A. Tujuan
1. Memahami komponen-komponen yang terdapat pada urine
2. Terampil melaksanakan eksperimen pengujian urine
B. Pendahuluan
2.1 Urine
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urine
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal
dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang
menggunakan urine sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urine disaring di dalam ginjal,
dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui
uretra.
Fungsi utama urine adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari
dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urine sebagai zat yang "kotor". Hal ini
berkaitan dengan kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang
terinfeksi, sehingga urine pun akan mengandung bakteri. Namun jika urine berasal dari
ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urine sebenarnya cukup steril dan
hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah
meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urine dan mengubah zat-zat di dalam
urine dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Urine dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan
mengeluarkan urine yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urine
berwarna kuning pekat atau coklat. Jenis urine adalah sebagai berikut
a. Urine sewaktu
Urine yang dikeluarkan sewaktu-waktu bilamana diperlukan pemeriksaan. Urine sewaktu
biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang melengkapi pemeriksaan fisik badan.
b. Urine pagi
Urine yang pertama dikeluarkan sewaktu pasien bangun tidur. Urine ini biasanya lebih pekat
dan baik sekali untuk pemeriksaan kadar protein sedimen, reduksi, reaksi biologi dari calli
maldini dan sebagainya.
c. Urine pasca prandial
Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (kurang lebih 1,5–3 jam sesudah
makan). Urine ini biasanya dipakai untuk pemeriksaan reduksi.
d. Urine 24 jam
Urine yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine ini akurat untuk analisa kuantitatif.
(Tim DepKes RI, 1994)
Volume dan komposisi urine 24 jam bervariasi tergantung pada jumlah cairan yang masuk
ke tubuh. Data di atas berlaku bagi rata-rata 24 jam spesimen dengan total volume 1.200 mL
(Harper, 1961).
D. Metode
a. Metabolisme Urine
1. Penilaian sifat dan pH urine
a. Mengukur volume urine dalam mL kemudian mengamati warna, bau, dan
kejernihan urine
b. Mengukur pH urine menggunakan pH universal
c. Memasukkan pH universal pada urin menunggu beberapa saat kemudian
menyamakan perubahan warna pH dengan warna indikator pH universal pH
diperoleh 6
2. Penentuan berat jenis urine
a. Isi gelas ukur dengan urine, letakkan urinometer di dalamnya.
b. Urinometer tidak boleh menyentuh tabung, catat suhu tersebut
c. Tiap urinometer sudah ditera pada suhu tertentu
d. Bila suhu urine tidak sama dengan suhu tera lakukan koreksi: tambahkan 0,001
pada angka yang dinyatakan urinometer untuk setiap penambahan suhu 3°C di
atas suhu tera. Dan kurangi 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer untuk
setiap perbedaan suhu 3°C di bawah suhu terra
3. Uji Benedict pada Urine
a. Campurkan 2,5 ml reaksi benedict dengan 4 tetes urine
b. Panaskan selama beberapa menit
c. Perhatikan apakah terjadi perubahan warna, apabila tidak terjadi perubahan
warna setelah dipanaskan maka menunjukkan hasil negatif yaitu tidak terdapat
glukosa di dalam urine
b. Analisis Urin
2. Uji protein
1. 0,5 - 0,5 2
2. 0,6 - 0,4 2
3. 0,7 - 0,3 2
4. 0,8 - 0,2 2
5. 0,9 - 0,1 2
6. - 0,1 0,9 2
7. - 0,2 0,8 2
8. - 0,3 0,7 2
9. - 0,4 0,6 2
Pada penilaian sifat urine kita mengamati warna, bau, dan kejernihan urine. Pada
pengamatan ini diperoleh hasil warna dari urine adalah kuning muda hampir seperti
minyak goreng, hal ini menandakan bahwa warna urine tersebut normal. Warna kuning
muda dari urine disebabkan karena adanya pigmen dalam urine (Urokrom dan
Urobilin). Selain disebabkan oleh pigmen, warna urin juga dipengaruhi oleh
konsentrasi urin karena semakin tinggi konsentrasi maka warna urin akan semakin
pekat. Selain itu juga dipengaruhi oleh keasaman urin, semakin alkasil urin maka
warna akan semakin gelap. Beda halnya dengan urin yang tidak sehat yang akan
menimbulkan warna yang berbeda karena pengaruh obat ataupun penyakit yang
diderita, seperti darah, menyebabkan urine berwarna merah, coklat, keruh (berawan).
Bilirubin, menyebabkan urine berwarna kuning tua, coklat kehijauan. Fenol, salisilat
dan resorsinol menyebabkan urine berwarna hijau gelap. Antipirin menyebabkan urine
berwarna kuning hitam. Phenacetin, menyebabkan urine berwarna kuning.
Selanjutnya didapatkan hasil mengenai bau urin tersebut yaitu berbau khas urin
yaitu pesing hal tersebut menandakan urin normal. Bau urin normal disebabkan oleh
sebagian asam-asam organic yang mudah menguap, yaitu; Bau aromatic timbul karena
pemecahan ureum di dalam urin oleh bakteri. Bau buah ( fruity) terdapat pada
ketonuria. Bau jengkol terdapat pada keracunan jengkol, sering disertai proteinuria.
Dan yang terakhir adalah kejernihan urin, didapatkan hasil pengamatan urin yang
jernih dan tidak keruh, hal tersebut menandakan kualitas urin baik dan normal. Urin
yang keruh dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
● Fosfat dan nanah. Kekeruhan putih dan tebal dalam urine alkalis atau netral
disebabkan karena fosfat/karbonat atau pus/nanah. Fosfat/karbonat menghilang
pada penambahan asam cuka 6% ( carbonat akan timbul gas), sedangkan pada
pus/nanah tidak hilang pada penambahan asam.
● Darah menyebabkan urine merah keruh, pada pemeriksaan sedimen ditemukan
erythrocyte.
● Bakteri Biasanya kekeruhan merata, bakteri dapat dilihat dalam sedimen dengan
pewarnaan Gram.
● Spermatozoa
Setelah pengamatan mengenai sifat urin, kini pada pengukuran pH. Didapatkan
hasil pengamatan pH sebesar 6, hal tersebut membuktikan pH urin normal karena pH
normal urin berada pada pH 4,7-7,5 dengan rata-rata 6. Pemeriksaan pH urine harus
selalu dilakukan, karena pemeriksaan protein harus dilakukan dengan urin yang asam
dan interpretasi hasil pemeriksaan urine lebih mudah, bila kita mengetahui reaksi dan
berat jenisnya.
Pada pengukuran berat jenis, berat jenis sampel urin yang diperoleh adalah hanya
berdasarkan suhu karena kadar gula dan protein tidak diketahui sehingga berat jenis
yang didapat belum berat jenis yang sebenarnya. Berat jenis urin sewaktu pada orang
normal antara 1,003-1,030. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi berat
jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin sewaktu yang mempunyai berat jenis
1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat
dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin
kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi,
alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun. Berat jenis urine tertinggi terdapat
pada urine pertama pagi hari, sedangkan berat jenis terendah terdapat dalam urine
yang dihasilkan 1 jam setelah intake cairan yang cukup banyak.
Adapun, faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin sama dengan yang
mempengaruhi osmolalitas urin. Berat jenis urin mengevaluasi kemampuan ginjal
untuk menampung atau mengekskresikan air. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan
jenis zat terlarut. Terdapatnya zat-zat terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan
meningkatkan berat jenis. Berat jenis urine normal pada seluruh OP kemungkinan
terjadi karena pola makan yang baik, jarang obat-obatan, perombakan bakteri dan
uereum yang baik, dan adanya ketonuria yang seimbang (Lefever , 1997). Bobot jenis
urin berhubungan erat dengan dieresis. Semakin kecil atau rendah bobot jenis, maka
semakin besar diuresis, dan sebaliknya. Bobot jenis urin adalah 1,005 – 1,026 pada
suhu kamar. BJ rendah biasanya dijumpai pada penyakit ginjal seperti glomerunofritis
, defisiensi ADH , gangguan metabolik pada DM , hidrasi berat berkepanjangan ,
sebaliknya BJ urin tinggi dijumpai pada keadaan puasa dan glukosuria.
Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan ginjal. Semakin
pekat urin semakin tinggi berat jenisnya dan begitu pula sebaliknya, semakin encer
urin maka semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis urin normal antara 1,003 -
1,030. Berat jenis urin berhubungan erat dengan diuresa, semakin besar diuresa
semakin rendah berat jenisnya dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil diuresa
semakin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin kurang dari 1,003 dapat disebabkan
oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal kronik
(Wirawan dkk., 2010). Sedangkan urin yang mempunyai berat jenis 1,030 atau lebih,
dapat dijumpai pada penderita dengan proteinuria, diabetes mellitus (DM), dan
dehidrasi (Oka, 1998).
