Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA AIR
UJI ZAT ORGANIK PADA AIR SUNGAI
MARTAPURA

NAMA : M HANDRI ANSHARI


NIM : AK1119047
KELOMPOK/SHIFT : 2/2
SEMESTER : III (A)

YAYASAN BORNEO LESTARI


AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO
LESTARI D-III TENAGA LABORATORIUM
MEDIK BANJARBARU
2020
I. Judul : Uji Zat Organik Pada Air SUNGAI
Martapura
Hari, tanggal : Selasa, 20 Oktober 2020.
Tujuan : Menentukan kadar zat organik (nilai
permanganat) dalam sampel secara titrimetrik.
Prinsip : Zat organik dalam air dioksidasi oleh
KmnO4 berlebihan dalam suasana ASAM dan panas. Sisa KmnO4
direduksi oleh asam oksalat berlebiha. Kelebihan asam oksalat dititrasi
kembali dengan KmnO4. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya
warna merah muda mantap.

II. Dasar Teori.


Nilai kalium permanganat (KMnO4 value) didefinisikan sebagai
jumlah mg KMnO4 yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik yang
terdapat di dalam satu liter contoh air dengan didihkan selama 10 menit.
Dengan proses oksidasi tersebut di atas mungkin hanya sebagian atau
seluruh zat organik tersebut. Proses oksidasi untuk penetapan nilai kalium
permanganat dapat dilakukan dalam kondisi asam atau kondisi basa, akan
tetapi oksidasi dalam kondisi asam adalah lebih kuat, dengan demikian
ion-ion klorida yang terdapat pada contoh air akan ikut teroksidasi. Oleh
karena itu oksidasi kalium permanganat dalam kondisi basa dianjurkan
untuk pemeriksaan contoh air yang mengandung kadar klorida lebih dari
300 mg/L. Zat - zat organik lain yang dapat mengganggu penetapan nilai
kalium permanganat adalah ion – ion reduktor seperti ferro, sulfida, dan
nitrit.
Gangguan dari reduktor bila terdapat dalam contoh air dapat di
cegah dengan penambahan beberapa tetes larutan KMnO4 sebelum
dianalisis sulfida- sulfida dapat dihilangkan dengan mendidihkan contoh
setelah ditambah beberapa tetes H2SO4, sehingga terdapat bau H2S. Bila
terdapat nitrit maka dapat dikoreksi dengan analisis blanko.
(Underwood,1999).
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara
tidak langsung dengan permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan
dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil
titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam
khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam,
ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan
banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4¬ pada buret. Apabila percobaan
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena
sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan
berwarna merah rosa.Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4
yang telah ditambahkan H2SO4dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reaksi antara MnO4 - dengan Mn2+. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O
↔ 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti
H2C2O4.Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air. H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang
diperlukan untuk titrasi ya ng pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi
permanganometri yang dilaksanakan.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada:
1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama,
larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi
MnO2sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah
rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada
larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reaksi antara MnO4 - dengan Mn2+ .
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan
H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan
terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang
kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2 ↑
H2O2 H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang
diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi
permanganometri yang dilaksanakan.
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam
larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat
dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang
sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah
untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih
dan mendiamkannya diatas
penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu
penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau
melalui krus saring dari kaca maser. Permanganat bereaksi secara cepat
dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa
pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat
adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II)
menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan:
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+

Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah
MnO2.Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan
larutan permanganat.Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganat.Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam
permanganat.Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan
jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada
dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya,
pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan
penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk
menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika
disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan
banyak berubah selama beberapa bulan. Oksidasi ini dapat berlangsung
dalam suasana asam, netral dan alkalis. Reaksi yang terjadi dalam analisis
ini adalah:
2 MnO4 - + 5 C2O4 + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O.
III. Alat dan Bahan.
A. Alat:
 Beaker glass 250 ml.
 Beaker glass 500 ml.
 Buret.
 Labu ukur 100 ml.
 Labu ukur 500 ml.
 Erlenmeyer 250 ml.
 Gelas arloji.
 Corong.
B. Bahan:
 KMnO4 10gr.
 H2C2O4 10gr.
 H2SO4 25ml.
C. Bahan yang dibawa
 Air Sungai martapura
IV. Cara Kerja :
 Standarisasi KMnO4 dengan H2C2O4.
1. Pipet 5ml H2C2O4.
2. Tambahkan 5ml H2SO4 8N.
3. Tittrasi dengan KMnO4 hingga berubah menjadi warna pink.
 Penentuan Kadar.
1. Pipet 5ml sampel masukkan dalam Erlenmeyer.
2. Lalu tambahkan 45ml aquades.
3. Tambahkan lagi 2/3 tetes KMnO4.
4. Tambahkan 5ml H2SO4 8N.
5. Setelah itu panaskan pada suhu 70-80°C sampai mendidih
selama 2 menit.
6. Kemudian tambahkan 5ml KMnO4, panaskan hingga
mendidih selama 5 menit.
7. Setelah itu dinginkan dan kemudian tambahkan 10 ml
H2C2O4 hingga berwarna bening.
8. Titrasi dengan KMnO4 hingga berwarna pink.
V. Hasil Pengamatan.
Standarisasi KMnO4 dengan H2C2O4

Sebelum dititrasi dengan KMnO4.

Setelah di titrasi dengan KMnO4.


Penentuan Kadar

5ml sampel + 45ml aquadest + 2/3 tetes KMnO4 + 5ml H2SO4 8N +


Panaskan 2 menit
Kemudian tambahkan 5ml KMnO4, panaskan hingga mendidih selama 5 menit

Setelah itu dinginkan dan kemudian tambahkan 10 ml H2C2O4 hingga


berwarna bening
NB : karena 10ml tidak berubah warna menjadi bening di tambah
lagi dgn kelipatan 2, jadi setelah 10ml, ditambah 2ml + 2ml

Titrasi dengan KMnO4 hingga berwarna pink


Kalkulasi:
Mg/L zat organik =
(VKmNO4 yg ditambah+Vtitrasi)xNKmNO4)−(VH2C2O4xNH2C2O2)x31,6x1.000x0)
ml sampel

(5ml +14) x 0,01) − (10 x 0,01) x 31,6 x 1.000 x 50)


= 50
(0,19) − (0,1) x 31,6 x 1.000 x 50
=
50 𝑚𝑙

0,09 𝑥 31,6 𝑥 1.000 𝑥 50


=
50 𝑚𝑙
142,200
=
50 𝑚𝑙

= 2,844 mg/L.

Nilai Normal : Maksimum 10 mg/l (Berdasarkan Permenkes RI)


VI. Pembahasan.
Permanganometri merupakan metode titrasi yang dilakukan
berdasarkan reaksi oleh Kalium permanganat (KMnO4). Prinsi reaksi ini
difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4
dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 telah dikenal lebih
dari seratus tahun, kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas
alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat
larut dan lain sebagainya.
Zat organik dapat dioksidasi dengan menggunakan KMnO4 dalam
suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam
oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan
KMnO4. Metode permanganometri didasar kan pada reaksi oksidasi ion
permanganat. Reaksi oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam,
netral dan alkalis. Adapun reaksi yang terjadi sebagai berikut: MnO4- (aq)
+ 8H+ (aq) + 5e → Mn2+ (aq) + 4H2O(l).
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi
(Sari, 2018).
Titrasi permanganometri dipilih karena memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya yaitu lebih mudah digunakan dan efektif, karena
reaksi ini tidak memerlukan indikator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4
sudah berfungsi sebagai indikator, yaitu ion MnO4-berwarna ungu, setelah
direduksi menjadi ion Mn tidak berwarna, dan disebut juga sebagai
autoindikator (Sari, 2018).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
persamaan di atas, maka didapatkan kadar zat organik sebesar 2,844 mg/l.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sampel air sungai
mengandung zat organik yang normal, bedasarkan kriteria air minum yang
telah ditetapkan oleh KEMENKES RI No.492/MENKES/SK/VI/2010,
kadar zat organik yang terkandung tidak boleh lebih dari 10 mg/l. Kadar
zat organik yang tinggi menunjukan bahwa air telah tercemar. Jadi, sampel
air sungai tidak layak digunakan sebagai air minum, karena tidak
memenuhi kriteria air minum.
Apabila air yang tercemar zat organik digunakan untuk mencuci
peralatan makan sehari-hari, maka kandungan zat organik tersebut akan
menempel pada alat makan yang digunakan kemudian masuk ke dalam
tubuh bersama dengan makanan yang dikonsumsi. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pada organ dalam tubuh diantaranya adalah
kerusakan ginjal, hati, berbagai jenis penyakit kanker, cacat kelahiran, efek
kesehatan mental (Sanborn et al, 2004; Maroni & Fait, dalam Oates dan
Cohan, 2009).
Air yang tercemar zat organik tersebut digunakan warga sekitar
untuk keperluan mencuci alat makan, mandi dan mencuci pakaian.
Kandungan zat organik pada air tersebut semakin lama akan mencemari
peralatan makan yang digunakan oleh warga sekitar.

VII. Kesimpulan.
Dalam praktikum kali ini kami melakukan praktikum ini yaitu uji
zat organik pada air sungai martapura, hasil yang kami dapatkan yaitu
2,833 mg/l, dimana hasil tersebut adalah normal, yaitu nilai normal
maksimum 10 mg/l (Berdasarkan Permenkes RI) , jadi bisa disimpulkan
bahwa air PDAM intan banjar layak dikonsumsi sebagai air minum, karena
memenuhi standar air minum untuk uji kimia zat organik menurut
Permenkes RI. Nilai normal sesuai Permenkes RI yaitu 10 mg/l. Jadi
menurut saya baik kalau langsung di minum, sebaiknya jika ingin
dikonsunsumsi maka harus melalui proses pemasakan terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor :


416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 03 September 1990 SNI 6989.19:2009.
Putri, Maulida Ayu. 2019. Laboratorium Lingkungan Percobaan III
Klorida. Diakses pada tanggal 25 November 2019.
Asmadi & Suharno.2012.Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air
Limbah. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Febrian, M.B. 2008. Engembangan Sensor Chemical Oxygen Demand
(COD) Berbasis Fotoelektrokatalis : Evaluasi Respon Terhadap Beberapa
Surfaktan. Universitas Indonesia.
Day, R.A.J., & Underwood, A.2002, Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai