PENCERNAAN
Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah praktikum fisiologi hewan
Disusun oleh :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016 M / 1437 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
- Pengamatan saliva dan kerja enzim pada proses pencernaan didalam mulut.
- Pengamatan kerja enzim amilase dalam beberapa lingkungan suhu yang berbeda
BAB II
METODE
2.1. Alat dan Bahan
No Alat Jumlah Bahan Jumlah
9 Thermometer 1 buah
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kerja enzim amilase pada proses pencernaan di dalam mulut
a. ditumbuk
1 30 detik Kuning +
4 3 menit Kuning +
6 5 menit Kuning +
8 7 menit Kuning +
11 10 menit Kuning +
b. dikunyah
3 Coklat + Biru ++
4 Coklat tua ++ Biru ++
Biru
12 +++++ Biru ++
kehitaman
Biru
14 +++++ Biru ++
kehitaman
Biru
16 +++++ Biru ++
kehitaman
Biru
18 +++++ Biru ++
kehitaman
++++++
20 Hitam Biru ++
+
++++++
22 Hitam Biru ++
+
++++++
24 Hitam Biru ++
+
++++++
26 Hitam Biru ++
+
++++++
28 Hitam Biru ++
+
++++++
30 Hitam Biru ++
+
3 Orange + Biru ++
4 Orange ++ Biru ++
6 Orange ++ Biru ++
Merah
20 +++++ Biru ++
hitam
Merah
22 ++++++ Biru ++
hitam
Merah
24 ++++++++ Biru ++
hitam
Merah
26 ++++++++ Biru ++
hitam
++++++++
30 Hitam Biru ++
+
Biru
Coklat
28 +++ kekuninga +++
kehitaman
n
Biru
Coklat
30 ++++ kekuninga ++++
kehitaman
n
3.3 Grafik
Grafik suhu 5C
8
7
6
5
Intensitas 4
3
2
1
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)
6
Intensitas
4
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)
Waktu (menit)
3
Intensitas
2
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)
Waktu
3
Intensitas
2
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)
Suhu (C)
Berdasarkan hasil pengamatan, enzim yang di simpan pada suhu yang berbeda
menunjukan perbedaan. Enzim tersebut diberi perlakuan yang berbeda, yaitu suhu 5, 15, 25,
35, 45 dan 550 C. Dari enzim yang disimpan pada keenam suhu berbeda tersebut menunjukan
titik akromatis yang berbeda. Titik akromatis adalah titik dimana sudah tidak terjadi
perubahan warna lagi. Titik akromatis bisa diartikan sebagai titik dimana terjadi perubahan
kimia dari polisakarida menjadi monosakarida. (Michael J. Pelczar.2006)
Dari hasil pengamatan, dilihat dari titik akromatisnya, suhu optimum untuk kerja
enzim adalah suhu 35-45 0 C, karena dilihat dari warna yang dihasilkan atau intensitas warna
yang dihasilkan setiap tetes iod dan benedict yang diberikan dalam interval waktu 2 menit
selama 15 kali tetesan. Pada suhu 35-45 0 C, titik akromatis terdapat pada interval waktu 18-
22 menit. Hal tersebut menunjukan bahwa kerja enzim optimum karena enzim amylase
selesai bekerja ketika tidak ada lagi karbohhidrat yang harus di ubah. Fungsi saliva terpusat
pada isinya, yaitu amylase saliva (ptyalin) suatu enzim untuk mengurai amilum pada tahap
awal. (Darmadi Gunarso.2005.2.27) rekasi dipercepat dengan naiknya suhu sampai batas
waktu tertentu dan akan bekerja maksimum pada suhu optimumnya. (Tim Pengajar.2013)
Setiap enzim memiliki suhu optimal dimana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini
memungkinkan terjadinya tubrukan molekuler paling banyak tanpa mendenaturasi enzim itu.
Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 350C sampai 400C (mendekati
tubuh manusia).
Berdasarkan hasil pengamatan titik akromatis paling tinggi terjadi pada suhu 55 0C,
semakin tinggi suhu maka enzim tidak akan bekerja secara optimal. Sampai pada suatu titik,
kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu. Sebagian
disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul
itu beregerak lebih cepat. Namun demikian diluar suhu itu, kecepatan rekasi enzimatik akan
menurun drastis, sehingga molekul protein itu akan mengalami denaturasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum mengenai pencernaan dapat disimpulkan bahwa hasil dari
pengunyahan craker dengan interval waktu tertentu menghasilkan keragaman warna.
