diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Biokimia
Dosen Pengampu:
Gun Gun Gumilar, M.Si.
Disusun Oleh:
Rini Pitriyani (1900118)
Rekan Kerja:
Rezky Neno Putri Zahra (1909519)
Riska Nurafifah (1906123)
Kelompok 9
A. Tujuan Percobaan
a. Kognitif:
1) Memahami protein ditinjau dari segi kimia;
2) Menentukan jenis residu asam amino dalam sampel telur merpati; dan
3) Menentukan kadar protein dalam sampel telur merpati dengan metode Biuret.
b. Afektif:
Dihadapkan pada gejala-gejala percobaan protein, praktikan menjadi gizi minded.
c. Psikomotor:
1) Terampil melakukan percobaan-percobaan protein;
2) Terampil melakukan isolasi dan identifikasi residu asam amino dalam sampel
telur merpati; dan
3) Terampil melakukan penentuan kandungan protein dalam sampel telur merpati.
B. Dasar Teori
Kata protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia.
Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam
makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan.
Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan yang berasal dari
tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein adalah daging, telur,
susu, ikan, beras, dan lain-lain (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Protein digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh dan juga digunakan sebagai
sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata
unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%,
nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen
sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan.
Unsur nitrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitu dengan
cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan adalah 6,25 kali berat
unsur nitrogen (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000
sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan
menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul
protein. Asam-asam amino ini terikat satu dengan yang lain oleh ikatan peptida. Protein
mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Poedjiadi dan Supriyanti,
2005).
Asam amino yang terdapat dalam protein adalah asam α amino karboksilat. Variasi
dalam struktur monomer-monomer ini terjadi dalam rantai samping (Fessenden dan
Fessenden, 1986).
Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa-senyawa organik. Misalnya, titik
lelehnya di atas 200°C, sedangkan kebanyakan senyawa organik dengan bobot molekul
sekitar itu berupa cairan pada temperatur kamar. Asam amino larut dalam air dan pelarut
polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar seperti dietil eter atau benzena. Asam
amino mempunyai momen dipol yang besar. Juga, kurang bersifat asam dibandingkan
sebagian besar asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan sebagian besar amina
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Asam amino dapat digolongkan berdasarkan segi pembentuknya. Asam amino yang
dapat disintesis dalam tubuh (asam amino non-esensial) dan tidak dapat disintesis oleh
tubuh (asam amino esensial). Asam amino juga dapat digolongkan berdasarkan
strukturnya, yaitu berdasarkan rantai sampingnya terdiri dari rantai karbon alifatik,
mengandung gugus hidroksil, mengandung atom belerang, mengandung gugus asam atau
amidanya, mengandung gugus basa, mengandung cincin aromatik, membentuk ikatan
dengan atom N pada gugus amino (Sunarya, 2012).
Ada empat tingkat struktur dasar protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan
kuartener. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam
molekul protein. Oleh karena ikatan antarasam amino ialah ikatan peptida, maka struktur
polimer protein juga menunjukkan ikatan peptide yang urutannya diketahui. Untuk
mengetahui jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam protein dilakukan analisis yang
terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri
sendiri; (2) Pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut; (3) Pemecahan masing-
masing rantai polipeptida; dan (4) Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Adapun struktur sekunder merujuk kepada struktur dua dimensi dari molekul protein
di mana terjadi lipatan (α heliks dan β-sheet), (Sunarya, 2012).
Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan atau
gulungan, membentuk struktur yang lebih kompleks, sedangkan struktur kuarterner
menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu
golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan protein
sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino,
sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan
protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid, atau asam
nukleat. Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya,
yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang
seperti serat atau serabut, sedangkan protein globular berbentuk bulat (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2005).
Berdasarkan fungsi biologinya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim
(dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (ferritin, mioglobin), protein pengatur
(protein pengikat DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan),
protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobin), protein pengangkut
(hemoglobin, lipoprotein, plasma) dan protein (kontraktil/motil laktin, tubulin), (Murray,
2003).
Protein mempunyai sifat yang berbeda-beda. Ada protein yang mudah larut dalam air,
ada juga yang sukar larut dalam air. Rambut dan kuku adalah suatu protein yang tidak
dapat larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam
bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi (Poedjiadi dan Supriyanti,
2005).
Sifat-sifat protein yang lain juga dijelaskan dalam Poedjiadi dan Supriyanti (2005),
yaitu sebagai berikut.
1) Ionisasi → Dalam suasana asam molekul protein membentuk ion positif, sedangkan
dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada pH di atas titik isolistrik
protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik protein bermuatan
positif. Untuk mengendapkan protein dengan ion logam, diperlukan pH larutan di atas
titik isolistrik, sedangkan pengendapan oleh ion negatif memerlukan pH di bawah titik
isolistrik (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
2) Denaturasi → Adalah perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang
tidak menentu. Proses denaturasi kadang-kadang dapat berlangsung secara reversibel,
kadang-kadang tidak. Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses
denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein tersebut. Protein
akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50°C atau lebih. Denaturasi
dapat terjadi karena pengaruh pH, suhu tinggi, ion logam berat, adanya gerakan
mekanik, alkohol, aseton, eter, dan detergen (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
3) Viskositas → Adalah tahanan yang timbul oleh adanya gesekan antara molekul-
molekul di dalam zat cair yang mengalir. Suatu larutan protein dalam air mempunyai
viskositas atau kekentalan yang relatif lebih besar daripada viskositas air sebagai
pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada jenis protein, bentuk molekul,
konsentrasi, serta suhu larutan. Larutan suatu protein yang bentuk molekulnya
panjang, mempunyai viskositas lebih besar daripada larutan suatu protein yang
berbentuk bulat. Pada titik isolistrik viskositas larutan protein mempunyai harga
terkecil (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
4) Kristalisasi → Proses kristalisasi untuk berbagai jenis protein tidak selalu sama, ada
yang dengan mudah dapat terkristalisasi, ada pula yang sukar. Enzim pepsin, tripsin,
katalase dan urease dapat diperoleh dalam bentuk kristal. Albumin pada serum atau
telur sukar dikristalkan. Pada titik isolistrik, protein mudah dikristalkan dengan baik
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
5) Sistem koloid → Molekul yang besar apabila dilarutkan dalam air mempunyai sifat
koloid, yaitu tidak dapat menembus membran atau kertas perkamen, tetapi tidak
cukup besar sehingga tidak dapat mengendap secara alami. Protein mempunyai
molekul besar dan karenanya larutan protein bersifat koloid (Poedjiadi dan Supriyanti,
2005).
Beberapa analisis kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
protein, yaitu:
a. Tes Umum Protein
Tes umum protein terdiri dari tes biuret, tes ninhydrin, dan tes xanthoprotein.
1) Tes Biuret
Pada uji biuret, ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan peptide sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negative
untuk asam amino bebas atau dipeptida (Hanum, 2017).
Persamaan reaksi yang terjadi dalam tes biuret, yaitu:
CuSO4.5H2O + 2NaOH → Cu(OH)2 + Na2SO4 + 5H2O(l)
Cu(OH)2 ⇌ Cu2+(aq) + 2OH-(aq)
(Hikmah, 2012)
Biuret terdiri dari campuran larutan NaOH 0,1 M dan larutan CuSO 4 1%. Larutan
biuret digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu senyawa. Jika
dalam senyawa yang diuji banyak terdapat ikatan peptida, maka dengan uji biuret akan
memberikan warna ungu, misalnya protein. Jika senyawa yang diuji mengandung ikatan
peptida sedikit, maka dengan uji biuret akan memberikan warna merah muda, misalnya
urea (Hanum, 2017).
2) Tes Ninhydrin
Semua asam amino bereaksi dengan triketohidrindena nitrat (ninhidrin) untuk
membentuk aldehida yang lebih kecil, dengan membebaskan karbon dioksida, amonia,
dan menghasilkan warna biru violet. Untuk prolin dan hidroksiprolin menghasilkan warna
kuning. Senyawa-senyawa amonium kuat, senyawa amin, sebagian besar peptida dan
protein bereaksi dengan jalur yang sama, walaupun tidak menghasilkan CO2 dan amonia.
Berikut ini persamaan reaksinya:
(Bintang, 2010)
3) Tes Xanthoprotein
Reaksi ini menyebabkan nitrasi dari inti benzena dalam molekul protein. Tirosin,
fenilalanin, dan triptofan memberi hasil positif terhadap reaksi ini, karena memiliki cincin
aromatik dan bereaksi dengan asam nitrat pekat bila dipanaskan membentuk warna
kuning sampai jingga. Berikut persamaan reaksinya:
(Hikmah, 2012)
Uji xanthoprotein digunakan untuk mengetahui adanya cincin benzene dalam molekul
protein. Protein yang mengandung cincin benzene jika dipanaskan dengan larutan HNO 3
pekat akan memeberikan warna kuning atau jingga. Jika dihasilkan lapisan merah dan
bening, maka negatif atau tidak terdapat cincin benzena (Hanum, 2017).
b. Tes Identifikasi Residu Asam Amino Tertentu
Tes identifikasi residu asam amino tertentu terdiri dari tes Millon untuk tyrosin, tes
Hopkins Cole untuk triptofan, dan tes Pb-Asetat untuk sulfur labil.
1) Tes Millon untuk Tyrosin
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang
dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang
berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil yang positif
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2005).
Reaksi Millon digunakan untuk mengidentifikasi adanya turunan monohidroksi
benzena seperti tirosin dan fenol pada protein. Reaksi ini tidak memberikan hasil yang
memuaskan jika terdapat Cl- dan NH4+. Oleh karena itu, reaksi ini tidak dapat digunakan
dalam analisis serin. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif dan
bila dipanaskan dengan merkuri nitrat (Hg(NO3)2) yang mengandung asam nitrit, maka
akan terbentuk jonjot merah. Berikut ini persamaan reaksi dari tes Millon:
Atau :
(Pujiati, 2014)
2) Tes Hopkins Cole untuk Triptofan
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam kuat
dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan
dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat.
Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2005).
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)
Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-
lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian
akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi
Hopkins-Cole memberi hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2005). Berikut persamaan reaksi yang terjadi:
(Bintang, 2010)
3) Tes Pb-Asetat untuk Sulfur Labil
Larutan yang digunakan pada uji ini adalah larutan NaOH 40% dan larutan Pb(NO 3)2
atau Pb-asetat, larutan tersebut digunakan untuk mengetahui adanya unsur belerang dalam
suatu protein. Protein yang mengandung belerang jika dipanaskan dengan larutan NaOH
40% akan menghasilkan Na2S dan zat lain. Kemudian, ditetesi dengan Pb(NO3)2 atau Pb-
asetat yang akan memberikan warna cokelat sampai hitam dari PbS yang terbentuk
(Hanum, 2017).
Tes timbal asetat merupakan tes spesifik untuk sistein dan sistin. Prinsip dari uji ini,
pada keadaan basa sistein akan melepaskan ion sulfida yang kemudian bereaksi dengan
timbal asetat dan mengubahnya menjadi timbal sulfida yang berwarna hitam (Tiwari,
2015).
Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu:
(Tiwari, 2015)
c. Tes Lain-lain Sifat Protein
Tes lain-lain sifat protein terdiri dari pengendapan dengan logam-logam, tes Heller,
pembentukan garam (salting out), dan tes koagulasi.
1) Pengendapan dengan Logam-logam
Sampel yang mengandung protein ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 atau PbCOOH,
protein dapat diendapkan oleh logam berat, karena tidak larut dalam air. Anion-anion dan
HgCl, dan PbCOOH akan menyebabkan suasana asam sehingga protein bereaksi dengan
nonlogam membentuk garam proteinat. Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu:
(Hikmah, 2012)
2) Tes Heller
Uji Heller digunakan untuk mengetahui adanya kandungan protein dalam bahan uji
dengan cara mendenaturasi menggunakan pH asam. Perubahan pH yang terjadi karena
perubahan asam mineral atau penambahan basa pada protein dapat merusak ikatan garam
yang terdapat pada protein tersebut. Ikatan garam dalam molekul protein secara ionik dan
terjadi karena gaya tarik-menarik antara gugus -COO- dan gugus NH3+ yang berdekatan.
Penambahan asam berarti penambahan ion H+ akan mengubah COO menjadi COOH dan
mengakibatkan gaya tarik menarik hilang atau kerusakan ikatan garam dalam molekul
protein. Penambahan basa yang berarti penambahan ion OH- akan mengubah -NH3-
menjadi NH3 dalam air, yang mengakibatkan hilangnya gaya tarik-menarik atau rusaknya
ikatan garam pada protein tersebut. Penambahan asam atau basa pada kondisi ekstrem ke
dalam larutan protein tidak hanya merusak ikatan garam tersebut, tetapi juga memutus
ikatan-ikatan peptida yang tersebut dalam molekul protein. Produk denaturasi disebut
protein terkoagulasi yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan basa kuat dan
asam kuat karena terhidrolisis menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Pada uji
Heller, sampel dicampurkan dengan HNO3 pekat agar protein terdenaturasi dan
membentuk presipitasi putih. Namun jika berlangsung lama, denaturasi akan terus
berlangsung hingga presipitasi tersebut hilang. Berikut persamaan reaksi yang
berlangsung:
(Sumardjo, 1991)
3) Pembentukan Garam (Salting Out)
Apabila pada larutan protein ditambahkan garam yang mempunyai sifat serupa
dengan protein, maka protein akan diendapkan. Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu:
(Mutholib, 2001)
4) Tes Koagulasi
Kestabilan larutan protein ditentukan oleh struktur tersier atau struktur kuarterner.
Penambahan asam ke dalam larutan protein menyebabkan ion H + akan terikat. Hal ini
menyebabkan perubahan konformasi protein atau rusaknya struktur kuarterner atau tersier
protein, sehingga protein mengalami koagulasi setelah dipanaskan akan terbentuknya
gumpalan putih. Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu sebagai berikut (Hikmah, 2012).
Analisa kuantitatif protein dapat dilakukan dengan uji Biuret, kemudian dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 562 nm. Setelah itu, dilakukan
perhitungan konsentrasi protein dalam sampel dengan membandingkan nilai
absorbansinya dengan kurva standar (Tim Praktikum Biokimia, 2022).
Metode biuret merupakan metode yang paling sederhana untuk memperkirakan
konsentrasi protein, di mana metode ini didasarkan pada fakta bahwa gugus –CONH-
(ikatan peptida), yang terdapat dalam semua protein, dapat membentuk komplek
berwarna dengan ion tembaga pada kondisi basa. Kompleks tersebut memiliki serapan
maksimum pada 540 nm, di mana intensitas warna yang dihasilkan proporsional dengan
jumlah ikatan peptida yang terdapat dalam sampel. Pada konsentrasi protein relatif tinggi
(200–1300 μg) akan dihasilkan warna ungu muda sampai ungu tua, tergantung jumlah
protein dalam sampel. Warna yang dihasilkan merupakan akibat terjadinya proses
chelating ikatan peptida oleh ion tembaga pada suasana basa. Reaksi yang terjadi, yaitu
(Tim Praktikum Biokimia, 2022):
Pereaksi biuret yang digunakan terdiri atas CuSO4, Na-K-tartrat dan KI dalam KOH.
Metode biuret merupakan metode yang sederhana, one-step process, dan paling banyak
digunakan untuk menentukan protein-protein plasma dan deteksi protein di dalam urin
(Tim Praktikum Biokimia, 2022).
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi dan
memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Pada satu
butir telur terkandung hampir semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan mudah
dicerna, salah satunya mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh
untuk hidup sehat. Fungsi dari kandungan protein yang terdapat pada telur antara lain
sebagai zat pembangun tubuh. Kandungan zat gizi atau kadar protein pada telur didapat
pada berbagai jenis telur baik telur ayam ras, telur ayam kampung, telur bebek, telur
puyuh, dll., di mana kadar protein pada masing-masing jenis telur berbeda-beda (Hidayati
dan Mardiono, 2009).
Telur merpati memiliki berat 17 gram/butir. Telur merpati kurang baik sebagai
komoditas telur untuk bahan pangan karena produktivitasnya rendah, ukurannya terlalu
kecil, bagian kuning telurnya kecil padahal padat gizinya, bagian putih telurnya besar
padahal kandungan gizinya rendah, kulit telurnya tipis dan cepat retak. Komposisi kimia
telur merpati, yaitu kadar air sebanyak 72,8%, protein 13,8%, lemak 12,0%, hidrat 0,8%,
dan abu 0,9% (Soekarto, 2020).
D. Spesifikasi Bahan
No
Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
.
1. Pereaksi Millon Wujud: cair dan tidak pH: <1
Bahaya Penanggulangan
Dapat korosif terhadap Terhirup: hirup udara segar
logam Kontak kulit: bilas kulit
Menyebabkan kulit terbakar dengan air
yang parah dan kerusakan Kontak mata: bilas dengan air
mata yang banyak
Dapat menyebabkan reaksi Tertelan: beri air minum dua
alergi pada kulit gelas
4. Pereaksi Biuret Sifat Fisika Sifat Kimia
Hasil
Setelah dipanaskan:
larutan berubah
menjadi berwarna ungu
Waktu pemanasan: 4
menit
Larutan protein +
ammonium hidroksida
+ nynhidrin: larutan
tidak berwarna
Setelah dipanaskan:
larutan berubah
menjadi berwarna
merah
No
Langkah Kerja Pengamatan Analisis
.
Waktu pemanasan: 2
menit
Hasil: positif (+) uji
nynhidrin, artinya
sampel telur merpati
mengandung gugus α
amino bebas (NH2).
Hasil
tabung
Hasil Hasil: positif (+) tes
xanthoprotein,
artinya sampel telur
merpati mengandung
cincin benzena.
Hasil tes Heller:
No
Langkah Kerja Pengamatan Analisis
.
Dilakukan tes
Millon
Dilakukan tes
Biuret terhadap
filtratnya
Hasil
Setelah didiamkan:
larutan menjadi
berwarna biru
Hasil: sampel telur
merpati mengandung
protein dengan residu
asam amino yang
terkandung adalah
tyrosin
No
Langkah Kerja Pengamatan Analisis
.
Hasil
8 tabung reaksi
Diberi nomor
Diisi masing-masing
tabung dengan 2 mL:
Tabung 1: blanko Larutan sampel dan blanko:
(aquades)
Tabung 2: larutan
standar 500 ppm
Tabung 3: larutan
standar 1000 ppm
Tabung 4: larutan
standar 2000 ppm
Tabung 5: larutan
standar 3000 ppm
Tabung 6: larutan
standar 4000 ppm Data sekunder:
Tabung 7: larutan
standar 5000 ppm
Tabung 8: larutan
sampel protein
Ditambahkan pada
masing-masing tabung
reaksi sebanyak 8 mL
pereaksi biuret
Dikocok
Dipastikan larutan
tercampur sempurna
Diinkubasi pada suhu
ruang 37˚C selama 10
menit
Diukur absorbansi
tabung 2-7 pada
panjang gelombang 540
nm (terlebih dahulu
setting ke absorbansi
nol dengan
menggunakan blanko
(tabung 1))
Dihitung konsentrasi
protein dalam sampel
dengan
membandingkan nilai
absorbansinya dengan
kurva standar
Hasil
0.1
0.05
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Konsentrasi
H. Perhitungan
Menghitung kadar protein dalam sampel:
Diketahui:
Absorbansi sampel = 0,079
Persamaan : y = 4,042.10-5 x + 0,0077
Jawab:
y = 4,042.10-5 x + 0,0077
Maka:
y - 0,0077
x=
4,042
0,079 - 0,0077
x=
4,042
x = 1,7825 pp m
massa
ppm =
volume
massa = ppm × volum e
massa = 1,7825 × 0,00 2
massa = 0,003565 gram = 3,565 m g
Maka:
50
× 3,565 mg = 89,125 m g
2
89,125 mg
% protein = × 100% = 17,80%
500,9
I. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul “Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Protein pada Telur
Merpati” dapat dilakukan penentuan kandungan protein apa saja yang terdapat dalam
sampel telur merpati melalui analisis kualitatif dan dapat dilakukan penentuan jumlah
atau kadar protein yang terdapat dalam sampel telur merpati melalui analisis kuantitatif.
