OTOT II
Oleh :
1. Prawira Eka Wardana (NIM B04190161)
2. Puri Adzrok Abidah* (NIM B04190162)
3. Nia Nur Alfani (NIM B04190164)
4. Deandarla Naoremisa (NIM B04190165)
Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami terjadinya tetanus di otot rangka yang
terisolasi, kelelahan pada otot rangka yang terisolasi, hubungan panjang-
ketegangan otot rangka, kontraksi isotonik dan hubungan Kecepatan-Beban.
METODE
Prosedur Kerja
Pada praktikum tetanus di otot rangka yang terisolasi, otot
dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt dengan 50
stimuli/detik dan akan ditingkatkan menjasi 130 stimuli/detik, 140 stimuli/detik,
142 stimuli/detik, 144 stimuli/detik, 146 stimuli/detik, 148 stimuli/detik, hingga
150 stimuli/detik dengan pencatatan hasil tracing osiloskop disetiap pemberian
multiple stimuli. Pada praktikum kelelahan pada otot rangka yang terisolasi, otot
dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt dengan 120
stimuli/detik, diberi multiple stimuli, dan dicatat hasil di osiloskop. Prosedur
diulangi dengan pemberian waktu istirahat sebesar 10 detik dan 20 detik diantara
pemberian multiple stimuli. Pada praktikum hubungan panjang-ketegangan otot
rangka, otot dipasangkan di dudukan pemasangan dan diberi stimuli 8.5 volt
dengan pemanjangan istirahat otot sebesar 75 mm dan dicatat hasilnya di
osiloskop. Kemudian pemanjangan istirahat otot dipendekkan menjadi 70 mm dan
dipanjangkan menjadi 80 mm, 90 mm, hingga 100 mm. Pada praktikum kontraksi
isotonik dan hubungan Kecepatan-Beban, otot dipasangkan di dudukan
pemasangan dan diberi beban 0.5 gram di salah satu ujung bebasnya dengan
pemberian stimuli listrik dan pencatatan hasil di osiloskop. Prosedur diulang
dengan beban lama kelamaan ditambah menjadi 1 gram, 1.5 gram, dan 2 gram.
Gambar 2. Tabel hasil percobaan kelelahan pada otot rangka yang terisolasi.
Selama kontraksi konsentris isotonik, gaya yang dihasilkan oleh otot lebih
besar dari berat beban yang terpasang dan periode laten meningkat dengan beban
yang lebih berat. Lalu, selama periode laten untuk kontraksi konsentris isotonik
terjadi siklus cross bridge dan ketika ketegangan otot melebihi beban,
pemendekan otot terjadi. Kecepatan pemendekan otot berkurang dengan beban
yang lebih berat. Salah satu tanda kontraksi isotonik otot panjang otot berubah.
Saat beban pada otot meningkat, periode laten akan berkurang, kecepatan
pemendekan akan berkurang, jarak akan bertambah, dan durasi kontraksi akan
bertambah.
Kontraksi yang terjadi saat menambahkan beban seberat 2,0 gram ke otot
rangka adalah kontraksi isometrik. Beban yang memungkinkan kecepatan
pemendekan otot tercepat, kontraksi otot paling lama, dan kontraksi otot yang
bergerak paling jauh adalah berat 0.5 gram. Sedangkan, beban yang menyebabkan
periode laten kontraksi otot terpanjang adalah berat 1.5 gram. Saat mengangkat
beban berat kecepatan pemendekan otot menurun dibandingkan dengan beban
yang lebih ringan. Periode laten menjadi lebih lama pada beban yang lebih berat
karena membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghasilkan gaya yang
dibutuhkan. Cameron (2006) menjelaskan bahwasannya peregangan dengan
beban pada saat terjadinya fase kontraksi akan memiliki hasil kerja luar yang lebih
besar dari pada hasil kerja luar dengan pembebanan sebelum kontraksi, sementara
itu peregangan yang diberikan sebelum kontraksi pada umumnya menyebabkan
otot lebih dulu mengalami kelelahan sebelum kontraksi, hal tersebut
menyebabkan terjadinya pemendekan otot dan bahkan dapat berakibat pada tidak
adanya kontraksi otot.Kecepatan pemendekan maksimal hanya dapat dicapai
dengan beban minimal. Dengan beban yang ringan, kecepatan pemendekan berada
pada kecepatan pemendekan maksimalnya. Ketika beban berat, kecepatan otot
mengangkat beban berkurang dengan kecepatan yang lebih lambat. Dengan
demikian memperpendek kecepatan menjadi lebih lambat. Jarak pemendekan
berubah saat beban menjadi lebih berat dalam percobaan ini, jarak yang semakin
pendek berkurang dengan beban yang lebih berat.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Astuti RD. 2007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat Terhadap
Kelelahan Muskuloskeletal. GEMA TEKNIK. 10(2): 27-32.
Cameron JR. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Edisi ke-2. Jakarta (ID): EGC.
Wijianto, Dewangga MW, Batubara N. 2019. Resiko terjadinya gangguan
keseimbangan dinamis dengan kindisi forward head posture (FHP) pada
pegawai solopos. Gaster. 17(2): 217-230.
RESUME OTOT II
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Jaringan otot terdiri dari sesl-sel panjang yang disebut serabut otot yang
mampu dirangsang oleh impuls saraf. Otot banyak terdapat pada hewan dan
kontraksi otot merupakan kerja seluler yang memerlukan energi dalam hewan
yang aktif (Champbel 2004). Beberapa otot bekerja secara sinergik untuk
menghasilkan aktifitas yang sama namun beberapa otot lain bekerja antagonistik.
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem
koordinasi yang bertugas untuk menerima rangsangan dan menghantarkan
rangsangan ke seluruh tubuh. Impuls dari saraf akan merambat dari dendrit
sampai ke ujung akson. Gerakan otot lurik dibawah komando atau suatu kontrol
disebut impuls saraf motorik. Nervus ischiadicus merupakan salah satu dari saraf
motorik somatic perifer yang mengandung beberapa akson.
Ketika rangsangan yang diberikan pada saraf atau ototnya kecil
(subminimal) maka tak ada satupun unit motorik yang terangsang. Apabila
rangsangan diperbesar sedikit (mencapai minimal) mungkin unit motorik akan
terangsang, sehingga terjadi kontraksi yang terkecil (kontraksi minimal). Bila
rangsangan diperbesar lagi (subminimal) akan terjadi kontraksi yang lebih besar
dari kontraksi minimal yang disebut kontraksi submaksimal. Jika rangsangan terus
diperbesar sampai mencapai maksimal akan menghasilkan kontraksi yang lebih
besar pula.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami rangsangan subminimal, minimal,
submaksimal, maksimal, supramaksimal dan kontraksi maksimal, submaksimal,
dan maksimal yang dihasilkannya, serta terjadinya kontraksi yang berturut-turut
(tetanus) dan kelelahan (fatigue) yang diakibatkan dan kerja luar otot dengan
pembebanan di belakang dan pembebanan di muka.
METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sedian otot saraf (n.
ischiadicus dan m. gastrocnemius), kimograf, stimulator elektrik, alat pencatat
kontraksi dan alat pencatat rangsangan (yang terakhir tidak mutlak perlu), larutan
garam faali (NaCl 0.65%).
Prosedur Kerja
Pada praktikum pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan
kontraksi dilakukan dengan sediaan disiapkan kemudian kecepatan diatur pada
netral. Lalu, saraf atau ototnya dirangsang dengan rangsangan tunggal (single
shock) dan drum diputar 0.5 - 1 cm. Kemudian, rangsangan diperbesar dan
langkah sebelumnya diulangi. Kemudian rangsangan diperbesar lagi hingga
beberapa kontraksi maksimal didapatkan. Apabila tidak menggunakan pencatat
rangsangan, tanda di bawah garis dasar pada setiap kali memberi rangsangan
diberi tanda.
Pada praktikum kontraksi tetanus dan kelelahan, rangsangan diatur
maksimal atas sedikit diatasnya dan kecepatan kimograf pada kecepatan 3. Lalu,
rangsangan dibuat dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil melakukan
pencatatan. Setelah terjadi tetanus komplit perangsangan diterukan sampai
kontraksi menurun dan dihentikan serta diberikan tanda-tanda seperlunya.
Pada praktikum keja luar otot dengan pembebanan di depan dan
pembebanan di belakang, kecepatan diatur pada netral lalu besar rangsangan
diatur sedikit di atas maksimal. Penahan pencatat kontraksi diatur sedemikian
rupa sehingga pencatat ditahan pembebanan dibelakang penahan setiap kali
penambahan beban dan pembebanan dimuka penahan dikendurkan agar otot
direnggangkan oleh beban sebelum dirangsang. Kemudian, pencatat kontraksi
dibuat dengan beban dari 0 - 60 gram. Lalu, beban digantung persis di bawah
ikatan tendo archiles pada alat pencatat. Apabila digantung diluar itu maka berat
beban diperhitungkan dengan dikalikan dengan jarak pengumpil ke beban dibagi
dengan jarak pengumpil ke ikatanya dari tendo archiles. Setelah itu tinggi
pengakatan beban dihitung dengan tinggi kontraksi otot berbanding tinggi
pencatatan kontraksi disamakan dengan jarak pengumpil ke pengikat otot
berbanding jarak pengumpil ke ujung alat pencatat. Tanda-tanda seperlunya
diberikan.
SIMPULAN
Pengaruh besarnya rangsangan terhadap kekuatan kontraksi adalah besarnya
rangsangan mempengaruhi kontraksi dan apabila sudah mencapai kontaksi
maksimal jika rangsangan semakin ditambah maka hasil konraksi akan tetap
maksimal. Kontraksi tetanus dan kelelahan dapat disimpulkan bahwa otot tidak
sempat relaksasi jika terpapar oleh kontaksi yang berulang-ulang kemudian otot
mengalami kelelahan. Kerja luar otot dengan pembebanan di depan dan
pembebanan di belakang hasilnya adalah pembebanan di depan menghasilkan
kerja yang lebih maksimal dan efektif dibanding dengan pembebanan di belakang.
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology. Bristol (UK): Elsevier.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Edisi Kelima. Jakarta (ID):
Penerbit Erlangga.
Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain ML, Wasserman SA, Minorsky PV,
Jackson RB. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta (ID):
Erlangga.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Medical Physiology 11th Edition. Philadephia:
Elsevier Saunder. Guyton, Hall.1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. Jakarta(ID) : EGC.
Hickman CP. 1999. Biology of Animal. Sant Louis: The C.V. Mos by Company.
Klein BG. 2013. Cunningham’s Textbook of Veterinary Physiology Fifth Edition.
Missoury (US): Elsevier Inc.
Rahilly. 2000. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta (ID): UI Press.
Tortora GJ, Rerrickson B. 2007. Principles of Anatomy and Physiology 11th
Edition. New Jersey: John and Sons.
Campbell NA. 2004. Biologi. Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga