Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

PENGANTAR TOKSIKOLOGI

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8

ACHMAD ZULKIFLI (1313041014)


ALAM BUDIAWAN
KHALIQ AL GIFARI
NUR EKA SARI
NUR AFNY
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karuniaNya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Pengantar Toksikologi Makalah ini
berisikan tentang informasi tentang Toksikologi.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Makassar, 7 Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................... 1
Daftar Isi..................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
C. Tujuan.................................................................... .............................................4
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Perkembangan Awal Toksikologi................................................. ..........................5
B. Pengertian Toksikologi Dan Racun.........................................................................6
C. Jenis-Jenis Toksikologi.........................................................................................9

D. Jenis Jenis Racun Dan Keracunan....................................................................10


E. Model Masuk Dan Daya Keracunan Pada Toksikologi...........................................12
F. Sasaran Organ Apa Yang Diserang ......................................................................13
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................... 15
B. Saran..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls,
1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan,
tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun,
tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek

tersebut

pada

organisme

dan

mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi
dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi
lingkungan dan ekotoksikologi.Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir
sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran
lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan
fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan
masuknya

agen

ekotoksikologi

dan

interaksi

merupakan

bagian

dengan
dari

lingkungan (Butler,

1978). Dengan

demikian

toksikologi lingkungan.Kebutuhan akan toksikologi

lingkungan meningkat ditinjau dari :Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga
produksi

juga

harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan

meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.Proses industrialisasi akan


memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas,
cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas
lingkungan

yang

mengakibatkan

resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan

meningkat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan awal toksikologi?
2. Apa pengertian toksikologi dan racun?
3. Apa saja jenis-jenis toksikologi?

4. Jenis Jenis Racun dan Keracunan


5. Bagaimana model masuk dan daya keracunan pada toksikologi?
6. Sasaran organ apa yang diserang dalam keracunan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perkembangan awal toksikologi
2. Mengetahui perngertian toksikologi dan racun.
3. Mengetahui jenis-jenis toksikologi.
3

4. Mengetahui jenis racun dan keracunan


5. Mengetahui model masuk dan daya keracunan pada toksikologi.
6. Mengetahui sasaran organ yang diserang dalam keracunan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Awal Toksikologi


Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu telah
mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya
ini ia mengenal makanan, yang aman dan berbaya. Dalam konteks ini kata makanan
dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta
diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan
zat kimia yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun toxic adalah bersaral dari
bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana
panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak
panahnya terdapat racun. Di dalam Papyrus Ebers (1552 B.C.) orang Mesir kuno memuat
informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk
racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris
(kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan di India (500 - 600 B.C.) di dalam
Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai
racun, dan di dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan,
dan penangkal racun gigitan ular.
Hippocrates(460-370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu dia juga
dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis racun bisa ular dan di dalam
bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah memiliki pengetahuan
penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju penyerapan racun dari saluran pencernaan.
Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini, terdapat satu nama yang perlu
mendapat catatan disini, yaitu besar pada jaman Mesir dan Romawi kuno adalah Pendacious
Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia Medika, adalah seorang dokter tentara.
Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun dari tanaman, hewan, dan mineral. Hal ini
membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah
dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik
ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah
keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan
atau menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan toksikologi itu sendiri.
Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh Maimonides(1135 -

1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Andotumnya. Sumbangan yang lebih penting
bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan sesudahnya.
Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus Theophratus Bombast von
Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar, yang pertama kali meletakkan konsep dasar dasar
dari toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan: Semua zat adalah racun dan tidak ada zat
yang tidak beracun, hanya dosis yang membuatnya menjadi tidak beracun. Pernyataan ini
menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis reseptordan indeks terapiyang berkembang
dikemudian hari. Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi
modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca, yang hidup antara tahun 1787
sampai tahun 1853. Pada awak karirnya ia mempelajari kimia dan matematika, dan
selanjutnya mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam tulisannya (1814-1815)
mengembangkan hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun.
Dia adalah orang pertama, yang menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia guna
membuktikan bahwa simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di
dalam badan. Orfila juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan
menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kematian akibat
keracunan. Orfila bekerja sebagai ahli medikolegal di Sorbonne di Paris. Orfila memainkan
peranan penting pada kasus LaFarge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan
metode analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. M.J.B.
Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson,
selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi tokson pada
hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi
forensik. Dalam bukunya Traite des poison, terbit pada tahun 1814, dia membagi racun
menjadi enam kelompok, yaitu: corrosives, astringents, acrids, stupefying or narcotic,
narcoticacid, dan septica atau putreficants.

B. Pengertian Toksikologi Dan Racun


Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and
Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada
organisme

(hewan,

tumbuhan,

manusia)

yang

diakibatkan

oleh

suatu

materi

substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya
efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap
organisme.
Toksik/Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel
pada

kulit,

atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat

mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya rekasi kimia (Brunner & Suddarth, 2001).
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat
kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya
6

terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para
pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons
yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal
dengan hubungan dosis-respons.
Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai
zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada
suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di
reseptor tempat kerja, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila
menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme
biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari
suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan
mekanisme biologi pada suatu organisme.
Toksisitas merupakan istilah

relatif

yang

biasa

dipergunakan

dalam

memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa
satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif,
kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang
sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya.
Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat
kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat
kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi
antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang
harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup,
yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan
pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan
lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik.
Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat
ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yang
berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan.
Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek
yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan
bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT
dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar
7

terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko 3 kimia dari DDT, mengakibatkan
DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga
apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau
kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam
konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan efek
kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi 10 g.
Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah 4 g untuk
orang dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih dari 7 g pada
orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek toksik.
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya sendiri,
tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk dan
diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja.
Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan
yang prinsipil, ia hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak mempunyai sangkut
paut dengan indikasi obat yang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik.
Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut pandangan ahli mata merupakan efek
terapi yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping yang
tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang sama untuk terapi,
lazimnya keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa menyadarinya telah
memakan buah Atropa belladonna, maka mediaris maupun mulut kering harus dilihat sebagai
gejala keracuanan. Oleh sebab itu ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik tidak pernah
dinilai secara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja farmakologi
dan dengan demikian sekaligus berpotensial toksik, memungkinkan untuk membedakan
apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai zat racun. Tidak jarang dari hasil penelitian
toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti penelitian racun (glikosida digitalis)
dari tanaman Digitalis purpurea dan lanata, yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak
langsung, yang diturunkan dari zat racun yang terdapat di dalam semanggi yang busuk.
Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia
untuk perang, kemudian digunakan sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani
glaukoma. Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin ilmu, ia
dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi
antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar 1.1). Ilmu toksikologi
ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis
dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor
sehingga dapat memberikan efek toksik.

Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi


kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan biologis yang
diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi, immonologi, dan
fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau
organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan /
penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya.
Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan
sistem kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi guna lebih
dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme. Mengadopsi konsep dasar
yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh
tokson menjadi konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah konsentrasi dimana
memberikan efek yang menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal dengan efek
farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah memberikan efek berbahaya (konsetrasi
toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat menimbulkan efek kematian. Agar dapat
menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi memerlukan dukungan ilmu kimia analisis,
biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta hubungannya dengan biologi. Ilmu statistik sangat
diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang
nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter-parameter angka yang mewakili
populasi. Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli
farmakologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek
berbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada
umumnya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu
tokson.

C. Jenis-Jenis Toksikologi
1. Toksikologi Deskriptif : Melakukan uji toksisitas untuk mendapat informasi yang
digunakan untuk mengevaluasi resiko yang timbul oleh bahan kimia terhadap manusia
dan lingkungan
2. Toksikologi Mekanistik : Menentukan bagaimana zat kimia menimbulkan efek yang
merugikan pada organisme hidup
3. Toksikologi Regulatif : Menentukan apakah suatu obat mempunyai resiko yang
rendah untuk dipakai sebagai tujuan terapi
4. Toksikologi Forensik : Mempelajari aspek hukum kedokteran akibat penggunaan
bahan

kimia

berbahaya

dan membantu menegakkan diagnosa pada pemeriksaan

postmortem
5. Toksikologi Klinik : Mempelajari
merawat

penderita

yang

gangguan
keracunan

yang
dan

disebabkan
menemukan

substansi
cara

baru

toksik,
dalam

penanggulangannya

6. Toksikologi Kerja : Mempelajari bahan kimia pada tempat kerja yang membahayakan
pekerja dalam proses pembuatan, transportasi, penyimpanan maupun penggunaannya
7. Toksikologi Lingkungan : Mempelajari dampak zat kimia yang berpotensi merugikan
sebagai polutan lingkungan
8. Ekotoksikologi : Mempelajari efek toksik zat kimia terhadap populasi masyarakat
9. Toksikologi Ekperimental : Pemakaian obat secara kronik (anti hipertensi, obat TBC,
kontrasepsi), harus disertai data karsinogenik dan teratogenik dari obat tersebut
Pemakaian obat dalam waktu pendek (obat cacing), harus memenuhi sarat toksisitas akut

D. Jenis Jenis Racun dan Keracunan


Jenis-jenis keracunan (FK-UI, 1995) dapat dibagi berdasarkan:
1. Cara terjadinya, terdiri dari:
a. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan
pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri tetapi
hanya untuk mencari perhatian saja.
b. Attempted Suicide
Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengan
kematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai
c. Accidental poisoning
Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan
d. Homicidal poisoning
Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
orang lain.
2. Mulai waktu terjadi
a. Keracunan kronik
Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala
dapat timbul secara akut setalah pemajanan berkali-kali dalam dosis relative kecil ciri
khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh
lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh keracunan
bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat
dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap
benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida)
dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah
beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah.
b. Keracunan akut
Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang
(pada keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung )
10

gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma. Keracunan ini juga
karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam
waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat
menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam waktu singkat.
3. Menurut alat tubuh yang terkena
Pada

jenis ini,

keracunan digolongkan berdasarkan organ yang

terkena,

contohnya racun hati, racun ginjal, racun SSP, racun jantung.


4. Menurut jenis bahan kimia
Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama,
misalnya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya. Keracunan juga
dapat disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui tusukan yang
terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan labalaba) dan gigitan ular, melalui
makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan
pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela
(singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun
pada

udang

maupun

kepiting,

dan keracunan

juga

dapat

disebabkan

karena

penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan (Amphetamine),


depresan (Barbiturate), atau halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alcohol.

Jika kita sehari hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu
bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya
pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh. Seperti
11

garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi
namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak
mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang
lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun
sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter.

E. Proses Masuk Dan Daya Keracunan


Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga
saluran, yakni:
1. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang
terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau
makan dan minum di laboratorium.
2. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline,
nitrobenzene, dan asam sianida.
3. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan
saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur
dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan
HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke
seluruh organ-organ tubuh.
4. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)
Daya Keracunan
1. Super Toksik : Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin,
2. Agen Oranye, Batrachotoxin, Asam Flourida, Hidrogen
3. Sianida.
4. 2. Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat
5. Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol, Heptachlor
6. Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC)
No
1
2
3
4
5
6

Kriteria Toksik
Super Toksik
Toksik Ekstrem
Sangat Toksik
Toksisitas sedang
Sedikit Toksik
Praktis Non Toksis

Dosis
> 15 G/KG BB
5 15 G/KG BB
0,5 5 G/KG BB
50 500 MG/KG BB
5 50 MG/KG BB
< 5 MG/KG BB

F. Sasaran Organ Yang Diserang


Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ,
sel, atau kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu
yang memadai pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil
alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat
mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal
12

dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat
menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang
optimal tidak akan memberikan berpengaruh sama sekali. Gangguan toksik (keracunan) dari
bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya CCL4 dan benzene dapat menimbulkan
kerusakan pada hati ; metal isosianat dapat menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa
merkuri dapat menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa organic
yang mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau
penyebab kanker. Gangguan-gangguan tersebut diatas sangat tergantung pada kondisi
kesehatan orang yang terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi akan
mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang
gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.
Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun
diklasifikasikan menjadi 5 golongan, yaitu:
a) Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral,
fungi beracun, dan preparasi arsenik.
b) Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat berakibat fatal pada
otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium, dogitalis, dll.
c) Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat lumpuh
dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam
hidrosianat, sianida seng, dan kloroform.
d) Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat fatal
bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap timbal, merkuri, dan
arsenic. Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering
ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat
kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta
kesehatan lingkungan. Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan
gambaran sbb: berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu
tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus
dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang
rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah
lonjong dan tampak lebih tua (old man face)), Otot otot melemah, atropi, bentuk kulit
berkeriput bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai
diare kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil.
e) Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa racun makanan yang
pada keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia (atau pyemia) dan tipus pada hewan
ternak

13

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain
yaitu semua subtansi yang digunakan dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan
produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk
menimbulkan
pengaruh negatif bagi manusia.
Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari
zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian
secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang
di timbulkannya.

B. Saran
1. Semoga makalah ini bisa memberi pengetahuan yang mendalam kepada para
mahasiswa khususnya pengetahuan mengenai Toksikologi
2. Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

15

DAFTAR PUSTAKA
B, Immaduddin. 2008. Bahan Kimia Beracun atau Toksik. Diakses 24 Oktober 2013
(http://imadanalyzeartikelkesehatan.blogspot.com/2008/07/bahankimiaberacunatau-toksik.html)
Rimantho.

2012.

Konsep

Dasar

Toksikologi.

Diakses

24

Oktober

(http://bushido02.wordpress.com/2012/01/23/konsep-dasar-toksikologi-2/)
Saintzz Brogethz, Yudi. 2011. Definisi Keracunan. Diakses 23 Oktober 2013
(http://www.scribd.com/doc/49637307/Definisi-Keracunan)
Wikipedia. Diakses 23 Oktober 2013 (http://id.wikipedia.org/wiki/Racun).
Prismasari, Septika. 2012. Klasifikasi Keracunan. Diakses 24 Oktober 2013
(http://id.scribd.com/doc/88461728/Klasifikasi-keracunan)
Wikipedia.

2013.

Toksikologi.

Diakses

23

Oktober

2013

(http://id.wikipedia.org/wiki/Toksikologi)
Yasmina,

Alfi.

2011.

Toksikologi.

Diakses

23

Oktober

2013

(http://farmakologi.files.wordpress.com/2011/02/toksikologi.pdf)

16

Anda mungkin juga menyukai