Metode ini adalah metode yang standar pada pemeriksaan glukosuria. Kelemahan
metode ini antara lain yaitu reagen yang dibutuhkan lebih banyak, untuk memperoleh
hasil diperlukan waktu yang cukup lama. Metode ini juga tidak spesifik untuk
mendeteksi glukosa urine saja. Adapun kelebihan metode ini adalah biaya
pemeriksaannya lebih murah dan membutuhkan urin yang lebih sedikit (Mayangsari,
C. 2008). Hal serupa diungkapkan oleh Gandasoebrata (2007), kelemahan metode ini
antara lain reagen yang dibutuhkan lebih banyak, untuk mendapatkan hasil diperlukan
waktu yang agak lama, metode ini juga tidak spesifik untuk mendeteksi glukosa urine
saja. Kelebihan metode ini biayanya murah, membutuhkan urin yang lebih sedikit.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah glukosa dalam urine akan mereduksi cupri
sulfat menjadi cupri sulfat yang terlihat dengan terjadinya perubahan warna
(Zamanzad B, 2009). Pemeriksaan glukosuria metode benedict bersifat semi
kuantitatif. Glukosa akan mereduksi kupri oksida dalam reagen menjadi kupro oksida
yang disertai dengan reaksi perubahan warna benedict sesuai dengan kadar glukosa
yang terlarut dalam urin. Pada uji benedict pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus
aldehid kecuali aldehid dalam gugus aromatik dan alpha hidroksi keton. Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya kekeruhan dan perubahan warna dari biru menjadi hijau
kekuningan sampai merah bata.
Prinsip reaksi metode benedict sebagai berikut :
Berdasarkan reaksi tersebut, semakin banyak kadar glukosa urine maka akan
semakin banyak kupri oksida yang direduksi menjadi kupro oksida, sehingga warna
dari reagen benedict akan semakin merah. Hal ini menjadi dasar dalam interpretasi
hasil pemeriksaan glukosuria metode benedict dimana setiap grade menunjukan
perkiraan kadar glukosa urin. Pemeriksaan glukosa urine metode benedict
memanfaatkan sifat glukosa sebagai pereduksi.
Tes reduksi ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat
pereduksi seperti halnya glukosa sehingga dapat memberikan reaksi positif palsu
untuk glukosuria misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentosa, laktosa, dan
beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat,
serta karena pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C. Selain itu
hasil yang diperoleh masih bersifat semi kuantitatif untuk menaksir kadar glukosa
urin secara kasar (Gandasoebrata, 2007).
b. Analisis Urine
1. Uji Benedict Semikuantitatif
Adanya kandungan glukosa dalam urin dapat diketahui melalui perubahan warna
yang terjadi setelah urin ditetesi larutan benedict dan berubah warna menjadi merah
bata. Namun, data yang didapatkan setelah urin ditetesi benedict ternyata berwarna
hijau kebiruan, artinya urin yang diuji tidak mengandung glukosa. Adanya
kandungan glukosa juga harus diperhatikan. Sama halnya dengan protein, jika urin
mengandung glukosa maka ada masalah yang terjadi pada ginjal khususnya pada
bagian Tubulus Kontortus Proksimal.
Dengan uji glukosa, juga dapat diketahui jika urin menghasilkan endapan maka
orang yang urinnya diuji menderita diabetes. Hal ini berhubungan dengan pankreas
karena pankreas menghasilkan sedikit insulin bahkan tidak, sehingga menyebabkan
diabetes. Dari pengujian urin, didapatkan data bahwa urin yang diuji tidak terbentuk
endapan yang artinya orang yang urinnya diuji tidak menderita diabetes
2. Uji Protein
Urin yang diuji untuk mengetahui ada tidaknya protein, setelah melalui tahap
pemanasan dan pemberian larutan CH3COOH jika terdapat endapan maka urine
tersebut mengandung protein. Karena urin yang diuji tidak terdapat endapan maka
urin tidak mengandung protein. Tetapi jika urin mengandung protein, ini ada
ketidakberesan pada ginjal orang yang urinnya diuji. Seharusnya, ginjal yang
normal tidak akan melepaskan protein bersama urin. Protein (asam amino) pada
ginjal yang normal, akan diserap pada proses filtrasi sebab protein (asam amino)
termasuk zat yang berguna bagi tubuh. Selain itu jika ada protein (asam amino)
yang masih berada pada urin primer, pada tahap reabsorpsi tepatnya di bagian
Tubulus Kontortus Proksimal, semua protein (asam amino) sudah harus diserap
oleh tubuh. Artinya, urin yang dikeluarkan sudah tidak lagi mengandung protein.
