Anda di halaman 1dari 20

PRAKTIKUM I

PEMETAAN SEDERHANA

Tujuan

o Membantu praktikan (peneliti) menggambarkan daerah/lokasi penelitian secara sederhana


meliputi gambaran lokasi pengambilan sampel, penggunaan ruang objek dan memetakan vegetasi
yang penting bagi habitat objek.

Pengantar

Peta merupakan suatu lukisan yang mirip dari sebagian atau seluruh permukaan bumi yang
digambarkan pada bidang datar. Secara umum di Indonesia dikenal beberapa jenis peta yang sering
digunakan antara lain :

1. Peta Topografi; mencakup seluruh keadaan lapangan dan dilengkapi dengan gars ketinggian
tempat di bumi dari permukaan laut. Peta topografi memiliki kisaran skala antara 1:50.000
1:250.000
2. Peta Pemandangan; menggambarkan keadaan global pada suatu wilayah administrasi.
3. Peta Geologi; menggambarkan keadaan tanah berikut batuannya
4. Peta Kadaster; menggambarkan keadaan hutan
5. Peta Iklim; menggambarkan kondisi iklim atau cuaca suatu wilayah geografis secara periodic

Pemetaan sederhana dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode memencar,
interseksi, beranting dan meloncat (Husodo, 2005). Metode memencar digunakan untuk memetakan
areal terbuka atau vegetasi yang tidak terlalu rapat dengan batuan dua titik konstan didalam lokasi
yang akan dipetakan. Metode Interseksi digunakan untuk memetakan areal terbuka seperti kolam ,
danau, dan rawa yang terlihat titik-titik terluarnya dengan bantuan dua titik konstan diluar lokasi yang
akan dipetakan. Metode beranting dan meloncat digunakan untuk memetakan suatu areal dengan
vegetasi yang rapat dan rimbun sehingga kita tidak dapat melihat batasan titik-titik terluar lokasi yang
akan dipetakan.

Alat dan Bahan

- Kompas - Meteran
- GPS - Patok
- Kertas Grafik/ Milimeter blok - Tali raffia
- Mistar Segitiga - Alat tulis
- Busur Derajat

1
Prosedur Kerja

1. Metode Memencar
- Tentukan lokasi yang akan dipetakan
- Tentukan titik konstan P dan Q yang saling tegak lurus di dalam areal yang akan di petakan
- Hitung jarak antara titik P dan Q
- Tentukan titik titik batas luar areal terutama pada belokan atau tikungan.
- Ukurlah jarak dan azimut dari titik P dan Q ke titik titik batas luar areal tersebut.
- Berdasarkan jarak dan azimut tersebut, buatlah peta pada kertas grafik dengan menggunakan
skala tertentu.

2. Metode Interseksi
- Tentukan titik konstan P dan Q di luar areal yang akan di petakan
- Hitung jarak antara titik Pdan Q
- Tentukan titik titik batas luar areal terutama pada belokan atau tikungan.
- Ukurlah jarak dan azimut dari titik P dan Q ke titik titik batas luar areal tersebut.
- Berdasarkan jarak dan azimut tersebut, buatlah peta pada kertas grafik dengan menggunakan
skala tertentu.

3. Metode Beranting
- Tentukan batas pinggir area yang akan dipetakan.
- Lakukan pengukuran jarak dan azimut dari satu titik luar ketitik luar lainnya secara berurutan
sampai kembali pada titik awal (mengelilingi area yang akan dipetakan).
- Berdasarkan jarak dan azimut tersebut, buatlah peta pada kertas grafik dengan menggunakan
skala tertentu.

4. Metode Meloncat
Metode Meloncat merupakan metode penyederhanaan dari metode beranting. Prosedur kerja
metode meloncat sama dengan metode beranting, namun pada metode meloncat ada beberapa
titik batas luar lokasi pemetaan yang diabaikan atau diloncati.

PRAKTIKUM II
KAJIAN EKOSISTEM DAN JARING-JARING MAKANAN

Tujuan

o Mahasiswa dapat mengetahui kondisi faktor lingkungan suatu ekosistem


o Mahasiswa dapat mengetahui komponen penyusun suatu ekosistem
o Mahasiswa dapat menggambarkan jaring-jaring makanan secara detail
o Mahasiswa dapat mengetahui alasan hewan makan makanan tertentu
o Mahasiswa dapat mengetahui cara penggunaan alat-alat pengukur faktor lingkungan

Pengantar

2
Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Seorang ahli ekologi Inggris Sir Arthur Tansley menyatakan bahwa suatu
organisme tidak mungkin hidup terlepas dari lingkungan fisik mereka baik faktor biotic dan
faktor abiotiknya. Oleh karena itu dalam kajian ekologi hewan penting untuk mengetahui
faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan hewan tersebut. Menurut Seotjipto(1993)
dalam Sukarsono (2009) faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan
hewan adalah suhu, air dan kelembaban, interaksi suhu dan kelembaban, Cahaya matahari,
gas-gas atmosfer, arus dan tekanan, garam-garam mineral, dan zat zat pencemar.

Ekosistem memfokuskan kajian pada daur (pergerakan) dari meteri dan energy
melalui web (jaring-jaring) makanan (Sukarsono, 2009). Secara umum rantai makanan
merupakan peristiwa peralihan energy. Pada setiap tahap perpindahan energy, 80%-90%
energy potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah langkah dalam rantai makanan
terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin
besar pula energy yang tersedia. Ada dua tipe dasar rantai makanan yaitu rantai makanan
rerumputan (grazing food chain) misalnya: tumbuhan-herbivora-karnivora dan rantai
makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme
pemakan sisa) predator (Anonim 2012). Kumpulan rantai makanan akan membentuk jaring-
jaring makanan.

Alat dan Bahan

o Alat tulis
o Termometer
o Hygrometer
o Luxmeter
o Anemometer
o Soil Tester
o Buku pengenal tumbuhan

Prosedur Kerja 1

1. Pilih salah satu ekosistem alami yang akan dikaji


2. Catat beberapa jenis tumbuhan yang mendominasi ekosistem tersebut

3
3. Ukur suhu dan kelembaban udara pada ekosistem yang dikaji dengan menggunakan
hygrometer putar
- Basahi salah satu ujung termometer dengan air.
- Putar hygrometer puter sebanyak 50 kali atau 2 menit
- Catat temperatur pada kedua termometer.
- Ulangi sebanyak tiga kali pengulangan.
4. Ukur kadar keasaman (pH) dan kelembaban tanah pada ekosistem yang dikaji
- Pilih lokasi dengan kondisi tanah yang sedikit lembab. Bila kering dapat diberi air
terlebih dahulu lalu diamkan selama 20-30 menit.
- Tancapkan soil tester yang sudah dibersihkan hingga bagian logam tertutupi tanah.
- Diamkan selama 1 menit lalu catat pH tanahnya
- Tekan tombol dipinggir untuk mengetahui kelembaban tanah catat kelembaban
tanahnya
5. Ukur kecepatan angin pada ekosistem yang dikaji dengan menggunakan Anemometer
- Tekan tombol ON/OFF atau 0/1.
- Akan tampil angka pengukuran pada layar
- Biarkan baling baling tertiup angin sampai stabil
- Catat hasil pengukuran

6. Ukur intensitas cahaya pada ekosistem yang dikaji dengan menggunakan lux meter
- Tekan tombol ON/OFF
- Pilih kisaran range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux, atau 50.000 lux)
- Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada daerah yang akan diukur
kuat penerangannya
- Lihat hasil pengukuran pada layar panel.
7. Catat komponen biotik yang menyusun ekosistem tersebut
8. Tentukan peran masing-masing komponen biotic pada rantai makanan
9. Buat rantai makanan dan jarring-jaring makanan pada ekosistem yang dikaji

Prosedur Kerja 2
1. Pilih salah satu hewan untuk diamati (herbivore/karnivora/omnivore)
2. Amati aktivitas makan, jenis makanan dan morfologi hewan tersebut
3. Buatlah rantai dan jaring makanan dari hasil pengamatan jenis hewan tersebut.

