Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIKA HEWAN KE-3

IDENTIFIKASI AVERTEBRATA AIR TAWAR

Erna Pradika
1157020021

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Di dunia ini terdapat lebih dari satu juta spesies hewan yang sudah teridentifikasi,
dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai hewan vertebrata dari pada
avertebrata, tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan selebihnya merupakan
hewan avertebrata. Bila dipandang dari sisi lain. Pengetahuan mengenai hewan avertebrata
yang hidup di air merupakan salah satu ilmu dasar dalam mempelajari ilmu-ilmu dalam
perikanan. Dalam menunjang mata kuliah ini di perlukan diktat untuk memudahkan dalam
mempelajari bidang ini.
Dunia hewan, berdasarkan ada tidaknya tulang belakang dikelompokkan menjadi
hewan bertulang belakang (vertebrata) dan hewan tak bertulang belakang (Avertebrata).
Kelompok hewan avertebrata mempunyai ciri-ciri tidak bertulang belakang, susunan syaraf
terletak di bagian ventral (perut) di bawah saluran pencernaan, umumnya memiliki rangka
luar (eksoskeleton) dan otak tidak dilindungi oleh tengkorak.
Ditinjau dari segi bentuk, ukuran, dan adaptasi lingkungan, hewan avertebrata air
mempunyai keanekaragaman yang sangat tinggi. Sementara dari segi ukuran dijumpai mulai
dari yang berukuran mikron sampai meter, dari bentuk tubuh yang sederhana sampai yang
kompleks. Dilihat lingkungan hidupnya, ada yang darat, air tawar, air payau, atau laut bahkan
ada yang di daerah ekstrim seperti danau garam. Oleh karena itu, tidak seorang pun yang
dapat disebut ahli zoologi avertebrata, yang ada adalah ahli Mollusca (Malacologosit), ahli
Protozoa (Protozoologist), atau sebagai ahli fisiologi, embriologi dan ekologi dari
sekelompok hewan atau lebih. Avertebrata air dapat didefinisikan sebagai hewan yang tidak
bertulang belakang, yang sebagian atau seluruh daur hidupnya, hidup didalam air
1.2 Tujuan
Untuk dapat memahami dan mendeskripsikan hewan-hewan yang tergolong dalam
avertebrata perairan dan untuk mengetahui dan mengidentifikasi ciri-ciri yang dimiliki oleh
beberapa hewan avertebrata.

II.

Tinjauan Pustaka
Arthropda (dalam bahasa latin, arthro= ruas, buku, segmen dan

podos= kaki) merupakan hewan yang memiliki ciri kaki beruas, berbuku

atau bersegmen. Segmen tersebut juga terdapat pada tubuhnya. Tubuh


athropoda

merupakan

simetri

bilateral

dan

tergolong

triploblastik

selomata. Tubuh athropoda bersegmen dengan jumlah segmen yang


bervariasi. Pada tiap segmen tubuh tersebut terdapat sepasang kaki yang
beruas, segmen bergabung membentuk bagian tubuh, yaitu kaput
(kepala), toraks (dada) dan abdomen (perut). Ukuran tubuh arthropoda
sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari 60
cm, namun kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk
arthropoda pun beragam. Ciri lain dari arthropoda adalah adanya kutikula
keras yang membentuk rangka luar (eksoskeleton). Eksoskeleton tersusun
dari kitin yang disekresikan oleh sel kulit. Eksoskeleton melekat pada kulit
membentuk perlindungan tubuh yang kuat ( Soedijo, 2015).
Eksoskeleton terdiri dari lempengan-lempengan yang dihubungkan
oleh ligamen yang fleksibel dan lunak. Eksoskeleton tidak dapat
membesar mengikuti pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu, tahap
pertumbuhan arthropoda selalu diikuti dengan pengelupasan eksoskeleton
disebut dengan molting atau ekdisis. Hewan yang biasanya melakukan
ekdisis misalnya kepiting, udang dan laba-laba. System syaraf athropeda
berupa sistem syaraf tangga tali berjumlah sepasang yang berada
disepanjang sisi ventral tubuhnya pada berbagai tempat di segmen tubuh,
ada pembesaran saraf tangga tali yang disebut ganglia, ganglia berfungsi
sebagai pusat refleks dan pengendalian berbagai

kegiatan. Ganglia

bagian anterior yang lebih besar berfungsi sebagai otak (Muli, 2015).
Sistem pencernaan arthropeda terdiri dari mulut esofagus, lambung,
usus dan anus. Mulutnya dilengkapi dengan berbagai alat tambahan yang
beragam, misalnya

mandibula dan maksila pada belalang. Arthropeda

bernapas dengan insang, trakea atau paru-paru buku. Sisa metabolisme


berupa

cairan

dikeluarkan

oleh

organ

ekskresi

yang

disebut

saluran/tubula malpighi, kelenjar ekskresi atau keduanya, sistem sirkulasi


terdiri dari jantung pendek dan ruang disekitar organ tubuh yang disebut
sinus atau hemosel darah arthropeda disebut juga hemolimfa (Tambunan
et al, 2013).

Sistem reproduksi arthropeda umumnya terjadi secara seksual.


Namun

ada

juga

Partenogenesis

ssecara

adalah

aseksual,

pembentukan

yaitu

dengan

individu

partenogenesis.

baru

tanpa

melalui

fertilisisasi (pembuahan) individu yang dihasilkan bersifat steril. Organ


reproduksi jantan dan betina pada arthropeda terpisah, masing-masing
menghasilkan gamet pada individu yang berbeda sehingga

bersifat

dioseus (berumah dua). Hasil fertilisasi berupa telur (Bomber,2010).


Cara hidup arthropeda sangat beragam, ada yang hidup bebas
parasit komensal atau simbiotik. Di lingkungan kita, sering dijumpai
kelompok hewan ini.misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung,
belalang dan lebah. Habitat penyebaran arthropeda sangat luas dilaut.
Perairan tawar. Gurun pasir dan pandang rumput (Tika, 2013).
Sejak

tahun

1990

banyak

ahlizoology

membagi

kelompok

arthropeda menjadi filum onychopora, filum trilobita, filum chelicerata,


filum unirania dan filum crusteceae.pemisahan ini terutama berdasarkan
perbedaan dalam hal struktur dan susunan kaki serta apendikyang lain.
Filum

arthropeda

terbagi

menjadi

empat

subfilum

yaitu

trilobita,

thelicerata, onychoporadan mandibulata. Subfilum yang pertama yaitu


trilobita merupakan arthropeda laut yang primitif dan sangat melimpah
pada masa palezoic. Tubuhnya berukuran 10-675 mm, terbagi atas dua
alur memanjang menjadi tiga cuping . tubuh dilindungi oleh cangkang
bersegmen yang keras . kepala jelas terdiri atas empat segmen tubuh,
memiliki sepasang antenula, empat pasang mata majemuk. Contoh
anggota subfilm ini adalah Iriarthus eatoni. Subfilm yang kedua yaitu
thelicerata, tubuhnya dibedakan atas dua bagian yaitu sefalotorek
(prosoma) dan abdomen. Memiliki 6 pasang apendik. Tidak memiliki
antena dan mandibula. Bagian-bagian mulut dan saluran pencernaan
utamanya untuk fungsi penusuk, beberapa diantaranya memiliki kelenjar
racun, respirasi menggunakan paru-paru buku, trakea atau insang.
Subfilm berikutnya adalah onychopera, bentuk tubuh seperti cacing
dengan

14-43

homocoel.

