PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui adanya senyawa-senyawa untuk menetralisir
senyawa-senyawa logam berat atau metaloid dan memahami antidota kimia logam dan
metaloid tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Antidota
Antidota adalah agen terapi yang memiliki tindakan spesifik terhadap aktivitas atau
efek racun. Meskipun tidak skema klasifikasi ideal, antidota dapat secara luas
diklasifikasikan sebagai antidota kimia atau farmakologis. Antidota kimia khusus
berinteraksi dengan atau menetralkan racun. Misalnya, kelator logam seperti kalsium
disodium edetate (CaNa2EDTA) atau succimer bergabung dengan logam membentuk
kompleks metal-chelator yang larut yang selanjutnya dieliminasi melalui ginjal.
Antidot farmakologis menetralkan atau sebagai antagonis efek racun. Antidota
farmakokogis dapat mencegah pembentukan metabolit toksik (fomepizole), bersaing
dengan atau memblokir aksi racun di lokasi reseptor (nalokson), atau membantu
mengembalikan fungsi normal (N-asetilsistein) (Albertsten et al., 2004). Antidota dapat
diaplikasikan secara oral dan parenteral, antidota parenteral saat bereaksi dengan logam
maka tidak akan membentuk endapan karena bila membentuk endapan dan berada di
dalam pembuluh darah akan menyebabkan trombus. Sebaliknya antidota peroral akan
menghasilkan endapan karena terbentuk kompleks besar. Beberapa antidota
diantaranya adalah:
a. Tanin
Tanin memiliki rumus molekul C76H52O46, berat molekul 1701,22, dapat
diidentifikasi menggunakan kromatografi, berwarna kuning atau kecokelatan. Tanin
dalam teh sebagian besar tersusun atas katekin, epikatekin, epikatekin galat,
epigalokatekin, epigalokatekin galat, dan galokatekin (Hartoyo, 2003 dalam Anggraini
dkk, 2014). Tanin merupakan senyawa yang dapat dilarutkan oleh gliserol, air,
hidroalkohol dan alkohol. Akan tetapi, tanin tidak dapat larut dalam petroleum, benzen
dan eter. Tanin memiliki rasa asam dan sepat, tidak dapat mengkristal karena
merupakan senyawa kompleks campuran polifenol (senyawa yang sukar mengkristal)
dan dapat mengendapkan protein larutannya. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi
astrigensia, antiseptik dan pemberi warna. Tanin mempunyai sifat sebagai agen
pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Proses pengkelatan logam dapat
terjadi karena adanya kesesuaian pola subtitusi dan pH senyawa fenolik tersebut, dan
dengan demikian tanin akan terhidrolisis. Kelat dari senyawa tanin akan membuat
logam dapat stabil dan aman di dalam tubuh. Namun, ada pengaruh tanin di dalam
tubuh jika mengkonsumsi minuman seperti teh secara berlebihan yaitu menyebabkan
anemia. Hal ini disebabkan zat besi dalam darah akan di kelat oleh senyawa tanin yang
terdapat pada makanan atau minuman tersebut.
Senyawa tanin merupakan zat organik yang sering ditemukan dalam teh dan dapat
membentuk khelat dengan logam, sehingga keberadaannya dapat memberikan
pengaruh terhadap penurunan konsentrasi ion Pb(II). Teh banyak mengandung tanin,
kandungannya antara lain adalah katekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalo katekin,
epigalo katekin galat, dan galokatekin (Hartoyo, 2003 dalam Anggraini dkk 2014). Dari
seluruh komponen tersebut, katekin menyusun 20%-30% dari seluruh berat kering
daun. Katekin inilah yang kemungkinan dapat bereaksi dengan ion Pb. Dilihat dari
sifatnya, tanin membentuk kompleks jika bereaksi dengan logam. Ikatan dengan logam
dan membentuk kompleks. Ion Pb menyediakan 6 orbital kosong untuk dimasuki oleh
enam pasangan elektron bebas. Ikatan inilah yang disebut ikatan koordinasi yang
menghasilkan senyawa kompleks. Timbal adalah logam berat yang bisa bereaksi
dengan katekin melalui berbagai ikatan kimia. Ion Pb dengan katekin dapat membentuk
kompleks melalui ikatan kimia koordinasi. Katekin mempunyai dua atau lebih atom
donor yang dapat terikat pada ion logam yang sama, sehingga membentuk kompleks
khelat.
b. Natrium Thiosulfat
Natrium tiosulfat digunakan sebagai antidotum pada keracunan sianida, yang
dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan nitrit atau 2
hidroksokobalamin (Johan H, 2017). Natrium tiosulfat juga dapat digunakan untuk
mencegah akumulasi sianida pada pasien yang mendapatkan infus nitroprusida
dalam jangka waktu lama. Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur bagi enzim
rhodanese (sulfur sianida transferase), yang mendukung konversi sianida menjadi
senyawa tiosianat yang relatif kurang toksik. Senyawa tiosianat dapat diekskresikan
melalui urin.
BAB III
METODE