4
PRAKTIKUM III

AKTIVITAS HARIAN DAN DAERAH JELAJAH

Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui aktivitas harian yang dilakukan suatu jenis hewan
Mahasiswa dapat mengetahui proporsi aktivitas suatu jenis hewan
Mahasiswa dapat mengetahui daerah jelajah suatu jenis hewan
Mahasiswa dapat memahami metode-metode pengamatan aktivitas hewan

Pengantar

Aktivitas harian adalah kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang setiap harinya sehingga
membentuk suatu pola tertentu. Setiap satwa memiliki pola aktivitas harian yang berbeda-beda. Aktivitas
harian mereka lakukan sebagai salah satu strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapat bertahan
hidup di alam. Untuk mempertahankan kehidupannya mereka melakukan aktivitas makan, melakukan
persaingan, mencari perlindungan, dan aktivitas reproduksi. Dalam menjalani aktivitas hariannya satwa
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, secara sepintas terdapat kesan mereka bergerak tanpa aturan,
tetapi jika diperhatikan mereka melakukan pergerakan secara teratur. Mereka akan melakukan aktivitas
hariannya pada lokasi-lokasi yang menyediakan kebutuhan meraka.

Wilayah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat menyuplai makanan, minum, serta
mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung/bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin, disebut
dengan wilayah/ daerah jelajah (home range) (Boughey, 1973;Pyke, 1983; Van Noordwijk, 1985 dalam
Alikodra, 1990). Didalam daerah jelajah terdapat daerah yang dipertahankan dengan aktif dari individu
lain, daerah tersebut disebut dengan teritori. Batas batas teritori ini biasanya ditandai dengan urine, feces,
atau tanda cakaran pada pohon (Alikodra, 1990). Sedangkan di dalam teritori terdapat tempat yang sangat
dipertahankan yaitu core area atau area inti, biasanya berupa sarang dan pohon tidur.

Terdapat beberapa metode pengamatan aktivitas harian untuk satwa antara lain adalah:

5
1. Scan Sampling (Altmann, 1974)
Scan sampling adalah bentuk sederhana dari metode Instaneous sampling. Pencatatan data
aktivitas dengan metode scan sampling dilakukan pada titik waktu yang telah ditentukan
sebelumnya. Metode ini cocok untuk mendapatkan data mengenai persentase aktivitas harian
yang dilakukan oleh satwa (Lehner, 1979).
2. Ad libitum (Altmann, 1974)
Ad libitum merupakan metode pengamatan yang paling sering digunakan dalam pengamatan
aktivitas dan perilaku harian satwa (Altman 1974 dalam Lehner, 1979). Data yang dicatat adalah
semua aktivitas yang dilakukan oleh satwa tersebut selama pengamatan.
3. Focal Animal Sampling (Altmann, 1974)
Metode ini merupakan metode pengamatan aktivitas dan perilaku yang difokuskan pada satu
individu selama pengamatan berlangsung.

Alat dan Bahan

1. Teropong binokuler
2. Kompas bidik
3. Meteran
4. Kertas grafik
5. Busur derajat
6. Tally Sheet
7. Alat tulis

Prosedur Kerja Aktivitas Harian

1. Pilih salah satu jenis binatang yang dapat dengan mudah diamati.
2. Untuk memudahkan pencatatan, aktivitas binatang yang diamati dikelompokan menjadi 4
aktivitas utama yaitu: bergerak, makan, istirahat, dan lain - lain
3. Amati aktivitas harian binatang tersebut selama 6 jam. Dengan metode Ad-libitum dan Scan
sampling
4. Hitung proporsi aktivitas binatang tersebut selama 6 jam, dengan rumus:

jumlah scan aktivitas i


Pi= 100
total scan seluruh aktivitas

Prosedur kerja Daerah Jelajah

1. Pilih salah satu jenis binatang yang dapat dengan mudah diamati
2. Ikuti pergerakan binatang tersebut selama 6 jam
3. Catat titik titik koordinat lokasi lokasi yang disinggahi oleh binatang tersebut.
4. Petakan dalam millimeter blok daerah jelajah binatang tersebut dengan cara menarik garis terluar
titik-titik koordinat yang didapatkan.

6
PRAKTIKUM IV

RESPON MENGHINDAR PADA BURUNG GEREJA (Passer montanus) TERHADAP


PREDATOR

Tujuan

Mahasiswa mengetahui hubungan antara besarnya kelompok burung terhadap reaksinya untuk
terbang menghindari predator
Mahasiswa mengetahui perilaku makan burung gereja

Pengantar

Tanda adanya bahaya diterima berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Pada jenis
burung gelatik mempunyai naluri takut terhadap burung hantu tetapi tdak takut terhadap ular, tetapi pada
spesies burung lain sejak lahir takut terhadap ular, tetapi tidak takut terhadap predator lain. Respon
terhadap predator juga bervariasi, meskipun predatornya sama akan memberikan tanda yang berbeda pada
waktu yang tidak sama. misalnya antelop tidak akan melarikan diri bila melihat singa yang berjalan
kearahnya, tetapi antelop akan bereaksi jika singa mengendap-endap pada semak-semak. Ada beberapa
cara hewan dalam menanggai predator yaitu : altuistik, kamuflase, dan mimikri (Sudaryanto, 2011).

Alat dan Bahan

1. Termometer
2. Lux meter
3. Hygrometer
4. Meteran
5. Tally counter
6. Tally sheet
7. Tali raffia
8. Patok kayu

Prosedur kerja

1. Pengamatan dilakukan di kawasan kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
2. Tentukan lokasi pengamatan dimana banyak terdapat burung gereja (Passer montanus)
3. Hitung jumlah burung pada kelompok burung yang akan diamati
4. Salah seorang memegang dua buah patok , lalu berjalan mendekati burung dengan memusatkan
pandangan terhadap salah satu individu burung yang menjadi pusat kelompok burung. (jika
berkelompok) yaitu burung yang terdekat dengan pengamat.
5. Menancapkan salah satu patok ketika burung yang menjadi pusat perhatian terbang untuk
menghindari pengamat.

7
6. Menancapkan patok kedua ketika burung yang lain terbang menghindari pengamat
7. Mengukur jarak antara patok pertama dan kedua. Catat hasilnya
8. Mengukur faktor lingkungan pada setiap jam pengamatan
9. Mengamati dan mencatat perilaku makan burung gereja
10. Mengamati dan mencatat jenis makanan yang dimakan selama pengamatan

Bahan Laporan

1. Bandingkan perilaku anti predator burung gereja pada kelompok dengan jumlah individu yang
banyak, sedikit, dan burung gereja soliter berdasarkan jarak antara burung dengan predator.
2. Bandingkan perilaku anti predator pada kelompok burung di lokasi pengamatan yang berbeda
3. Deskripsikan perilaku makan pada burung gereja
4. Jenis makanan apa yang dikonsumsi oleh burung gereja, jenis makanan apa yang memiliki
frekuensi paling besar.

PRAKTIKUM V

PENGAMATAN AKTIVITAS ELANG

Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui aktivitas harian yang dilakukan oleh elang
Mahasiswa dapat mengetahui proporsi aktivitas harian elang

Pengantar

Diseluruh dunia diperkirakan ada sekitar 285 310 jenis raptor (Amadon and Bull, 1988,
Kerlinger, 1989, Sibley and Monroe, 1990 and del Hoyo et al., 1994). Asia menempati jumlah tertinggi
dengan 90 jenis raptor dan sekitar 71 spesies raptor diurnal ini bisa ditemukan di Indonesia (Sukmantoro

8
dkk. 2007) Sekitar 10 spesies merupakan spesies yang endemik di Indonesia bahkan di antaranya sebagai
spesies endemik pulau, seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus)
dan beberapa spesies lainnya. Semua spesies raptor diurnal dilindungi peraturan negara yaitu melalui
undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, serta PP 7 dan
8 (Raptor Indonesia, 2010).