Sampel pada percobaan ini adalah telur merpati. Preparasi sampel tidak dilakukan
dengan menghidrolisis putih telur menggunakan HCl karena ketika putih telur
ditambahkan dengan HCl terbentuk endapan berwarna putih, sehingga preparasi sampel
dilakukan dengan penambahan aquades saja. Penambahan HCl menyebabkan
terbentuknya gumpalan akibat sifat asam dari HCl yang memiliki pH rendah. Perubahan
pH pada albumin menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan ionik dan menjadikan albumin
berada pada titik minimumnya sehingga membuat protein terpisah dari pelarutnya dan
menjadi kehilangan daya ikat air atau protein. Adapun penambahan aquades bertujuan
untuk membuat larutan protein yang lebih encer dari sebelumnya.
Analisis Kualitatif
Pada analisis kualitatif dilakukan beberapa tes, antara lain tes umum protein (tes
Biuret, tes Ninhydrin, tes Xanthoprotein), tes identifikasi residu asam amino tertentu (tes
Millon untuk Tyrosin, tes Hopkins Cole untuk Triptofan, tes Pb-Asetat untuk Sulful
stabil), dan tes lain-lain sifat protein (pengendapan dengan logam-logam, tes Helier,
pembentukan garam (salting out), tes koagulasi).
Tes Biuret dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu sampel.
Pada tes Biuret, sampel putih telur merpati yang telah dipreparasi ditambahkan NaOH
pekat, hasilnya teramati tidak terjadi perubahan warna pada sampel. Penambahan NaOH
berfungsi untuk mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 dan memecah ikatan protein
menjadi urea serta untuk memberi suasana basa. Setelah ditambahkan larutan biuret
terjadi perubahan warna menjadi ungu. Terbentuknya warna ungu pada larutan ini
diakibatkan oleh terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dengan N dari molekul
ikatan peptida yaitu gugus peptida (-CO-NH-) pada suasana basa. Berdasarkan perubahan
yang terjadi pada sampel, maka dapat dikatakan bahwa sampel (+) protein karena dengan
uji biuret menunjukkan bahawa sampel mengandung ikatan peptida. Ikatan peptida
merupakan ikatan yang terbentuk ketika atom karbon dari gugus karboksil suatu molekul
berikatan dengan atom hidrogen dari gugus amina molekul lain. Reaksi tersebut
melepaskan molekul air sehingga disebut reaksi kondensasi. Reaksi pada uji Biuret terjadi
sebagai berikut:
Tes Ninhydrin digunakan untuk mengidentifikasi asam α amino bebas yang terdapat
dalam sampel. Asam amino bebas adalah asam amino yang gugus aminonya tidak terikat.
Adanya protein atau asam amino ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sampel.
Reaksi pada tes Nynhidrin sebagai berikut:
Pada hasil uji Ninhydrin pada sampel protein menunjukkan bahwa putih telur merpati
bereaksi positif pada uji ini. Warna yang terbentuk, yaitu warna ungu. Hal ini
menandakan bahwa sampel mengandung asam α amino bebas.
Tes Xanthoprotein digunakan untuk mendeteksi keberadaan cincin benzene aktif pada
protein dengan cara menambahkan asam nitrat pekat. Penambahan HNO3 pekat pada
sampel berfungsi untuk mengubah pH sampel sehingga memicu terjadinya denaturasi
protein yang ada dalam sampel. Dalam tes ini juga dilakukan pemanasan untuk
mempercepat proses reaksi larutan sehingga memicu terbentuknya warna pada sampel.
Setelah dipanaskan, ditambahkan natrium hidroksida. Penambahan NaOH pada sampel
setelah pemanasan membuat lapisan menjadi berwarna jingga diatas larutan kuning dan
endapan kuning. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang berubah
menjadi kuning bila dipanaskan. Berdasarkan pengamatan, sampel putih telur merpati
positif pada uji Xantoprotein. Hal ini menandakan sampel mengandung tirosin,
fenilalanin, dan triftofan. Berikut merupakan persamaan reaksi pada tes Xanthoprotein:
Tes Millon untuk Tyrosin memberikan hasil positif terhadap protein yang
mengandung asam amino yang memiliki gugus fenol. Pereaksi Millon terdiri atas larutan
merkuro nitrat dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Protein dengan pereaksi Millon akan
membentuk endapan putih. Jika dipanaskan, warnanya berubah menjadi merah.
Berdasarkan pengamatan, setelah sampel dan pereaksi Millon dicampurkan dan
dipanaskan terbentuk endapan berwarna putih dan sedikit berwarna merah di dasar tabung
reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sampel putih telur merpati positif terhadap tes Millon.
Tes Hopkins Cole untuk Triptofan digunakan untuk menunjukan inti indol asam
aminotriptofan yang ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada sampel
percobaan. Dengan kata lain, reaksi Hopkins-Cole merupakan cara untuk menguji
keberadaan asam amino triptofan pada suatu sampel. Dalam tes ini ditambahkan juga
asam sulfat. Fungsi penambahan asam sulfat ini adalah sebagai oksidator agar terbentuk
cincin ungu pada larutan sampel. Pereaksi Hopkins Cole mengandung asam glioksilat
(HgSO4). Berdasarkan pengamatan percobaan, sampel ditambahkan pereaksi Hokin Cole
serta H2SO4 terbentuk cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan. Hal ini menandakan
sampel putih telur positif terhadap tes Hopkins Cole. Sampel mengandung protein
triptofan.
Tes Pb-Asetat untuk sulfur stabil digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan sulfur
pada sampel. Penambahan Pb-Asetat ke dalam larutan sampel menyebabkan terjadinya
reaksi sehingga larutan berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Pb-Asetat akan
terionisasi sehingga menghasilkan endapan. Ikatan yang kuat dari reaksi protein yang
ditambahkan dengan Pb-Asetat akan memutuskan ikatan jembatan garam sehingga akan
terjadi denaturasi protein. Berdasarkan pengamatan percobaan, hasilnya terbentuk
endapan berwarna hitam. Hal ini menandakan adanya timbal sulfida. Percobaan
menunjukkan hasil positif terhadap tes Pb-Asetat untuk sulfur stabil. Sampel putih telur
merpati mengandung metionin atau sistein yang ditandai dengan terbentuknya endapan
hitam.
Uji pengendapan dengan logam-logam pada protein memiliki prinsip pembentukan
senyawa tak larut antara protein dan logam berat. Sampel putih telur merpati ditambahkan
5 tetes larutan HgCl 0,2M terbentuk larutan berwarna putih dan tidak terbentuk endapan
atau gumpalan. Namun, ketika ditambahkan larutan timbal asetat, terbentuk gumpalan
atau endapan berwarna putih. Hal tersebut membuktikan bahwa sampel yang diamati
positif mengandung protein.
Tes Heller digunakan untuk mengetahui adanya kandungan protein dalam bahan uji
dengan cara mendenaturasikan menggunakan pH asam. Perubahan pH yang terjadi karena
penambahan asam mineral atau penambahan basa pada protein dapat merusak ikatan
garam yang terdapat pada protein tersebut. Ikatan garam dalam molekul protein adalah
secara ionik dan terjadi karena gaya tarik-menarik antara gugus –COO - dan gugus NH3+
yang berdekatan. Putih telur merpati memberikan hasil positif dengan terbentuknya
endapan dan cicin putih antara dua larutan, yaitu larutan bahan uji dan larutan HNO 3.
Endapan ini terbentuk akibat denaturasi protein dari putih telur akibat penambahan
larutan HNO3 pekat sehingga hal ini sesuai teori bahwa putih telur mengandung protein.
Pada uji salting out, sampel protein ditambahkan dengan NH4Cl, lalu teramati larutan
berwarna putih dan terbentuk endapan. Penambahan NH 4Cl adalah untuk mengendapkan
protein. Penambahan amonium sulfat dilakukan karena amonium sulfat merupakan garam
netral yang tidak mempengaruhi konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam
larutan protein. Selanjutnya larutan tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dengan
residunya. Filtrat kemudian ditambahkan pereaksi biuret sehingga larutan berubah
menjadi warna ungu pada bagian atas larutan. Penambahan biuret adalah untuk
menentukan adanya ikatan peptida. Ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan
bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Berdasarkan perubahan yang terjadi,
sampel putih telur positif mengandung protein.
Tes koagulasi dilakukan untuk membuktikan terdapatnya endapan tetap dalam protein
yang bisa dilakukan dengan penambahan asam atau pemanasan yang mengakibatkan
terjadi koagulasi. Penambahan asam asetat digunakan untuk menentukan pH sehingga
kelarutan protein rendah. Semua protein menggumpal dengan pemanasan terutama
albumin. Berdasarkan perubahan yang terjadi, sampel putih telur positif mengandung
protein.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif bertujuan untuk menentukan kandungan protein pada telur
merpati, khususnya pada putih telur. Analisis kuantitatif ini menggunakan metode biuret
secara spektrofotometer. Metode biuret adalah metode paling sederhana untuk
menentukan konsentrasi protein dalam suatu sampel. Penentuan protein berdasarkan
absorbansi sinar uv memiliki keunggulan yaitu cepat, mudah, dan tidak merusak bahan.
Berdasarkan reagen yang digunakan, teknik spektroskopi memiliki beberapa metode
antara lain metode biuret, metode Lowry, metode Brandford dan metode pengikatan
warna. Metode Biuret didasarkan pada fakta bahwa gugus –CONH- (ikatan peptida),
yang terdapat dalam semua protein dapat membentuk komplek berwarna dengan ion
tembaga pada kondisi basa. Metode ini hanya dapat digunakan untuk protein terlarut.
dipeptida memberikan warna ungu, bin dan merah. Prinsip kerja penentuan kadar protein
dengan metode Biuret ini adalah untuk mnegidentifikasi adanya ikatan peptida dengan
cara menambahkan reagen biuret ke dalam sampel yang kemudian diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer.
Pada percobaan ini, pembuatan larutan biuret dilakukan terlebih dahulu. Larutan
biuret berwarna biru keunguan dan tidak berbau. Larutan ini berfungsi sebagai pereaksi
pada larutan deret standar dan pereaksi pada larutan sampel. Langkah selanjutnya adalah
pembuatan larutan standar protein. Sebanyak 5 mg kasein (albumin murni) dilarutkan
dalam akuades. Larutan ini berwujud cairan tidak berwarna berbau khas. Larutan standar
yang diperoleh kemuian dibuat larutan induk protein.
Sampel ditambahkan pereaksi biuret. Larutan sampel putih telur merpati sebelumnya
berwujud cairan, berwarna kekuningan, dan berbau khas. Penambahan pereaksi biuret ini
bertujuan untuk membuat larutan menjadi berwarna, karena penentuan selanjutnya
dengan menggunakan spektrofotometer. Penambahan biuret pada sampel putih telur
menghasilkan warna biru keunguan. Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum
untuk gugus peptida (-CO-NH-N) dan protein. Reaksi positif pada metode Biuret ini
ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara
Cu2 dan N dari molekul peptida. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna ungu,
biru dan merah.
Pada pembuatan deret standar, sampel yang biasa digunakan adalah BSA (Bovin
Serum Albumin). Berdasrkan literatur, 1 mL BSA mengandung sekitar 5 mg protein. Hal
tersebut menjadi dasar dalam pembuatan kurva standar. BSA juga berfungsi sebagai
pembanding karena memberikan tingkat keakuratan yang tinggi. BSA dimasukkan ke
dalam tabung berbeda dengan volume dan konsentrasi tertentu. Larutan deret standar
digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi sampel protein yang diukur menggunakan
persamaan garis dari larutan standar yang diperoleh.
Tahap selanjutnya dilakukan analisis menggunakan spektofotometer uv-vis. Teknik
spektrofotometer digunakan untuk menghitung kadar protein dalam sampel yakni dengan
cara melihat kekuatan serapan atau absorban dari sampel. Larutan blanko, larutan deret
standar, dan larutan sampel diukur menggunakan UV-Vis. Absorbansinya diukur pada
panjang gelombang 540 nm. Panjang gelombang 540 nm ini merupakan panjang
gelombang serapan maksimum untuk warna ungu. Data hasil absorbansi deret standar
dibuat kurva untuk dibandingkan dengan absorbansi sampel untuk memperoleh
konsentrasi sampel. Diperoleh persamaan regresinya yaitu, y = 4,042.10-5 x + 0,0077.
Adapun absorbansi sampel, yaitu 0,079. Berdasarkan pengolahan data dan perhitungan,
diperoleh kadar protein dalam sampel telur merpati, yaitu sebesar 17,80%.
J. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kualitatif protein pada sampel telur merpati dapat disimpulkan
bahwa sampel telur merpati mengandung protein serta mengandung gugus α amino bebas
dengan gugus amino yang terdapat pada sampel telur merpati adalah tirosin, fenilalanin,
triptofan, sistein dan metionin. Dan berdasarkan analisis kuantitatif protein pada sampel telur
merpati yang dianalisis, diperoleh nilai absorbansi sampel protein dalam telur merpati sebesar
0,079 dengan persentase kadar protein sebesar 17,80%.
K. Daftar Pustaka
Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, R.J. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Fishersci. (2021). Material Safety Data Sheet. [Online]. Tersedia di:
https://www.fishersci.com/. (6 Juli 2022).
Hanum, G.R. (2017). Buku Ajar Biokimia Dasar. Sidoarjo: Unsida Press.
Hidayati, N., dan Mardiono. (2009). Pengaruh Waktu Pengasinan Terhadap Kadar Protein
Putih Telur. Bramedika, 1(2), 81-82.
Hikmah, P. (2012). Analisis Kuantitatif Protein Metode Biuret. Lampung: Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang.
Labchem. (2013). Material Safety Data Sheet. [Online]. Tersedia di:
http://www.labchem.com/. (6 Juli 2022).
Merckmillipore. (2021). Material Safety Data Sheet. [Online]. Tersedia di:
https://www.merckmillipore.com/. (6 Juli 2022).
Murray, R.K. (2003). Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
Muthalib. (2001). Petunjuk Praktikum Brokimia. Malang: UNM.
Poedjiadi, A dan Supriyanti, F.M.T. (2005). Dasar- dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Pujiati. (2014). Reaksi Uji Terhadap Asam Amino. Indramayu: FKIP Kimia UNSRI .
Soekarto, S.T. (2020). Teknologi Hasil Ternak. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Sumardjo, D. (1991). Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Sunarya, Y. (2012). Kimia Dasar II. Bandung: Yrama Widya.
