Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Tanggal Praktikum : 26 November 2020

Fisiologi Veteriner I Dosen Pembimbing : Dr. Drh. Aryani Sismin


Satyaningtijas, MSc.
Minggu ke-7 (Pagi) Kelompok Praktikum : P1.5
Asisten : Sabrun Jamil, SKH
Edja Amalia Subandari
(B04180035)

OTOT II
Oleh :
1. Prawira Eka Wardana (NIM B04190161)
2. Puri Adzrok Abidah* (NIM B04190162)
3. Nia Nur Alfani (NIM B04190164)
4. Deandarla Naoremisa (NIM B04190165)

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEMESTER GANJIL 2020-2021
PENDAHULUAN DARI PHYSIOEX
Dasar Teori
Secara umum, jika rangsangan listrik diterapkan ke otot secara berurutan,
kedutan yang tumpang tindih menghasilkan lebih banyak force dengan setiap
stimulus yang berurutan. Namun, jika rangsangan terus diterapkan secara sering
ke otot dalam jangka waktu yang lama, kekuatan otot maksimum yang mungkin
dari setiap rangsangan pada akhirnya akan mencapai dataran tinggi — keadaan
yang dikenal sebagai tetanus tak terpakai. Jika rangsangan kemudian diterapkan
dengan frekuensi yang lebih besar, kedutan akan mulai berfusi sehingga bukit dan
lembah dari setiap kedutan menjadi tidak dapat dibedakan satu sama lain —
keadaan ini dikenal sebagai tetanus lengkap (menyatu). Ketika frekuensi stimulus
mencapai nilai di mana tidak ada peningkatan kekuatan lebih lanjut yang
dihasilkan oleh otot, otot telah mencapai tegangan maksimalnya. Meningkatkan
frekuensi rangsangan ke otot rangka yang terisolasi menginduksi peningkatan
gaya yang dihasilkan oleh seluruh otot. Secara khusus, jika rangsangan tegangan
diterapkan ke otot secara teratur secara berurutan, otot rangka menghasilkan lebih
banyak force dengan setiap rangsangan yang berurutan.
Kelelahan mengacu pada penurunan kemampuan otot rangka untuk
mempertahankan tingkat kekuatan atau ketegangan yang konstan setelah stimulasi
berulang yang berkepanjangan. Penyebab kelelahan masih diselidiki dan beberapa
peristiwa molekuler dianggap terlibat, meskipun akumulasi asam laktat dan ADP
di otot dianggap sebagai faktor utama penyebab kelelahan dalam kasus olahraga
intensitas tinggi. Definisi umum dari kelelahan adalah: • kegagalan serat otot
untuk menghasilkan ketegangan karena aktivitas kontraktil sebelumnya. •
penurunan kemampuan otot untuk mempertahankan kekuatan kontraksi yang
konstan setelah stimulasi berulang yang berkepanjangan.
Kontraksi otot rangka bisa bersifat isometrik atau isotonik. Ketika otot
mencoba untuk memindahkan beban yang sama dengan gaya yang dihasilkan oleh
otot, otot berkontraksi secara isometrik. Selama kontraksi isometrik, otot tetap
pada panjang yang tetap (isometrik berarti panjang yang sama). Contoh kontraksi
otot isometrik adalah ketika berdiri di depan pintu dan mendorong kusen pintu.
Beban yang coba digerakkan (rangka pintu) dapat dengan mudah menyamai gaya
yang dihasilkan oleh otot, sehingga otot tidak memendek meskipun sudah
dipendekkan, secara aktif berkontraksi. Otot yang bekerja bersama disebut otot
sinergik sementara yang bekerja berlawanan disebut otot antagonis (Wijianto et al.
2019).
Kontraksi isometrik dilakukan secara eksperimental dengan menjaga
kedua ujung otot dalam posisi tetap sambil menstimulasi otot secara elektrik.
Panjang istirahat (panjang otot sebelum stimulasi) merupakan faktor penting
dalam menentukan jumlah kekuatan yang dapat dikembangkan otot saat
distimulasi. Gaya pasif dihasilkan dengan meregangkan otot dan hasil dari
elastisitas jaringan itu sendiri. Gaya pasif ini sebagian besar disebabkan oleh
protein titin, yang bertindak sebagai kabel bungee molekuler. Gaya aktif
dihasilkan ketika filamen tebal miosin mengikat filamen tipis aktin, sehingga
melibatkan siklus cross bridge dan hidrolisis ATP. Dengan demikian, otot rangka
memiliki dua sifat gaya: memberikan gaya pasif saat diregangkan (seperti karet
gelang yang memberikan gaya pasif) dan gaya aktif saat dirangsang. Gaya total
adalah jumlah gaya pasif dan aktif.
Selama kontraksi isotonik, panjang otot rangka berubah dan, dengan
demikian, beban bergerak dalam jarak yang dapat diukur. Jika panjang otot
memendek saat beban bergerak, kontraksi tersebut disebut kontraksi konsentris
isotonik. Kontraksi konsentris isotonik terjadi ketika otot menghasilkan gaya yang
lebih besar daripada beban yang melekat pada ujung otot. Dalam jenis kontraksi
ini, ada periode laten di mana terjadi peningkatan ketegangan otot tetapi tidak ada
pergerakan beban yang dapat diamati. Kedutan isotonik bukanlah peristiwa yang
all-or-none. Jika beban dinaikkan, otot harus menghasilkan lebih banyak gaya
untuk menggerakkannya dan periode laten akan menjadi lebih lama karena akan
membutuhkan lebih banyak waktu untuk gaya yang diperlukan untuk dihasilkan
oleh otot. Kecepatan kontraksi (kecepatan pemendekan otot) juga tergantung pada
beban yang digerakkan oleh otot. Kecepatan pemendekan maksimal dicapai
dengan beban minimal yang melekat pada otot. Sebaliknya, semakin berat
bebannya, semakin lambat kedutan ototnya. Dapat dicontohkan seperti
mengangkat benda dari lantai. Benda ringan dapat diangkat dengan cepat
(kecepatan tinggi), sedangkan benda yang lebih berat akan terangkat dengan
kecepatan yang lebih lambat untuk durasi yang lebih singkat.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami terjadinya tetanus di otot rangka yang
terisolasi, kelelahan pada otot rangka yang terisolasi, hubungan panjang-
ketegangan otot rangka, kontraksi isotonik dan hubungan Kecepatan-Beban.