Setiap jenis hewan melakukan aktivitas hariannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, begitu
juga dengan Elang, misalnya pada Elang Jawa menurut S zer et al, 1999 aktivitas dan perilaku pada
Elang Jawa antara lain adalah :

1. Perilaku istirahat (resting) adalah jika elang tidak aktif, diam di tempat atau tidur
2. Perilaku bergerak adalah berpindah tempat dengan atau tanpa menggunakan sayap,
diantaranya: berjalan, meloncat, terbang meluncur, terbang melingkar-lingkar (soaring),
terbang mengepakan sayap, terbang mengamati, dan terbang menukik.
3. Perilaku makan adalah mencakup proses melindungi, memegang, mengoyak dan menelan
makanan.
4. Perilaku bersuara adalah mengeluarkan suara dari mulut dengan cara duduk (dalam masa
inkubasi), bertegger ataupun terbang.
5. Perilaku bertengger adalah mencakup aktivitas yang dilakukan saat bertengger di pohon.
Diantaranya adalah: mengawasi ke satu arah, mengawasi keberbagai arah, merentangkan
sayap, membersihkan badan, menggoyangkan badan, mengeluarkan feses, menggoyangkan
ekor dan membersihkan paruh.

Alat dan Bahan

- Teropong binokuler - Tally Sheet


- Jam tangan dan Stop watch - Alat tulis
- Kamera - Tape recorder
- Buku Panduan Lapangan Burung Indonesia

Prosedur Kerja
1. Menentukan titik lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan di lokasi yang relative lebih tinggi
dibandingkan tempat lainnya dan memiliki pandangan (view) bebas ke segala arah (tidak
terhalang apapun) (Morton&Ryder, 1975 dalam Mosher (1987).
2. Mengukur dan mencatat faktor lingkungan di tempat pengamatan meliputi (tipe habitat,
temperature udara, kelembaban udara, pH dan kelembaban tanah, Intensitas cahaya, kecepatan
angin, cuaca, dan ketinggian tempat.

9
3. Pengamatan aktivitas dilakukan dengan metode Ad libitum dan scan sampling. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan teropong binokuler maupun monokuler pada periode waktu
tertentu (08.00-17.00). data yang dicatat meliputi :
- Aktivitas dan perilaku
- Posisi terbang elang di atas tipe habitat
- Vegetasi yang digunakan elang untuk bertengger dan berburu.

Analisis Data

1. Persentasi frekuensi perjumpaan (frequency of occurance)


Fkni
Fki= 100
FKN
Keterangan :
Fki : Persentase frekuensi perjumpaan dengan jenis elang di suatu tipe habitat
Fkni : Frekuensi total perjumpaan dengan satu jenis elang di tipe habitat i
FKN : frekuensi total perjumpaan dengan satu jenis elang di seluruh tipe habitat
2. Lamanya waktu kehadiran elang
Wkni
Wki= 100
WKN
Keterangan : Wki : Persentase waktu kehadiran satu jenis elang di suatu jenis habitat
Wkni : waktu total kehadiran satu jenis elang di tipe habitat i
WKN : waktu total kehadiran satu jenis elang di seluruh tipe habitat

PRAKTIKUM VI

IDENTIFIKASI SERANGGA TANAH (METODE PITFALL TRAP)

Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui kekayaan jenis serangga di suatu tempat


Mahasiswa dapat mengetahui kelimpahan jenis serangga di suatu tempat
Mahasiswa dapat mengetahui kemerataan jenis serangga di suatu tempat

Pengantar

Identifikasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui cirri khas satu kelompok
organisme, dalam hal ini serangga, menggunakan alat bantu yang tersedia. Identifikasi umumnya
dilakukan secara morfologis, meskipun pada perkembangannya, teknik sidik DNA dan enzim juga sudah
lazim digunakan. Hal yang penting pada identifikasi serangga secara morfologis adalah pemahaman
terhadap arti istilah-istilah morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi.

10
Identifikasi serangga secara morfologi dapat menggunakan bantuan buku kunci identifikasi,
mencocokan dengan specimen voucer, atau menanyakan kepada ahlinya. Pada perkembangannya, internet
juga menjadi wahana yang cukup baik dalam membantu upaya identifikasi, atau juga menggunakan
program computer, misalnya CABI Keys, BioLink, dan LUCID Key (Putra dkk, 2011).

