OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TETAP
PERKEMBANGAN HEWAN
OLEH:
MEDIYA ASTRI
NIM. 08041382025111
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian
Akhir Semester Praktikum Perkembangan Hewan.
Asisten,
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. karena berkat rahmat-
Nya, tidak lupa juga shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tetap ini pada tepat waktu dan tanpa
kesulitan yang berarti. Penulis juga sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Laporan Tetap Praktikum Perkembangan Hewan sebagai syarat untuk
mengikuti Ujian Akhir Semester ini. Walaupun demikian, penulis telah berusaha
dengan sangat maksimal untuk kesempurnaan penyusunan laporan ini.
Pada kesempatan ini, tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tetap praktikum ini,
terutama kepada dosen pengampu mata kuliah perkembangan hewan Drs. Arum
Setiawan, S.Si, M.Si., Drs. Endri Junaidi, M.Si. dan Drs. Erwin Nofyan, M.Si. yang
sudah banyak membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis, kakak-kakak
asisten dosen yang telah meluangkan waktunya dan tenaganya untuk membimbing
praktikan selama praktikum, teman-teman yang sudah berbaik hati memberikan
sumber literatur dan menghibur ketika sedang pusing mengerjakan laporan, serta
seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini baik secara langsung
maupun tak langsung.
Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sehingga dapat membantu proses kegiatan pembelajaran. Maka dari itu, saran dan
kritik yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penulis demi
kesempurnaan dalam penulisan laporan berikutnya.
Penulis
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
Universitas Sriwijaya
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan
atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat
sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel
embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase (Gilbert, 2000).
Setiap makhluk hidup pasti melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada hewan-hewan tertentu dikenal istilah metamorfosis. Metamorfosis merupakan
suatu perubahan individu mahluk hidup dari telursampai menjadi dewasa yang
sempurna dengan mengalami perubahan bentuk morfologi, anatomi bahkan
fisiologis. Morfologi merupakan perubahan bentuk luar yang terjadi pada makhluk
hidup, sedangkan anatomi merupakan perubahan susunan dan bagian-bagian
struktur tubuh, serta fisiologi merupakan perubahan mengenai fungsi kerja alat
tubuh (Hidayat, 2009).
Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang
rusak atau lepas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan
platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu
baru yang sempurna. Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal
sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada
mamalia daya itu paling kecil, terbatas pada penyembuhan luka. Regenerasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan
faktor bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat
regenerasi (Morgan, 1989).
Teratologi adalah studi tentang penyebab, mekanisme dan manifestasi
embrionik yang cacat (abnormal). Zat kimia yang bersifat teratogen secara nyata
dapat mempengaruhi perkembangan janin dan menimbulkan efek yang berubah-
ubah, mulai letalitas sampai kelainan bentuk (malformasi) dan keterlambatan
pertumbuhan. Prinsip teratologi adalah pemberian senyawa uji pada hewan
percobaan pada masa kehamilan dan melihat pengaruhnya terhadap perkembangan
fetus sehingga diketahui kemampuan atau potensi toksisitas senyawa terhadap sel
janin yang sedang berkembang (Lu, 1995).
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
sprema dari epididimis diangkut melalui vas deferens dengan suatu seri kontraksi
yang dikontrol oleh saraf (Sumardani et al., 2017).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Amfibi
organ reproduksi
pada amfibi jantan
4.1.2. Pisces
Saluran urogenital
organ reproduksi
pada pisces jantan
Universitas Sriwijaya
4.1.3. Mamalia
organ reproduksi
pada mamalia jantan
4.1.4. Aves
organ reproduksi
pada aves jantan
4.1.5. Reptil
organ reproduksi
pada reptil jantan
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada organ reproduksi
vertebrata, dapat dilihat bahwa organ reproduksi setiap vertebrata hampir sama.
Hanya terdapat perbedaan pada proses fertilisasinya akibar dari perbedaan tempat
hidup dan anatomi. Menurut Isnaeni (2006), organ kelamin jantan umumnya
mempunyai bentuk yang hampir sama terdiri dari testis yang terletak di skrotum,
saluran organ kelamin, penis dan kelenjar asesoris. Organ reproduksi jantan juga
dibagi menjadi organ reproduksi primer berupa testis dan organ reprouksi sekunder
terdiri dari saluran yang menghubungkan testis dengan ductus deferens, epididimis,
ductus eferens dan penis.
Testis merupakan organ reproduksi primer yang dibungkus oleh kapsul putih
mengkilat atau tunica albuginea yang banyak mengandung serabut syaraf dan
pembuluh darah yang terlihat berkelok-kelok dan di bawah tunica albuginea
terdapat parenkim yang menjalankan fungsi testis. Menurut Fradson (1992), testis
mengandung tubulus seminiferus berfungsi sebagai tempat sperma tumbuh dan
menyekresikan sebagian besar dari cairan seminalis yang merupakan organ
transportasi sperma. Testis pada setiap vertebrata memiliki bentuk, ukuran dan
lokasi yang bervariasi dengan struktur dasar sama yaitu terdiri dari tubulus
seminiferous, trabekula yang melintas tunika albuginea membentuk stroma dan
akan membentuk mediastinum testis.
Terdapat spermatogonium pada kelamin jantan. Spermatogonium ini
memiliki kromosom yang menempati membran basah atau bagian terluar dari
tubula seminiferus. Spermatogonium ini akan mendapatkan nutrisi dan juga
bermitosis sehingga akan berkembang menjadi spermatosis primer.
Spermatogenesis akan terjadi pada saat hewan mengalami masa dewasa kelamin.
Hewan yang baru lahir maka belum terjadinya spermatogenesis. Spermatogenesis
gamet pada jantan ajan terbentuk dimulai dengan terjadinya pembelahan pada
spermatogonium yang disebut juga sebagai sel diploid atau (2n).
Sperma selalu diproduksi secara terus-menerus seumur hidup jantan. Menurut
Phadmacanty, et al., (2017), sperma mengalami modifikasi dan bergerak di dalam
saluran epididymis yang akan bergerak ke saluran bernama vas deferens untuk
membuat sperma bergerak cepat memasuki uretra menuju penis. Selama
Universitas Sriwijaya
rangsangan ejakulasi terjadi, uretra dan kandung kemih akan tertutup. Reproduksi
sperma dipengaruhi oleh hubungan antar lingkar skrotum dengan volume semen,
konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa. Menurut Purnamasari, et al.,
(2017), faktor yang dapat mempengaruhi performa reproduksi sperma yaitu lingkar
skrotum adalah makan, umur, Sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas
sperma adalah makanan, umur, frekuensi ejakulasi, tingkat rangsangan, faktor
intrinsik dan ekstrinsik dimana salah satu faktor intrinsik adalah kadar hormon
testosteron, lingkungan, dan malnutrisi.
Hormon berkaitan dengan reproduksi, karena proses reproduksi
membutuhkan peran hormon dan juga pada sistem reproduksi juga menghasilkan
hormon-hormon. Hormone yang berperan dalam system reproduksi pada manusia
khususnya laki-laki yakni testosterone, esterogen, LH, FSH.
Perbedaan sistem reproduksi jantan dan betina dapat dilihat dari organ/alat
reproduksinya, hasil dari pembelahan-pembelahan selnya. Selain itu terdapat juga
perbedaan pada hormone-hormon yang mempengaruhi system repsoduksi, ada
beberapa hormone yang memang dimiliki jantan dan betina, namun ada juga
hormone-hormon yang hanya dimiliki jantan saja atau betina saja.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
keadaan istirahat dan tidak membuka luas. Struktur yang tampak pada vulva yaitu
mons veneris, labia mayora, perineum dan anus (Pramono, 2017).
2.2.4 Vagina
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang
terletak di dalam rongga pelvis, dorsal dari vesica urinaria, dan berfungsi sebagai
alat kopulatoris (tempat deposisi semen dan menerima penis), serta sebagai tempat
berlalu bagi fetus sewaktu partus. Legokan yang dibentuk oleh penonjolan serviks
ke dalam vagina disebut fornix (Haviz, 2014).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Mammalia
organ reproduksi
pada mamalia betina
4.1.2. Amfibi
organ reproduksi
pada amfibi betina
Universitas Sriwijaya
4.1.3. Aves
organ reproduksi
pada aves betina
4.1.4. Pisces
organ reproduksi
pada pisces betina
4.1.5. Reptil
organ reproduksi
pada reptil betina
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada organ reproduksi
vertebrata, dapat dilihat bahwa organ reproduksi setiap vertebrata hampir sama.
Hanya terdapat perbedaan pada proses fertilisasinya akibar dari perbedaan tempat
hidup dan anatomi. Menurut Melia, et al., (2016), organ reproduksi betina sendiri
terbagi atas tiga bagian, yaitu organ primer yang terdapat ovarium, folikel dan
corpus leteum, Saluran reproduksi yaitu oviduk atau tubafalopi, uterus, serviks,
vagina dan organ luar yaitu vulva dan klitoris. Organ reproduksi primer merupakan
ovarium yang menghasilkan sel telur dan hormon-hormon kelamin betina.
Ovarium merupakan alat kelamin utama pada organ reproduksi betina. Ovarium
berfungsi untuk menghasilkan sel telur, hormon estrogen dan progesteron yang
berperan dalam kehamilan serta hormon FSH dan LH untuk membantu pembentukan
sel telur di ovarium. Perkembangan ovarium sendiri pada masa reproduksi diatur oleh
hormon yang berasal dari kelenjar hifofisa yang terdapat di dasar otak dalam kepala
(Frason 1992).
Reproduksi pada manusia yang diawali dari bertemunya sel jantan atau biasa
disebut dengan sel spermatozoa dengan sel telur wanita atau disebut juga sebagai
ovum. Apabila sel telur telah masak kemudian ukurannya semakin membesar.
Ukurannya pun akan sebesar dengan tanda titik yang jatuh dengan melalui sebuah
salurannnya yang kemudian menuju rahim. Di dalam perjalanannya inilah yang
mungkin akan terjadinya ovum bertemu dengan spermatozoa (Khamim, 2019).
Hormon yang mempngaruhi sistem reproduksi betina yaitu
FSH,LH,estrogenn,progesteron dan relaksin. Gametogenesis merupakan suatu
proses pembentukan, dan juga pembelahan serta pematangan pada sel – sel gamet
yang sampai menjadi sel gamet yang tekah siap serta berperan dalam proses dari
resproduksi yang akan berlangsung di gonas. Pada sistem reproduksi jantan yang
biasa disebut dengan spermatogenesis dan pada betina biasa disebut dengan
oogenesis (Sumarmin, 2016).
Perbedaan sistem reproduksi jantan dan betina dapat dilihat dari organ/alat
reproduksinya, hasil dari pembelahan-pembelahan selnya. Selain itu terdapat juga
perbedaan pada hormone-hormon yang mempengaruhi system repsoduksi, ada
Universitas Sriwijaya
beberapa hormone yang memang dimiliki jantan dan betina, namun ada juga
hormone-hormon yang hanya dimiliki jantan saja atau betina saja.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan perbanyakan sel spermatogonia secara mitosis
atau disebut juga dengan poliferasi mitosis yang terjadi pada makhluk hidup yang
telah mengalami masa pubertas dan memasuki fase spermatogenesis. Selama
pembelahan mitosis ini, satu anakan dari sel spermatogonia tidak membelah dan
berdeferensiasi karena berfungsi sebagai sel cadangan atau stem cell. Pada
vertebrata spermatogonia terletak dibagian dalam dinding tubulus dan bergerak
menuju lumen tubulus seminiferous membentuk sperma (Campbell et al., 2004).
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa yang terjadi di
organ kelamin atau gonad jantan yaitu testis tepatnya di tubulus seminiferus.
Sperma yang bersifat haploid dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses
kompleks. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan
melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus
seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri
dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma (Yudha, 2017).
Spermatogenesis dimulai di dalam testis. Di dalam sistem tabung kecil yang
bernama tubulus seminiferus, sel awal sperma yang berbentuk lingkaran
berkembang hingga berbentuk seperti kecebong. Setelah itu, sperma pindah ke
epididimis. Dari tubulus seminiferus ke epididimis membutuhkan waktu 4-6
minggu. Dari epididimis, sperma bergerak lagi ke vas deferens untuk bercampur
dengan air mani (Isnaeni, 2006).
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, midpiece, dan ekor.
Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini mengandung
akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan-
lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung
Universitas Sriwijaya
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energy untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak (Campbell et al., 2004).
2.2. Oogenesis
Oogenesis merupakan awal dari pembentukan ovum di dalam ovarium yang
mengandung oogonium atau sel telur dan menjadi awal dari proses ovulasi.
Oogenesis dimulai ketika oogonium terbentuk sejak dalam kandungan yaitu di
dalam ovari fetus perempuan yang bersifat diploid dengan pembelahan secara
mitosis untuk menghasilkan oosit primer dan oosit primer ini membelah dengan
pembelahan meiosis I menghasilkan oosit sekunder dan badan polar I. Oosit
sekunder akan membelah lagi dengan pembelahan meiosis II dan menghasilkan dua
sel yaitu satu ootid dan satu badan polar sekunder. Badan kutub ini saling bergabung
dengan badan kutub dari hasil pembelahan lainnya hingga membentuk kutub
sekunder dan menghasilkan tiga badan polar (Campbell et al., 2004).
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur atau ovum di dalam ovarium.
Pembentukan sel telur pada manusia dimulai sejak di dalam kandungan, yaitu di
dalam ovari fetus perempuan. Pada akhir bulan ketiga usia fetus, semua oogonia
yang bersifat diploid telah selesai dibentuk dan siap memasuki tahap pembelahan.
Semula oogonia membelah secara mitosis menghasilkan oosit primer. Pada
perkembangan fetus selanjutnya, semua oosit primer membelah secara miosis,
tetapi hanya sampai fase profase. Memasuki masa pubertas, oosit melanjutkan
pembelahan miosis I. Hasil pembelahan tersebut berupa dua sel haploid, satu sel
yang besar disebut oosit sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil disebut badan
kutub primer (Hall, 2007).
Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan
mengalami pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah
menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi
berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut
bergabung dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari pembelahan
badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder. Ootid
mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan ketiga
badan kutub mengalami degenerasi (Isnaeni, 2006).
Universitas Sriwijaya
Dalam oogenesis, sel germa berkembang di dalam folikel telur dengan
tingkatan yang pertama, sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam
ektoderm embrional dari sakus vitelinus dan mengadakan migrasi ke epitelium
germinativum pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin
primordial atau oogonium dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi
dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel
primordial (Campbell et al., 2004).
Oosit primer yaitu inti nukleus oosit primer mengandung 23 pasang
kromosom diploid. Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang
menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom
yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin
membawa gen-gen yang disebut DNA (Hall, 2007).
Dalam pembelahan meiosis II, oosit sekunder membelah diri menghasilkan
satu sel ootid yang besar dan satu badan kutub kedua. Ootid yang besar tersebut
mengandung hampir semua kuning telur dan sitoplasma. Pada saat yang sama,
badan kutub pertama membelah diri menjadi dua kutub. Selanjutnya ootid tumbuh
menjadi sel telur atau ovum yang mempunyai 23 kromosom. Sedangkan ketiga
badan kutub kecil hancur sehingga setiap oosit primer hanya menghasilkan satu sel
telur yang fungsional. Sel telur atau ovum yang besar itu mengandung sumber
persediaan makanan, ribosom, RNA, dan komponen – komponen sitoplasma lain
yang berperan dalam perkembangan embrio. Sel telur yang matang diselubungi
oleh membran korona radiata dan zona pelusida (Isnaeni, 2006).
Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon FSH yang merangsang
pertumbuhan sel-sel folikel di sekeliling ovum. Ovum yang matang diselubungi
oleh sel-sel folikel yang disebut Folikel de Graaf. Folikel de Graaf menghasilkan
hormon estrogen yang merangsang kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormon
LH, lalu hormon LH merangsang terjadinya ovulasi. Selanjutnya folikel yang sudah
kosong dirangsang oleh LH untuk menjadi korpus luteum. Korpus luteum
kemudian menghasilkan hormon progresteron yang berfungsi menghambat sekresi
FSH dan LH. Kemudian korpus luteum mengecil dan hilang, sehingga akhirnya
tidak membentuk progesteron lagi, akibatnya FSH mulai terbentuk kembali, proses
oogenesis mulai kembali (Campbell et al., 2004).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Menurut hasil pengamatan pada morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil pada tabel beriku:
No. Gambar Keterangan
1. Spermatogenesis 1. Spermatogonium
2. Spermatosit primer
3. Spermatosit sekunder
4. Spermatid
5. Spermatozoa
Universitas Sriwijaya
1. Oogenesis 1. Oogonium
2. Oosit primer
3. Oosit sekunder
4. Badan polar primer
5. Ootid
6. Badan polar sekunder ovum
2. Ovum • Nukleus
• Sitoplasma
• Membran
• Zona plastida
• Sel folikel
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Menurut hasil pengamatan secara morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil bahwa gametogenesis mengalami pembelahan sel yaitu
pembelahan mitosis dan meiosis untuk membentuk gamet haploid dewasa. Menurut
Campbell, et al., (2003), gametogenesis meliputi spermatogenesis yang merupakan
proses pembuatan dan pematangan sperma pada jantan dan oogenesis yang
merupakan proses pembuatan dan pematangan sel telur pada betina.
Spermatogenesis dimulai dengan tahap spermatocytogenesis dimana
spermatogonia membelah secara mitosis menjadi spermatosit primer yang bersifat
diploid lalu membelah secara meiosis I untuk menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder bersifat haploid. Dilanjutkan dengan tahap meiosis II dimana
spermatosit sekunder tadi membelah secara meiosis II dan menghasilkan empat
buah spermatid bersifat haploid, lalu dilanjutkan dengan tahap spermiogenesis
dimana spermatid berubah menjadi spermatozoa. Menurut Campbell, et al., (2003),
terdapat empat fase untuk mengubah spermatid menjadi spermatozoa, yaitu fase
golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan.
Menurut Pratiwi et al (2019) bahwa pada proses oogenesis yang terjadi pada
ovarium betina yang berada pada bagian korteks. Oogenesis di mulai ketika
didalam kandungan atau pada saat terbentuknya bakal telur atau disebut sebagai
oogonium yang berasal dari sel germinal promordial yang berubah menjadi
oogonia. Padaa saat telah 3 bulan mur fetus oogonia diploid membelah melalui
pembelahan secara mitosis dan berubah menjadi oosit primer diploid (2n) dan
kemudian terjadi pembelahan meiosis sampai pada fase profase. Pada oosit
primordial berhenti membelah pada saat individu pubertas. Apabila telah melewati
fase pubertas maka akan terjadi pembelahan secara meiosis sampai pada tahap
profase, anafase, metafase serta telofase sampai ia menjadi oosit sekunder (n) dan
terbentuknya badan polar 1 (n) .
Pada setiap makhluk hidup memiliki ciri pada sel kelaminnya baik itu jantan
maupun betina. Ovum merupakan sel telur yang mempunyai ukuran besa, dilapisi
dengan beberapa lapisan serta memiliki sitoplasma. Menurut Pratiwi et al, (2019)
dimana bentuk spermatisd akan berubah bentuk dari sel bulat yang kemudian
Universitas Sriwijaya
berubah menjadi sel spermatozoa dengan kepala, leher dan ekor dengan melalui
tahapan deferensiasi.
Hormon LH bekerja dengan menstimulasi sekresi hormon steroid dan organ
reproduksi. Menurut Narulita dan Prihatin (2017), pada wanita, pelepasan dari sel
telur yang matang di ovarium dipicu oleh lonjakan sekresi LH. Sel-sel sisa dalam
folikel ovarium berproliferasi menjadi corpus luteum, yang kemudian
mensekresikan hormon steroid progesteron dan estradiol. FSH juga dapat
menstimulasi pematangan folikel ovarium. FSH juga berguna untuk
spermatogenesis. FSH melekat pada reseptornya di sel Sertoli, untuk mendukung
pematangan sel-sel sperma.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat
berkembang ke tahap selanjutnya (Sugianto, 1996).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Menurut hasil pengamatan pada morfologi pada proses gametogenesis,
didapatkan hasil pada tabel berikut:
No Keterangan Gambar
1.
1. Jelly Like Albumen
2. Pigmented
Animal Hemisphare
3. Kutub Animal
4. Kutub Vegetatif
(Telur Katak)
1 2
2.
1. Kepala
2. Ekor
(Berudu)
1 2 3
3.
1. Bidang Pembelahan
2. Zona Pellusida
3. Blastomer
(Pembelahan Awal)
Universitas Sriwijaya
4.
1. Blastocel
2. Blastomer
3. Zona Pellusida
(Tahap Morula)
1 2 3
5. 1. Blastocoel
2. Blastula
3. Zona Pellusida
(Tahap Blastula)
1 2
6. 1. Ektoderm
2. Mesoderm
3. Endoderm
3
(Tahap Gastrula)
Universitas Sriwijaya
1 2 3
7. 1. Notokord
2. Endoderm
3. Archenteron
( Neurulasi)
1 2 3
8. 1. Lapisan
Gelatin Pelindung
2. Leher
3. Lamina Neuralis
(Organogenesis)
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yakni mengamati metamorfosis
pada katak, didapatkan hasil bahwa katak mengalami proses metamorfosis
sempurna. Menurut Panut (2006), Katak dalam melanjutkan generasinya,
melakukan proses metamorfosis, yaitu perubahan bentuk dan fungsi organ tubuh.
Hal ini terjadi sangat mencolok di setiap tahapannya. Itulah sebabnya mengapa
metamorfosis pada katak disebut dengan metamorfosis sempurna.
Tahapan metamorfosis katak yaitu : katak betina bertelur didalam air dan
telur-telur itu ditutupi oleh jelly agar terlindungi sehingga seolah-olah berhubungan
satu dengan yang lainnya. Setelah beberapa saat telur menetas menjadi kecebong
yang bentuknya menyerupai ikan tumbuh dan berkembang menjadi kecebong
berkaki dua terus tumbuh menjadi kecebong berkaki empat. Lalu setelah itu
menjadi katak muda, katak muda ini masih mempunyai ekor seperti kecebong,
setelah beberapa hari ekor kecebong menyusut dan hilang. Dan terakhir menjadi
katak dewasa.
Menurut Sugianto (1996), pada embriogenesis setelah pembelahan terbentuk
morula, setelah sel-sel morula mengalami pembelahan terus-menerus maka akan
terbentuk rongga di tengah yang semakin besar dan berisi cairan. Embrio yang
memiliki rongga disebut blastula, rongganya disebut blastocoel, proses
pembentukan blastula disebut blastulasi. Pembelahan hingga terbentuk blastula ini
terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir
ke dalam uterus. Setelah itu blastosis terapung-apung di dalam lumen uterus.
Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan
dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Setelah blastula
embriogenesis pada katak menuju ke tahap gastrula, neurulasi,, dan organogenesis
Dalam proses gastrulasi terjadi berbagai macam gerakan sel. Ada 2 kelompok
gerakan, yaitu Epiboli dan Emboli. Epiboli merupakan gerakan melingkup, terjadi
di sebelah luar embryo. Berlangsung pada bakal ektoderm epidermis dan saraf.
Sementara bakal mesoderm dan endoderm bergerak, epiboli menyesuaikan diri
sehingga ectoderm terus menyelaputi seluruh embryo. Menurut Rudhy (2016),
Proses penting yang terjadi pada fase blastula, proses terbentuk dan dimulainya
epiboli yang akan berlanjut ke fase gastrulasi. Fase gastrulasi pada embrio termasuk
Universitas Sriwijaya
tipe epiboli, epiboli adalah tipe pergerakan sel blastodern dimana lembar epitel dari
sel ektoderma yang menyebar untuk melapisi lapisan di bawahnya.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Embriogenesis
Embriogenesis yaitu proses pembelahan zigot menjadi embrio.
Embriogenesis dimulai dari zigot. Zigot terbentuk dari fertilisasi yang berupa sel
tunggal diploid (2n). Morula adalah hasil pembelahan zigot menjadi 64 buah sel
yang mirip anggur. Blastula adalah zigot yang telah memiliki rongga yang disebut
blastosol, yang menjadi calon rongga tubuh. Blastula kemudian akan melakukan
implantasi dan invaginasi. Gastrula adalah zigot yang telah mengalami implantasi
dan invaginasi, dan memiliki lapisan embrionik. Implantasi adalah pelekatan zigot
pada endometrium untuk membentuk membran kehamilan. Implantasi dilakukan
oleh sel luar blastula yang disebut sel trofoblas. Invaginasi adalah proses
pembentukan archenteron pada gastrula (Gilbert, 2011).
2.3. Telur
Tipe telur Aves adalah telolecithal berat atau sering disebut dengan
megalecithal. Hal ini disebabkan oleh volume yolk hampir mengisi seluruh bagian
ovum. Pembelahan pada Aves juga disebut dengan meroblastik diskoidal karena
bagian yang membelah berbentuk seperti cawan. Istilah ovum pada Aves
merupakan bulatan yolk dengan bioplasma dan intinya (Sumarni, 2006).
Sedangkan istilah telur yang terdiri dari cangkang telur, albumen (putih telur)
dan yolk. Ovum merupakan suatu sel yang berukuran sangat besar. Hal ini
disebabkan oleh kandungan yolk yang besar pula. Kuning telur dicerna oleh enzim
yang dihasilkan kantung kuning telur, dan hasil cernaan itu dibawa ke embrio
melalui pembuluh darah kantung kuning telur (Djuhanda, 1981).
Amnion menyelubungi seluruh embrio dan bagian dalamnya berisi cairan
yang merupakan lingkungan cairan pelindung tempat embrio berkembang. Korion
terletak di bawah cangkang dan mengelilingi kantung kuning telur dan amnion.
Sedangkan alantois tumbuh dari saluran pencernaan belakang terletak dibagian
dalam korion seperti balon besar yang kempis. Darah dari embrio dialirkan masuk
melalui alantois. Disini terjadi pertukaran gas, oksigen berdifusi ke dalam cangkang
dan korion, dan karbondioksida berdifusi ke luar (Hall et al., 2007).
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan tentang embriogenesis ayam,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Hari ke 20
Hari kedua puluh ayam sudah membuka
satu kerabangnya walaupun
belum seluruhnya, dari
keadaan ini biasanya tubuh
ayam memerlukan waktu
beberapa jam untuk keluar
dari kerabang.
Hari ke 21
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada embrio ayam, dapat dilihat
bahwa pada hari ke-17 paruh embrio sudah membalik ke atas dan pada hari ke-18
embrio sudah tampak jelas seperti ayam yang akan mempersiapkan diri untuk
menetas sehingga jari kaki, sayap dan bulunya sudah berkembang dengan baik.
Menurut Suharyanto et al., (2016), embrio ayam Pada hari ke-19 tampak kalau
paruh ayam sudah siap mematuk dan menusuk selaput kerabang dalam, lalu pada
hari ke-20 kantung kuning telur sudah masuk sepenuhnyakedalam rongga perut.
Embrio ayam ini hampir menempati seluruh rongga di dalam telur, kecuali kantung
udara. Pada fase ini terjadi serangkaian proses penetasan yang diawali dengan
kerabang mulai terbuka dengan menggunakan paruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio ayam berupa suhu,
keberhasilan gastrulasi, kekurangan mineral, dan kondisi lingkungan. Semakin
tinggi suhu maka semakin cepat proses perkembangan embrio berlangsung.
Keberhassilan perkembangan embrio menurut Kusumawati et al., (2016) karena
gaastrulasi merupakan proses yang paling menentukan dalam perkembangan
embrio. Kondisi lingkungan yang buruk mengganggu perkembangan embrio ayam.
Kekurangan mineral juga dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan embrio,
perkembangan organ tidak normal, dan kematian embrio.
Perkembangan yang terjadi pada embrio selama 21 hari. Menurut Tim
Redaksi (2017) bahwa pada hari ke 1 proses suatu pembentukan pada sel permulaan
ini mulai terjadi dan terbentuk pada saat 18 jam setelah menetas. Kemudian pada
24 jam pertama yang akan membentuk suatu organ pada otak, terbentuk jaringan
tulang belakang, kemudian jaringan otak. Pada hari ke – 2 ini embrio yang mulai
bergerak ke arah kiri kemudian saluran darahnya yang terlihat pada bagian kuning
telur. Pada jam ke–25 sampai jam ke–48 dimana pada proses ini terbentuk jantung,
kemudian jaringan otak yang akan mulai berdetak, jaringan pendengarannya yang
akan terbentuk. Pada hari ke–3 akan dimulai pada pembentukan hidung, sayap sera
kaki dan juga pada jaringan pernapasan.
Pada hari ke-4, mata mulai terlihat sebagai bintik gelap disebelah jantung.
