-pupa-imago atau
dewasa. Telur yang menetas menjadi larva akan menjadi kepompong, kemudian
berubah menjadi imago atau dewasa (Rolff, et al., 2019).

1.2. Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui
pengertian metamorfosis, perbedaan metamorfosis, perbedaan metamorfosis pada
avetebrata dan vetebrata serta hormone yang berpengaruh dalam proses
metamorfosis.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metamorfosis
Metamorfosis adalah perubahan bentuk dan struktur yang terjadi pada hewan,
mulai dari embrio sampai dewasa. Metamorfosis dibedakan menjadi Metamorfosis
pada dibedakan menjadi dua yaitu metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola
merupakan yang melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian
tumbuh dan yang melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian
tumbuh berkembang menjadi menjadi imago atau dewasa dan metamorfosis
sempurna adalah metamorfosis yang perkembangan individu mahluk hidup melalui
tahap telur-larva-pupa-imago atau dewasa. Telur yang menetas menjadi larva akan
menjadi kepompong, kemudian berubah menjadi imago atau dewasa (Radiopoetro,
1996).
Nimfa adalah hewan muda yang mirip dengan hewan dewasa tetapi berukuran
lebih lebih kecil dengan perbandingan tubuh yang berbeda. Nimfa akan mengalami
molting atau pergantian kulit setiap kali setelah molting mahluk hidup itu kelihatan
lebih mirip dengan hewan dewasa. Contoh metamorfosis tidak sempurna ada pada
jangkrik, belalang, kecoa (Anees 2007).
Larva adalah ulat yang tumbuh dan khusus untuk makan serta mengalami
molting beberapa kali, kemudian larva membungkus dirinya sendiri dalam
kepompong dan menjadi pupa. Tahapan larva sangat berbeda sekali dengan tahapan
dewasa. Pupa merupakan tahap dimana jaringan larva mengalami pembelahan dan
deferensiasi merupakan tahap dimana sel-sel yang sebelumnya tidak aktif pada
tahap larva menjadi organ tubuh. Akhirnya imago (hewan dewasa) keluar dari
kepompong. Contoh insekta yang mengalami metamorfosis sempurna misalnya
kupu-kupu, nyamuk, lebah madu (Williams , 1961).
Metamorfosis antara hewan invertebrata berbeda dengan hewan vertebrata.
Sebagai dalam serangga yang lebih primitif, seperti kecoa dan belalang,
metamorfosis secara bertahap. Larva, sering disebut sebagai nimfa, memiliki
kurang lebih organisasi yang sama fase dewasa, atau imago. Cara mendapatkan
makanan dengan cara yang sama tetapi berbeda dari fase dewasa dalam kurang

Universitas Sriwijaya
sayap dan memiliki organ seks yang tidak lengkap. Sayap muncul dalam tahap
kehidupan larva, mereka kecil pada awalnya, tetapi meningkat dengan setiap
meranggas, dan mereka mencapai ukuran penuh dan kapasitas fungsional pada
akhirnya (imaginal) satu (Isnaini, 2006).

2.2. Metamorfosis Sempurna


Metamorfosis dibedakan menjadi dua yaitu metamorfosis tidak sempurna
atau hemimetabola dan metamorfosis sempurna. Metamorfosis sempurna memiliki
suatu organisme dengan bentuk yang sangat berbeda antara satu fase dengan fase
lainnya. Sebagai contoh, nyamuk. Nyamuk melalui fase berupa telur, larva, pupa,
dan imago yang berbeda antara satu dan lainnya. Hal yang sama berlaku pada katak.
Meskipun tidak melalui fase pupa, namun hewan yang satu ini mengalami tingkat
perubahan bentuk yang sangat drastis dari setiap fase metamorfosisnya (Rolff, et
al., 2019).
Metamorfosis sempurna biasanya disebut juga dengan holometabola.
Metamorfosis sempurna ditandai dengan adanya fase yang disebut pupa atau
kepompong. Bentuk larva dengan serangga dewasa jauh berbeda, juga menjadi ciri
dari metamorfosis sempurna. Tahapan dalam metamorfosis sempurna adalah
diawali dengan telur yang akan menetas menjadi larva, kemudian larva ini akan
menjadi pupa atau kepompong, kepompong yang sudah siap akan mengeluarkan
diri dan menjadi dewasa atau imago. Contoh dari metamorfosis sempurna terjadi
pada kebanyakan serangga seperti kupu-kupu, nyamuk, Drospohila Sp. dan banyak
lagi lainnya, ampibi seperti katak dan kodok juga mengalami metamorfosis
sempurna (Aryuliana et al., 2006).
Umumnya serangga mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus hidup
dengan beberapa tahapan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan imago. Beberapa
ordo yang mengalami metamorfosis sempurna adalah Lepidoptera, Diptera,
Coleoptera, dan Hymenoptera. Didalam siklus hidupnya, nyamuk mengalami
metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur, larva (jentik), pupa dan dewasa.
Larva dan pupa memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telur pada
beberapa spesies seperti Aedes aegypti dapat tahan hidup dalam waktu lama tanpa
air, meskipun harus tetap dalam lingkungan yang lembab. Nyamuk merupakan

Universitas Sriwijaya
serangga yang sangat sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan
buatan yang sifatnya permanen atau termporer (Hadi, 2017).

2.3. Metamorfosis Tidak Sempurna


Sedangkan pada metamorfosis atau hemimetabola tidak sempurna tidak
mengakibatkan perubahan bentuk yang terlalu drastis pada hewan yang
mengalaminya. Sebagai contoh, belalang. Tidak banyak perbedaan ditemukan
antara bentuk nimfa belalang dan belalang dewasa. Pun demikian dengan kecoa,
yang tidak banyak berubah bentuk antara saat masih berupa nimfa dengan kecoa
setelah dewasa (Isnaini, 2006).
Metamorfosis tidak sempurna bisa juga disebut dengan hemimetabola.
Serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna ditandai dengan bentuk
serangga yang baru menetas atau nimfa tidak akan jauh berbeda dengan bentuk
serangga dewasa atau imago. Metamorfosis tidak sempurna merupakan siklus
hidup dengan tahapan telur, nimfa, dan imago. Peristiwa larva meniggalkan telur
disebut dengan eclosion. Setelah eclosion, serangga yang baru ini dapat serupa atau
beberapa sama dengan induknya. Tahapan belum dewasa ini biasanya mempunyai
ciri perilaku makan yang banyak (Suwondo et al, 2015).
Perbedaan yang mencolok adalah nimfa tidak memliki sayap. Sayap akan
tumbuh secara bertahap sehingga menyerupai bentuk serangga dewasa. Secara
umum nimfa dan serangga dewasa memiliki sifat yang sama. Contoh
metamorphosis tidak sempurna terdapat pada jangkrik dan belalang. Urutan daur
hidup serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna diawali dengan
bentuk telur yang akan menetas menjadi nimfa, nimfa yang akan terus berkembang
men jadi hewan dewasa (Nureini, 2019).