Identifikasi merupakan data awal dalam penentuan ukuran populasi suatu jenis pada habitat tertentu

1. Metode Pitfall trap

Alat Bahan
Gelas jus lengkap dengan tutupnya Detergen
Tusuk sate Gula
Soil tester Air
Lux meter Formalin 4 %
Hygrometer putar
Global Positioning System (GPS)
Buku Identifikasi Serangga

Prosedur Kerja

Tentukan sebuah lokasi (masing-masing kelompok berbeda)


Ukur faktor lingkungan di lokasi pengamatan
Buatlah peta sederhana lokasi pengamatan
Buatlah larutan air gula dan detergen
Buatlah lubang pada tanah sebesar gelas jus
Masukan larutan gula dan detergen kedalam gelas jus kira-kira bagian
Masukan gelas jus kedalam lubang yang telah disiapkan
Pasang tutupnya dengan cara disangga oleh tusuk sate
Biarkan selama satu hari
Identifikasi serangga yang terperangkap dalam gelas jus tersebut

Tutup Gelas

Tusuk sate

Permukaan tanah

Analisis data Gelas berisi larutan gula +detergen

1. Frekuensi

11
total plot ditemukan jenis i
Frekuensi Mutlak=
Jumlah seluruh plit pengamatan
Frekuensi mutlak dari suatu jenis
Frekuensi Relatif = 100
Frekuensi mutlak dari seluruh spesies

2. Menghitung Kekayaan Jenis (species richness)


Kekayaan jenis ditentukan dengan menggunakan indeks Margalef (Magurran, 2004) :
S 1
Dmg
LnN

Keterangan: Dmg = Indeks Margalef

S = jumlah jenis yang teramati

N = jumlah total individu yang teramati

3. Menghitung Kelimpahan Jenis (Species abundance)


Kelimpahan jenis ditentukan dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (Magurran, 2004):

'
H = ( pi ) ( ln pi )

pi=
Keterangan: N

H = Indeks Shannon-Wiener

Pi = Proporsi jenis i

ni = jumlah individu jenis i

N = jumlah individu seluruh jenis

Indeks shannon Wiener memiliki indikator sebagai berikut (Santosa, 2008):

H<1,5 = tingkat keanekaragaman rendah

1,5 H 3,5 = tingkat keanekaragaman sedang

H>3,5 = tingkat keanekaragaman tinggi

12
4. Indeks Kemerataan (E)
H'
E=
ln S

Keterangan : E : indeks kemerataan (nilai antara 0-1)

H : Keanekaragaman jenis

ln : logaritma natural

S : Jumlah Jenis

Jika nilai kemerataan pada suatu lokasi bernilai 1 maka pada habitat tersebut tidak ada jenis yang
mendominansi.

PRAKTIKUM VII

IDENTIFIKASI COLEOPTERA DENGAN METODE ARTHOCARPUS TRAP

Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui kekayaan jenis coleoptera di suatu tempat


Mahasiswa dapat mengetahui kelimpahan jenis coleoptera di suatu tempat
Mahasiswa dapat mengetahui kemerataan jenis coleoptera di suatu tempat

Pengantar

Identifikasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui cirri khas satu kelompok
organisme, dalam hal ini serangga, menggunakan alat bantu yang tersedia. Identifikasi umumnya
dilakukan secara morfologis, meskipun pada perkembangannya, teknik sidik DNA dan enzim juga sudah
lazim digunakan. Hal yang penting pada identifikasi serangga secara morfologis adalah pemahaman
terhadap arti istilah-istilah morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi.

Identifikasi serangga secara morfologi dapat menggunakan bantuan buku kunci identifikasi,
mencocokan dengan specimen voucer, atau menanyakan kepada ahlinya. Pada perkembangannya, internet
juga menjadi wahana yang cukup baik dalam membantu upaya identifikasi, atau juga menggunakan
program computer, misalnya CABI Keys, BioLink, dan LUCID Key (Putra dkk, 2011).

Identifikasi merupakan data awal dalam penentuan ukuran populasi suatu jenis pada habitat tertentu.

13
Alat Bahan
Soil tester Ranting pohon nangka yang masih berdaun
Lux meter Formalin 4 %
Hygrometer putar
Global Positioning System (GPS)
Buku Identifikasi Serangga
Tali raffia
Kain/ jaring

Prosedur Kerja

Sepuluh ranting diikat pada pohon dengan ketinggian 1-3 meter diatas permukaan tanah
Biarkan selama 5-6 hari
Kumpulkan serangga yang tedapat pada ranting nangka dengan cara memukul-mukulkan ikatan
ranting tersebut pada kain atau jaring.
Lakukan pengidentifikasian serangga dengan menggunakan buku identifikasi serangga

Analisis data

5. Frekuensi
total plot ditemukan jenis i
Frekuensi Mutlak=
Jumlah seluruh plit pengamatan
Frekuensi mutlak dari suatu jenis
Frekuensi Relatif = 100
Frekuensi mutlak dari seluruh spesies

6. Menghitung Kekayaan Jenis (species richness)


Kekayaan jenis ditentukan dengan menggunakan indeks Margalef (Magurran, 2004) :
S 1
Dmg
LnN

Keterangan: Dmg = Indeks Margalef

S = jumlah jenis yang teramati

N = jumlah total individu yang teramati

7. Menghitung Kelimpahan Jenis (Species abundance)

14
Kelimpahan jenis ditentukan dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (Magurran, 2004):

'
H = ( pi ) ( ln pi )

pi=
Keterangan: N

H = Indeks Shannon-Wiener

Pi = Proporsi jenis i

ni = jumlah individu jenis i

N = jumlah individu seluruh jenis

Indeks shannon Wiener memiliki indikator sebagai berikut (Santosa, 2008):

H<1,5 = tingkat keanekaragaman rendah

1,5 H 3,5 = tingkat keanekaragaman sedang

H>3,5 = tingkat keanekaragaman tinggi

8. Indeks Kemerataan (E)


H'
E=
ln S

Keterangan : E : indeks kemerataan (nilai antara 0-1)

H : Keanekaragaman jenis

ln : logaritma natural

S : Jumlah Jenis

Jika nilai kemerataan pada suatu lokasi bernilai 1 maka pada habitat tersebut tidak ada jenis yang
mendominansi.

15
PRAKTIKUM VIII

INVENTARISASI BURUNG DENGAN METODE TRANSEK

Tujuan

o Mahasiswa dapat mengetahui jenis jenis burung yang ada di suatu lokasi
o Mahasiswa mengetahui kepadatan dan populasi jenis burung di lokasi tersebut
o Mahasiswa mengetahui kelimpahan jenis burung di lokasi tersebut

Alat dan Bahan

o Teropong binokuler
o Jam tangan
o Meteran
o Tape rekorder
o Kompas atau GPS
o Buku panduan lapangan burung
o Kamera
o Lembar pengamatan dan alat tulis

Metode Pengamatan

1. Tentukan ekosistem yang akan dicuplik


2. Tentukan jumlah transek yang akan dibuat pada daerah ekosistem yang akan dicuplik
3. Tentukan lebar garis transek (lebar kiri dan kanan masing-masing max 100 meter)
4. Tentukan titik awal dari transek, kemudian berjalan dengan kecepatan 1 km/jam dari mulai titik
awal sampai ke ujung transek.
5. Catatlah spesies burung, jumlah individu dan posisi jarak burung terhadap garis pusat transek
yang ditemukan selama pengamatan.
6. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali pada setiap transek yaitu pada pagi hari pukul 05.30-
08.30 dan pada periode sore hari pukul 15.30 18.00.
7. Lakukan pengulangan sebanyak 2x

16
PRAKTIKUM IX

PENGAMATAN FOOT PRINT, FECES DAN PELET HEWAN

Tujuan

o Mengetahui daerah lintasan atau wilayah yang dilalui hewan dalam melakukan aktivitas
hariannya.
o Mengidentifikasi makanan yang dikonsumsi oleh hewan pemangsa dan yang dimangsa
o Mengetahui populasi hewan bedasarkan jejak, feces, dan pellet.

Pengantar

Pengamatan jejak, feces dan pellet suatu satwa merupakan metode inventarisasi satwa
secara tidak langsung. Pengamatan ini biasa dilakukan pada mamalia besar. Pengamatan jejak
atau foot print mudah untuk dilakukan namun hanya jejak pada keadaan dan ukuran yang normal
yang dapat digunakan dalam inventarisasi (Alikodra, 1990). Pengamatan jejak dapat digunakan
dalam penentuan daerah lintasan atau daerah jelajah suatu satwa dan juga dapat digunakan
sebagai data pendugaan populasi satwa terutama satwa yang hidup soliter. Pengamatan feces dan
pellet pada satwa pemangsa dapat dilakukan untuk mengidentifikasi pakan atau mangsa yang
dikonsumsi oleh satwa tersebut. Pengamatan feces juga dapat digunakan dalam pendugaan
populasi suatu jenis satwa.

Alat dan Bahan

Alat tulis
Lembar pengamatan
Kamera
Penggaris

Metode Pengamatan

1. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti jalur / jalan yang biasa digunakan oleh satwa
untuk melihat tanda-tanda jejak ataupun feces dan pelet
2. Identifikasi jejak dengan cara memperkirakan spesies dari bentuknya (satwa bercakar
atau ungulata)

17
3. Jejak yang ditinggalkan diukur panjang dan lebarnya, diambil gambarnya, juga
diperkirakan umur jejaknya.
4. Identifikasi terhadap feces dan pelet dilakukan dengan mengamati, mengambil
gambarnya dan mengidentifikasi jenis pakan atau mangsa yang dikonsumsi. (dapat dilihat
dari sisa makanan dalam feces atau pellet)

Kelompok :
Lokasi :
Waktu pengamatan :

N Jenis Satwa Panjang Leba Jumlah jejak Jarak antar jejak waktu Lokasi
o r

N Jenis Satwa Jenis Pakan


Berdasarkan feces Berdasarkan pelet
o

PRAKTIKUM X

IDENTIFIKASI ZOOPLANKTON

18
Tujuan

Mahasiswa mengetahui jenis-jenis zooplankton di suatu prairan


Mahasiswa mengetahui pengaruh lingkungan terhadap kelimpahan zooplankton

Pengantar

Mempelajari suatu sistem perairan, perlu diawali dengan mengidentifikasi komponen-komponen


penyusun perairan tersebut dan hubungan ekologis antara komponen penyusunnya. Plankton merupakan
salah satu komponen perairan yang hamper selalu hadir di setiap badan air. Kelompok ini biasa dibedakan
dalam fitoplakton dan zooplankton. Zooplankton berperan penting dalam memindahkan energy dari
produsen primer yaitu fitoplankton (algae), ke tingkat konsumen yang lebih tinggi seperti serangga
aquatic, larva ikan, dan ikan ikan kecil (Susilowati dkk, 2001)

Alat dan bahan

Global positioning system (GPS)


pH meter / pH indicator
lux meter
termometer air
pengukur kedalaman air
ember kecil
botol air mineral 2/ kelompok
botol film
planktonet
sprayer air
formalin 5%
Label

prosedur kerja

pengambilan sample

menentukan tempat sampling yang representative


setiap kelompok mengambil sample pada tempat yang berbeda

19
ukur semua parameter lingkungan pada lokasi pengambilan sample (pH air, intensitas cahaya,
suhu air, kedalaman pengambilan sample, dan letak geografisnya)
sample plankton diperoleh dengan menyaring air laut menggunakan plankton net
setelah proses penyaringan selesai, bagian luar plankton net disemprot menggunakan sprayer
dengan air yang diambil dari lokasi sampling. Perlakuan ini bertujuan agar sample plankton yang
melekat pada dinding net dapat terkumpul semua kedalam botol penampung.
Sample diawetkan kedalam buffered formalin 5%. Lalu diberi label penanda pada botol sample
Sebagai cadangan tiap kelompok membawa air laut/ sungai dari lokasi pengambilan sample
minimal 2 botol air mineral.

Analisis Zooplankton

Analisis dilakukan dengan menuangkan semua sample zooplankton dalam botol sample ke dalam
petri dish ( sebelumnya botol di bolak balik agar tercampur rata).
Sample diamati dengan bantuan mikroskop stereo. Apabila diperlukan gunakan pinset atau jarum
ose untuk membantu pengamatan.
Semua jenis zooplankton yang teramati digambar dan diidentifikasi, minimum hingga taksa ordo
atau kelas
Individu untuk masing-masing taksa yang ditemukan dihitung

20

Anda mungkin juga menyukai