METODE

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah otot rangka
utuh dan hidup yang dibedah dari kaki katak, Stimulator listrik, Dudukan
pemasangan, Osiloskop, dan beberapa beban (dalam gram).

Prosedur Kerja
Pada praktikum tetanus di otot rangka yang terisolasi, otot
dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt dengan 50
stimuli/detik dan akan ditingkatkan menjasi 130 stimuli/detik, 140 stimuli/detik,
142 stimuli/detik, 144 stimuli/detik, 146 stimuli/detik, 148 stimuli/detik, hingga
150 stimuli/detik dengan pencatatan hasil tracing osiloskop disetiap pemberian
multiple stimuli. Pada praktikum kelelahan pada otot rangka yang terisolasi, otot
dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt dengan 120
stimuli/detik, diberi multiple stimuli, dan dicatat hasil di osiloskop. Prosedur
diulangi dengan pemberian waktu istirahat sebesar 10 detik dan 20 detik diantara
pemberian multiple stimuli. Pada praktikum hubungan panjang-ketegangan otot
rangka, otot dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt
dengan pemanjangan istirahat otot sebesar 75 mm dan dicatat hasilnya di
osiloskop. Kemudian pemanjangan istirahat otot dipendekkan menjadi 70 mm dan
dipanjangkan menjadi 80 mm, 90 mm, hingga 100 mm. Pada praktikum kontraksi
isotonik dan hubungan Kecepatan-Beban, otot dipasangkan di dudukan
pemasangan dan diberi beban 0.5 gram di salah satu ujung bebasnya dengan
pemberian stimuli listrik dan pencatatan hasil di osiloskop. Prosedur diulang
dengan beban lama kelamaan ditambah menjadi 1 gram, 1.5 gram, dan 2 gram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Tabel hasil pencatatan stimuli di osiloskop pada praktikum tetanusdi


otot rangka yang diisolasi.