Jadi, jika hasil praktikum menunjukkan adanya kandungan protein dalam urin,
maka ginjal orang yang urinnya diuji mengalami masalah terutama pada Tubulus
Kontortus Proksimal.
3. Uji Benda Keton (Rothera)
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa keton yang
terkandung dalam urine. Prinsip percobaan ini adalah pengoksidasian gugus keton.
Uji positif adanya keton ditandai dengan terbentuknya warna jingga setelah
berlangsungnya reaksi. Penambahan (NH4)2SO4 padat bertujuan untuk
mengkondisikan larutan urine yang asam menjadi netral. Selanjutnya, ditambahkan
dengan larutan nitroprusid jenuh bertujuan agar reaksi oksidasi gugus keton dapat
berlangsung dalam suasana basa. Reaksi yang terjadi:
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa pada sampel urine tidak terjadi perubahan
warna. Sampel urine tersebut tetap berwarna kuning jernih. Hal ini menandakan
bahwa dalam sampel urine tersebut negatif tidak mengandung gugus keton.
4. Uji Pigmen Empedu
Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada
percobaan ini cukup dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urine dengan
baik dan benar. Reaksi yang dihasilkan positif, karena ditandai dengan buih
berwarna kuning dan larutan berwarna pelangi (tidak ada pigmen empedu).
Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urine. Jika di terdapat pigmen empedu
pada urine menimbulkan warna kuning pada kulit. Bilirubin terbentuk dari
penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin terkonjugasi dan
disekresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini dalam
air dan diekskresikan dalam urine jika terjadi peningkatan kadar serum. Bilirubin
tak terkonjugasi (bilirubin indrek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak
dapat diekspresikan ke dalam urine. Warna urine normal adalah kuning pusat atau
ambar. Pigmen utamanya urokrom, sedikit urobilin dan hematopirin.
Untuk uji pigmen empedu juga bisa disebut dengan uji gmelin pada percobaan ini,
cairan empedu ditambahkan dengan larutan asam nitrat. Asam nitrat berfungsi
untuk mengoksidasi zat warna empedu. Penambahan asam nitrat dilewatkan
melalui dinding tabung agar terlihat cincin orange yang terbentuk. Jika hasil
pengamatan diperoleh cincin orange, yang berarti terdapat zat warna bilirubin.
Reaksinya yaitu :
5. Uji Wohlgemuth (penetapan amilase)
Enzyme amylase sendiri dapat diperoleh dari saliva atau pancreas. Pada
air seni juga terdapat sedikit amylase, maka untuk mengatasinya pada praktikum
ini dilakukan uji dengan penambahan urin pada 10 tabung reaksi dengan
konsentrasi yang berbeda. Sebagai indikatornya kita menggunakan larutan iod,
sedangkan untuk larutan ujinya kita menggunakan larutan amilum 0,1% yang
mengandung NaCl. NaCl ini berfungsi agar larutan tahan (awet), karena amilum
cepat rusak saat penyimpanan terlalu lama, amilum mudah rusak karena adanya
bakteri di udara bebas. Karena reaksi ini cukup lambat maka kita melakukan
pemanasan tetapi dengan suhu tertentu agar diperoleh suhu maksimum sehingga
enzyme berjalan cukup cepat. Pemanasan dilakukan pada suhu 37⁰C selama 30
menit. Setelah pemanasan tabung reaksi di dinginkan agar reaksi langsung
berhenti sehingga diharapkan hasil dapat diamati dengan jelas. Tapi pada hasil
pengamatan yang didapat terjadi perubahan pada ke 7-10 tabung tersebut dan
pada tabung ke 1-5 menghasilkan warna biru yang menandakan bahwa percobaan
tersebut negatif. Hal ini dikarenakan semua amilum yang ada telah terhidrolisis
menjadi maltosa, dimana maltosa tidak memberikan warna pada larutan saat
diberi indikator iod. Pada dasarnya amilum akan memberikan warna biru, dan
eritrodekstrin akan memberikan warna merah tua sehingga tabung ke-8
merupakan hasil uji positif pada uji amilase. Untuk tabung yang menghasilkan
warna merah pada percobaan pada tabung ke-8 untuk tabung lainnya tidak
muncul perubahan warna merah
b. Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum ini mahasiswa dapat melakukan
percobaan sendiri secara offline sehingga mahasiswa dapat menganalisis secara langsung
dan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Selain itu, apabila dilakukan secara langsung
data yang didapat lebih relevan dan benar adanya.
G. Referensi
Dillasamola, Dwisari., Handayani, Dian., Wahyuni, Fatma., & Abdillah, Rahmad. 2020.
Penuntun Praktikum Biokimia. Universitas Andalas Padang.
Evelyn C, Pearce. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.2006. Jakarta: PT Gramedia
Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
Lefever, Jocce. 1997. Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Mayangsari, C. 2008. Kesesuaian Hasil Pemeriksaan Glukosuria Metode Konvensional
Benedict Dengan Metode Spektrofotometri. Bandung : Universitas Kristen
Maranatha.
Najih. 2015. Identifikasi Senyawa dalam Urin.
http://najihullah.blogspot.com/2015/04/percobaan-iii-urine-identifikasi.html
Oka TG. 1998. Penuntun Praktikum Patologi Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar
R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma. 2010. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No.30. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,Jakarta.
Zamanzad. 2009. Accuracy of Dipstick urinalysis As a Screening Method for Detection of
Glucose, Protein, Nitrites and Blood, Eastern Mediterranean Health Journal. (15) 5
; 1323-1328.
H. Lampiran
1. Data Pengamatan
a. Metabolisme Urin
Benedict+urine+glukosa 0,3% = +
terjadi perubahan warna menjadi
hijau
Benedict+urine+glukosa 1 % = ++
terjadi perubahan warna menjadi
kuning
Benedict+urine+glukosa 5 % = +++
terjadi perubahan warna menjadi
jingga
Benedict+urine+galaktosa 1% = ++
terjadi perubahan warna menjadi
kuning kehijauan
b. Analisis Urin
2. Analisis Data
a. Uji Benedict pada Urine
b. Uji Benda Keton (Rothera)
d. Uji amilase
3. Daftar Gambar
Gambar Hasil Uji Pigmen Empedu Gambar Hasil Uji Amilase tabung ke- (1-5)
Mengetahui,
Muroksid
● Reaksi Tes Adanya Asam Urat dan Garamnya dengan Percobaan Reduksi
Perak (SCHIFF)
10. Tuliskan reaksi yang mungkin terjadi dari percobaan uji klorida.
Jawab :
11. Pada percobaan uji klorida, ramalkan apa yang terjadi jika ke dalam tabung
reaksi ditambahkan ammonium hidroksida berlebih?
Jawab :
Penambahan NH4OH berlebih adalah untuk melarutkan endapan AgCl menjadi
ion kompleks [Ag(NH4OH)]+. Uji positif dari percobaan ini adalah terbentuknya
endapan atau warna merah muda yang dapat larut jika ditambahkan dengan
NH4OH berlebih
12. Tuliskan reaksi kimia yang mungkin terjadi pada percobaan uji kalsium.
Jawab :
13. apa yang terjadi pada uji kalsium jika digunakan larutan natrium sulfat encer.
Jawab :
Mungkin akan lebih alkalis lagi karena natrium sulfat merupakan basa kuat.
14. Tuliskan reaksi kimia yang mungkin terjadi pada percobaan uji sulfat.
Jawab :
15. Pada uji sulfat, bagaimana hasilnya jika air seni yang digunakan tidak diasamkan
terlebih dahulu dengan asam klorida?
Jawab :
jika air seni yang akan digunakan untuk praktikum tidak diasamkan terlebih
dahulu menggunakan HCl, maka akan menyebabkan terbentuknya endapan
16. Tulis reaksi kimia yang mungkin terjadi pada percobaan uji benda keton.
Jawab :
17. apakah uji benda keton dapat membedakan antara aldehida dan keton?
Jawab :
Untuk uji benda keton dapat digunakan untuk menguji sampel apakah terkandung
senyawa keton di dalamnya untuk benda keton merupakan produk metabolisme
asam lemak dan protein yang terdiri dari 3 senyawa yaitu asam asetoasetat, aseton
dan asam beta hidroksibutirat. Sehingga uji benda keton dapat membedakan
antara aldehid dan keton dari hasil percobaannya.
18. Tuliskan struktur benda-benda keton dan sebutkan namanya.
Jawab :
19. apakah yang akan terjadi jika tubuh kita kelebihan benda-benda keton?
Jawab :
Peningkatan kadar ketonuria didalam tubuh dapat menyebabkan ketoasidosis dan
penurunan pH darah jika tidak segera mendapatkan penanganan, pada ibu hamil
dapat menyebabkan kematian janin serta ketoacidotic coma. Keton di dalam urin
dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
ketonuria.