pasang

Memiliki

kaki

kelenjar

(lobopodia)
lumpur

rongga

yang

hasil

tubuhnya
sekresinya

berupa
akan

dikeluarkan melalui papilla oral untuk menangkap mangsa atau predato

Saluran pencernaanya lengkap. Sistem saraf memiliki ganglion. Kepala


dandua tali saraf longitudinal yang membentuk tali tangga (Mukayat,
2012).
Biota yang bisa ditemukan di perairan air tawar antara lain Crustacea, yaitu udang dan
kepiting sebagai macrobenthos dan isopoda sebagai microbenthos. Udang adalah anggota
dari Crustaceae, ordo Decapoda.. Udang bisa ditemukan pada air tawar dan air laut. Udang
air tawar biasanya dikelompokkan sebagai udang palaemonid dan untuk udang air laut
dikelompokkan sebagai udang penaeid. Udang air tawar yang memiliki penyebaran yang luas
adalah genus Macrobrachium yang terdiri dari 240 spesies (Grave et al 2008). Sekitar 100
spesies anggota Macrobrachium diperoleh di Asia Tenggara dan Asia Timur. Udang ini
menghuni habitat air tawar yang bervariasi yaitu kolam, danau, rawa dan sungai (Wowor
2008).
Salah satu peranan Crustacea menjaga keseimbangan ekosistem. Udang air tawar
berfungsi sebagai salah satu rantai makanan. Selain itu udang ar tawar merupakan mangsa
dari hewan akuatik yang lebih besar, seperti ikan. Udang air tawar tidak terdapat diperairan,
perairan akan mengalami pembusukan yang dapat meningkatkan zat amoniak dan bersifat
racun, yang secara langsung dapat memengaruhi kehidupan hewan perairan lainnya (Taufiq,
2011)
Kepiting memiliki peran yang sangat penting di dalam ekosistem, diantaranya
mengkonversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di
dalam tanah, membantu daur hidup karbon, serta tempat penyedia makanan alami bagi
berbagai jenis biota perairan. Kepiting juga berfungsi menghancurkan dan mencabik-cabik
daun/serasah menjadi lebih kecil (ukuran detritus) sehingga mikrofauna dapat dengan mudah
menguraikannya. Hal ini menjadikan adanya interaksi lintas permukaan, yaitu antara daun
yang gugur akan berfungsi sebagai serasah (produsen), kepiting sebagai konsumen dan
detrivor, mikroba sebagai pengurai.Kepiting juga mampu meningkatkan distribusi oksigen
dalam tanah. juga dapat membantu daur hidup karbon (Prianto 2007).

III.

METODE PENGAMATAN

3.1 Tempat dan waktu


Praktikum ini dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016 yang bertempat di
Laboratorium Biologi Instruk 1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung pukul 15.30-17.30 WIB.

3.2 Alat dan bahan


No

Alat

Jumlah

Bahan

Jumlah

1.

Kaca Pembesar (Lup)

1 buah

Udang galah

1 ekor

2.

Baki

1 buah

Kepiting

1 ekor

sawah
3.

Pinset

4.

Sarung Tangan

1 buah
1 pasang

3.3 Cara kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan. kemudian identifikasi dengan mengamati morfologi pada setiap spesimen
meliputi bagian tubuh (dua atau tiga bagian), alat tambahan yang tumbuh pada kepala, dan
jumlah pasang kaki, jika specimen terlalu kecil maka dapat digunakan kaca pembesar Untuk
mendapatkan data morfologi yaitu dengan cara digambar, dicatat morfologi yang terlihat dan
dibandingkan dengan buku identifikasi.

3.4 Analisis data


Data yang diperoleh berasal dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan dan data
yang didapatkan dari beberapa sumber. Perolehan data dari beberapa sumber itu digunakan
sebagai pembanding dan penguat dari data yang diperoleh. Analisis data yang digunakan
adalah dengan membandingkan kesesuaian data yang diperoleh dengan data yang sudah ada
sebelumnya atau data yang berdasarkan penelitian terhadap objek yang diamati oleh
praktikan.
IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada pengamatan pertama dilakukan identifikasi pada Macrobrachium rosenbergii

(udang galah)
1. Udang galah (Makrobachium rosenbergi)

N
o
1.

Klasifikasi
Kingdom :
Animalia

Deskripsi

Gambar

Udang termasuk kingdom


animalia

tidak

mempunyai dinding sel,


jadi tubuh udang tidak
kaku dan memungkinkan
untuk

bergerak.

Udang

termasuk

hewan

haterotop

(tidak

membuat

makanan

sendiri).

Udang

terhadap
kerena
pada

bisa
peka

rangsangan

memiliki
bagian

antena

caputnya

(multiseluler).
2.

Filum :
Arthropoda

Tubuh

udang

terbagi

menjadi 3 bagian yaitu :


kepala

(caput),

(toraks),

dan

dada

abdomen

(perut). Hewan berbukubuku


(ruas).

memiliki

segmen

Rangka

luar

(eksoskleton) yang keras


dan ekor tubuh dibungkus
oleh

kutikula

sebagai

rangka luar yang terbuat


dari proteun dan kutin.
Eksoskleton bersifat kaku
keras
bentuk

dan

ukuran

tubuh

dan

simetri

bilateral Psemruki antena.

3.

Kelas : Crustacea

Memiliki lima ruas kepala,


tiga ruas dada, enam ruas
perut,

dan

dua

buah

tellen, kerapas menutupi


thorax, kepala dan dada
bersatu

membentuk

chepalothorax.

4.

Ordo : Decapoda

Lima pasang terakhir dari


delapan

pasang

pelengkap

thorax
memiliki

eksoskleton, segmentasi,
tubuh berkaki sepuluh.
5.

Family :
Palaemoidae

Mata tidak terlindung oleh


carapase, ratrum normal,
periofod

pertama

lebih

kuat , dari pada periofod


kedua,

periofod

dengan

korpus

kedua
muncul

sebagai satu partikel.


6.

Genus :
Macrobachium

Udang besar, terdiri atas


ruas-ruas

yang

ditutupi

oleh kulit yang tersusun


dari zat kitin.

7.

Spesies :
Macrobachium
rosenbergi

Rostrum sangat panjang,


sinobulus
bagian

jelas,
memiliki

dan
10-12

gigi.

Klasifikasi dan Morfologi Udang Galah Udang merupakan salah satu jenis udang dari
suku Palaemonidae, serta masuk kelompok udang Palaemoid yang umum hidup di air tawar.
Menurut (Murtidjo 2008), udang galah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Crustacea

Ordo

: Decapoda

Family

: Palaemonidae

Genus

: Macrobrachium

Species

: Macrobrachium rosenbergii

Tahap pertama udang diidentifikasi berdasarkan bentuk karapas, susunan somit,


bentuk kaki pertama, dan jumlah gigi dorsal dan ventral rostrum. Keseluruhan sampel udang
yang ditemukan berjumlah 13 ekor, dari jumlah sampel tersebut telah diidentifikasi termasuk
kedalam satu spesies. Famili Palaemonidae dengan ciri karapasnya mempunyai duri hepatic.
Pereopod satu dan dua tidak ditemukan sisik (seta) pada ujung jarinya. Setelah menemukan
famili identifikasi selanjutnya dilakukan pada tingkat spesies. Spesies yang ditemukan yaitu
Macrobrachium pilimanus dengan ciri tiga sternit abdominal pertama memiliki proses
median yang berbeda. Preopod kedua ada merus yang sedikit membengkak dengan jari-jari
lebih pendek daripada telapak.
Secara umum udang galah mempunyai karakteristik morfologi tubuh beruas-ruas
yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras dari chitin, dan pleura
kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Badan terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kepala
dan dada yang bersatu membentuk kepala dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen),
dan bagian ekor (uropoda). Cephalothorax dibungkus karapas (carapace) (Grave et al, 2008).
Tonjolan seperti pedang pada carapace disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 1115 buah dan gigi bawah 8-14 buah. Kaki jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat
panjang dan besar,panjangnya bisa mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada udang
betina pertumbuhan tidak begitu mencolok. Pada saat larva, udang galah terdiri dari 11 stadia

yang berlangsung selama 40 hari hingga terbentuk organ yang secara morfologis sudah mirip
dengan udang dewasa, di habitat alaminya senang berjalan di dasar sungai mencari makanan
dan menjauhi lingkungan air payau menuju air tawar (Murtidjo 2008).
Pada pengamatan kedua dilakukan identifikasi pada Parathelphusa convexa (Kepiting
sawah atau yuyu)
2. Kepiting sawah atau yuyu
N

Klasifikasi

Deskripsi

Gambar

o
1.

Kingdom :
Animalia

kepiting

termasuk

kingdom

animalia

tidak

mempunyai dinding sel,


jadi tubuh kepiting tidak
kaku dan memungkinkan
untuk bergerak. kepiting
termasuk

hewan

haterotop

(tidak

membuat
sendiri).

makanan
kepiting

terhadap
kerena
pada

bisa
peka

rangsangan

memiliki
bagian

antena

caputnya

(multiseluler).
2.

Filum :
Arthropoda

Tubuh terbagi menjadi 3


bagian

yaitu

(caput),
dan

dada

(toraks),

abdomen

Hewan

kepala
(perut).

berbuku-buku

memiliki segmen (ruas).


Rangka luar (eksoskleton)
yang
tubuh

keras

dan

ekor

dibungkus

oleh

kutikula sebagai rangka

luar

yang

proteun

terbuat
dan

dari
kutin.

Eksoskleton bersifat kaku


keras

dan

bentuk

ukuran

tubuh

dan

simetri

bilateral Psemruki antena.


3

Kelas : Crustacea

Memiliki lima ruas kepala,


tiga ruas dada, enam ruas
perut,

dan

dua

buah

tellen, kerapas menutupi


thorax, kepala dan 4dada
bersatu

membentuk

chepalothorax.
4.

Ordo : Decapoda

Lima pasang terakhir dari


delapan

pasang

pelengkap

thorax
memiliki

eksoskleton, segmentasi,
tubuh berkaki sepuluh.

5.

Family :
Parathelphusidae

Mata tidak terlindung oleh


carapase, ratrum normal,
periofod

pertama

lebih

kuat , dari pada periofod


kedua,

periofod

dengan

korpus

kedua
muncul

sebagai satu partikel.

6.

Genus :
Parathelphusa

Bagian

dari

antenanya

terdapat 4 gigi (termasuk


gigi yang terdapat diluar).
Pada capit jantan pendek,
seluruh segmennya padat
(tertelan), seperti bentuk
kepala

burung.

Jumlah

karapak biasanya 2 kali


lipat melintang berbentuk
telur

dan

biasanya

terang

pada

anterolateralnya dipenuhi
gigi,

cuping

punggung.
maksila

Bagian
yang

dan
dari
ketiga

berbentuk silinder bagian


dalam dari merus tidak.
Kakinya
yang

memiliki
bersegmen

berbentuk

silinder

distal
dan
dan

terdapat penopang, tidak


padat, dan terdapat bulu
halus. Pada capit jantan
sedikit kaku tetapi tidak
terlalu keras bentuk atau
bagian distalnya normal,

dan tidak berotot.


7.

Spesies :
Parathelphusa
convexa

Karapaks

atau

cangkang

memiliki tanda garis berubang


yang cukup jelas yang terdapat
di tengah-tengah karapaknya di
antara mata

(tanda sentring).

Karapak bagian bawah terdapat


cetakan berupa trapezium (tanda
trapesium)
Klasifikasi Parathelphusa convexa menurut (Esser dan Cumberlidge 2008)
Kingdom

: Animalia

Phyllum

: Arthropoda

Class

: Crustacea

Ordo

: Decapoda

Familia

: Parathelphusidae

Genus

: Parathelphusa

Spesies

: Parathelphusa convexa
Kepiting dari Kingdom

Animalia (kerajaan hewan). Filum Artropoda (binatang

beruas-ruas). Kelas Crustacea (udang). Bangsa Decapoda (kepiting). Suku Parathelphusidae


(yuyu-yuyuan). Marga Parathelphusa (yuyu) Jenis yuyu sawah (Parathelphusa convexa).
Identifikasi kepiting menggunakan buku identifikasi adalah bentuk karapas, bentuk
abdomen, pleopod pertama dan kedua, maksileped

ketiga, palpus mandibula, dan meri

ambulatori. Parathelphusa convexa dicirikan dengan karapas berbentuk mirip trapesium, sisisisi cembung, permukaan cembung, mata relatif kecil, di samping terdapat tiga duri; abdomen
menyerupai huruf T, tersusun atas 5 segmen ; pleopod pertama bagian proksimal tidak
memiliki celah, terdapat banyak rambut pada sisi-sisinya ; pleopod kedua memiliki flagellum
memanjang ; maksileped ketiga rata, tanpa celah ditengahnya dan memiliki flagellum yang
panjang ; palpus mandibular dua lobus, di pinggirnya banyak rambut ; meriambulatori antara
segmen meruas dan karpus terdapat celah.
Parathelphusa convexa memiliki karakteristik mata relatif kecil dibandingkan dengan
ukuran tubuhnya dan tidak sampai pada bagian tepi samping karapas. Karapas Parathelphusa
convexa berbentuk trapesium berwarna merah kecoklatan dan terdapat tiga gigi antero-lateral
pada bagian tepinya. Maksiliped ketiganya tertutup rapat tanpa ada celah. Abdomen (perut)

pada individu jantan berbentuk seperti huruf T . Mandibular palp berbentuk bilobus dan pada
bagian ambulatory meri terdapat duri. Pleopod jantan berbentuk meruncing dengan tekstur
kenyal.
Yuyu sawah memiliki tanda yang sangat khas dan mudah dikenali. Tanda ini dapat
dipakai untuk membedakannya dengan yuyu-yuyu lainnya. Yuyu sawah berukuran 57 cm
panjang karapaksnya. Karapaks yuyu atau cangkang yuyu memiliki tanda garis berubang
yang cukup jelas yang terdapat di tengah-tengah karapaknya di antara mata yuyu (tanda
sentring). Karapak yuyu bagian bawah terdapat cetakan berupa trapezium (tanda trapesium).
Kedua tanda ini adalah khas miliki yuyu sawah. Karapaks yuyu sawah berwarna cokelat tua
atau cokelat-kekuningan atau abu-abu muda terkadang di air yang agak keruh warna
kerapaknya ada yang berwarna abu-abu pucat atau di tempat yang berair kotor karapaksnya
berwarna kehitaman. Seperti umumnya kepiting air tawar, yuyu sawah tidak memiliki kali
renang pada kaki terakhirnya. Kepiting air asin atau air laut memiliki kaki renang pada kaki
terakhirnya. Yuyu jantan memiliki satu capit yang lebih besar daripada capit lainnya.
Sedangkan pada yuyu betina ukuran capitnya relatif hampir sama besar. Penutup dubur pada
yuyu jantan bentuknya kecil dan runcing, sedangkan pada yuyu betina penutup duburnya
ukurannya besar dan melebar. Penutup dubur yang besar pada betina digunakan untuk
menyimpang telur-telurnya (Chia dan Peter, 2006).
P. convexa lebih banyak ditemukan di sungai yang beraliran lambat dan dipinggir
sungai. P. convexa dapat ditemukan di daerah sungai berarus lambat, daerah genangan air,
selokan dan persawahan. Persebaran spesies ini lebih luas, yaitu dari sungai bagian hulu
sampai bagian hilir. Ditemukan di daerah Jawa dan Sumatra bagian selatan (Wowor et al.
2010).
P.convexa memiliki ciri tubuh berwarna coklat, memiliki mata faset, memiliki capit
dan tungkai 4 pasang. P.convexa

termasuk golongan Decapoda tempurung punggung

umumnya berwarna kecoklatan, kehitaman, hingga ungu gelap, kerap memiliki lekukan
seperti bekas terinjak tapak kaki kuda (Nirmala 2012).
V.

KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa avertebrata air tawar adalah hewan

yang tidak memiliki tulang belakang yang hidupnya berada pada air tawar. Identifikasi hewan
avertebrata kali ini yaitu udang galah dan kepiting sawah (yuyu). Pada udang galah badan
terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk kepala dada

(cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda). Pada kepiting sawah
memiliki warna merah kecoklatan dan badan terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kepala dan
dada yang bersatu membentuk kepala dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan
bagian ekor (uropoda).

DAFTAR PUSTAKA

Bomber. 2010. Insect Diversity of Two Medicinal Labratae in South Western Nigeria.
Journal of Entomology. Vol 3:298-304.
Chia O K S, Ng Peter K L. 2006. The Freshwater Crabs of Sulawesi, with Description of two
new

Genera

and

Four

New

Species

(Crustacea:Decapoda:Barchyura:Parathelphusidae. Jurnal The Raffles Buletin of


Zoology. 54(2):381-428.
Esser, L. and Cumberlidge, N. 2008. Parathelphusa convexa. The IUCN Red List of
Threatened Species. Version 2014.1. <www.iucnredlist.org>. diakses pada tanggal
20 oktober 2010 pukul 21.15 WIB.
Grave SD, Cai Y, Anher A. 2008. Global diversity of shrimp (Crustacea Decapoda : Caridea)
in freshwater. Hidrobiologia. 595:287-293.
Mukayat. 2011. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
Muli, Risda. 2015. Komunikasi Arthropeda tanah di kawasan sumur minyak bumi di desa
mangunjaya, kecamatan babat Toman. Kabupaten Musi Banyu Asin, provinsi
sumatera selatan. Jurnal ilmu lingkungan. Vol 13 (1): 1-2.
Murtidjo, B. A. 2008. Budidaya Udang Galah Sistem Monokultur. PT Kanisius. Yogyakarta.
Myers P,Espinosa R,Parr CS Jones T,Hammond GS Dewey TA.2014. Macrobrachium
pilimanus.

http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Macrobrachium

pilimanus/classification. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 19.39


WIB.
Nirmala. 2012. Keanekaragaman Arthropoda Pada Ekosistem Tanaman Desa Rante Alang di
Dusun Lewong. Kec. Larompong. Kab. Luwu. [Skripsi]. Makassar (ID) :
Universitas Hasanuddin.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem
Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan
Perairan Umum. Banyuasin.
Soedijo, Samharinto. 2015. keanekaragaman arthropeda Laba-laba pada persawahan tadah
Hujan di Kalimantan. Jurnal Biodiversitas. Vol 1 (6): 1307-1311.
Tambunan, daniel T. 2013. Keanekaragaman Arthropeda pada Tanaman Jagung Transgenik.
Jurnal Online Agroteknologi. Vol 1 (3):2337-6597.
Taufik. 2011. Keanekaragaman Udang Air Tawar di Danau Kerinci Provinsi Jambi. [Tesis].
Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Tika, Ene E. 2013.Arthropeds Community of Mangrove Swamp of Great Kwa River,
Southern Nigeria. Journal of Fisheries and Aquatise Studies. Vol 1 (2): 15-20.
Wowor D, Cai Y, Ng PKL. 2009. Evolution of life history traits of Asian freshwater prawns
of genus Macrobrachium (Crustacea: Decapoda: Palaemonidae) based on
multilocus molecular phylogenetic analysis. Mol. Phylogenetic and Evol. 52:340350.

Anda mungkin juga menyukai