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada hari Jum’at, tanggal 15 Oktober 2021, pukul
16.00 sampai dengan selesai. Bertempat di rumah, Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung
Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum yakni alat tulis,
gambar siklus hidup kecoa, belalang dan kupu-kupu, dan laptop

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum metamorfosis yakni, pertama dilakukan
pengamatan terhadap siklus hidup hewan kupu-kupu, kecoa, belalang, nyamuk dan
katak berdasarkan video yang diputar oleh asisten. Dicatat hasil pengamatan dan
dipindahkan ke buku kerja lalu dilengkapi keterangannya.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum mengenai sistem reproduksi jantan pada hewan
vertebrata didapatkan hasil sebagai berikut:

No. Gambar Keterangan Jenis


Metamorfosis

1. 5 2 1. Telur Heterometbola
1 2. Nimfa 1

3. Nimfa 2

4. Kecoa muda
4 3 5. Kecoa dewasa

2. 1. Telur Holometabola
5
4 2. Larva
1
3. Pupa

4. Kupu-kupu muda

5. Kupu-kupu dewasa
3 2

3. 1. Telur Holometabola
6 1
2. Berudu

3. Berudu berkaki dua


2
5
4. Berudu berkaki
empat

3 5. Katak berekor
4
6. Katak dewasa

Universitas Sriwijaya
4. 1. Telur Heterometabola
3 1
2. Nimfa

3. Belalang Dewasa

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan metamorfosis
dapat diketahui bahwa metamorfosis dibedakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola dan metamorfosis sempurna atau
holometabola. Menurut Rolff et al., (2019), metamorfosis sempurna memiliki suatu
organisme dengan bentuk yang sangat berbeda antara satu fase dengan fase lainnya.
Sebagai contoh adalah kupu-kupu dan katak dengan fase berupa telur, larva, pupa
dan imago yang berbeda antara satu dan lainnya. Menurut Berdasarkan ciri sayap
dan alat mulutnya, kelompok holometabola ini dibagi menjadi beberapa ordo, yaitu
neuroptera, lepidoptera, diptera, coleoptera, siphonoptera dan hymenoptera.
Pada metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola tidak mengakibatkan
perubahan bentuk yang terlalu drastis pada hewan yang mengalaminya. Sebagai
contoh, belalang dan kecoak yang tidak ditemukan perbedaan antara bentuk nimfa
belalang dan belalang dewasa. Menurut Masner et al., (1968),
Hemimetabola dibagi menjadi beberapa ordo, antara lain achyptera atau isoptera,
orthoptera, odonata, hemiptera dan homoptera.
Metamorfosis pada avertebrata dapat terjadi pada hewan seperti kupu-
kupu dan nyamuk. Menurut Manser et al., (2016), hewan- hewan tersebut
mengalami metamorfosis sempurna karena terdapat empat fase yang diawali
dengan proses pembuahan sel telur dari nyamuk betina oleh spermatozoa nyamuk
pejantan sehingga terbentuklah zigot. Pembuahan akan menghasilkan telur yang
kemudian diletakkan di permukaan air oleh nyamuk betina. Permukaan air yang
dipilih oleh induk betinabiasanya perairan yang tenang dengan kelembaban tinggi.
Metamorfosis sempurna pada serangga dapat terjadi pada kupu-kupu, dimana
dalam proses tersebut melewati empat fase yaitu telur, larva, pupa, dan kupu-kupu
dewasa. Menurut Williams, (1961), larva adalah ulat yang tumbuh dan khusus
untuk makan serta mengalami molting beberapa kali, kemudian larva membungkus
dirinya sendiri dalam kepompong dan menjadi pupa. Tahapan larva sangat berbeda
sekali dengan tahapan dewasa. Pupa merupakan tahap dimana jaringan larva
mengalami pembelahan dan deferensiasi merupakan tahap dimana sel-sel yang
sebelumnya tidak aktif pada tahap larva menjadi organ tubuh. Akhirnya imago

Universitas Sriwijaya
(hewan dewasa) keluar dari kepompong. Contoh insekta yang mengalami
metamorfosis sempurna misalnya kupu-kupu, nyamuk, lebah madu.
Salah satu kasus metamorfosis tidak sempurna itu seperti metamorfosis yang
terjadi pada kecoa, dimana hanya mengalami perkembangan dengan perubahan
kecoa kecil hingga dewasa dimana perubahan tersebut tidak signifikan dan hanya
mengalami tiga fase perkembangan. Menurut Kevin et al., (2020), Kecoak, coro,
atau lipas mengalami proses metamorfosis tidak sempurna, yaitu dimulai pada
tahap telur, nimfa, dan tahap akhir yaitu kecoak dewasa.
Dalam proses metamorfosis terdapat hormon yang berperan dalam
berlangsungnya proses perubahan siklus hidup yang terjadi. Menurut Saunders,
(1980), peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan kulit
larva, dan pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan pengelupasan kulit
nimfa pada serangga hemimetabola. Hormon yang berperan dalam metamorfosis
terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting (ekdison), dan
hormon juvenil.
Juvenile hormon merupakan hormon pada insekta berperan dalam pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan pada insekta, mempertahankan tahapan larva atau
mencegah metamorfosis. Menurut Williams (1961), juvenile hormon hanya ada
ketika genetik dari insekta membutuhkan pertumbuhan tanpa pematangan atau
diferensiasi. Pada insekta dewasa, juvenile hormon berperan dalam menstimulasi
dan mengkoordinasikan reproduksi insekta dan meningkatkan semua aspek yang
berbeda yang mengarah ke reproduksi.
Hormon yang berperan dalam mengontrol proses metamorfosis adalah
hormon thyroid. Menurut Habibi (2013), perubahan metamorfosis dari
perkembangan hewan mensekresikan hormon thyroxin dan triodothronine dari
thyroid selama metamorfosis. Peranan hormon triodothonine lebih penting,
disebabkan perubahan metamorfosis pada thyroidectomized memiliki konsentrasi
yang rendah dibandingkan hormon thyroxin. Koordinasi dari perubahan
perkembangan molekul hormon thyroid. Hormon thyroid berfungsi membentuk
hubungan timbal balik dengan kelenjar pituitary menyebabkan interior pituitary
menginduksi thyroid untuk menghasilkan triodothronine dan thyroxin lebih
banyak.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada metamofosis dapat


disimpulkan bahwa:
1. Setiap makhluk hidup melawati fase pertumbuhan dan perkembangan.
2. Metamorfosis merupakan transformasi larva menjadi dewasa yang dilakukam
secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang.
3. Berdasarkan prosesnya metamorfosis terbagi menjadi dua macam,
metamorfosis sempurna dan tidak sempurna.
4. Metamorfosis sempurna atau holometabola perkembangannya melalui
tahapan telur-larva-pupa-imago.
5. Hormon juvenile berperan dalam pengaturan pertumbuhan dan
perkembangan pada insekta, mempertahankan tahapan larva atau mencegah
metamorfosis.
6. Salah satu hewan vertebrata yang mengalami metamorfosis antara lain
serangga.
7. Adapun hormon yang mempengaruhi proses metamorfosis salah satunya
hormon juvenile, hormon molting, dan hormon thyroid.

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang
rusak atau lepas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan
platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu
baru yang sempurna. Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal
sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada
mamalia daya itu paling kecil, terbatas pada penyembuhan luka. Regenerasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan
faktor bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat
regenerasi (Morgan, 1989).
Regenerasi yaitu memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali
seperti semula. suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk
memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan
yang tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh
manusia untuk keperluan penelitian atau experiment. Banyak hewan mempunyai
kemampuan variasi yang berbeda. Salah satu yang menjadi perbedaaan adalah
regenerasi. Regenerasi merupakan kemampuan tubuh makhluk hidup untuk
menggantikan tubuhnya yang rusak baik sengaja maupun tidak (Balinsky, 1976).
Regenerasi dapat pula berbentuk sebagai poliferasi dan differensiasi pada
luka yang disebut blastama. Blastama berasal dari sel cadangan khusus atau
neoblast sel – sel interstitital yang bermigrasi ketempat asal luka. Beberapa hewan
menunjukkan kemampuan regenerasi yang bermacam-macam. Namun diantara
hewan vertebrata yang mempu meregenerasi bagian utama tubuh pada tingkat
dewasa hamya terdapat pada urodela (Morgan, 1989).

1.2. Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini untuk Mengetahui kemampuan regenerasi
tiap bagian tubuh yang berbeda dari cicak.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Regenerasi


Regenerasi yaitu memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali
seperti semula. suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk
memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan
yang tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh
manusia untuk keperluan penelitian atau experiment (Berill, 1974).
Pembentukan kembali proses-proses morfogenetik pada tahap lanjut dari siklus
ontogenetik adalah dengan cara destruksi sebagian sistem yang telah berkembang
sebagai hasil perkembangan sebelumnya. Organisme khususnya golongan hewan
memiliki kemampuan untuk memiliki dan memperbaiki kerusakan-kerusakan
bagian tubuh secara ekstensif baik akibat kecelakaan pada kondisi alamiah maupun
akibat disengaja dalam suatu percobaan. Kerusakan yang diperbaiki itu mungkin
berupa pemulihan kerusakan akibat hilangnya bagian tubuh utama umpamanya
anggota badan mungkin hanya berupa penggantian kerusakan-kerusakan terjadi
dalam proses fisiologi biasa (Browder, 1984).

2.2. Periode-Periode Regenerasi


2.2.1.Periode Penyembuhan Luka
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran
epidermis dari tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka.
Penyebarannya dengan cara gerakan amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan
pembelahan mitosis sel. Akan tetapi sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis
berproliferasi untuk menghasilkan masa sel yang berlapis-lapis dan membentuk
sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujung anggota badan. Struktur tersebut
dikenal dengan “Apical epidermis cap”. Waktu penyembuhan luka relatif cepat,
namun tergantung juga pada ukuran hewan yng beregenerasi dan ukuran luka serta
faktor-faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan luka setelah
anggota badan diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari (Majumdar,
1985).

Universitas Sriwijaya
2.2.2.Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam
regenerasi adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan
dengan permukaan luka, dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-
jaringan di dalam puntung secara besarbesaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi
seperti otot, tulang rawa, tulang ikat, matriks, interselulernya hancur dan
melepaskan individu sel-sel mesenkim yang merupakan sel-sel awal dari jaringan
yang telah berdiferensiasi tersebut (Kimball, 1992).

2.2.3.Periode pembentukan blastema


Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit
pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah.
Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat
ini scab mungkin sudah terlepas. Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama
diferensiasi tertimbun di bawah epidermis, sel-sel berproliferasi cepat dan
menyebabkan epidermis menjadi semakin menonjol. Masa sel-sel mesenkhim ini
dinamakan blastema regenerasi (Browder, 1984).

2.2.4.Diferensiasi dan morfogenesis


Mula-mula muncul pada ujung tulang sejati dan terjadi penambahan secara
progresif pada distal bagian ujungnya, ketika konstruksi tulang menjadi sempurna
rangka yang telah beregenerasi berubah menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk
disekitar tulang rawan. Sedangkan pembuluh darah tidak jelas pada tahap
konstruksi awal, serabut saraf yang terpotong pada saat amputasi segera aksonnya
tumbuh ke daerah luka dan merekontruksi pola-pola persarafan (Balinsky, 1981).
Dibagian luar terjadi perubahan-perubahan bentuk puntung anggota yang
semula menyerupai kerucut, selanjutnya mulai memipih dorsoventral pada bagian
ujungnya, bagian pipih menunjukkan tanda-tanda jari awal yakni korpus atau tarsus
rudimen yang dinamakan plat kaki atau tangan. Selanjutnya pola-pola pembentukan
jari-jari yang progresif dimana segera jari-jari sederhana muncul, terpisah satu sama
lainnya. Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan berfungsi normal
(Majumdar, 1985).

Universitas Sriwijaya
2.3. Tipe Regenerasi
Ada tiga-tipe regenerasi yaitu regenerasi morfolaksis, intermediet, dan
epimorfik. Regenerasi morfolaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan
reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian
tubuh yang hilang. Pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh
jaringan lama yang masih tertinggal. Regenerasi intermediet melibatkan
pembelahan sel-sel tetapimempertahankan fungsi sel yang telah terdiferensiasi.
Regenerasi intermediet disebut juga sebagai regenerasi konsenpatori. Pada
regenerasi ini, sel-sel membelah, tetapi mempertahankan fungsi sel yang telah
terdiferensiasi (Pratiwi, 1996).
Regenerasi epimorfik merupakan salah satu tipe regenerasi yang melibatkan
dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum
terdiferensiasi. Masa sel tersebut dikenal dengan blastema. Blastema direspisifikasi
membentuk struktur baru untuk menggantikan struktur yang hilang. Regenerasi
epimorfik terjadi pada pergantian membran, contohnya kaki menjadi sirip.
Regenerasi epimorfik adalah proses yang mengarah ke pergantian organ atau
jaringan yang disebabkan oleh cedera atau amputasi, ditandai dengan pembentukan
struktur sementarayang disebut blastema. Blastema berperan penting dalam proses
regeneratif dan terdiri dari sebuah kumpulan proliferatif sel yang bertanggung
jawab untuk pemulihan jaringan yang hilang (Niam, 1995).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada hari Jum’at tanggal 22 Oktober 2021, pukul
16.00 sampai dengan selesai. Bertempat di rumah, Jl. KH Sulaiman Desa Ujung
Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau dan cawan petri/
mangkok. Sedangkan bahan yang digunakan Cicak

3.3. Cara Kerja


Pertama potonglah cicak menjadi beberapa bagian. Beri tanda sesuai dengan
bagian yang diambil ( bagian ekor), amatilah bagian yang lebih cepat pulih dan
catatlah kecepatan regenerasi masing-masing bagian.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum mengenai regenerasi maka didapatkan hasil
sebagai berikut :

NO Gambar Kelompok Pengukuran


1.

0.05
Kelompok 1
Selama 6 hari

2.

0.1
Kelompok 8
Selama 6 hari

3.

0.2
Kelompok 9
Selama 6 hari
4.

0.3
Kelompok 5
Selama 6 hari

5.

0.5
Kelompok 4
Selama 6 hari

6.

0.6
Kelompok 2
Selama 6 hari
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan regenerasi
ekor cicak dapat diketahui bahwa cicak dapat memutuskan ekornya jika dalam
kondisi terancam atau stress. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ekor cicak
tersebut telah mengalami penyembuhan dan lukanya telah tertutup, pada
pengamatan baru terjadi pertambahan ukuran ekor sebanyak 0,1 cm dalam waktu
tiga hari pengamatan. Menurut Rakhmiyati (2016), ekor akan mengalami regenerasi
ketika ekor terputus dalam usaha perlindungan diri dari ancaman dan predator.
Proses regenerasi demikian diikuti oleh suatu proses yang dinamakan autotomi.
Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi
adalah proses adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari
serangan musuh. Autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri seperti
memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri jika akan dimangsa atau merasa
terancam oleh predatornya. Ekor yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak
sama seperti semula dan akan digantikan dengan ekor baru melalui tahapan atau
fase tesebut dinamakan sebagai proses regenerasi. Menurut Luthfi (2020),
regenerasi khusus pada cicak dan beberapa reptil lain disebut juga sebagai peristiwa
autotomi. Proses regenerasi pada ekor cicak termasuk kedalam tipe regenerasi kecil
atau epimorfis karena berupa pembentukan kembali bagian kecil dari bagian tubuh
yang rusak atau hilang.
Proses regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur,
sistem syaraf, asupan makanan, dan faktor umur. Mekanisme regenerasi adalah
kemampuan organisme untuk mengganti bagian-bagian tubuh yang hilang, baik
karena luka, rusak maupun karena mengalami autotomi. Bangsa Lacertilia seperti
cicak, tokek, dan kadal melakukan mekanisme regenerasi ini pada bagian ekor
dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal salah satunya suhu lingkungan
menurut Hartawan et al., (2015), kenaikan temperatur akan mempercepat proses
regenerasi dan regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu optimumnya. Sistem
syaraf juga diketahui dapat mempengaruhi regenerasi. Faktor umur juga akan
mempengaruhi daya regenerasi. Semakin suatu organisme makin tua, maka daya
regenerasi makin berkurang. Daya regenerasi setiap golongan hewan berbeda-beda
sesuai dengan tingkatan taksonominya.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada metamorphosis


dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada pengamatan ekor cicak sudah terjadi penyembuhan luka dan baru terjadi
penambahan panjang ekor sebanyak 0,1 cm.
2. Mekanisme regenerasi adalah kemampuan organisme untuk mengganti
bagian-bagian tubuh yang hilang, baik karena luka, rusak maupun karena
mengalami autotomi.
3. Autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri seperti memutuskan
ekornya untuk menyelamatkan diri jika akan dimangsa atau merasa terancam
oleh predatornya.
4. Tipe regenerasi ada tiga yakni morfolaksis, intermediet, dan epimorfik.
5. Daya regenerasi hewan berbeda tergantung taksonomi hewannya.
6. Regenerasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal seperti
hormon, temperatur, proses biologi dan faktor makanan.

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehidupan organisme selalu berhubungan dengan peristiwa embriologi
yang berupa ilmu mengenai perkembangan embrio. Embrio atau mudigah
dikatakan sebagai makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dan berkembang
dalam kandungan. Dikatakan tumbuh ketika terjadi perubahan dari bentuk
sederhana dan muda sampai menjadi bentuk yang kompleks. Makhluk berasal
dari satu sel dan hidupnya bergantung dengan induknya yang terdiri dari banyak
sel yang tersusun atas berbagai jaringan kompleks (Djuhanda, 1981).
Pada tahapan embriologi selalu sejalan dengan organogenesis. Salah satu
contohnya ialah perkembangan organ-organ tubuh. Perkembangan tersebut selalu
dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Faktor tersebut dapat membantu atau
dapat menjadi penghambat dalam perkembangan organ anggota tubuh tersebut,
faktor yang dapat memengaruhi perkembangan makhluk hidup tersebut meliputi
faktor genetik, lingkungan dan faktor fisik pada rahim. Beberapa faktor tersebut
perlu diperhatikan karena berhubungan langsuh dengan pertumbuhan dan
perkembangan organ tubuh (Barnet, 1988).
Embrio dapat dikatakan sebagai suatu tingkatan perkembangan yang masih
awal pada hewan sebelum bentuk, struktur, ataupun fungsinya tetap. Embrio juga
menunjukkan semua tingkat perkembangan sebelum lahir (prenatal) bagi hewan
vivipar dan semua tingkat perkembangan sebelum menetas bagi hewan ovipar
serta semua tingkat perkembangan bagi hewan ovovivipar. Istilah fetus untuk
suatu tingkat perkembangan yang telah mencapai benruk mirip orang tuanya,
tetapi perkembangan pemasakannya belum selesai. Embriologi mempelajari dari
awal mula terbentuknya sel kelamin, fertilisasi, segmentasi, blastulasi, gaslrulasi,
narulasi, organogenesis, morfogenesis sampai terbentuknya individu baru
(Aryuliana et al., 2006).
Keberadaan embrio yang sudah dilindungi oleh pengaruh luar dengan
plasenta. Perkembangan embrio dalam tubuh induk memungkinkan induk
memodulasi faktor kimia lain mencapai embrio sehingga agen kimia berbahaya

Universitas Sriwijaya
dapat dihilangkan pengaruh buruknya terhadap embrio. Walaupun demikian, ada
keterbatasan kemampuan induk dalam menghambat pengaruh faktor merugikan
perkembangan embrio sehingga akhirnya embrio mengalami perkembangan
abnormal (Pratiwi et al, 2019).
Secara alam keadaan cacat sulit untuk dipastikan apa penyebabnya yang
khusus, mungkin sekali diakibatkan oleh gabungan atau kerjasama berbagai
faktor dari genetik dan lingkungan. sekali diakibatkan oleh gabungan atau
kerjasama berbagai faktor dari genetik dan lingkungan. Kelainan bentuk atau
malformasi yang sering juga ditemukan seperti sireno melus, yaitu anggota
seperti ikan duyung, anggota belakang tidak ada dan anggota depan pendek,
phocomelia yaitu anggota seperti anjing laut, tangan dan kaki seperti sirip untuk
mendayung, polydactyly atau berjari banyak, syndactyly yaitu jari buntung, tidak
berjari kaki dan tangan, ada ekor, dwarfisme ysitu kerdil, crehorisme yaitu cebol
dan gigantisme yaitu raksasa (Pratiwi et al, 2019).
Masa yang paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia
adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga kedelapan. Manifestasi
perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap
suatu teratogen. Teratogen bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan
ringan yang sedang berkembang untuk memulai patogenesis yang abnormal.
Manifestasi perkembangan abnormal merupakan perkembangan embrio yang
dapat menuju kematian, malformasi, keterlambatan perkembangan, dan
gangguan fungsi (Poernomo, 2013).

1.2. Tujuan praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari jenis dan penyebab terjadinya
kelainan bentuk pada janin.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Teratologi


Teratologi berasal dari Bahasa Yunani “theratos” yang artinya monster dan
“logos” yang artinya ilmu. Teratologi diartikan sebagai cabang ilmu embriologi
yang khusus mempelajari tentang akibat, mekanisme dan manifestasi embrionik
yang cacat atau abnormal. Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya
perkembangan yang tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan
kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak
sempurna. Teratologi juga dikatakan sebagai studi kelainan perkembangan fisiologi
(Poernomo, 2013).
Teratologi adalah studi tentang penyebab, mekanisme dan manifestasi
embrionik yang cacat (abnormal). Zat kimia yang bersifat teratogen secara nyata
dapat mempengaruhi perkembangan janin dan menimbulkan efek yang berubah-
ubah, mulai letalitas sampai kelainan bentuk (malformasi) dan keterlambatan
pertumbuhan. Prinsip teratologi adalah pemberian senyawa uji pada hewan
percobaan pada masa kehamilan dan melihat pengaruhnya terhadap perkembangan
fetus sehingga diketahui kemampuan atau potensi toksisitas senyawa terhadap sel
janin yang sedang berkembang (Lu, 1995).
Teratogen merupakan suatu bahan yang dapat menyebabkan pertumbuhan
janin yang abnormal sedangkan teratogenesis merupakan proses yang menyebabkan
terjadinya berbagai bentuk kelainan perkembangan embrio selama periode
embryonal yang disebabkan oleh faktor-faktor khemo-eksternal sehingga
menyebabkan terjadinya cacat kelahiran. Setelah pembuahan sel telur mengalami
poliferasi sel, differensiasi sel dan organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu
metamorfosis dan periode perkembangan sebelum dilahirkan. Pada masa tersebut
rentan sekali terhadap teratogen yang dapat menganggu proses pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup (Djuhanda, 1981).

Universitas Sriwijaya
2.2. Prinsip-prinsip Teratogenesis
Prinsip-prinsip teratogenesis pertama kali dirumuskan oleh Wilson pada 1959
yang meiputi bahwa kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip
konseptus dan cara komposisi genetic berinteraksi dengan lingkungan misalnya
terhadap obat, infeksi dan proses biokimiawi dan molekuler lainnya yang akan
memengaruhi perkembangan konseptus. Kerentanan terhadap teratogen berbeda-
beda, menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa yang paling sensitif
untuk timbulnya cacat lahir ialah pada minggu ketiga hingga kedelapan masa
embriogenesis makhluk hidup (Rahayuningsih, 2016).
Prinsip lainnya yaitu adanya manifestasi perkembangan abnormal yang
tergantung pada dosis atau lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen
bekerja dengan mekanisme yang spesifik pada sel-sel dan jaringan yang sedang
berkembang untuk memulai embriogenesis yang abnormal. Manifestasi
perkembangan abnormal dapat menyebabkan kematian, malformasi dan
keterlambatan pertumbuhan (Almahdy, 2015).

2.3. Sifat Teratogen terhadap Teratogenesis


Sifat teratogen terhadap teratogenis dipengaruhi oleh dua agen, yaitu agen
fisika dan kimia. Agen fisika terdiri dari faktor radiasi, getaran dan benturan.
Agen kimia dapat mencapai sel benih, embrio dan fetus melalui aliran darah
induk. Abnormalitas yang disebabkan oleh agen kimiawi dapat teriadi pada dosis
kritik atau dapat terakumulasi pada jaringan yang sedang berkembang. Agen
kimiawi yang mempengamhi tersebut berhubungan dengan homoestasis induk
dan transpor melalui plasenta (Hemon, 2018).
Zat-zat asing yang memasuki aliran darah induk direduksi dengan cara
degradasi katabolik, eksresi, ikatan protein, penimbunan di jaringan dan lain-lain.
Reduksi awal tentu memerlukan waktu paruh beberapa jam tergantung pada sifat
senyawanya. Plasenta dapat memelihara gradien konsentrasi zat teratogen
dengan konsentrasi yang lebih rendah pada sisi embrio ketimbang pada sisi
induk. Keberadaan barrier plasenta dapat menahan agar teratogen tidak mencapai
embrio (Pratiwi et al., 2019).
Kecepatan transpor zat kimia tergantung pada ukuran, muatan, kelarutan

Universitas Sriwijaya
lipid, derajat ionisasi, kompleksitas senyawa, gradien konsentrasi transplasenta,
dan metabolisme zat oleh plasenta. Senyawa tertentu bisa saja dapat
dikembalikan plasenta ke cairan darah induk secara perlahan-lahan untuk
dibuang (Sumarmin, 2016).

2.4. Faktor Penentu Efek Teratogen


Faktor penentu efek teratogen dapat berasal dari pengaruh genetic seperti
terjdinya mutasi dan aberasi. Selain dapat menyebabkan malformasi kogenital,
kerja gen yang cacat juga dapat menyebabkan kesalahan – kesalahan metabolisme
kongenital. Mutasi menimbulkan suatu alel yang cacat. Alel cacat tersebut
diturunkan bersama dengan karakter jenis kelamin. Contoh kelainan karena mutasi
seperti polydactyly, syndactyly, hemofilia dan albino. Kemudian pada aberasi
kromosom dapat menimbukan adanya kelainan berupa sindrom (Poernomo, 2013).
Teratogen juga dapat berasal dari lingkungan berupa agen – agen infektif.
Agen infektif tersebut meliputi beberapa virus seperti rubella, sitomegalovirus,
varisela (virus cacar air), virus HIV dan infeksi virus lainnya. Selain virus, radiasi
dan zat – zat kimia juga dapat menimbulkan kelainan. Efek radiasi telah diketahui
sejak bertahun-tahun yang lalu dan telah diketahui bahwa radiasi dapat
menyebabkan mikrosefali, cacat tengkorak, spina bifida, kebutaan dan sebagainya
(Setia, 2016).
Zat-zat kimia dan obat-obatan dapat mengakibatkan cacat janin seperti
minuman beralkohol, jenis psikotropik dan narkotik. Cacat yang dapat ditimbulkan
seperti tidak terbentuknya atau kelainan yang nyata pada tulang panjang, atresia
usus dan kelainan pada jantung. Nutrisi juga memiliki pengaruh penting. Pada
hewan percobaan dan beberapa kasus pernah terjadi bahwa defisiensi nutrisi dapat
menyebabkan kondisi teratogenic. Hal tersebut terjadi karena kurangnya asupan
vitamin, yodium dan gizi lainnya sewaktu masa kehamilan. Faktor-faktor tersebut
perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya teratogenesis pada janin selama
berada didalam kandungan (Sembel, 2015).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada hari Jum’at tanggal 29 Oktober 2021. pukul
16.00 sampai dengan selesai. Bertempat di rumah, Jl. KH Sulaiman, Desa Ujung
Tanjung, Kec Banyuasin III, Kab Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah materi edukasi
oleh asisten.

