Anda di halaman 1dari 5

Nama : Puri Adzrok Abidah Hari, Tanggal : 23 April 2020

NIM : B04190162 PJP : Dr. Waras Nurcholis, S,Si., M.Si


Kelompok :8 Asisten : Abyan Yassar Nabrisqi

ENZIM II
Tujuan : Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa dapat menentukan titik akromatik
suatu polisakarida dan menentukan pH optimum enzim bekerja.
Hasil Pengamatan :
Tabel 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas amilase

Hasil Gambar
pH
Iod Benedict Iod Benedict

1 + +

Biru Hijau
kehitaman

3 + +

Biru tua Hijau

7 - +

Coklat Hijau

9 - +

Kuning Hijau
kekuningan
Keterangan : (+) = mengandung zat yang diuji
(-) = tidak mengandung zat yang diuji
Nama : Puri Adzrok Abidah Hari, Tanggal : 23 April 2020
NIM : B04190162 PJP : Dr. Waras Nurcholis, S,Si., M.Si
Kelompok :8 Asisten : Abyan Yassar Nabrisqi
Tabel 2 Hidrolisis pati matang dan mentah

Waktu (menit) (Uji Iod)


Pati Benedict
0 10 20 30 40 50 60
Titik akromatik tercapai pada lebih dari menit
Matang +
ke-60
Mentah + + + + + + - +
Keterangan : (+) = mengandung pati
(-) = tidak mengandung pati

(a) (b)
Gambar 1 Uji Iod (a) pati matang dan (b) pati
mentah

(a) (b)
Gambar 2 Uji Benedict (a) pati matang dan (b) pati
mentah
Nama : Puri Adzrok Abidah Hari, Tanggal : 23 April 2020
NIM : B04190162 PJP : Dr. Waras Nurcholis, S,Si., M.Si
Kelompok :8 Asisten : Abyan Yassar Nabrisqi

Pembahasan
Aktivitas enzim amilase dapat dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH). Perubahan pH
berpengaruh terhadap aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau muatan residu asam
amino yang berfungsi dalam pengikatan substrat. Pada pH optimum konformasi enzim berada
pada kondisi ideal sedangkan pH yang bervariasi menyebabkan perubahan konformasi enzim.
Hal ini dikarenakan gugus bermuatan mengalami perubahan muatan pada pH yang berbeda
sehingga ikatan ionik terganggu dan mengubah konformasi enzim. Hal ini menyebabkan
aktivitas enzim menurun (Sriwahyuni et al. 2015).
Menurut Sharma et al. (2012), amilase adalah enzim yang berfungsi sebagai katalis reaksi
hidrolisis pati dan glikogen menjadi maltose, maltotriosa, isomaltosa, dan glukosa.Aktivitas
optimum amilase berlangsung pada suhu 50o C dan pH 5. Hal ini sesuai dengan hasil yang
tertera pada tabel 1. Aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan pemurnian enzim amilase dan
amobilisasi amilase (Iswendi 2010).
Uji iod dan benedict adalah dua uji yang sering digunakan untuk menghitung aktivitas
enzim amilase. Uji iod berfungsi untuk menentukan hasil produk dari reaksi, sedangkan uji
benedict digunakan untuk menguji substrat. Menurut Bisswanger (2011), pengujian aktivitas
enzim amilase dapat dilakukan menggunakan larutaniodin. Larutan iodin dapat membentuk
senyawa kompleks berwarna biru dengan pati.
Menurut Cochran et al. (2011), Keberadaan glukosa diuji dengan uji Benedict. Percobaan
uji suhu pada enzim amilase menggunakan benedict sebagai indikator adanya gula pereduksi.
Apabila ada gula pereduksi, benedict akan berubah warna menjadi kuning kemerahan.
Berdasarkan data pada tabel 2, suhu optimum amilase adalah 37oC karena larutan yang
direaksikan dengan benedict berubah menjadi kuning. Pada suhu 30oC, warna larutan belum
sepenuhnya kuning melainkan hijau kekuningan, artinya enzim amilase dapat bekerja pada suhu
ini namun belum optimal. Pada suhu 100oC, benedict tidak mengalami perubahan dan tetap
berwarna hijau. Hal ini menandakan enzim amilase telah terdenaturasi oleh suhu yang melewati
suhu optimum amilase.
Enzim yang bekerja dibawah suhu optimum stabil namun tidak bekerja dengan maksimal
(Amalia et al. 2013). Hal ini disebabkan karena rendahnya energi kinetik pada molekul-molekul
enzim yang bereaks sehingga energi aktivasi belum tercapaii. Semakin meningkat suhu
mendekati suhu optimum, maka energi kinetik pun meningkat. Saat suhu optimum, aktivitas
enzim mencapai titik tertinggi. Enzim pada suhu diatas optimum akan mengalami penurunan
aktivitas secacra drastis. Hal ini disebabkan karena enzim mengalami denaturasi protein.
Denaturasi protein berdampak pada perubahan konformasi struktur molekul sehingga enzim
kehilangan sifat katalitiknya. Denaturasi juga menyebabkan substrat sukar berikatan dengan sisi
aktif enzim sehingga produk yang dihasilkan sedikit.
Pati matang telah mengalami proses pemanasan dan penambahan pelarut air pada
pembuatannya yang membuat stuktur amilosa pati matang tidak sekokoh pati mentah sehingga
semakin mudah dihidrolisis oleh enzim amilase. Komposisi kimia pati berpengaruh pada
kandungan pati resisten (pati yang sulit terhidrolisis). Semakin tinggi kandungan amilopektin
maka pati akan semakin sulit (resisten) untuk dihidrolisis. Hal ini sesuai dengan percobaan yang
Nama : Puri Adzrok Abidah Hari, Tanggal : 23 April 2020
NIM : B04190162 PJP : Dr. Waras Nurcholis, S,Si., M.Si
Kelompok :8 Asisten : Abyan Yassar Nabrisqi
membuktikan bahwa titik akromatik pati matang lebih cepat dibanding pati mentah (Musita
2009).
Pada tabel 2, percobaan dilakukan pada suhu 37oC. Menurut Amalia et al. (2013), Enzim
yang bekerja dibawah suhu optimum stabil namun tidak bekerja dengan maksimal. Hal ini
disebabkan karena rendahnya energi kinetik pada molekul-molekul enzim yang bereaks sehingga
energi aktivasi belum tercapai. Semakin meningkat suhu mendekati suhu optimum, maka energi
kinetik pun meningkat. Saat suhu optimum, aktivitas enzim mencapai titik tertinggi. Berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan mingu lalu, telah terbukti bahwa suhu optimum bagi enzim
amilase adalah 37oC.Percobaan 2 bertujuan menentukan titik akromatik dari pati matang dan
pati mentah. Titik akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan reagen tidak berubah
warna lagi. Pada percobaan ini titik akromatik tercapai saat larutan uji dengan larutan iod
menghasilkan reaksi negatif (pati sudah hilang), dan dengan benedict menghasilkan reaksi positif
(terdapat gula pereduksi).

Menurut Panil (2004) titik akromatik merupakan titik saat campuran tidak memberi
warna lagi. Warna jernih terbentuk karena pati telah mengalami proses hidrolisis menjadi
penyusunnya secara menyeluruh sehingga tidak memberikan warna apabila berada dalam larutan
iodium (Panil 2004). Tabel 2 menyatakan bahwa pati matang mencapai titik akromatik setelah
lebih dari 60 menit sedangkan pati mentah mencapai titik akromatik saat 60 menit. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur karena seharusnya pati matang mencapai titik akromatik lebih cepat dari
pati mentah (Wibowo et al. 2008). Hal tersebut karena swelling power dan nilai kelarutan pati
matang lebih besar daripada pati mentah (Wibowo et al. 2008). Kesalahan praktikum ini dapat
disebabkan karena pati yang kurang matang, pembagian pati yang tidak merata, keterbatasan
peralatan uji, dan keterbatasan keahlian praktikan.

Simpulan
Uji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase air liur menghasilkan reaksi negatif
pada pH 7 dan 9 dalam uji iod. Sedangkan uji Benedict menghasilkan reaksi positif pada pH
1,3,7, dan 9. Pada uji pati mentah dan pati matang, seharusnya hidrolisis yang lebih cepat terjadi
pada pati matang, tetapi pati matang terhidrolisis dan mencapai titik akromatik cukup lama yaitu
lebih dari menit ke-60. Sedangkan pada pati mentah, tidak ditemukan titik akromatik pada saat
percobaan karena melebihi menit ke-60. Suhu 37 ℃ digunakan agar enzim amilase dapat
menjalankan fungsinya yang merubah amilum menjadi maltosa.
Nama : Puri Adzrok Abidah Hari, Tanggal : 23 April 2020
NIM : B04190162 PJP : Dr. Waras Nurcholis, S,Si., M.Si
Kelompok :8 Asisten : Abyan Yassar Nabrisqi
Daftar Pustaka

Amalia RN, Bulan R, Sebayang F. 2013. Penentuan pH dan suhu optimum untuk aktivitas
ekstrak kasar enzim lipase dari kecambah biji karet (Hevea brasilensis) terhadap
hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil). Jurnal Saintia Kimia. 1(2): 1-7.

Bisswanger H. 2011. Practical Enzymology Second Edition. New Jersey (US): Wiley-Blackwell.

Cochran B, lunday D, Miskevich F. 2011. Kinetic analysis of amylase using quantitative


benedict’s and iodine starch reagents. Journal of Chemical Education. 85(3): 401-403.

Iswendi. 2010. Penentuan aktivitas amilase dari umbi bengkuang (Pachyrrizus arosus L.Urb)
hasil ekstraksi dengan etanol dan amonium sulfat. Jurnal Sainstek. 2(2): 94-98.

Musita N. 2009. Kajian kandungan dan karakteristik pati resisten dari berbagai varietas pisang.
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 14(1):1-4.

Panil Z. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis. Jakarta (ID) :Buku
Kedokteran EGC

Sharma E, Vishwanathymurthy RA, Nadella M, Savitha AN, Gundannavar G, Hussain MA.


2012. A randomized study to compare salivary pH, calcium, phosphate and calculus
formation after using anticavity dentifrices containing Recaldent and functionalized
tricalcium phosphate. Journal Indian Soc Periodontol. 16(4): 504-507.

Sriwahyuni L, Rosahdi D, dan Supriadin A. 2015. Isolasi dan karakterisasi dalam amilase dari
biji durian. Jurnal Al-Kimiya. UIN. 2(1): 18-23.

Wibowo P, Saputra JA, Ayucitra A, Setiawan LE. 2008. Isolasi pati dari pisang kepok dengan
menggunakan metode alkaline steeping. Widya Teknik. 7(2): 113-123.

Anda mungkin juga menyukai