Pada hari kelima, tampak lebih jelas puncak anggota badan terbentuk ekor dan
kepala embrio sudah berdekatan, terjadi perkembangan pada alat reproduksi. Pada
Universitas Sriwijaya
hari keenam, anggota badan mulai terbentuk mata menonjol, kemudian rongga dada
berkembang, jantung yang membesar, kemudian otak amnion galatois kantung yolk
terlihat. Menurut Fitriani et al., (2021) bahwa pada hari ke – 4 terjadi perkembangan
pada organ yang mulai aktif serta keberadaan dari suatu sel mesenkim yang
berfungsi sebagai penyusunnya. Kemudian pada hari ke – 5 dan ke – 6 yang terlihat
dari perkembangannya yaitu pada anggota badan, organ tubuh, pada sistem
pencernaan dan reproduksinya.
Menurut Tim Redaksi (2017) bahwa pada hari ke – 7, hari ke – 8 dan hari ke
–9 jari kaki serta saypanya yang akan mulai terbentk. Dan pada bagian perut yang
mulai menonjol hal ini karena jeroannya yang sudah mulai berkembang. Pada
pembentukan bagian bulu juga mulai tumbuh. Bentuk embrio yang sudah
membentuk seperti burung dimana pada mulutnya yang terlihat terbuka. Pada hari
ke–10 dan ke–11 pada bagian paruh yang terlihat mulai mengeras serta jari kaki
yang sudah terbentuk dan terpisah, pori – pori yang terdapat pada kulit sudah mulai
tampak. Pada hari ke–12 jari sudah terbentuk sengan sempurna serta bagian tubuh
sudah ditumbuhi dengan bulu.
Pada hari ke–13, tunas bulu mulau tumbuh dan kelopak mata sudah menutup
secara sempurna. Pada hari 14, pada bagian punggung embrio sudah mulai terlihat
seperti melengkung, dan pada bagian bulu yang hampir menutupi seluruh tubuh.
Pada hari 15, ukuran tubuh, paruh, kaki, dan sayap semakin berkembang sempurna.
Pada hari ke–16, pada bagian ukuran tubuh, paruh, kaki, dan sayap semakin
berkembang sempurna. Pada hari ke tujuh belas, ukuran tubuh, paruh, kaki, dan
sayap semakin berkembang sempurna.
Pada hari ke–18, sudah tampak jelas seperti ayam akan mempersiapkan diri
akan menetas. Pada hari ke–19, paruh ayam sudah siap mematuk dan menusuk
selaput kerabang dalam. Pada hari ke-20, terbentuknya nasal pits dan lubang hidung
terlihat jelas. Pada hari ke–21, anak ayam menetas. Menurut Tim Redaksi (2017)
pada hari ke –18 dan ke–19 pertumbuhan yang terjadi pada embrio mulai sempurna
dan semakin membesar dan kemudian memenuhi pada bagian rongga telur kecuali
pada bagian kantong udara. Pada hari ke–20 embrio telah terbentuk menjadi anak
ayam dan kemudian sudah mulai bernapas dengan menggunakan kantung udara.
Universitas Sriwijaya
Kemudian pada hari ke–21 telah terbentuk anak ayam dimana anak ayam ini telah
menembus lapisan yang terdapat pada kulit telur sampai dengan ia menetas.
Penelitian membuktikan bahwa antara telur dan ayam itu lebih dulu ada ayam,
karena untuk membentuk cangkang telur itu diperlukan sebuah protein. Dimana
protein yang dibutuh untuk membentuk cangkang telur tersebut hanya ditemukan
di ovarium ayam. Menurut Agusman (2017) bahwa pada pembentukan yang terjadi
pada cangkang telur merupakan suatu protein yang hanya bisa ditemukan pada
indung telur ayam. Oleh karena itu, telur ada apabila ditemukannya suatu proses
yang terjadi pada organ tubuh ayam. Dari penjelasan yang telah disebutkan maka
dapat diambil kesimpulan bahwa yang lebih dulu yaitu pada ayam..
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metamorfosis
Metamorfosis adalah perubahan bentuk dan struktur yang terjadi pada hewan,
mulai dari embrio sampai dewasa. Metamorfosis dibedakan menjadi Metamorfosis
pada dibedakan menjadi dua yaitu metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola
merupakan yang melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian
tumbuh dan yang melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian
tumbuh berkembang menjadi menjadi imago atau dewasa dan metamorfosis
sempurna adalah metamorfosis yang perkembangan individu mahluk hidup melalui
tahap telur-larva-pupa-imago atau dewasa. Telur yang menetas menjadi larva akan
menjadi kepompong, kemudian berubah menjadi imago atau dewasa (Radiopoetro,
1996).
Nimfa adalah hewan muda yang mirip dengan hewan dewasa tetapi berukuran
lebih lebih kecil dengan perbandingan tubuh yang berbeda. Nimfa akan mengalami
molting atau pergantian kulit setiap kali setelah molting mahluk hidup itu kelihatan
lebih mirip dengan hewan dewasa. Contoh metamorfosis tidak sempurna ada pada
jangkrik, belalang, kecoa (Anees 2007).
Larva adalah ulat yang tumbuh dan khusus untuk makan serta mengalami
molting beberapa kali, kemudian larva membungkus dirinya sendiri dalam
kepompong dan menjadi pupa. Tahapan larva sangat berbeda sekali dengan tahapan
dewasa. Pupa merupakan tahap dimana jaringan larva mengalami pembelahan dan
deferensiasi merupakan tahap dimana sel-sel yang sebelumnya tidak aktif pada
tahap larva menjadi organ tubuh. Akhirnya imago (hewan dewasa) keluar dari
kepompong. Contoh insekta yang mengalami metamorfosis sempurna misalnya
kupu-kupu, nyamuk, lebah madu (Williams , 1961).
Metamorfosis antara hewan invertebrata berbeda dengan hewan vertebrata.
Sebagai dalam serangga yang lebih primitif, seperti kecoa dan belalang,
metamorfosis secara bertahap. Larva, sering disebut sebagai nimfa, memiliki
kurang lebih organisasi yang sama fase dewasa, atau imago. Cara mendapatkan
makanan dengan cara yang sama tetapi berbeda dari fase dewasa dalam kurang
Universitas Sriwijaya
sayap dan memiliki organ seks yang tidak lengkap. Sayap muncul dalam tahap
kehidupan larva, mereka kecil pada awalnya, tetapi meningkat dengan setiap
meranggas, dan mereka mencapai ukuran penuh dan kapasitas fungsional pada
akhirnya (imaginal) satu (Isnaini, 2006).
Universitas Sriwijaya
serangga yang sangat sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan
buatan yang sifatnya permanen atau termporer (Hadi, 2017).
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum mengenai sistem reproduksi jantan pada hewan
vertebrata didapatkan hasil sebagai berikut:
1. 5 2 1. Telur Heterometbola
1 2. Nimfa 1
3. Nimfa 2
4. Kecoa muda
4 3 5. Kecoa dewasa
2. 1. Telur Holometabola
5
4 2. Larva
1
3. Pupa
4. Kupu-kupu muda
5. Kupu-kupu dewasa
3 2
3. 1. Telur Holometabola
6 1
2. Berudu
3 5. Katak berekor
4
6. Katak dewasa
Universitas Sriwijaya
4. 1. Telur Heterometabola
3 1
2. Nimfa
3. Belalang Dewasa
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan metamorfosis
dapat diketahui bahwa metamorfosis dibedakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola dan metamorfosis sempurna atau
holometabola. Menurut Rolff et al., (2019), metamorfosis sempurna memiliki suatu
organisme dengan bentuk yang sangat berbeda antara satu fase dengan fase lainnya.