Tetanus artinya ketegangan otot yang berkelanjutan karena rangsangan


yang sangat sering. Perbedaan yang membedakan keadaan tetanus tak berdifusi
dari keadaan tetanus yang lengkap adalah ketegangan otot meningkat dan
menurun selama keadaan tetanus tidak terpakai. Ketika frekuensi stimulus
mencapai nilai di mana tidak ada peningkatan kekuatan lebih lanjut yang
dihasilkan oleh otot, otot telah mencapai nilai tegangan tetanik maksimal. Ketika
frekuensi stimulus semakin meningkat, ketegangan otot yang dihasilkan oleh
setiap stimulus berturut-turut akan meningkat. Akan ada batasan untuk
peningkatan ini. Perbedaan hasil trace pada 130 stimuli/detik dibandingkan
dengan pada 50 stimuli/detik karena tetanus yang menyatu berkembang pada
frekuensi stimulus yang lebih besar ini. Lalu perbedaan hasil trace 146-150
stimuli/detik dibandingkan dengan pada 130 stimuli/detik adalah letegangan
tetanik maksimal berkembang dengan frekuensi stimulasi yang sangat tinggi.
Peningkatan frekuensi stimulus mempengaruhi kekuatan yang
dikembangkan oleh seluruh otot rangka yang terisolasi. Peningkatan frekuensi
stimulus meningkatkan ketegangan otot yang dihasilkan oleh masing-masing gaya
berturut-turut dan memiliki batas.
Pada 50 stimuli/detik, gaya yang dihasilkan berada dalam keadaan disebut
tetanus tak terpakai, tegangan otot bertambah dan berkurang pada nilai yang
berbeda. Pada 140 stimuli/detik, gaya yang dihasilkan dalam keadaan disebut
tetanus lengkap (menyatu), ketegangan otot sedang tidak goyah lagi. Di atas 146
stimuli/detik, gaya yang dihasilkan berada dalam keadaan disebut tegangan
tetanik maksimal yang artinya adalah nilai tertinggi. Ketegangan otot pada
peningkatan lebih lanjut pada gaya puncak disebut tegangan tetanik maksimal.
Dengan demikian, jika rangsangan terus diterapkan secara sering ke otot
dalam jangka waktu yang lama, kekuatan maksimum dari setiap kedutan akhirnya
mencapai dataran tinggi — keadaan yang dikenal sebagai tetanus tak terpakai.
Jika rangsangan kemudian diterapkan dengan frekuensi yang lebih besar, kedutan
mulai berfusi sehingga puncak dan lembah dari setiap kedutan menjadi tidak
dapat dibedakan satu sama lain — keadaan ini dikenal sebagai tetanus lengkap
(menyatu). Ketika frekuensi stimulus mencapai nilai di mana tidak ada
peningkatan kekuatan lebih lanjut yang dihasilkan oleh otot, otot telah mencapai
tegangan tetanik maksimalnya.

Gambar 2. Tabel hasil percobaan kelelahan pada otot rangka yang terisolasi.

Penurunan kemampuan otot untuk mempertahankan tingkat kekuatan yang


konstan, atau ketegangan, setelah stimulasi berulang yang berkepanjangan disebut
kelelahan (Astuti 2007). Faktor penyebab berkembangnya kelelahan dapat
disebabkan oleh penumpukan asam laktat, ADP, fosfat, dan kalsium rendah dalam
darah di serat otot. Lamanya waktu istirahat secara proporsional akan menambah
lamanya waktu untuk menahan ketegangan otot. Lamanya waktu istirahat
mempengaruhi lamanya waktu otot rangka dapat mempertahankan ketegangan
maksimal karena konsentrasi ADP dan Pi intraseluler menurun selama periode
istirahat. Selama kontraksi di cross bridge dalam otot rangka, gaya diciptakan
oleh kekuatan stroke dari kepala myosin. Saat kelelahan jumlah cross bridge aktif
mulai menurun meskipun laju pengiriman stimulus (frekuensi) tetap konstan. Jika
periode istirahat intervening diberlakukan pada otot rangka yang aktif
perkembangan kelelahan akan tertunda. Ketika otot rangka lelah, gaya kontraktil
berkurang karena gaya tidak dihasilkan lagi setelah mencapai tegangan tetanik
maksimal oleh aktivitas kontraktil sebelumnya.
Dengan mematikan stimulator, periode istirahat dibuat, sehingga
memungkinkan konsentrasi konsentrasi antar sel dari Asam Laktat dan ADP
menurun. Dengan konsentrasi ini berada pada tingkat yang menurun, lamanya
waktu otot mampu mempertahankan ketegangan maksimum meningkat. Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk menunda timbulnya kelelahan saat mereka
sedang menggunakan otot rangka dengan intensif adalah lakukan beberapa set
latihan dengan repetisi rendah, istirahatlah sejenak agar otot awet dan sering-
seringlah berolahraga.

Gambar 3. Tabel hasil percobaan hubungan panjang-ketegangan otot rangka.

Selama kontraksi isometrik, otot rangka menghasilkan tenaga, tetapi tetap


pada panjang yang tetap. Kekuatan yang dihasilkan dari otot yang diregangkan
adalah gaya pasif. Gaya aktif ditentukan oleh jumlah miosin yang terikat pada
aktin. Gaya pasif pada otot rangka sebagian besar disebabkan oleh protein titin.
Saat panjang istirahat otot berubah, terjadi peningkatan panjang otot yang akan
meningkatkan gaya total selama kedutan yang dirangsang. Pada panjang otot 90
mm, gaya aktif mengalami penurunan nilai dan gaya pasif belum meningkat ke
nilai yang signifikan. Ketika otot rangka distimulasi dan menghasilkan kekuatan
tetapi tetap pada panjang yang tetap, otot akan berkontraksi secara isometrik. Pada
otot rangka, gaya aktif dirangsang melalui rentang panjang otot akan
memanfaatkan hidrolisis ATP untuk menggerakkan siklus cross bridge.
Ketegangan aktif maksimal akan diproduksi dalam serat otot rangka saat serat
berada pada panjang istirahatnya. Berdasarkan susunan unik miosin dan aktin
pada sarkomer otot rangka, gaya aktif bervariasi dengan perubahan panjang
istirahat otot. Gaya aktif bergantung pada laju kombinasi antara aktin dan miosin.
Jika panjang istirahat otot diperpendek, ada lebih banyak aktin yang terikat pada
miosin yang meningkatkan gaya aktif.

Gambar 4. Tabel hasil percobaan kontraksi isotonik dan hubungan Kecepatan-


Beban.

Selama kontraksi konsentris isotonik, gaya yang dihasilkan oleh otot lebih
besar dari berat beban yang terpasang dan periode laten meningkat dengan beban
yang lebih berat. Lalu, selama periode laten untuk kontraksi konsentris isotonik
terjadi siklus cross bridge dan ketika ketegangan otot melebihi beban,
pemendekan otot terjadi. Kecepatan pemendekan otot berkurang dengan beban
yang lebih berat. Salah satu tanda kontraksi isotonik otot panjang otot berubah.
Saat beban pada otot meningkat, periode laten akan berkurang, kecepatan
pemendekan akan berkurang, jarak akan bertambah, dan durasi kontraksi akan
bertambah.
Kontraksi yang terjadi saat menambahkan beban seberat 2,0 gram ke otot
rangka adalah kontraksi isometrik. Beban yang memungkinkan kecepatan
pemendekan otot tercepat, kontraksi otot paling lama, dan kontraksi otot yang
bergerak paling jauh adalah berat 0.5 gram. Sedangkan, beban yang menyebabkan
periode laten kontraksi otot terpanjang adalah berat 1.5 gram. Saat mengangkat
beban berat kecepatan pemendekan otot menurun dibandingkan dengan beban
yang lebih ringan. Periode laten menjadi lebih lama pada beban yang lebih berat
karena membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghasilkan gaya yang
dibutuhkan. Cameron (2006) menjelaskan bahwasannya peregangan dengan
beban pada saat terjadinya fase kontraksi akan memiliki hasil kerja luar yang lebih
besar dari pada hasil kerja luar dengan pembebanan sebelum kontraksi, sementara
itu peregangan yang diberikan sebelum kontraksi pada umumnya menyebabkan
otot lebih dulu mengalami kelelahan sebelum kontraksi, hal tersebut
menyebabkan terjadinya pemendekan otot dan bahkan dapat berakibat pada tidak
adanya kontraksi otot.Kecepatan pemendekan maksimal hanya dapat dicapai
dengan beban minimal. Dengan beban yang ringan, kecepatan pemendekan berada
pada kecepatan pemendekan maksimalnya. Ketika beban berat, kecepatan otot
mengangkat beban berkurang dengan kecepatan yang lebih lambat. Dengan
demikian memperpendek kecepatan menjadi lebih lambat. Jarak pemendekan
berubah saat beban menjadi lebih berat dalam percobaan ini, jarak yang semakin
pendek berkurang dengan beban yang lebih berat.
SIMPULAN

Ketika frekuensi stimulus mencapai nilai di mana tidak ada peningkatan


kekuatan lebih lanjut yang dihasilkan oleh otot, otot telah mencapai tegangan
tetanik maksimalnya keadaan ini berdampingan dengan tetanus lengkap.
Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot yang
disebabkan menumpuknya asam laktat dan ADP di serat otot yang dapat diatasi
dengan periode istirahat untuk menurunkan konsentrasi zat-zat tersebut. Saat
panjang istirahat otot berubah, terjadi peningkatan panjang otot yang akan
meningkatkan gaya total selama kedutan yang dirangsang dan ketegangan aktif
maksimal akan diproduksi dalam serat otot rangka saat serat berada pada panjang
istirahatnya. Kecepatan pemendekan maksimal hanya dapat dicapai dengan beban
minimal. Ketika beban berat, kecepatan otot mengangkat beban berkurang dengan
kecepatan yang lebih lambat.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti RD. 2007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat Terhadap
Kelelahan Muskuloskeletal. GEMA TEKNIK. 10(2): 27-32.
Cameron JR. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Edisi ke-2. Jakarta (ID): EGC.
Wijianto, Dewangga MW, Batubara N. 2019. Resiko terjadinya gangguan
keseimbangan dinamis dengan kindisi forward head posture (FHP) pada
pegawai solopos. Gaster. 17(2): 217-230.
RESUME OTOT II
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Jaringan otot terdiri dari sesl-sel panjang yang disebut serabut otot yang
mampu dirangsang oleh impuls saraf. Otot banyak terdapat pada hewan dan
kontraksi otot merupakan kerja seluler yang memerlukan energi dalam hewan
yang aktif (Champbel 2004). Beberapa otot bekerja secara sinergik untuk
menghasilkan aktifitas yang sama namun beberapa otot lain bekerja antagonistik.
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem
koordinasi yang bertugas untuk menerima rangsangan dan menghantarkan
rangsangan ke seluruh tubuh. Impuls dari saraf akan merambat dari dendrit
sampai ke ujung akson. Gerakan otot lurik dibawah komando atau suatu kontrol
disebut impuls saraf motorik. Nervus ischiadicus merupakan salah satu dari saraf
motorik somatic perifer yang mengandung beberapa akson.
Ketika rangsangan yang diberikan pada saraf atau ototnya kecil
(subminimal) maka tak ada satupun unit motorik yang terangsang. Apabila
rangsangan diperbesar sedikit (mencapai minimal) mungkin unit motorik akan
terangsang, sehingga terjadi kontraksi yang terkecil (kontraksi minimal). Bila
rangsangan diperbesar lagi (subminimal) akan terjadi kontraksi yang lebih besar
dari kontraksi minimal yang disebut kontraksi submaksimal. Jika rangsangan terus
diperbesar sampai mencapai maksimal akan menghasilkan kontraksi yang lebih
besar pula.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami rangsangan subminimal, minimal,
submaksimal, maksimal, supramaksimal dan kontraksi maksimal, submaksimal,
dan maksimal yang dihasilkannya, serta terjadinya kontraksi yang berturut-turut
(tetanus) dan kelelahan (fatigue) yang diakibatkan dan kerja luar otot dengan
pembebanan di belakang dan pembebanan di muka.

METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sedian otot saraf (n.
ischiadicus dan m. gastrocnemius), kimograf, stimulator elektrik, alat pencatat
kontraksi dan alat pencatat rangsangan (yang terakhir tidak mutlak perlu), larutan
garam faali (NaCl 0.65%).