Tim Praktikum Biokimia. (2022). Penuntun Praktikum Biokimia. Bandung: Departemen
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Tiwari, A. (2015). Practical Biochemistry: A Student Companion. Guwahati: Indian Institute
of Technology Guwahati.
Lampiran
A. Pralab
Umum
1. Jelaskan dengan singkat tapi benar tentang protein!
Jawab:
Protein adalah molekul yang mempunyai asam amino, yang terdiri dari asam
karboksilat dan gugus amino.
2. Tuliskan prinsip reaksi pada percobaan-percobaan/tes Millon, Xanthoprotein, dan
Biuret!
Jawab:
Tes Biuret : pembentukan kompleks berwarna (ungu)
Tes Xantoprotein : reaksi nitrasi
Tes Millon : pembentukan kompleks berwarna (merah)
3. Tuliskan pula komposisi dari pereaksi-pereaksi pada butir II.b tersebut!
Jawab:
Pereaksi Biuret : CuSO4, Na-K sitrat dan KI dalam 0,2 M NaOH
Pereaksi Xantoprotein : HNO3 pekat
Pereaksi Millon : larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat
Tes Biuret
1. Warna apa yang terjadi?
Jawab:
Warna positif biuret berwarna ungu
2. Mengapa kelebihan tembaga sulfat harus dihindarkan?
Jawab:
Karena dapat membentuk endapan garam amonium yang warnanya lebih pekat atau
banyak terbentuk endapan Cu(OH)2
3. Apa yang terjadi bila dicampurkan garam amonium?
Jawab:
Penambahan garam amonium dapat menyebabkan reaksi biuret akan terganggu
karena yang bereaksi dengan Cu(OH)2 membentuk endapan biru tua (dapat
mengganggu pengamatan dalam perubahan warna)
4. Gugus apa dari molekul protein yang positif terhadap tes ini?
Jawab:
Gugus amida
5. Sebutkan 2 nama zat selain protein yang positif terhadap tes biuret!
Jawaban :
Urea dan histidin
Tes Ninhidrin
1. Warna apa yang timbul?
Jawab:
Warna positif dari tes ninhidrin berwarna biru-violet
2. Tuliskan rumus molekul ninhidrin!
Jawab:
Rumus molekul ninhidrin adalah C9H16O4
3. Gugus apa dari molekul protein yang memberikan tes positif terhadap tes ini?
Jawab:
Gugus α amino bebas (NH2)
4. Dapatkah tes ini dipakai pada tes asam amino secara kualitatif?
Jawab:
Dapat, karena memberikan perubahan warna. Caranya dengan mengamati intensitas
yang sebanding dengan konsentrasi asam amino.
Tes Xantoprotein
1. Apa yang terjadi pada saat penambahan asam kuat ke dalam larutan protein?
Jawab:
Akan terbentuk endapan putih
2. Perubahan apa yang terjadi pada saat protein dipanaskan bersama asam nitrat?
Jawab:
Endapan putih akan berubah warna menjadi endapan kuning
3. Apa akibat yang terjadi setelah penambahan basa?
Jawab:
Endapan kuning akan berubah warna menjadi jingga atau merah
4. Mengapa asam nitrat memberi warna kuning pada kulit?
Jawab:
Karena asam nitrat menyebabkan reaksi nitrasi pada inti benzena yang terdapat
dalam protein pada kulit
5. Golongan/gugus aromatik mana pada molekul protein yang bereaksi pada tes ini?
Jawab:
Tirosin, fenilalanin, triptofan/benzena, fenil
Tes Heller
1. Apa yang anda temukan pada tes itu?
Jawab:
Yang ditemukan adalah apabila sampel positif mengandung tirosin, fenilalanin, atau
triptofan akan terbentuk cincin berwarna kuning
Pembentukan Garam (Salting Out)
1. Protein apa yang mengendap dengan penjenuhan oleh amonium sulfat?
Jawab:
Protein albumin dan gelatin karena kelarutan protein akan berkurang sehingga terjadi
pengendapan protein
Tes Koagulasi
1. Apa peranan asam cuka dalam reaksi di atas?
Jawab:
Untuk mengubah pH, membuat ion-ion H+ terikat pada gugus-gugus yang bermuatan
negatif. Hal ini dapat mengubah struktur protein sehingga terjadi koagulasi
2. Protein apa yang menggumpal dengan pemanasan?
Jawab:
Semua protein terutama albumin
B. Postlab
1. Tuliskan reaksi-reaksi dari pereaksi Millon, Xanthoprotein, dan Biuret!
Jawab:
Pereaksi Millon:
Reaksi ini menyebabkan nitrasi dari inti benzena dalam molekul protein. Tirosin,
fenilalanin, dan triptofan memberi hasil positif terhadap reaksi ini, karena
memiliki cincin aromatik dan bereaksi dengan asam nitrat pekat bila dipanaskan
membentuk warna kuning sampai jingga.
Pereaksi Biuret
Tes biuret didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam
suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein.
C. Dokumentasi