Sebagai contoh adalah kupu-kupu dan katak dengan fase berupa telur, larva, pupa
dan imago yang berbeda antara satu dan lainnya. Menurut Berdasarkan ciri sayap
dan alat mulutnya, kelompok holometabola ini dibagi menjadi beberapa ordo, yaitu
neuroptera, lepidoptera, diptera, coleoptera, siphonoptera dan hymenoptera.
Pada metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola tidak mengakibatkan
perubahan bentuk yang terlalu drastis pada hewan yang mengalaminya. Sebagai
contoh, belalang dan kecoak yang tidak ditemukan perbedaan antara bentuk nimfa
belalang dan belalang dewasa. Menurut Masner et al., (1968),
Hemimetabola dibagi menjadi beberapa ordo, antara lain achyptera atau isoptera,
orthoptera, odonata, hemiptera dan homoptera.
Metamorfosis pada avertebrata dapat terjadi pada hewan seperti kupu-
kupu dan nyamuk. Menurut Manser et al., (2016), hewan- hewan tersebut
mengalami metamorfosis sempurna karena terdapat empat fase yang diawali
dengan proses pembuahan sel telur dari nyamuk betina oleh spermatozoa nyamuk
pejantan sehingga terbentuklah zigot. Pembuahan akan menghasilkan telur yang
kemudian diletakkan di permukaan air oleh nyamuk betina. Permukaan air yang
dipilih oleh induk betinabiasanya perairan yang tenang dengan kelembaban tinggi.
Metamorfosis sempurna pada serangga dapat terjadi pada kupu-kupu, dimana
dalam proses tersebut melewati empat fase yaitu telur, larva, pupa, dan kupu-kupu
dewasa. Menurut Williams, (1961), larva adalah ulat yang tumbuh dan khusus
untuk makan serta mengalami molting beberapa kali, kemudian larva membungkus
dirinya sendiri dalam kepompong dan menjadi pupa. Tahapan larva sangat berbeda
sekali dengan tahapan dewasa. Pupa merupakan tahap dimana jaringan larva
mengalami pembelahan dan deferensiasi merupakan tahap dimana sel-sel yang
sebelumnya tidak aktif pada tahap larva menjadi organ tubuh. Akhirnya imago
Universitas Sriwijaya
(hewan dewasa) keluar dari kepompong. Contoh insekta yang mengalami
metamorfosis sempurna misalnya kupu-kupu, nyamuk, lebah madu.
Salah satu kasus metamorfosis tidak sempurna itu seperti metamorfosis yang
terjadi pada kecoa, dimana hanya mengalami perkembangan dengan perubahan
kecoa kecil hingga dewasa dimana perubahan tersebut tidak signifikan dan hanya
mengalami tiga fase perkembangan. Menurut Kevin et al., (2020), Kecoak, coro,
atau lipas mengalami proses metamorfosis tidak sempurna, yaitu dimulai pada
tahap telur, nimfa, dan tahap akhir yaitu kecoak dewasa.
Dalam proses metamorfosis terdapat hormon yang berperan dalam
berlangsungnya proses perubahan siklus hidup yang terjadi. Menurut Saunders,
(1980), peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan kulit
larva, dan pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan pengelupasan kulit
nimfa pada serangga hemimetabola. Hormon yang berperan dalam metamorfosis
terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting (ekdison), dan
hormon juvenil.
Juvenile hormon merupakan hormon pada insekta berperan dalam pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan pada insekta, mempertahankan tahapan larva atau
mencegah metamorfosis. Menurut Williams (1961), juvenile hormon hanya ada
ketika genetik dari insekta membutuhkan pertumbuhan tanpa pematangan atau
diferensiasi. Pada insekta dewasa, juvenile hormon berperan dalam menstimulasi
dan mengkoordinasikan reproduksi insekta dan meningkatkan semua aspek yang
berbeda yang mengarah ke reproduksi.
Hormon yang berperan dalam mengontrol proses metamorfosis adalah
hormon thyroid. Menurut Habibi (2013), perubahan metamorfosis dari
perkembangan hewan mensekresikan hormon thyroxin dan triodothronine dari
thyroid selama metamorfosis. Peranan hormon triodothonine lebih penting,
disebabkan perubahan metamorfosis pada thyroidectomized memiliki konsentrasi
yang rendah dibandingkan hormon thyroxin. Koordinasi dari perubahan
perkembangan molekul hormon thyroid. Hormon thyroid berfungsi membentuk
hubungan timbal balik dengan kelenjar pituitary menyebabkan interior pituitary
menginduksi thyroid untuk menghasilkan triodothronine dan thyroxin lebih
banyak.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
2.2.2.Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam
regenerasi adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan
dengan permukaan luka, dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-
jaringan di dalam puntung secara besarbesaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi
seperti otot, tulang rawa, tulang ikat, matriks, interselulernya hancur dan
melepaskan individu sel-sel mesenkim yang merupakan sel-sel awal dari jaringan
yang telah berdiferensiasi tersebut (Kimball, 1992).
Universitas Sriwijaya
2.3. Tipe Regenerasi
Ada tiga-tipe regenerasi yaitu regenerasi morfolaksis, intermediet, dan
epimorfik. Regenerasi morfolaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan
reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian
tubuh yang hilang. Pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh
jaringan lama yang masih tertinggal. Regenerasi intermediet melibatkan
pembelahan sel-sel tetapimempertahankan fungsi sel yang telah terdiferensiasi.
Regenerasi intermediet disebut juga sebagai regenerasi konsenpatori. Pada
regenerasi ini, sel-sel membelah, tetapi mempertahankan fungsi sel yang telah
terdiferensiasi (Pratiwi, 1996).
Regenerasi epimorfik merupakan salah satu tipe regenerasi yang melibatkan
dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum
terdiferensiasi. Masa sel tersebut dikenal dengan blastema. Blastema direspisifikasi
membentuk struktur baru untuk menggantikan struktur yang hilang. Regenerasi
epimorfik terjadi pada pergantian membran, contohnya kaki menjadi sirip.
Regenerasi epimorfik adalah proses yang mengarah ke pergantian organ atau
jaringan yang disebabkan oleh cedera atau amputasi, ditandai dengan pembentukan
struktur sementarayang disebut blastema. Blastema berperan penting dalam proses
regeneratif dan terdiri dari sebuah kumpulan proliferatif sel yang bertanggung
jawab untuk pemulihan jaringan yang hilang (Niam, 1995).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum mengenai regenerasi maka didapatkan hasil
sebagai berikut :
0.05
Kelompok 1
Selama 6 hari
2.
0.1
Kelompok 8
Selama 6 hari
3.
0.2
Kelompok 9
Selama 6 hari
4.
0.3
Kelompok 5
Selama 6 hari
5.
0.5
Kelompok 4
Selama 6 hari
6.
0.6
Kelompok 2
Selama 6 hari
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan regenerasi
ekor cicak dapat diketahui bahwa cicak dapat memutuskan ekornya jika dalam
kondisi terancam atau stress. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ekor cicak
tersebut telah mengalami penyembuhan dan lukanya telah tertutup, pada
pengamatan baru terjadi pertambahan ukuran ekor sebanyak 0,1 cm dalam waktu
tiga hari pengamatan. Menurut Rakhmiyati (2016), ekor akan mengalami regenerasi
ketika ekor terputus dalam usaha perlindungan diri dari ancaman dan predator.
Proses regenerasi demikian diikuti oleh suatu proses yang dinamakan autotomi.
Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi
adalah proses adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari
serangan musuh. Autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri seperti
memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri jika akan dimangsa atau merasa
terancam oleh predatornya. Ekor yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak
sama seperti semula dan akan digantikan dengan ekor baru melalui tahapan atau
fase tesebut dinamakan sebagai proses regenerasi. Menurut Luthfi (2020),
regenerasi khusus pada cicak dan beberapa reptil lain disebut juga sebagai peristiwa
autotomi. Proses regenerasi pada ekor cicak termasuk kedalam tipe regenerasi kecil
atau epimorfis karena berupa pembentukan kembali bagian kecil dari bagian tubuh
yang rusak atau hilang.
Proses regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur,
sistem syaraf, asupan makanan, dan faktor umur. Mekanisme regenerasi adalah
kemampuan organisme untuk mengganti bagian-bagian tubuh yang hilang, baik
karena luka, rusak maupun karena mengalami autotomi. Bangsa Lacertilia seperti
cicak, tokek, dan kadal melakukan mekanisme regenerasi ini pada bagian ekor
dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal salah satunya suhu lingkungan
menurut Hartawan et al., (2015), kenaikan temperatur akan mempercepat proses
regenerasi dan regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu optimumnya. Sistem
syaraf juga diketahui dapat mempengaruhi regenerasi. Faktor umur juga akan
mempengaruhi daya regenerasi. Semakin suatu organisme makin tua, maka daya
regenerasi makin berkurang. Daya regenerasi setiap golongan hewan berbeda-beda
sesuai dengan tingkatan taksonominya.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
dapat dihilangkan pengaruh buruknya terhadap embrio. Walaupun demikian, ada
keterbatasan kemampuan induk dalam menghambat pengaruh faktor merugikan
perkembangan embrio sehingga akhirnya embrio mengalami perkembangan
abnormal (Pratiwi et al, 2019).
Secara alam keadaan cacat sulit untuk dipastikan apa penyebabnya yang
khusus, mungkin sekali diakibatkan oleh gabungan atau kerjasama berbagai
faktor dari genetik dan lingkungan. sekali diakibatkan oleh gabungan atau
kerjasama berbagai faktor dari genetik dan lingkungan. Kelainan bentuk atau
malformasi yang sering juga ditemukan seperti sireno melus, yaitu anggota
seperti ikan duyung, anggota belakang tidak ada dan anggota depan pendek,
phocomelia yaitu anggota seperti anjing laut, tangan dan kaki seperti sirip untuk
mendayung, polydactyly atau berjari banyak, syndactyly yaitu jari buntung, tidak
berjari kaki dan tangan, ada ekor, dwarfisme ysitu kerdil, crehorisme yaitu cebol
dan gigantisme yaitu raksasa (Pratiwi et al, 2019).
Masa yang paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia
adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga kedelapan. Manifestasi
perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap
suatu teratogen. Teratogen bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan
ringan yang sedang berkembang untuk memulai patogenesis yang abnormal.
Manifestasi perkembangan abnormal merupakan perkembangan embrio yang
dapat menuju kematian, malformasi, keterlambatan perkembangan, dan
gangguan fungsi (Poernomo, 2013).
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
2.2. Prinsip-prinsip Teratogenesis
Prinsip-prinsip teratogenesis pertama kali dirumuskan oleh Wilson pada 1959
yang meiputi bahwa kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip
konseptus dan cara komposisi genetic berinteraksi dengan lingkungan misalnya
terhadap obat, infeksi dan proses biokimiawi dan molekuler lainnya yang akan
memengaruhi perkembangan konseptus. Kerentanan terhadap teratogen berbeda-
beda, menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa yang paling sensitif
untuk timbulnya cacat lahir ialah pada minggu ketiga hingga kedelapan masa
embriogenesis makhluk hidup (Rahayuningsih, 2016).
Prinsip lainnya yaitu adanya manifestasi perkembangan abnormal yang
tergantung pada dosis atau lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen
bekerja dengan mekanisme yang spesifik pada sel-sel dan jaringan yang sedang
berkembang untuk memulai embriogenesis yang abnormal. Manifestasi
perkembangan abnormal dapat menyebabkan kematian, malformasi dan
keterlambatan pertumbuhan (Almahdy, 2015).
Universitas Sriwijaya
lipid, derajat ionisasi, kompleksitas senyawa, gradien konsentrasi transplasenta,
dan metabolisme zat oleh plasenta. Senyawa tertentu bisa saja dapat
dikembalikan plasenta ke cairan darah induk secara perlahan-lahan untuk
dibuang (Sumarmin, 2016).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai teratologi,
didapatkan hasil sebagai berikut :
NO Gambar Keterangan Abnormalitas
1.
Deformasi
2.
Disrupsi
Universitas Sriwijaya
3.
Malformasi
4.
Sindrom
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pengamatan teratologi,
teratologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pertumbuhan struktur
abnormal yang luar biasa. Menurut Djuhanda (1981), teratologi merupakan ilmu
yang mempelajari sebab terjadi nya kelainan bentuk pada organisme yang sedang
berkembang.
Terdapat beberapa jenis abnomali seperti malformasi yang merupakan
kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat organogenesis
sedangkan distrupsi merupakan perubahan morfologi yang terjadi setelah
pembentukan struktur organ. Menurut Poernomo (2013), distrupsi disebabkan oleh
terlilitnya pita amnion. Deformasi sering terjadi pada sistem kerangka otot serta
sindrom berupa sekelompok cacat yang terjadi bersamaan dan mempunyai etiologi
yang sama.
Abnormalitas yang terjadi bisa disebabkan oleh salah satunya akibat
penggunaan obat. Menurut Mulyani et al. (2020), Penggunaan obat pada wanita
hamil dapat menimbulkan masalah tidak hanya pada ibu, namun juga pada janin.
Sekitar 50% ibu hamil dan menyusui menggunakan obat-obatan atau produk herbal
yang sering dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan. Frekuensi pemakaian
obat- obatan atau produk herbal yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada
janin, sementara janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi
secara sempurna. Senyawa kimia atau zat aktif obat dapat masuk ke dalam
peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ pada janin
sehingga dapat berefek teratogen.
Kelainan bentuk dapat berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari
metabolik yang terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan dengan
malformasi kongenital, anomali kongenital atau cacat lahir. Faktor-faktor
teratogen diantaranya faktor genetic, hormone,lingkungan dan nutrisi. Menurut
Poernomo (2013), kelainan yang disebabkan oleh faktor genetik dapat
disebabkan oleh ada nya peristiwa mutasi gen maupun aberasi yang dapat
menyebabkan sindrom. Pada lingkungan yang tercemar bahan teratogenik toksis
dapat mengakibatkan kerusakan organ, hambatan pertumbuhan, gangguan fungsi
tubuh bahkan kematian. Hormon bertindak sebagai agen androgenik dan dapat
Universitas Sriwijaya
menimbukan kelainan yang berhubungan dengan organ kelamin. Pada kasus
defisiensi nutrisi ternyata juga dapat menyebabkan suatu kondisi abnormal
lainnya.