Prosedur Kerja
Pada praktikum pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan
kontraksi dilakukan dengan sediaan disiapkan kemudian kecepatan diatur pada
netral. Lalu, saraf atau ototnya dirangsang dengan rangsangan tunggal (single
shock) dan drum diputar 0.5 - 1 cm. Kemudian, rangsangan diperbesar dan
langkah sebelumnya diulangi. Kemudian rangsangan diperbesar lagi hingga
beberapa kontraksi maksimal didapatkan. Apabila tidak menggunakan pencatat
rangsangan, tanda di bawah garis dasar pada setiap kali memberi rangsangan
diberi tanda.
Pada praktikum kontraksi tetanus dan kelelahan, rangsangan diatur
maksimal atas sedikit diatasnya dan kecepatan kimograf pada kecepatan 3. Lalu,
rangsangan dibuat dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil melakukan
pencatatan. Setelah terjadi tetanus komplit perangsangan diterukan sampai
kontraksi menurun dan dihentikan serta diberikan tanda-tanda seperlunya.
Pada praktikum keja luar otot dengan pembebanan di depan dan
pembebanan di belakang, kecepatan diatur pada netral lalu besar rangsangan
diatur sedikit di atas maksimal. Penahan pencatat kontraksi diatur sedemikian
rupa sehingga pencatat ditahan pembebanan dibelakang penahan setiap kali
penambahan beban dan pembebanan dimuka penahan dikendurkan agar otot
direnggangkan oleh beban sebelum dirangsang. Kemudian, pencatat kontraksi
dibuat dengan beban dari 0 - 60 gram. Lalu, beban digantung persis di bawah
ikatan tendo archiles pada alat pencatat. Apabila digantung diluar itu maka berat
beban diperhitungkan dengan dikalikan dengan jarak pengumpil ke beban dibagi
dengan jarak pengumpil ke ikatanya dari tendo archiles. Setelah itu tinggi
pengakatan beban dihitung dengan tinggi kontraksi otot berbanding tinggi
pencatatan kontraksi disamakan dengan jarak pengumpil ke pengikat otot
berbanding jarak pengumpil ke ujung alat pencatat. Tanda-tanda seperlunya
diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rangsangan tunggal pada otot skelet menimbulkan gambar kontraksi
yang disebut single twitch. Ada 3 fase, yaitu fase laten, fase kontraksi, dan
fase relaksasi. Fase laten adalah waktu mulai diberikan rangsangan
sampai terjadi kontraksi d a n berlangsung selama 0.01 detik. Saat otot
menerima rangsangan permeabilitas membran berubah sehingga terjadi
periode laten dimana gerbang Na membuka. Dimana otot menampung
kekuatan untuk memulai suatu kontraksi. Tetapi pada pemberian
rangsangan pertama dengan voltage yang besar periode latennya tidak ada atau
tidak munculnya periode laten (Guyton dan Hall 1953).

Intensitas Rangsangan Voltase Keterangan


Subminimal 1-2 V Kontraksi Subminimal
Minimal 3V Kontraksi Minimal
Submaksimal 4-9 V Kontraksi Submaksimal
Maksimal 10 V Kontraksi Maksimal
Supramaksimal 11-25 V Kontraksi Maksimal
Tabel 1 Pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan kontraksi

Gambar 1 Hasil pengamatan pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan


kontraksi
Berdasarkan besarnya, stimuli terbagi atas subminimal, minimal,
submaksimal, maksimal, dan supramaksimal. Setiap rangsangan ini akan
menghasilkan kontraksi yang berbeda pada otot. Stimuli subminimal merupakan
rangsangan terkecil yang belum ada kontraksi satu unit motoris (Aspinall dan
O’Reilly 2004). Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari
video praktikum. Hasil percobaan menunjukkan pada tegangan 1-2 volt sudah
terjadi kontraksi yang diasumsikan oleh praktikan sebagai kontraksi subminimal,
sedangkan pada tegangan 10 volt menghasilkan kontraksi maksimal.
Percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada rangsangan
subminimal tidak ditemukan adanya kontraksi oleh otot. Menurut Irawati (2015),
hukum “All or None” menjelaskan jika nilai ambang dapat tercapai, peningkatan
waktu dan amplitudo potensial aksi akan selalu sama, tidak peduli intensitas dari
rangsangan tersebut, sehingga dalam kontraksi all or none hanya ada dua
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu serabut otot tidak dapat berkontraksi dan
serabut otot dapat berkontraksi.
Rangsangan minimal merupakan rangsangan yang membuat unit motoris
mulai mengalami kontraksi sehingga terjadi kontraksi otot untuk pertama kali
(Klein 2013). Hasil percobaan menunjukkan bahwa rangsangan minimal dicapai
pada tegangan 3 volt. Rangsangan maksimal adalah rangsangan yang
menyebabkan seluruh unit motoris pada otot berkontraksi sehingga dengan
rangsangan yang lebih besar, otot tidak dapat mengalami kontraksi lebih lanjut
(Campbell et al 2010). Rangsangan maksimal ditunjukkan dengan garis tertinggi
yang dihasilkan pada kimograf. Jika, voltase rangsangan ditambah, maka tidak
akan menghasilkan garis yang lebih tinggi karena sudah mencapai kontraksi
maksimal.
Gambar 2 Hasil pengamatan kontraksi tetanus dan kelelahan

Percobaan kedua adalah mengamati kontraksi tetanus dan kelelahan.


Kontraksi tetanus adalah kontraksi yang timbul dari penjumlahan kontraksi yang
berulang-ulang sehingga otot tidak sempat relaksasi dan bila dirangsang pada
frekuensi besar secara progresif, maka setiap serabut mempunyai resistensi yang
berbeda-beda dan menyebabkan bersatunya kontraksi (Guyton 2007).
Berdasarkan data pada grafik, kontraksi inkomplit terjadi di awal
pemberian frekuensi rangsangan dimana kontraksi baru terjadi dan relaksasi
masih sempurna, ditandai dengan masih adanya jarak waktu antar kontraksi.
Kemudian terjadi kontraksi komplit yang merupakan kontraksi kuat dan masa
relaksasinya tidak berlangsung sempurna. Selanjutnya, otot katak mengalami
tetani lurus dimana frekuensi rangsangan dinaikkan, kekuatan kontraksi akan
mencapai tingkat maksimumnya sehingga tambahan peningkatan apapun pada
frekuensi diatas titik ini tidak akan memberi efek peningkatan daya kontraksi
lebih lanjut.
Gambar 3. Hasil pengamatan kerja luar otot dengan pembebanan di depan dan
pembebanan di belakang.
Percobaan ini dapat mengetahui adanya kontraksi after loaded dan pre
loaded. Kontraksi after loaded adalah peregangan yang diberikan (penambahan
beban) pada saat otot berkontraksi, sedangkan kontraksi pre loaded adalah
peregangan yang diberikan sebelum adanya kontraksi otot (Tortora & Rerrickson
2007). Pembebanan di muka menghasilkan kerja luar yang lebih optimal
dibandingkan dengan pembebanan di belakang sesuai hukum Starling. Kerja oleh
otot dapat meningkat seiring dengan bertambahnya beban sampai batas optimal
dan setelah itu kerja otot akan menurun signifikan.

SIMPULAN
Pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan kontraksi adalah besarnya
rangsangan mempengaruhi kontraksi dan apabila sudah mencapai kontaksi
maksimal jika rangsangan semakin ditambah maka hasil konraksi akan tetap
maksimal. Kontraksi tetanus dan kelelahan dapat disimpulkan bahwa otot tidak
sempat relaksasi jika terpapar oleh kontaksi yang berulang-ulang kemudian otot
mengalami kelelahan. Kerja luar otot dengan pembebanan di depan dan
pembebanan di belakang hasilnya adalah pembebanan di depan menghasilkan
kerja yang lebih maksimal dan efektif dibanding dengan pembebanan di belakang.

DAFTAR PUSTAKA
Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology. Bristol (UK): Elsevier.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Edisi Kelima. Jakarta (ID):
Penerbit Erlangga.
Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain ML, Wasserman SA, Minorsky PV,
Jackson RB. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta (ID):
Erlangga.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Medical Physiology 11th Edition. Philadephia:
Elsevier Saunder. Guyton, Hall.1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. Jakarta(ID) : EGC.
Hickman CP. 1999. Biology of Animal. Sant Louis: The C.V. Mos by Company.
Klein BG. 2013. Cunningham’s Textbook of Veterinary Physiology Fifth Edition.
Missoury (US): Elsevier Inc.
Rahilly. 2000. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta (ID): UI Press.
Tortora GJ, Rerrickson B. 2007. Principles of Anatomy and Physiology 11th
Edition. New Jersey: John and Sons.
Campbell NA. 2004. Biologi. Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai