Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at / 7 Desember 2018

Enzimologi Waktu : 08.00 - 11.00 WIB


PJP : Ukhradiya M. Safira Purwanto, MSi
Asisten : M Maftuchin Sholeh
Azka Ardhiya Rizqa EP
Silvi Octavia K
Rizky Ardhia P

ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN ANALISIS AKTIVITAS


KERJA ENZIM α-AMILASE

Kelompok 9
Nur Hasanah G84160021
Amrista Fanzani K G84160037
Desi Fajarwati G84160077

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Sekelompok protein yang mengatur dan menjalankan perubahan-perubahan


kimia dalam sistem biologi disebut sebagai enzim. Enzim dihasilkan oleh organ-
organ pada hewan dan tanaman yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi,
seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer radikal, dan
pemutusan rantai karbon (Sumardjo 2009). Enzim berfungsi sebagai katalisator,
yaitu senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Secara umum, enzim
menghasilkan kecepatan, spesifikasi, dan kendali pengaturan terhadap reaksi
dalam tubuh (Marks et al 2000).
Menurut IUBMB (International Union of Biochemistry and Molecular
Biology), enzim-enzim dikelompokkan menjadi 6 golongan atau kelas, antara lain
oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Masing-
masing kelas ini dikelompokkan lagi menjadi beberapa subkelas. Misalnya, enzim
kelas (1) yaitu kelas Oksidoreduktase, dibagi menjadi beberapa subkelas (1) yaitu
enzim oksidoreduktase yang bekerja pada gugus CH-OH donor dan subkelas (2)
yaitu enzim yang bekerja pada gugus aldehida atau gugus okso senyawa donor,
dan lain-lain. Demikian pula enzim kelas (2), (3), (4) dan selanjutnya, masing-
masing juga dibagi lagi menjadi beberapa subkelas. Kemudian, masing-masing
subkelas juga masih dibagi lagi menjadi beberapa sub-subkelas. Misal, enzim
subkelas (1) dari kelas (1) yaitu enzim oksidoreduktase yang bekerja pada gugus
CH-OH donor, dibagi lagi menjadi beberapa sub-subkelas, antara lain sub-
subkelas (1) yaitu yang bekerja dengan NAD atau NADP sebagai akseptor dan
sub-subkelas (2) yaitu yang bekerja dengan sitokrom sebagai akseptor (Sinaga
2012).
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai dengan 1011 kali lebih
cepat dibandingkan ketika reaksi tersebut tidak menggunakan katalis. Seperti
katalis lainnya, enzim menurunkan atau memperkecil energi aktivasi suatu reaksi
kimia. Reaksi enzim tersebut dapat mengubah senyawa yang selanjutnya disebut
substrat menjadi suatu senyawa yang baru (produk), namun enzim tidak ikut
berubah dalam reaksi tersebut (Poedjiadi dan Supriyanti 2009). Setiap enzim
mempunyai suatu aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan
semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu mencapai optimum.
Kenaikan suhu lebih lanjut dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun
(Megiandari 2009). Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya setiap enzim
umumnya bekerja mengkatalisis suatu reaksi tertentu saja untuk suatu substrat (zat
yang direaksikan) yang tertentu pula (Sinaga 2012). Faktor-faktor utama yang
memengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, senyawa
inhibitor dan aktivator, pH serta temperatur lingkungan (Noviyanti et al 2012).
Enzim amilase diperoleh dari berbagai sumber mikroorganisme, tanaman,
dan hewan (Aiyer 2005). Molekul amilum dapat dipecah oleh amilase pada ikatan
α-1,4-glikosida dan α-1,6-glikosida (Richana 2000). Tipe pemotongan amilase
dibedakan menjadi endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase dikenal sebagai α-
amilase dan eksoamilase dikenal sebagai β-amilase (Sumardjo 2009).
Endoamilase dapat mengkatalisis hidrolisis dari bagian dalam unit polimer
molekul pati dan oligosakarida dengan berbagai panjang rantai. Eksoamilase
dapat mengkatalisis hidrolisis hanya dari non pereduksi ujung rantai polisakarida
luar. Enzim α-amilase mempunyai gugus karboksil dan nitrogen pada sisi aktif.
Enzim α-amilase mampu menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik, secara acak
menghasilkan dekstrin, oligosakarida, dan monosakarida. Enzim α-amilase
banyak ditemukan pada air saliva dan organ pencernaan manusia. Enzim α-
amilase umumnya aktif bekerja pada rentang suhu 25-950C, adanya penambahan
ion kalsium dan klorida mampu meningkatkan aktivitas kerja dan menjaga
kestabilan enzim (Ariandi 2016).
Enzim amilase dapat diproduksi oleh Saccharomyces cerevisiae, selain itu
juga Bacillus sp. dapat memproduksi enzim amilase dengan metode yang
digunakan, yaitu metode spektrofotometri. Produksi enzim amilase dapat
menggunakan tepung tapioka sebagai substrat. Penggunaan substrat bertujuan
untuk menginduksi bakteri untuk menghasilkan enzim amilase. Apabila substrat
dibutuhkan dalam proses produksi enzim, maka enzim amilase yang diproduksi
oleh bakteri jenis Bacillus sp. dapat dinyatakan sebagai inducible enzyme (Marlida
et al 2000). Berdasarkan informasi yang telah disebutkan, praktikum ini bertujuan
memproduksi α-amilase dari mikroorganisme ragi, menentukan aktivitas dan
kuantitas protein α-amilase, menentukan nilai Km dan Vmaks dari α-amilase
melalui studi kinetika enzim, dan karakterisasi enzim α-amilase dengan parameter
pengaruh dan suhu, serta pendugaan bobot molekul.

METODE

Tempat dan Waktu

Praktikum uji aktivitas α-amilase Saccharomyces cerevisiae dilakukan pada


hari Jumat tanggal 7 September sampai 7 Desember 2018 pukul 08.00 – 11.00 di
Laboratorium Pendidikan Biokimia Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu ragi komersial, ekstrak
khamir, pepton, yeast, amilum, garam ammonium sulfat, es batu, buffer tris HCl
pH 6.8, membrane selofan, EDTA, rwagen Nelson, fosfomolibdat, Bovine Serum
Albumin (BSA),Buffer NaCl 0.9 %, reagen Bradford,buffer fosfat pH 6,7,8 buffer
fisfat sitrat 100 mM pH 4,5,6, dan akuades.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu alat-alat gelas, pipet Mohr,
pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, aluminium foil, plastik wrap, mortar,
sentrifugasi, penangas es,vortex dan spektrofotometer.

Prosedur Percobaan

Produksi Amilase dari Ragi S. cerevisiae


Ekstrak khamir ditimbang sebanyak 2 g, 4 g pepton dan 2 g pati, kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL (sebagai variasi perlakuan, media dapat
ditambahkan amilum). Sebanyak 200 mL aquades ditambahkan ke dalam
erlenmeyer. Selanjutnya diautoklaf selama 15 menit, suhu 1210C dan didapatkan
media cair steril. Sebanyak 1 g ragi S. cerevisiae diinokulasikan ke dalam media
cair steril, selanjutnya diinkubasi selama 72 jam pada suhu 300C di dalam
inkubator bergoyang. Setelah inkubasi, seluruh isi kultur dipindahkan ke dalam
tabung sentrifugasi 250 mL. Sentrifugasi selama 15 menit, 6000 rpm (Sorvall
refrigerated centrifuge, SS-34 rotor). Tahap selanjutnya dipisahkan bagian filtrat
dan pelet sel biomassa hasil sentrifugasi, hati-hati agar pellet tidak terambil ke
dalam filtrat. Filtrat hasil sentrifugasi merupakan ekstrak kasar enzim yang harus
diambil 5 mL untuk diukur aktivitas dan kadar proteinnya. Ekstrak kasar enzim
dengan volume yang lebih besar disimpan untuk pemurnian enzim dengan
fraksinasi ammonium sulfat.
Uji Kualitatif Aktivitas Amilase
Sebanyak 2 tabung reaksi disiapkan. Tabung 1 diisi dengan 2 mL ekstrak
kasar dan 2 mL pati matang 1%. Tabung 2 diisi dengan 2 mL akuades dan 2 mL
pati matang 1%. Kedua tabung tersebut dikocok hingga homogen. Kemudian
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 300C. Sebanyak 1 tetes campuran tersebut
dipipet pada menit ke-0 dan setelah inkubasi, kemudian diuji dengan uji iod.
Fraksinasi Ekstrak α-Amilase Ragi
Fraksinasi pengendapan dibuat dengan konsentrasi 60% menggunakan
garam amonium sulfat sebanyak 15 gram dan volume total sebanyak 125 mL.
Garam amonium sulfat ditambahkan secara perlahan sampai habis sambil diaduk,
tetapi jangan sampai berbusa dalam rentang waktu 1 jam. Campuran garam
disentrifugasi dalam kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Endapan dipisahkan
dari supernatan dan dilarutkan dengan buffer Tris-HCl pH 6.8 dengan total
volume 5 mL. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol kecil dan disimpan
untuk pemurnian enzim.
Dialisis α-Amilase Ragi
Membran selofan dididihkan terlebih dahulu selama 30 menit di dalam
larutan alkali-EDTA. Setelah dingin, membran direndam di dalam akuades dan
diikat salah satu ujungnya. Selanjutnya, fraksi amonium sulfat sebanyak 1 mL
dimasukkan ke dalam membran dan diikat ujung satunya. Membran yang sudah
diikat direndam di dalam larutan buffer Tris-HCl pH 6.8 dan selalu diaduk selama
2 jam. Larutan buffer tiap 2 jam sekali diganti dengan yang baru dan setiap
pergantian diambil 1 mL buffer lalu ditambahkan dengan HCl 10% dan larutan
BaCl2 masing-masing sebanyak 1 mL untuk uji adanya garam di dalam larutan
buffer tersebut. Setelah selesai, fraksi yang sudah murni yang di dalam membran
dipindahkan ke dalam tabung eppendorf dan disimpan untuk praktikum
selanjutnya.
Uji Aktivitas α-Amilase Ragi
Pembuatan Kurva Standar. Tabung reaksi sebanyak 8 buah disiapkan
untuk membuat kurva standar glukosa dengan konsentrasi masing-masing 0, 0.8,
0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, dan 1.2 µmol. Volume glukosa yang dimasukkan masing-
masing 0, 0.02, 0.05, 0.10, 0.15, 0.20, 0.25, dan 0.30 mL, sedangkan volume air
yang ditambahkan yaitu 1.0, 0.98, 0.95, 0.90, 0.85, 0.80, 0.75, dan 0.70 mL.
Reagen kurpritartrat ditambahkan sebanyak 1 mL dan dipanaskan selama 8 menit
dengan suhu 100ºC. Setelah itu, didinginkan dan ditambahkan akuades sebanyak
7 mL. Fosfomolibdat sebanyak 1 mL ditambahkan, lalu divortex hingga homogen.
Campuran tersebut lalu dispektrofotometri dengan panjang gelombang 660 nm.
Kadar Protein dengan Metode Bradford
Disiapkan 1 tabung untuk blanko, 2 tabung untuk fraksi I, 2 tabung untuk
fraksi II, dan 1 tabung untuk fraksi III. Blanko diisi dengan akuades sebanyak 0.5
mL. Dua tabung untuk fraksi I masing-masing diisi dengan 0.05 fraksi dengan
akuades 0.45 mL untuk tabung 1 dan 0.5 fraksi untuk tabung 2, begitu juga
dengan dua tabung untuk fraksi II yang diisi sama dengan volume tabung fraksi I.
Fraksi III terlebih dahulu diencerkan 100 kali dan diambil 0.05 mL lalu
ditambahkan akuades 0.45 mL. Setelah semua tabung terisi dengan volume yang
sudah ditentukan, ditambahkan masing-masing 5 mL reagen bradford dan
diinkubasi pada suhu ruang dengan interval waktu 5 sampai 60 menit. Absorbansi
sampel dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 595
nm.
Pengaruh pH terhadap Aktivitas α-Amilase
Disiapkan 0.3 mL buffer uji, 0.1 mL pati, dan 0.1 mL dalam tabung reaksi
kemudian dipanaskan dalam suhu 37 °C selama 30 menit. Ditambahkan
kupritatrat sebnayk 0.5 mL lalu dipanaskan selama 8 menit, didinginkan, lalu
ditambahkan akuades sebanyak 3.5 mL. Selanjutnya ditambahkan fosfomolibdat
dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm.
Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas α-Amilase
Disiapkan 0.1 mL pati dan 0.3 mL buffer optimum pada tabung reaksi lalu
dikocok. Campuran diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit kemudian diberi
kupritatray sebanyak 0.5 mL dan dipanaskan selama 8 menit. Larutan kemudian
didinginkan dan ditambahkan akuades sebanyak 3.5 mL dan fosfomiolibdat 0.5
mL. Larutan kemudia divortex dan diukur absorbansinya menggunakna
spektrofotometer pada Panjang gelombang 660 nm.
Kestabilan α-Amilase
Beberapa tabung disiapkan dan dimasukkan pati sebanyak 1 ml, buffer
optimum sebanyak 3 ml, dan enzim sebanyak 1 ml. kontrol dibuat dengan
menginaktivasi enzim. Campuran tersebut dikocok. Campuran tersebut diambil
sebanyak 0,5 ml, dididihkan selama 30 detik, dan diuji dengan uji Folin-Wu. Sisa
larutan diinkubasi pada suhu optimum hasil percobaan sebelumnya selama 60
menit. Setiap 10 menit larutan diambil dididihkan selama 30 detik, kupritartrat
ditambahkan sebanyak 0,5 ml dan dididihkan selama 8 menit tepat. Larutan
tersebut didinginkan dan ditambahkan akuades sebanyak 3,5 ml. Fosfomolibdat
ditambahkan sebanyak 0,5 ml ke dalam campuran tersebut. Larutan divortex
hingga homogen. Serapan larutan dibaca pada panjang gelombang 660 nm.
Studi Kinetika α-Amilase
Pengaruh Konsentrasi Substrat pada Aktivitas α-Amilase. Buffer optimum
dimasukkan ke dalam delapan tabung reaksi, masing-masing tabung sebanyak 0,2
ml. Selanjutnya, pati ditambahkan ke dalam tabung yang sudah ada buffer
optimum dengan tabung dua sebanyak 0,02 ml, tabung tiga 0,04 ml, tabung empat
0,06 ml, tabung lima 0,08 ml, tabung enam 0,10 ml, tabung tujuh sebanyak 0,20
ml, dan tabung delapan sebanyak 0,40 ml, kecuali tabung satu yang tanpa
ditambahkan pati. Selanjutnya, ke dalam masing-masing tabung ditambahkan H2O
sehingga volume akhirnya menjadi 0,9 ml. kemudian ditambahkan enzim
sebanyak 0,1 ml, sehingga campuran yang ada pada tabung menjadi 1 ml semua.
Kemudian campuran enzim diinkubasi selama 40 menit pada suhu ruang. Reagen
Folin Wu (Kupritartrat) ditambahkan ke dalam campuran enzim sebanyak 1 ml.
campuran enzim setelah ditambahkan reagen didihkan selama 8 menit. Setelah
dingin, pada masing-masing tabung ditambahkan 3,5 ml akuades dan 1 ml
fosfomolibdat. Setelah itu divortex dan diukur absorbansinya dengan
menggunakan bantuan alat spektrofotometer.
Studi Kinetika Inhibisi
Tabung reaksi disiapkan sebanyak delapan tabung. Masing-masing tabung
diisi dengan pati sebanyak 0,02 ml, 0,04 ml, 0,06 ml, 0,08 ml, 0,10 ml, 0,20 ml,
dan 0,40 ml. Kemudian ditambahkan buffer optimum ke dalam masing-masing
tabung sebanyak 0,2 ml. Selanjutnya, ditambahkan ligan pada masing-masing
tabung sebanyak 0,1 ml dan ditambahkan akuades sebanyak tepat 0,9 ml.
kemudian ditambahkan enzim sebanyak 0,1 ml. Larutan diuji dengan uji Follin
Wu.
Pembuatan gel SDS-PAGE
Running gel dibuat dengan dicampurkannya larutan monomer 4 mL, running
buffer 760 µL, SDS 200 µL, dH2O 5.2 mL. Setelah running gel dibuat, stacking
gel juga dibuat untuk meletakkan sampel. Stacking gel dibuat dengan
mencampurkan 1 mL larutan monomer, 2.6 mL running buffer, 120 µL SDS, 4.2
mL dH2O. Bahan-bahan yang terakhir ditambahkan setelah kedua gel dibuat yaitu
untuk running gel APS sebanyak 100 µL dan TEMED 15 µL, sedangkan untuk
stacking gel menambahkan APS sebanyak 100 µL dan TEMED 25 µL. Setelah
ditambahkan, dituangkan n-butanol untuk perendaman. Setelah gel beku di
cetakan, n-butanol dibuang.
Preparasi Sampel dan Pendugaan Bobot Molekul
Sampel enzim dipipet sebanyak 20 mL dan ditambahkan 10 mL treatment buffer.
Campuran tersebut dipanaskan selama 10 menit di dalam suhu 100ºC. Setelah
dipanaskan, campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur gel. Kemudian
sampel dimobilisasi menggunakan elektroforesis dengan menggunakan daya 100
V selama 2 jam. Setelah sampel bermigrasi hingga batas tertentu, dipindahkan ke
dalam wadah dan diberi pewarna Coomassie Blue dan dishaker selama 24 jam.
Pita yang dihasilkan dari elektroforesis dianalisis untuk menentukan bobot
molekul.

HASIL

Uji Aktivitas α-Amilase Ragi

Berdasarkan (gambar 1), aktivitas enzim α-amilase ragi pada perlakuan


terhadap ekstrak kasar I, ekstrak kasar II, fraksi-amonium sulfat I, dan fraksi-
amonium sulfat II masing-masing besar aktivitas yang diperoleh, yaitu 4,32 U/mL
; 0,96 U/mL ; 2,2 U/mL dan 0,26 U/mL. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa
aktivitas enzim α-amilase terhadap ekstrak kasar I dan II lebih besar daripada
aktivitas enzim α-amilase terhadap fraksi-amonium sulfat I dan II. Seharusnya
aktivitas enzim α-amilase pada fraksi-amonium sulfat I dan II lebih besar, karena
terjadi pengendapan protein sehingga aktivitas enzimnya lebih besar.

Kadar Protein dengan Metode Bradford

Berdasarkan (gambar 2), pada perlakuan terhadap ekstrak kasar diperoleh


kadar protein sebesar 0,04 mM dengan penambahan ekstrak kasar sebanyak 0,05
mL dan kadar protein sebesar 0,38 mM dengan penambahan ekstrak kasar
sebanyak 0,5 mL. Sementara pada perlakuan terhadap enzim-amonium sulfat
diperoleh kadar protein sebesar 0,49 mM dengan penambahan enzim sebesar 0,05
mL dan kadar protein sebesar 0,54 mM dengan penambahan enzim sebesar 0,5
mL. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa kadar protein yang diperoleh dari
enzim-amonium sulfat lebih besar daripada ekstrak kasar. Seharusnya kadar
protein pada enzim-amonium sulfat lebih sedikit daripada kadar protein pada
ekstrak kasar, karena dengan adanya fraksinasi maka ada pengendapan protein.

Gambar 1 Uji aktivitas α-amilase ragi

Gambar 2 Kadar protein dengan metode Bradford


Pengaruh pH Optimum terhadap Enzim α-Amilase

Berdasarkan (gambar 3), pengaruh pH terhadap aktivitas α-amilase pada


pH 4, 5, 6 (buffer fosfat sitrat) masing-masing diperoleh aktivitas enzim sebesar
0,97 U/mL ; 0,78 U/mL dan 0,85 U/mL. Pada pH 6,7,8 (buffer fosfat) masing-
masing diperoleh aktivitas enzim sebesar 1,07 U/mL ; 4,98 U/mL dan 1,25 U/mL.
Pada 9 dan 10 (buffer glisin NaOH) masing-masing diperoleh aktivitas enzim
sebesar 2,53 U/mL dan 2,71 U/mL. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa
terjadi penurunan dan kenaikan aktivitas enzim pada pH 4, 5, dan 6, dan kenaikan
aktivitas enzim yang sangat tinggi pada pH 6 ke 7, kemudian terjadi penurunan
aktivitas enzim pada pH 7 ke 8 dan terjadi kenaikan kembali aktivitas enzim pada
pH 8 ke 10, sehingga pH optimum yang diperoleh adalah 7.

Pengaruh Suhu Optimum terhadap Enzim α-Amilase

Berdasarkan (gambar 4), penentuan suhu optimum dilakukan dengan pengujian


aktivitas enzim yang diinkubasi pada bufer pH optimum pada suhu 10, 30, 40, dan
500C masing-masing aktivitas enzim α-amilase yang diperoleh, yaitu 0,07 U/mL ;
0,12 U/mL ; 0,02 U/mL dan 0,06 U/mL. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa
terjadi kenaikan aktivitas pada suhu 10 ke 300C dan penurunan aktivitas pada
suhu 30 ke 400C, kemudian terjadi kenaikan aktivitas kembali pada suhu 40 ke
500C. Suhu optimum yang diperoleh dari enzim α-amilase tersebut, yaitu pada
suhu 300C. Sehingga aktivitas enzim α-amilase tertinggi diperoleh pada suhu
optimumnya (300C).

Gambar 3 Pengaruh pH optimum terhadap enzim α-amilase

Gambar 4 Pengaruh suhu optimum terhadap enzim α-amilase


Kestabilan α-Amilase

Berdasarkan (gambar 5), uji kestabilan enzim dalam beberapa variasi


waktu inkubasi selama 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit masing-masing
diperoleh aktivitas enzim α-amilase sebesar 5,34 U/mL ; 0,61 U/mL ; 0,38 U/mL ;
0,24 U/mL ; 0,18 U/mL ; 0,14 U/mL dan 0,12 U/mL. Dari data tersebut,
menunjukkan bahwa terjadi kenaikan aktivitas enzim pada menit 0 ke 10,
kemudian terjadi penurunan aktivitas enzim pada menit 10 ke 60. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa waktu inkubasi pada menit ke-10 stabilitasnya tinggi.
Sementara stabilitas pada menit ke 0 sangat rendah. Hal ini dapat terjadi karena
pada menit ke 0, enzim yang digunakan masih inaktif.

Studi Kinetika Enzim

Berdasarkan (gambar 6), konsentrasi substrat yang digunakan antara lain 0


; 2,5 ; 5 ; 10 ; 12,5 ; 16.67 ; 25 dan 50 masing-masing dari konsentrasi subtrat
tersebut enzim memiliki kemampuan menghidrolisis substrat (pati) sebesar -
625,02 ; 9,83 ; 21,99 ; 34,65 ; 58,56 ; 72,83 ; 86,29 dan 123,35. Dari data tersebut,
menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi substrat yang dihidrolisis dan
semakin besar kecepatannya maka semakin tinggi pula aktivitas enzim yang
diperoleh. Nilai R2 dari kurva studi kinetika enzim mendekati nilai 1 sehingga
kurva kalibrasi dianggap layak dan mampu mewakili data dengan baik.

Gambar 5 Kestabilan α-amilase

Gambar 6 Studi kinetika enzim


Studi Inhibisi

Berdasarkan (tabel 1 dan gambar 7), senyawa FeCl, NaCl, CaCl, MgCl,
EDTA, dan ZnCl2 merupakan jenis inhibisi unkompetitif masing-masing senyawa
tersebut memiliki nilai KI -0,05029 ; -0,898 ; -1,2708 ; -1,8053 ; 0,441673 dan -
0,899. Dari data tersebut, nilai KI terbesar diperoleh dari senyawa inhibitor EDTA
dan nilai KI terendah diperoleh dari senyawa MgCl. Semakin tinggi nilai KI,
maka semakin mudah senyawa inhibitor tersebut dalam menghambat aktivitas
kerja enzim, sebaliknya semakin rendah nilai KI maka semakin sulit senyawa
inhibitor dalam menghambat aktivitas kerja enzim.

Tabel 1 Studi inhibisi


Inhibitor Jenis Inhibisi KI

FeCl Unkompetitif -0.05029

NaCl Unkompetitif -0.8980

CaCl Unkompetitif -1.2708

MgCl Unkompetitif -1.8053

EDTA Unkompetitif 0.441673

ZnCl2 Unkompetitif -0.899

Gambar 7 Studi inhibisi


Pendugaan Bobot Molekul Protein α-Amilase

Gambar 8 SDS PAGE

Berdasarkan (gambar 8), pada pemisahan SDS PAGE ini pemisahannya


tidak sempurna dikarenakan adanya kesalahan prosedur yang seharusnya
konsentrasi sampel dihitung terlebih dahulu sebagai acuan setelah itu dilakukan
prosedur elektroforesis SDS PAGE namun pada praktikum tidak dilakukan
demikian, kesalahan juga terjadi karena waktu pembuatan gel yang kurang lama
dari waktu yang seharusnya selama 60 menit namun yang dilakukan saat
praktikum hanya selama 30 menit, kemudian arus listrik yang tidak stabil juga
memengaruhi kesalahan dalam metode yang dilakukan.

PEMBAHASAN

Ekstrak Kasar

Ekstrak murni lebih tinggi komponen kimianya dibanding ekstrak kasar


sehingga penting untuk mendapatkan amilase murni hasil isolasi. Ekstrak kasar
merupakan ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari dengan
menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni merupakan ekstrak kasar
yang telah dimurnikan dari senyawa inert melalui proses penghilangan lemak,
penyaringan menggunakan resin atau absorben. Beberapa metode pemurnian
ekstrak kasar, diantaranya fraksinasi garam atau pelarut organik, sentrifugasi,
dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi (Mayasari 2016).

Fraksinasi dengan Amonium Sulfat

Ekstrak kasar yang dimurnikan dengan fraksinasi garam, garam organik


yang efektif untuk dipakai adalah garam amonium sulfat. Keuntungan
menggunakan fraksinasi amonium sulfat ialah kestabilan yang tinggi pada protein
yang diendapkan dan dapat menghambat aktivitas amilase. Kerugiannya ialah
konsentrasi garam yang tertinggal dalam produk tinggi dan kurang efisien dalam
menghilangkan pencemar. Pemurnian dapat meningkatkan aktivitas suatu enzim.
Menurut Mutia et al (2013), karakterisasi amonium sulfat dari akar rimpang
alang-alang diperoleh data aktivitas amilase tertinggi pada tingkat kejenuhan 20-
40% (b/v) amonium sulfat, dan aktivitas enzim tertinggi sebesar 0,0062 U/mg.

Dialisis α-Amilase

Dialisis bertujuan untuk memisahkan partikel kecil dari partikel besar


dengan menggunakan membran berdasarkan pada prinsip difusi. Dialisis
merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul
pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang berukuran kecil. Protein enzim
yang dihasilkan dari proses dialisis adalah protein enzim yang terbebas dari
amonium sulfat. Identifikasi bebasnya amonium sulfat dilakukan dengan
ditambahkannya larutan BaCl2 ke dalam bufer yang digunakan. Proses ini
dihentikan sampai tidak terbentuk endapan putih pada saat penambahan BaCl2
(Mayasari 2016).

Uji Aktivitas α-Amilase Ragi

Penentuan aktivitas enzim α-amilase dilakukan untuk mengetahui


kemampuan enzim α-amilase untuk menghidrolisis pati menjadi gula sederhana.
Produk akhir dari aksi α-amilase adalah oligosakarida dengan panjang bervariasi
serta α-konfigurasi dan α-limit dekstrin yang terdiri atas campuran maltosa,
maltotriosa, dan cabang oligosakarida (6-8 unit glukosa) yang terdiri atas ikatan α-
1,4 dan α-1,6 (Sales et al 2012). Dari data (gambar 1), menunjukkan bahwa
aktivitas enzim α-amilase terhadap ekstrak kasar I dan II lebih besar daripada
aktivitas enzim α-amilase terhadap fraksi-amonium sulfat I dan II. Seharusnya,
aktivitas enzim α-amilase terhadap fraksi-amonium sulfat I dan II lebih besar
daripada aktivitas enzim α-amilase terhadap ekstrak kasar I dan II, hal ini karena
enzim hasil pemurnian (fraksinasi amonium sulfat) terjadi pengendapan protein
sehingga aktivitas enzimnya lebih besar (Mayasari 2016). Dengan demikian, hasil
uji yang dilakukan di praktikum tidak sesuai dengan sumber literatur.

Kadar Protein dengan Metode Bradford

Metode Bradford merupakan suatu metode untuk mengukur konsentrasi


atau kadar protein total dengan metode kolorimetri dalam suatu larutan. Prinsip
pengukuran konsentrasi protein menggunakan metode Bradford adalah pengikatan
pewarna Commassie Briliant Blue G-250 (CBB) yang terdapat dalam pereaksi
Bradford dengan protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai
sampai aromatik (Tirosin, Triptofan dan Fenilalanin) atau bersifat basa (Arginin,
Histidin dan Leusin) membentuk komplek berwarna biru yang dapat diukur
absorbansinya. Dengan demikian, absorbansinya protein dapat diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Perhitungan
konsentrasi protein dilakukan dengan mensubtitusikan absorbansi larutan yang
diperoleh pada penentuan kadar protein total ke dalam persamaan regresi kurva
standar protein BSA (Fahmi et al 2017).
Semakin tinggi nilai absorbansinya, maka konsentrasi protein dalam
larutan masih tinggi (Soeka 2010). Total protein dipengaruhi oleh jumlah enzim
yang digunakan (volume enzim). Jumlah enzim yang digunakan berbanding lurus
dengan total protein. Apabila nilai aktivitas spesifik semakin rendah maka
konsentrasi protein semakin tinggi (Farrel dan Taylor 2006). Dilihat dari data
(gambar 2), menunjukkan bahwa kadar protein yang diperoleh dari enzim-
amonium sulfat lebih besar daripada ekstrak kasar. Seharusnya kadar protein yang
diperoleh dari enzim-amonium sulfat lebih rendah daripada ekstrak kasar sebab
pada fraksinasi amonium sulfat terjadi pengendapan protein sehingga aktivitas
enzimnya lebih besar (Mayasari 2016). Dengan demikian, hasil uji yang dilakukan
di praktikum tidak sesuai dengan sumber literatur.

Pengaruh pH Optimum terhadap Enzim α-Amilase

Enzim dapat menunjukkan aktivitas katalitik maksimum pada kisaran pH


tertentu yang disebut pH optimum kerja enzim. Pada umumnya enzim aktif pada
rentang pH yang sempit. Enzim merupakan protein sehingga perubahan pH akan
memengaruhi gugus-gugus amino dan karboksilat dari protein enzim. Di luar pH
optimumnya, aktivitas katalitik enzim dapat menjadi rendah atau dapat kehilangan
aktivitas katalitiknya (Sukandar et al 2009). Aktivitas kerja enzim α-amilase
terjadi pada pH 5,2 – 5,6. Berdasarkan (gambar 3), pH optimum enzim α-amilase
yang diperoleh ialah pH sebesar 7. Menurut Vengadaramana et al (2014), pH
optimum untuk reaksi enzim α-amilase adalah pH 7 dalam buffer fosfat. Dengan
demikian, hasil uji yang dilakukan di praktikum sudah sesuai dengan sumber
literatur.

Pengaruh Suhu Optimum terhadap Enzim α-Amilase

Suhu dapat menentukan laju reaksi. Pada reaksi yang melibatkan


biokatalis, suhu juga dapat memengaruhi kestabilan enzim yang merupakan suatu
protein. Terjadinya kenaikan suhu sampai sedikit di atas suhu optimumnya dapat
menurunkan aktivitas enzim sementara suhu jauh di atas suhu optimumnya, maka
enzim akan terdenaturasi sehingga enzim akan kehilangan aktivitas katalitiknya
(Sukandar et al 2009). Berdasarkan (gambar 4), suhu optimum enzim α-amilase
yang diperoleh ialah suhu sebesar 300C. Menurut Jayanti et al (2013), suhu
optimum enzim α-amilase terjadi saat suhu 360C sampai dengan 420C. Dengan
demikian, hasil uji yang dilakukan di praktikum sudah sesuai dengan sumber
literatur.

Kestabilan α-Amilase

Kestabilan enzim α-amilase dari Saccharomyces cerevisiae berpengaruh


terhadap lamanya waktu inkubasi. Waktu inkubasi sangat diperlukan pada reaksi
enzimatis yang merupakan hubungan antara waktu kontak antara enzim dan
substrat sehingga dihasilkan produk. Bertambahnya waktu kontak memungkinkan
seluruh enzim berperan untuk mengubah substrat menjadi produk yang akan
terjenuhi oleh substrat sehingga tidak terjadi penambahan produk dan
memungkinkan terjadinya reaksi balik komplek substrat menjadi enzim bebas.
Hasil yang didapat yaitu waktu optimum untuk enzim α-amilase untuk aktivitas
spesifik yang tinggi yaitu pada waktu inkubasi selama 10 menit (Gambar 5). Hasil
yang didapat tidak sesuai dengan literatur yakni, menurut Sari et al (2013) waktu
inkubasi yang optimum untuk meningkatkan aktivitas spesifik enzim adalah 30-40
menit.
Aktivitas sangat tinggi ketika diberi perlakuan waktu inkubasi selama 10
menit, namun setelah melewati waktu optimumnya aktivitas terus menurun
sampai menit ke-60 (Gambar 5). Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya
perbedaan waktu yang dibutuhkan oleh setiap enzim untuk bereaksi dengan
substrat. Namun ada saatnya jumlah produk menjadi konstan sementara waktu
terus meningkat, yang biasa dikenal sebagai istilah turunnya laju reaksi (Product
over time). Hal tersebut dikarenakan jumlah substrat yang berkurang ataupun hasil
dari reaksi enzim atau produk mengambat pembentukan dari kompleks enzim
substrat sehingga aktivitas enzim akan semakin menurun nilainya (Sari et al
2013).