Dikarenakan enzim amylase bekerja di mulut maka terjadinya perubahan warna tiap waktu.
0
Suhu optimum untuk kerja enzim adalah suhu 35-45 C, karena dilihat dari warna yang
dihasilkan atau intensitas warna yang dihasilkan setiap tetes iod dan benedict yang diberikan
0
dalam interval waktu 2 menit selama 15 kali tetesan. Pada suhu 35-45 C, titik akromatis
terdapat pada interval waktu 18-22 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. Sunita 2003. Prinsip Dasar Ilmu Biji. Jakarta Gramedia. Pustaka Utara.
Budianysah. A, Resmi, et al. 2010. Isolasi Dan Karakter Enzim Karbohidrase Cairan Rumen
Sapi Asal Rumah Porong Hewan. Media Peternakan. Vol 33(1) : 36 43.
Cartono. 2004. Biologi Umum. Bandung. Prisma Press.
Indira, Fitriliyani. 2011. Aktifitas Enzim Saluran Pencernaan Ikan Nila (Oreochromis
Niloticus) Dengan Pakan mengandung Temung Daun lamtaro (Leucaena
Leucophala) Terhidrolisis Dan Tanpa Hidrolisis Dengan Ekstrak Enzim Cairan
Rumen Domba. Jurnal Bioscientiae. Vol 8(2) . 16-31.
Isnaeni. Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta. Kanisius
Maryati, Sri. 2003. Enzim. Jakarta Erlangga.
Natali, Miranda dan Orsi. 2003. Morphometry and Quantification Of The Myentheric
Meurons of The Duodenum Of Adult Rats Fed With Hypoproteic Chow. Int . J .
Morphology. Vol. 24(4) : 273-277.
Poedjiadi. Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. Universitas Indonesia.
Adi, S. 2000. Aktivitas enzim-enzim ekstra seluler pada sistem encernaan ikan gurame
(Osphronemus gouramy Lac). Bogor: IPB.
Aditya, D. 2009. Penelitian Deskriptif. Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta.
Aiyer, P.V. 2005. Amylases and Their Applications. African Journal of Biotechnology. Vol
4(1): 125135.
Fitriliyani dan Indira. 2011. Aktivitas enzim saluran pencernaan ikan nila (Oreobromis
niloticus) dengan pakan mengandung tepung daun lamtoro (Leucaena leucophala)
terhidrolisis dan tanpa hidrolisis dengan ekstrak enzim cairan rumen domba.
Biocientiae. Vol. 8 (2): 16-31.
Gunarso, Darmadi dan Suripto. 2013. Panduan praktikum fiologi hewan. Bandung: UIN
Bandung.
Kosim, M. 2010. Pengaruh suhu pada protease dari Baccillus subtillis. Surabaya: Fakultas
MIPA ITS.
Michael J. Pelczar dan E.C.S. Chan. Dasar-dasar Mikrobiologi. 2006. Jakarta. UI-Press.
Nangin, Debora dan Aji Sutrisno. 2015. Enzim amilase pemecah pati mentah dari mikroba.
Kajian pustaka. Jurnal pangan dan agroindusri. Vol. 3(3): 1032-1039.
Noviyanti, Tri, Puji Ardiningsih dan Winda Rahmalia. 2012. Pengaruh temperatur terhadap
aktivitas enzim protease dari daun sansakus (Pyckarrkena cauliflova Diels). Jkk.
Vol. 1(1): 31-34.
Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Satus Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Makassar : Universitas Hasanuddin.
Tobin, AJ. 2005. Asking About Life. USA Seeley: Mc Graw Hill Company, Inc.
Waryanti. 2004. Isolasi dan Penentuan Aktivasi Spesifik Enzim Bronulin dari Buah Nanas
(Ananas comosus L.) JSKIA. Vol. 7(3): 83-87.
Yazid, E. dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Andi.
Zambonino Infante, J.L., & Cahu, C. 2001. Ontogeny of the gastrointestinal tract in marine
fish larvae. Comp Biochem Physiol. Vol. 130C:477487.
Zulfa, Yandes, Ridwan, Affandi dan Ing. Mokoginta. 2003. Pengaruh pemberian selulosa
dalam pakan terhadap kondisi biologis benih ikan gurame (Osphronemis gouramy).
Jurnal Ikhtiologi Indonesia. Vol. 3(1): 1-4.