Menurut Mulyani et al. (2020), faktor- faktor penyebab teratogen
diantaranya adalah faktor genetis (mutasi dan aberasi), faktor lingkungan
(infeksi, penggunaan obat-obatan, radiasi, defisiensi vitamin atau hormon.
Terdapat sejumlah bahan yang bersifat teratogenik pada kehidupan manusia dan
hewan, antara lain, radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi),
Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis
dan toksoplasmosis. Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena
konsumsi alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, defisiensi asam folat.
Selain itu juga Komponen kimia obat dan lingkungan.
Kerentahan terhadap terogen berbeda-beda menurut stadium
perkembangan saat paparan Manifestasi perkembangan abnormal. Manifestasi
perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan
pertumbuhan dan gangguan fungsi. Menurut Lu (1995), prinsip teratologi adalah
pemberian senyawa uji pada hewan percobaan pada masa kehamilan dan melihat
pengaruhnya terhadap perkembangan fetus sehingga diketahui kemampuan
toksisitas senyawa terhadap sel janin yang sedang berkembang.
Universitas Sriwijaya
BAB V
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
ORGAN REPRODUKSI JANTAN
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
ORGAN REPRODUKSI BETINA
OLEH :
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
GAMETOGENESIS
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
PERKEMBANGAN KATAK DAN HISTOLOGI
PERKEMBANGAN TELUR KATAK
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
EMBRIOLOGI AYAM
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
METAMORFOSIS
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
REGENERASI
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAN
TERATOLOGI
OLEH:
LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Addaha, H., Djong, H. T., Wilson, N. 2016. Variasi Morfologi Katak Pohon
Bergaris Polypedates Leucomystax Gravenhorst, 1829 (Anura;
Rhacophoridae) Di Sumatera Barat. Online Jurnal of Natural Science. 4(3):
349.
Adria. 2016. Populasi Dan Intensitas Serangan Hama Attacus atlas Lepidoptera
(saturniidae) dan Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: chrysomelidae) pada
Tanaman Ylang-Ylan. Jurnal Littri. 16(2) :77 – 82.
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Universitas Sriwijaya
Christman, S. A., Kong, B. W., Landry, M. M., dan Foster, D. N. 2005. Molecular,
Cellular, and Developmental Biology Chicken Embryo Extract Mitigates
Growth an Morphological Changes in a Spontaneously Immortalized
Chicken Embryo Fibroblast Cell Line. Minnesota. St Paul: Department of
Animal Science, University of Minnesota.
Hartawan, Kadek. I., Artawan, Ketut. I., Suryanti, Putu., Ayu., I. 2015. Kecepatan
Regenerasi Ekor Kadal (Mabouya multifasciata) pada Suhu Lingkungan
Berbeda. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha. 2(1).
Haviz, M. 2014. Konsep Dasar Embriologi : Tinjauan Teoritis. Jurnal Saintek. Vol.
IV (1) : 96-101.
Heffner, L.J dan Schust, D.J. 2020. At a Glance : Sistem Reproduksi Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga.
Hemon, F. 2018. Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi In Vitro
untuk Identifikasi Embrio Somatik Kacang Tanah CV. Lokal Bima yang
Toleran pada Media Polietilena Glikol. Jurnal Imliah Budidaya. 3(1): Hal 65-
71.
Herlina, B., Karyono, T., Novita, R., & Novantoro, P. (2016). Pengaruh lama
penyimpanan telur ayam merawang (Gallus gallus) terhadap daya
tetas. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 11(1), 48-57.
Universitas Sriwijaya
Husna, F.Z., Santoso, H dan Lisminingsih, R.D. 2020. Studi Osifikasi Anggota
Tubuh Ayam Buras dengan Pewarnaan Alizarin Red. Jurnal Ilmiah
Biosaintropis (Bioscience-Tropic). Vol 5 (2) : 30-37.
Kusumawati, A., Febriany, R., Hananti, S., Dewi, M. S., & Istiyawati, N. (2016).
Perkembangan embrio dan penentuan jenis kelamin DOC (day-old chicken)
ayam Jawa super. Jurnal Sain Veteriner FKH UGM, 34(1), 29-41.
Lu, F.C. (1995). Toksikologi Dasar (Edisi kedua). Penerjemah: E. Nugroho. Jakarta
: Universitas Indonesia Press.
Manab, A., Sawitri, M., dan Al Awwaly, K.M. 2017. EDIBLE FILM PROTEIN
WHEY (Penambahan Lisozim Telur dan Aplikasi di Keju). Malang: UB Press
Masner, P., Slama, K., & Landa, V. 2016. Natural and synthetic materrials with
insect hormone activity. Journal embryol.exp. morp. 20: 25-31.
Mumpuni. 2016. Keragaman Amfibi Dan Catatan Baru Katak di Kawasan Wisata
Guci, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Fauna Tropika. 23(01): 13.
Universitas Sriwijaya
Niam, B. 1995. Diktat Kuliah Struktur dan Perkembangan Hewan II. Purwokerto:
Unsoed.
Pratiwi, H., Firmawati, A., dan Herawati. 2019. Embriologi Hewan. Malang : UB
Press.
Purnamasari, Risa. Santi, D.R. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi
Arsitektur UIN Sunan Ampel.
Rolff, J., Johnston, P. R., & Reynolds, S. 2019. Complete metamorphosis of insects.
Journal the Royal Society. Hal: 374.
Universitas Sriwijaya
Rudhy. 2016. Performa Reproduksi Ikan Sepat Siam Asal Sumatera. Jurnal
Aktiologi Indonesia. 14 (3): 201-210.
Suharyanto, S., Sulaiman, N. B., Zebua, C. K. N., & Arief, I. I. (2016). Kualitas
Fisik, Mikrobiologis, dan Organoleptik Telur Konsumsi yang Beredar di
Sekitar Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan4(2), 275-279.
Susetyarini, E., Latifa, R., Zaenab, S.,dan Nurrohman, E. 2020. Embrio dan
Reproduksi Hewan (Bahasan Reproduksi Hewan). Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Strorer dan Usingner. 1981. Elements of Zoology. New York: Mc Graw Hill Book
Company Inc.
Williams, C. M. 1961. The juvenile hormone. II. Its role in the endocrine control of
molting, pupation, and adult development in the Cecropia silkworm. The
Biological Bulletin. 121(3): 572-585.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Organ reproduksi mamalia Gambar 2. Organ reproduksi amphibi
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Spermatogenesis Gambar 2. Oogenesis
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Telur katak Gambar 2. Berudu
Sumber: dokumentasi internet Sumber: dokumentasi internet
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Gambar 9. Telur hari ke 9 Gambar 10. Telur hari ke 10
Universitas Sriwijaya
Gambar 17. Telur hari ke 17 Gambar 18. Telur hari ke 18
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Metamorfosis kecoa Gambar 2. Metamorfosis kupu-kupu
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Pengamatan ekor cicak Gambar 2. Pengamatan ekor cicak
kelompok 1 kelompok 8
Universitas Sriwijaya
Gambar 1. Deformasi Gambar 2. Disrupsi
Universitas Sriwijaya