Studi Kinetika Enzim

Kinetika enzim (Km) merupakan suatu studi reaksi kimia yang dikatalisis
oleh enzim. Kinetika enzim berpengaruh dalam bidang biokimia yang terkait
dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim
dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan enzim.
Menurut Putra (2009), penentuan kinetika enzim diukur dari grafik hubungan
antara konsentrasi substrat [S] dengan kecepatan aktivitas enzim (V), sehingga
tingkat reaksi enzim dapat diketahui dengan memakai rumus Vmaks dan Kmaks.
Di dalam analisis Michaelis-Menten teradapat Km yang merupakan konsentrasi
substrat yang sudah terisi setengahnya ketika kecepatan enzim telah mencapai
Vmaks. Tinggi rendahnya hasil kinetika enzim dipengaruhi oleh kadar substrat,
kadar enzim, pH, suhu, kofaktor, vitamin, dan inhibitor. Manfaat kinetika enzim
adalah untuk mengetahui dan memahami fungsi katalitik dari suatu proses
biologis. Kinetika enzim juga digunakan sebagai prosedur pemurnian enzim.
Dari data (gambar 6), menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi
substrat yang dihidrolisis dan semakin besar kecepatannya maka semakin tinggi
pula aktivitas enzim yang diperoleh. Nilai R2 dari kurva studi kinetika enzim
mendekati nilai 1 sehingga kurva kalibrasi dianggap layak dan mampu mewakili
data dengan baik.

Studi Inhibisi Enzim

Penetapan aktivitas α-amilase inhibitor berdasarkan daya penghambat


terhadap aktivitas enzim α-amilase dalam menghidrolisis pati. Enzim α-amilase
inhibitor berperan dalam pengikatan dan penginaktifan enzim α-amilase.
Penghambatan terhadap enzim α-amilase dapat menunda dan memperlama waktu
cerna karbohidrat, sehingga terjadi penurunan laju absorbsi glukosa dan mencegah
peningkatan kadar plasma glukosa postpandrial (Sales et al 2012).
Inhibitor adalah zat yang memiliki kecenderungan mengurangi laju dari
reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Terdapat dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor
reversibel dan irreversibel. Inhibitor reversibel dapat dengan cepat membentuk
kompleks ekuilibrium difusi nonkovalen terkontrol dengan enzim dan kompleks
ini dapat terdisosiasi dengan dialisis atau filtrasi gel. Sementara itu, inhibitor
irreversibel membentuk ikatan kovalen dengan enzim yang tidak dapat
terdisosiasi. Terdapat empat jenis penghambatan oleh inhibitor reversibel, yaitu
penghambatan kompetitif, non-kompetitif, dan unkompetitif. Inhibitor kompetitif
umumnya memiliki struktur yang menyerupai substratnya sehingga inhibitor juga
dapat mengikat sisi aktif enzim dan menghambat perubahan substrat oleh enzim.
Penghambatan ini dapat dikurangi dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Sementara itu, inhibitor non-kompetitif berikatan pada enzim di luar sisi aktifnya
sehingga penambahan substrat tidak mempengaruhi aktivitas penghambatan
enzim. Inhibitor unkompetitif merupakan senyawa yang berikatan secara
reversibel dengan kompleks enzim-substrat dan tidak dapat berikatan dengan
molekul enzim bebas (Budiman 2011).
α-amilase tidak dihambat oleh ion Na+, (NH4)2+, K+ dan Mg2+. Namun
enzim ini sensitif terhadap EDTA karena menyebabkan denaturasi protein α-
amilase (Lestari et al. 2011). Setiap enzim membutuhkan ion logam yang berbeda
dalam jenis dan jumlahnya dan bersifat spesifik. Penambahan ion Mg2+ dan Fe3+
dapat menurunkan aktivitas realtif enzim. Pengaruh penambahan ion logam ini
dapat menurunkan bahkan menghambat secara keseluruhan aktivitas enzim. Hal
ini dikarenakan ion logam tersebut telah mengubah kemampuan enzim dalam
mengikat substrat sehingga aktivitasnya menurun atau pun terhambat. Sementara
itu, penambahan ion logam lainnya seperti K+ , Li+ , Cu+ dan Ca2+ memberikan
peningkatan aktivitas. Hal ini dididuga enzim tersebut memiliki kebutuhan ion
logam yang masih terpenuhi dari lingkungannya. Senyawa EDTA merupakan
pengkelat yang dapat menstabilkan enzim. Senyawa ini mampu mengkelat ion
logam baik yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan oleh enzim. Bila suatu ion
logam dikelat oleh EDTA maka akan terjadi perubahan konformasi sehingga
berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim enzim (Ridwan 2010).

Pendugaan Bobot Molekul Protein α-Amilase

Enzim yang mengkatalisis penguraian pati, glikogen, dan macam-macam


oligosakarida adalah enzim α-amilase. Pendugaan bobot moleku dari enzim α-
amilase dapat digunakan dengan metode elektroforesis SDS-PAGE. Umumnya
enzim α-amilase memiliki bobot molekul sekitar 45-60 kDa (Yandri 2004).
Seharusnya pada praktikum juga dapat diperoleh bobot molekul α-amilase, namun
karena adanya kesalahan yang terjadi saat praktikum. Kesalahan yang dilakukan
antara lain kesalahan prosedur yang seharusnya konsentrasi sampel dihitung
terlebih dahulu sebagai acuan setelah itu dilakukan prosedur elektroforesis SDS
PAGE namun pada praktikum tidak dilakukan demikian, kesalahan juga terjadi
karena waktu pembuatan gel yang kurang lama dari waktu yang seharusnya
selama 60 menit namun yang dilakukan saat praktikum hanya selama 30 menit,
kemudian arus listrik yang tidak stabil juga memengaruhi kesalahan dalam
metode yang dilakukan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas enzim α-amilase terhadap ekstrak kasar I dan II lebih besar


daripada aktivitas enzim α-amilase terhadap fraksi-amonium sulfat I dan II.
Penentuan Kadar protein yang diperoleh dari enzim-amonium sulfat lebih besar
daripada ekstrak kasar. Seharusnya tidak demikian, semakin murni suatu enzim
maka aktivitasnya semakin meningkat, karena adanya pengendapan protein oleh
kerja suatu garam amonium sulfat. pH optimum enzim α-amilase yang diperoleh
ialah sebesar 7 dan suhu optimum sebesar 300C. Uji kestabilan enzim α-amilase
menunjukkan kenaikan aktivitas enzim pada menit ke-0 menuju 10, kemudian
terjadi penurunan aktivitas enzim pada menit 10 ke 60. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa waktu inkubasi pada menit ke-10 stabilitasnya tinggi. Nilai R2
dari kurva studi kinetika enzim mendekati nilai 1, yaitu R2 = 0,903 sehingga kurva
kalibrasi dianggap layak dan mampu mewakili data dengan baik. Dari semua
senyawa inhibitor yang diuji, semuanya bersifat unkompetitif dan nilai KI terbesar
diperoleh dari senyawa EDTA sehingga senyawa tersebut mampu menghambat
aktivitas enzim dengan lebih mudah dibanding senyawa lainnya. Penentuan bobot
molekul dengan metode SDS PAGE tidak terjadi pemisahan yang sempurna
sehingga bobot molekulnya tidak dapat diukur.

Saran

Metode yang digunakan saat praktikum sebaiknya dilakukan dengan lebih


baik dan benar, karena enzim bersifat sangat sensitif terhadap faktor eksternal
lingkungan sehingga penambahan metode, seperti peremajaan juga perlu untuk
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Aiyer PV. 2005. Amylase and their application. African Journal Of


Biotechnology. 4(13): 27-35.
Ariandi. 2016. Pengenalan enzim amilase (α-amilase dan reaksi enzimatisnya
menghidroisis amilosa pati menjadi glukosa. Jurnal Dinamika. 7(1): 74-
82.
Budiman A. 2010. Isolasi enzim α-glukosidase dari gabah (Oryza sativa var
Ciherang) [Skripsi]. Depok(ID): Universitas Indonesia.
Fahmi I, Astuti W, Sitorus S. 2017. Isolasi amilase dari kecambah biji nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam). Jurnal Atomik. 2(1): 140-142.
Farrell S, Taylor L. 2006. Experiment in Biochemistry: A Hands on Approach.
Belmont (US): Thomson Learning Pr.
Jayanti D, Wuryanti, Taslimah. 2013. Isolasi, karakterisasi, dan amobilisasi α-
amilase dari Aspergillus oryzae FNCC 6004. Chem Info. 1(1): 76-84.
Lestari P, Richana N, Darwis AA, Syamsu K, Murdiyatmo U. 2011. Purifikasi
dan karakterisasi α-amilase termostabil dari Bacillus stearothermophilus
TII-12. Jurnal Agro Biogen. 7(1): 56-62.
Marks DBAD, Marks CM, Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marlida Y, Saari N, Radu S, Bakar AF. 2000. Production of an amylase degrading
raw strach by Giberella pullcaris. Biotechnology Letters. 22(4): 95-97.
Mayasari. 2016. Pemurnian enzim amilase kasar dari bakteri amilotik endogenous
bekatul secara parsial menggunakan amonium sulfat [skripsi]. Malang
(ID): Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Megiandari A. 2009. Isolasi dan pencirian enzim protease keratinolitik dan usus
biawak air [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mutia Y, Evi A, Susila AR. 2013. Pengaruh kandungan CaO dari jenis adsorben
semen terhadap kemurnian gliserol. Journal Teknik Kimia. 19(2): 33-42.
Noviyanti T, Ardiningsih P, Rahmalia W. 2012. Pengaruh temperatur terhadap
aktivitas enzim protease dari daun sansakng (Pycnarrhena cauliflora
Diels). JKK. 1(1): 31-34.
Poedjiadi A, Supriyanti FMT. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID):
Penerbit Universitas Indonesia.
Putra GPG. 2009. Penentuan kinetika enzim poligalakturonase (Pg) endogenous
dari pulp biji kakao. Biologi, 13(1): 21-24.
Richana N. 2000. Prospek dan produksi enzim α-amilase dari Aspergillus niger
dengan menggunakan media campuran onggok dan dedak. Jurnal
Komunikasi Penelitian. 17(5): 45-59.
Ridwan MF. 2010. Produksi dan karakterisasi enzim transglutaminase dari
Streptoverticillium ladakanum dengan media yang di substitusi limbah cair
surimi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sales D, Michelle P, Souza PMD, Simeoni LA, Magalhaes PDO, Silveira D.
2012. α-amylase inhibitors: a review of raw material and isolated
compounds from plant source. J Pharm Pharmaceut Sci. 15(1): 141 – 183.
Sari DP, Wuryanti, Anam K. 2013. Isolasi, purifikasi, dan karakterisasi α-amilase
dari Saccharomyces cerevisiae FNCC 3012. Chem Info. 1(1): 337-344.
Sinaga E. 2012. Biokimia Dasar. Jakarta (ID): PT. ISFI.
Soeka YS. 2010. Optimasi dan karakterisasi α-amilase dari isolat aktinomisetes
yang berasal dari kalimantan timur. Berita Biologi.10(3) : 361-367.
Sukandar D, Hermanto S, Mabrur IA. 2009. Aktivitas senyawa antidiabetes
ekstrak etil asetat daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
[skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Syahid Hidayatullah.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan. Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta.
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Vengadaramana A, Balakumar S, Arasaratnam V. 2014. Effect of temperature,
pH, substrate (starch) and glucose on stability of α-amylase from Bacillus
licheniformis ATCC 6346. Scholars Academic Journal of Pharmacy
(SAJP), Sch. Acad. J. Pharm. 3(6): 492-49.
Yandri AS. 2004. Penentuan N-terminal enzim α-amilase dari bakteri lokal
Bacillus sp. B. 148. Jurnal Sains Teknologi. 10(3): 143-150.

Anda mungkin juga menyukai