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah dicari sumber yang valid dari
jurnal atau buku dan skripsi mengenai jenis-jenis abnormalitas (teratogenik) pada
janin. Diidentifikasi jenis abnormalitas yang didapat. Gambar yang ada pada
sumber tersebut diletakkan pada bagian hasil praktikum dan dijelaskan hasil
tersebut berdasarkan sumber yang didapat.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai teratologi,
didapatkan hasil sebagai berikut :
NO Gambar Keterangan Abnormalitas
1.

Deformasi

2.

Disrupsi

Universitas Sriwijaya
3.

Malformasi

4.

Sindrom

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan teratologi,
teratologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pertumbuhan struktur
abnormal yang luar biasa. Menurut Djuhanda (1981), teratologi merupakan ilmu
yang mempelajari sebab terjadi nya kelainan bentuk pada organisme yang sedang
berkembang.
Terdapat beberapa jenis abnomali seperti malformasi yang merupakan
kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat organogenesis
sedangkan distrupsi merupakan perubahan morfologi yang terjadi setelah
pembentukan struktur organ. Menurut Poernomo (2013), distrupsi disebabkan oleh
terlilitnya pita amnion. Deformasi sering terjadi pada sistem kerangka otot serta
sindrom berupa sekelompok cacat yang terjadi bersamaan dan mempunyai etiologi
yang sama.
Abnormalitas yang terjadi bisa disebabkan oleh salah satunya akibat
penggunaan obat. Menurut Mulyani et al. (2020), Penggunaan obat pada wanita
hamil dapat menimbulkan masalah tidak hanya pada ibu, namun juga pada janin.
Sekitar 50% ibu hamil dan menyusui menggunakan obat-obatan atau produk herbal
yang sering dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan. Frekuensi pemakaian
obat- obatan atau produk herbal yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada
janin, sementara janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi
secara sempurna. Senyawa kimia atau zat aktif obat dapat masuk ke dalam
peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ pada janin
sehingga dapat berefek teratogen.
Kelainan bentuk dapat berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari
metabolik yang terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan dengan
malformasi kongenital, anomali kongenital atau cacat lahir. Faktor-faktor
teratogen diantaranya faktor genetic, hormone,lingkungan dan nutrisi. Menurut
Poernomo (2013), kelainan yang disebabkan oleh faktor genetik dapat
disebabkan oleh ada nya peristiwa mutasi gen maupun aberasi yang dapat
menyebabkan sindrom. Pada lingkungan yang tercemar bahan teratogenik toksis
dapat mengakibatkan kerusakan organ, hambatan pertumbuhan, gangguan fungsi
tubuh bahkan kematian. Hormon bertindak sebagai agen androgenik dan dapat

Universitas Sriwijaya
menimbukan kelainan yang berhubungan dengan organ kelamin. Pada kasus
defisiensi nutrisi ternyata juga dapat menyebabkan suatu kondisi abnormal
lainnya.
Menurut Mulyani et al. (2020), faktor- faktor penyebab teratogen
diantaranya adalah faktor genetis (mutasi dan aberasi), faktor lingkungan
(infeksi, penggunaan obat-obatan, radiasi, defisiensi vitamin atau hormon.
Terdapat sejumlah bahan yang bersifat teratogenik pada kehidupan manusia dan
hewan, antara lain, radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi),
Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis
dan toksoplasmosis. Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena
konsumsi alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, defisiensi asam folat.
Selain itu juga Komponen kimia obat dan lingkungan.
Kerentahan terhadap terogen berbeda-beda menurut stadium
perkembangan saat paparan Manifestasi perkembangan abnormal. Manifestasi
perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan
pertumbuhan dan gangguan fungsi. Menurut Lu (1995), prinsip teratologi adalah
pemberian senyawa uji pada hewan percobaan pada masa kehamilan dan melihat
pengaruhnya terhadap perkembangan fetus sehingga diketahui kemampuan
toksisitas senyawa terhadap sel janin yang sedang berkembang.

Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada teratogenesis dapat


disimpulkan bahwa:
1. Teratologi berupa ilmu yang mempelajari sebab terjadi nya kelainan bentuk
pada organisme yang sedang berkembang.
2. Beberapa jenis abnomali yang dapat terjadi meliputi malformasi, distrupsi,
deformasi dan sindrom.
3. Mekanisme kerja teratogen atau penyebab teratogenesis meliputi tempat kerja
dan tahapan kerja dapat dikatakan sebagai respons pertama embrio dengan
teratogen dan mengekibatkan adanya kelainan pada embrio.
4. Tahapan aksi teratogen meliputi aksi primer pada kompartemen intraseluler,
aksi primer pada permukaan, matriks ekstraseluler dan lingkungan janin.
5. Faktor-faktor teratogen diantaranya faktor genetic hormon,lingkungan dan
nutrisi.
6. Terotogen tidak hanya terjadi pada wanita, tetapi juga terjadi pada laki-laki..

Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
ORGAN REPRODUKSI JANTAN

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
ORGAN REPRODUKSI BETINA

OLEH :

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
AIASTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
GAMETOGENESIS

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
PERKEMBANGAN KATAK DAN HISTOLOGI
PERKEMBANGAN TELUR KATAK

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
EMBRIOLOGI AYAM

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
METAMORFOSIS

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
REGENERASI

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
TERATOLOGI

OLEH:

NAMA : MEDIYA ASTRI


NIM : 08041382025111
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : RININTA MUTIARA DELA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Admi, L. 2010. Pengetesan Fertilisasi Telur. Jakarta : Gramedia.

Adnan. 2008. Embriologi. Lampung: Universitas Bandar Lampung Press.

Addaha, H., Djong, H. T., Wilson, N. 2016. Variasi Morfologi Katak Pohon
Bergaris Polypedates Leucomystax Gravenhorst, 1829 (Anura;
Rhacophoridae) Di Sumatera Barat. Online Jurnal of Natural Science. 4(3):
349.

Adria. 2016. Populasi Dan Intensitas Serangan Hama Attacus atlas Lepidoptera
(saturniidae) dan Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: chrysomelidae) pada
Tanaman Ylang-Ylan. Jurnal Littri. 16(2) :77 – 82.

Agusman. 2021. HIDUP BERJAYA DAN SEJAHTERA : Empat Jurus


Membangkitkan Potensi dan Meningkatkan Kemampuan Diri. Tangerang
Selatan : Gemilang.

Almahdy, A. 2015. Phytochemical Studies and Antioxidant Activity of Melia


azedarach Linn Leaves Dpph Scavenging Assay. International Journal of
Pharmaceutial Applications. 3(1) 271 – 276.

Anees, B. 2007. Metamorpho Self. Bandung : DAR Mizan.

Artika, F. D. 2019. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera


Lamk.) Terhadap Kadar AST dan ALT Pada Embrio Ayam Yang Diinduksi
Alkohol. Skripsi. Universitas Jember: Jawa Timur.

Aryuliana et al. 2006. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Balinsky, B. I. 1981. An Introduction to Embriology. London: W. B. Saunders


Company.

Barnet,R. 1988. Zoologi Umum edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.

Berill, N. J. 1974. Development Biology. New Delhi: MC Graw Hill Company.

Browder, L. W. 1984. Developmental Biology 2th ed. London: W. B. Saunders


Company.

Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.

Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Universitas Sriwijaya
Christman, S. A., Kong, B. W., Landry, M. M., dan Foster, D. N. 2005. Molecular,
Cellular, and Developmental Biology Chicken Embryo Extract Mitigates
Growth an Morphological Changes in a Spontaneously Immortalized
Chicken Embryo Fibroblast Cell Line. Minnesota. St Paul: Department of
Animal Science, University of Minnesota.

Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Bandung: Armico.

Febri, Ayu W. 2012. Biologi Reproduksi. Jakarta:Salemba Medika.

Fitriani., Husmini., Masyitha, D., Akmal, M. 2021. Histologi Perkembangan


Embrio Ayam Pada Masa Inkubasi Satu Sampai Tujuh Hari. Jurnal Agripet.
21(1):65-70.

Frandson, R. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Yogyakarta:


Gadjah Madah University Press.

Gilbert. S. F. 2011. Developmental Biology. Massachusetts: Sinaur Associates.

Hall & Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC.

Habibi, S. Juviline Hormone (JH) sebagai Pendukung dan Pengontrol Kehidupan


Insekta. 2013. Program Studi Biologi: Universitas Terbuka

Hartawan, Kadek. I., Artawan, Ketut. I., Suryanti, Putu., Ayu., I. 2015. Kecepatan
Regenerasi Ekor Kadal (Mabouya multifasciata) pada Suhu Lingkungan
Berbeda. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha. 2(1).

Haviz, M. 2014. Konsep Dasar Embriologi : Tinjauan Teoritis. Jurnal Saintek. Vol.
IV (1) : 96-101.

Hidayat, P. 2009. Perkembangan dan Metamorfosis Serangga serta Kerusakan


yang Ditimbulkannya. IPB: institut pertanian bogor

Heffner, L.J dan Schust, D.J. 2020. At a Glance : Sistem Reproduksi Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga.

Hemon, F. 2018. Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi In Vitro
untuk Identifikasi Embrio Somatik Kacang Tanah CV. Lokal Bima yang
Toleran pada Media Polietilena Glikol. Jurnal Imliah Budidaya. 3(1): Hal 65-
71.

Herlina, B., Karyono, T., Novita, R., & Novantoro, P. (2016). Pengaruh lama
penyimpanan telur ayam merawang (Gallus gallus) terhadap daya
tetas. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 11(1), 48-57.

Universitas Sriwijaya
Husna, F.Z., Santoso, H dan Lisminingsih, R.D. 2020. Studi Osifikasi Anggota
Tubuh Ayam Buras dengan Pewarnaan Alizarin Red. Jurnal Ilmiah
Biosaintropis (Bioscience-Tropic). Vol 5 (2) : 30-37.

Isnaeni, W. 2006. Ilmu Reproduksi Ternak. Surabaya: Airlangga Universty Press.

Kastowo. 1982. Zoologi Umum. Bandung: Penerbit Alumni.

Kimball, J. 1992. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Kindagen, K. Debby, P. dan Michael, S. 2020. Pembuatan Aplikasi Ugmented


Reality “Metamorfosis Hewan”. Jurnal Realtech. 6(1):25-31.

Kusumawati, A., Febriany, R., Hananti, S., Dewi, M. S., & Istiyawati, N. (2016).
Perkembangan embrio dan penentuan jenis kelamin DOC (day-old chicken)
ayam Jawa super. Jurnal Sain Veteriner FKH UGM, 34(1), 29-41.

Lu, F.C. (1995). Toksikologi Dasar (Edisi kedua). Penerjemah: E. Nugroho. Jakarta
: Universitas Indonesia Press.

Lukman, A. 2016. Peran Hormon Dalam Metamorfosis Serangga. Biospecies. 2(1):


42-45.

Luthfi, M. J. 2020. Study Anatomy of Vertebrae Caudalis Asiatic Water Monitor


(Varanus salvator). In Proceeding International Conference on Science and
Engineering. 3: 109-112.
Majumdar, N. N. 1985. Text Book of Vertebrae Embriology. New Delhi: MC Graw
Hill Company.

Manab, A., Sawitri, M., dan Al Awwaly, K.M. 2017. EDIBLE FILM PROTEIN
WHEY (Penambahan Lisozim Telur dan Aplikasi di Keju). Malang: UB Press

Masner, P., Slama, K., & Landa, V. 2016. Natural and synthetic materrials with
insect hormone activity. Journal embryol.exp. morp. 20: 25-31.

Meyer, J. R. 2007. Insect Development. Department of Entomology: NC State


University.

Mulyani, et al. 2020. Tinjauan Pustaka: Teknik Pengujian Toksisitas Teratogenik


Pada Oba Herbal. Jurnal Farmasi Udayana. 9(1) : 31-36.

Mumpuni. 2016. Keragaman Amfibi Dan Catatan Baru Katak di Kawasan Wisata
Guci, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Fauna Tropika. 23(01): 13.

Morgan. 1989. Struktur dan Perkembangan Hewan. Yogyakarta: Fakultas Biologi


UGM.

Nani, D. 2018. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Swadaya Grup

Universitas Sriwijaya
Niam, B. 1995. Diktat Kuliah Struktur dan Perkembangan Hewan II. Purwokerto:
Unsoed.

Narulita, E dan Prihatin, J. 2017. Kontrasepsi Hormonal (Jenis, Fisiologi dan


Pengaruh bagi Rahim). Jember : UPT Penerbitan Universitas Jember.

Nirnasari, M. (2018). Pengaruh Paparan Radiasi Gelombang Elektromagnetik Wi-


Fi 4G terhadap Berat Epididimis dan Morfologi Sperma Tikus Jantan
Wistar. Jurnal Keperawatan Silampari. 2(1): 285-299.

Patten, B. M. 1958. Foundation of Embryology. New York: Mc Graw Hill-Book.

Phadmacanty, N. L. P. R., & Nugraha, R. T. P. (2017). Reproductive Organ of Male


Sulawesi Giant Rat (Paruromys dominator). Jurnal Sain Veteriner. 31(1).

Pramono, J. 2017. Sistem Reproduksi Manusia. Yogyakarta : Triputra Utama.

Pratiwi, DA. 1996. Biologi 2. Jakarta: Erlangga.

Pratiwi, H., Firmawati, A., dan Herawati. 2019. Embriologi Hewan. Malang : UB
Press.

Purnamasari, Risa. Santi, D.R. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi
Arsitektur UIN Sunan Ampel.

Puspha, et al. 2017. Signaling – Mediated Control of Cell Division (From


Oogenesis to Oocyte – to – Embryo Development) : Translation Control of
Germ Cell Decisions. Switzerland : Springer.

Poernomo, B. 2013. Teratologi Pada Hewan Ternak. Malang : Unair Press.

Radiopoetro. 1991. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Rahayuningsih, T. 2016. Efek Teratogenik Asap Obat Nyamuk Bakar Terhadap


Fetus Mencit Galur Balb-C Pada Masa Organogenesis. Jurnal Pembelajaran
Biologi. 3(1) : 8-21.

Rahman, T., Edi, H.M., Wendah, S. 2018. Peningkatan Pemahaman Tentang


Metamorfosis Melalui Media Gambar Seri Kelompok B TK Negeri Pembina
Kota Tasikmalaya. Jurnal PAUD agopedia. 3(3):168.

Rakhmiyati. 2016. Histological Study of Common House Gecko (Hemidactilus


frenatus) Regenerated Tail. Biology, Medicine, and Natural Product
Chemistry. 5(2); 49 – 53.

Rolff, J., Johnston, P. R., & Reynolds, S. 2019. Complete metamorphosis of insects.
Journal the Royal Society. Hal: 374.

Universitas Sriwijaya
Rudhy. 2016. Performa Reproduksi Ikan Sepat Siam Asal Sumatera. Jurnal
Aktiologi Indonesia. 14 (3): 201-210.

Sembel. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Setia, O. 2016. Bahaya Paparan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.


Bioedukasi. 14 (1) : 27 – 32.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suharyanto, S., Sulaiman, N. B., Zebua, C. K. N., & Arief, I. I. (2016). Kualitas
Fisik, Mikrobiologis, dan Organoleptik Telur Konsumsi yang Beredar di
Sekitar Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan4(2), 275-279.

Sumarni, Ramadhani. 2006. Perkembangan Hewan. Jakarta: Kencana.

Susetyarini, E., Latifa, R., Zaenab, S.,dan Nurrohman, E. 2020. Embrio dan
Reproduksi Hewan (Bahasan Reproduksi Hewan). Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.

Strorer dan Usingner. 1981. Elements of Zoology. New York: Mc Graw Hill Book
Company Inc.

Williams, C. M. 1961. The juvenile hormone. II. Its role in the endocrine control of
molting, pupation, and adult development in the Cecropia silkworm. The
Biological Bulletin. 121(3): 572-585.

Yudha, D. S., Rury, E. Trijoko, Muhammad, F. A., Asmaa’anugerah, T. 2016.


Keanekaragaman Jenis Katak Dan Kodok (Ordo Anura) Di Sepanjang Sungai
Opak Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Biologi. 18(2): 52-59.

Yudha, H. 2017. Pengaruh Rangsangan Hormon Aromatase Inhibitor Dan Oodev


Terhadap Perubahan Kelamin Dan Perkembangan Gonad Ikan Kerapu Sunu
(Plectropomus leopardus). Jurnal Riset Akuakultur, 12(4):325.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Gambar 1. Organ reproduksi Amfibi Gambar 2. Organ reproduksi pisces

Gambar 3. Organ reproduksi mamalia Gambar 4. Organ reproduksi aves

Gambar 5. Organ reproduksi reptile

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021).

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Organ reproduksi mamalia Gambar 2. Organ reproduksi amphibi

Gambar 3. Organ reproduksi aves Gambar 4. Organ reproduksi pisces

Gambar 5. Organ reproduksi reptile

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Spermatogenesis Gambar 2. Oogenesis

Gambar 4. Sperma Gambar 5. Sel telur

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021)

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Telur katak Gambar 2. Berudu
Sumber: dokumentasi internet Sumber: dokumentasi internet

Gambar 3. Pembelahan awal Gambar 4. Morula


Sumber: Dokumentasi internet Sumber: Dokumentasi internet

Gambar 5. Blastulasi Gambar 6. Gastrula


Sumber: Dokumentasi internet Sumber: Dokumentasi internet
Gambar 7. Neurulasi Gambar 8. Organogenesis
Sumber: Dokumentasi internet Sumber: Dokumentasi internet

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Gambar 1. Telur hari ke 1 Gambar 2. Telur hari ke 2

Gambar 3. Telur hari ke 3 Gambar 4. Telur hari ke 4

Gambar 5. Telur hari ke 5 Gambar 6. Telur hari ke 6

Gambar 7. Telur hari ke 7 Gambar 8. Telur hari ke 8

Universitas Sriwijaya
Gambar 9. Telur hari ke 9 Gambar 10. Telur hari ke 10

Gambar 11. Telur hari ke 11 Gambar 12. Telur hari ke 12

Gambar 13. Telur hari ke 13 Gambar 14. Telur hari ke 14

Gambar 15. Telur hari ke 15 Gambar 16. Telur hari ke 16

Universitas Sriwijaya
Gambar 17. Telur hari ke 17 Gambar 18. Telur hari ke 18

Gambar 19. Telur hari ke 19 Gambar 20. Telur hari ke 20

Gambar 21. Telur sudah menetas

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Metamorfosis kecoa Gambar 2. Metamorfosis kupu-kupu

Gambar 3. Metamorfosis katak Gambar 4. Metamorfosis nyamuk

(Sumber: Dokumentasi Jurnal, 2021)

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Pengamatan ekor cicak Gambar 2. Pengamatan ekor cicak
kelompok 1 kelompok 8

Gambar 3. Pengamatan ekor cicak Gambar 4. Pengamatan ekor cicak


kelompok 9 kelompok 5

Gambar 5. Pengamatan ekor cicak Gambar 6. Pengamatan ekor cicak


kelompok 4 kelompok 2

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2021)

Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Deformasi Gambar 2. Disrupsi

Gambar 3. Malformasi Gambar 4. Sindrom

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2021).

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai