Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keracunan logam berat merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa
merusak kesehatan manusia. Salah satu jenis polutan yang banyak mendapat perhatian
dalam pengelolaan lingkungan adalah logam berat. Pembuangan limbah terkontaminasi
oleh logam berat ke dalam sumber air bersih (air tanah atau air permukaan) menjadi
masalah utama pencemaran karena sifat toksik dan takterdegradasi secara biologis (non-
biodegradable) logam berat.
Jenis logam berat yang tergolong memiliki tingkat toksisitas tinggi antara lain adalah
Hg, Cd, Cu, Ag, Ni, Pb, As, Pb, As, Cr, Sn, Zn, dan Mn. Salah satu jenis bahan pencemar
yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah logam berat. Zat yang bersifat racun
dan yang sering mencemari lingkungan misalnya merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium
(Cd), dan tembaga (Cu). Logam-logam berat Hg, Pb, dan Cd tidak dibutuhkan oleh tubuh
manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam-logam tersebut, tubuh akan
mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti
ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut.
Walaupun sampai sekarang belum diketahui berapa waktu yang dibutuhkan oleh logam
berat dari masuknya ke dalam tubuh sampai terserap oleh rambut, dalam ulasan ini dicoba
untuk menentukan tingkat pencemaran logam berat berdasar kadarnya dalam makanan, air
minum dan dalam rambut. Logam berat tertentu juga dibutuhkan dalam proses kehidupan.
Misalnya dalam proses metabolisme untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tubuh.
Sebagai contoh Co dibutuhkan untuk pembentukan vitamin B12, Fe dibutuhkan untuk
pembuatan hemoglobin, dan Zn berfungsi dalam enzim-enzim hidrogenase. (Dahriah,
2011).
Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang
mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah
tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada bagian akar, batang, daun
dan buah (Agustina, 2014). Bila manusia banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung logam berat dan ikut dalam aliran darah dalam tubuh, maka akan timbul
gejala tertentu dan bahkan menyebabkan kematian.
Keracunan timbal merupakan salah satu penyakit tertua dalam sejarah peradaban
manusia. Beberapa tahun ini, keracunan timbal telah dikenal sebagai salah satu masalah
kesehatan lingkungan yang cukup serius di seluruh dunia, khususnya ada orang-orang
yang langsung terpapar dengan sumber polusi dari timbal tersebut. Berbagai jenis logam
terutama timbal juga dapat menimbulkan tumor atau kanker dan menjadi perhatian khusus
(Rosita, 2018). Timbal bisa menyebabkan penyakit serius bagi usia muda, khususnya pada
perkembangan otak. Timbal bisa mengurangi tingkat IQ, memperlambat pertumbuhan dan
merusak ginjal. Bebarapa kasus keracunan timbal bisa menyebabkan coma atau kematian.
Sumber keracunan timbal bisa berasal dari kenderaan yang menggunakan bahan bakar
bertimbal dan juga dari biji logam hasil pertambangan, peleburan, pabrik pembuatan
timbal atau recycling industri, debu, tanah, cat, mainan, perhiasan, air minum, permen,
keramik, obat tradisional dan kosmetik. Timbal masuk ke dalam tubuh manusia ketika
bernafas, makan, menelan, atau meminum zat apa saja yang mengandung timbal. Air
terkontaminasi dengan timbal ketika air mengalir melalui pipa atau keran kuningan yang
mengandung timbal.
Di samping itu pula, pertumbuhan sejumlah industry di Indonesia juga memiliki
hubungan dengan meningkatnya polusi logam berat di beberapa daerah di Indonesia
seperti Jakarta dan Dumai Riau. Selain itu juga, dalam berita akhir akhir ini di laporkan
bahwa telah ditemukan adanya timbal dalam mainan anak-anak yang di impor dari Cina.
Menariknya lagi, kadar timbal dalam mainan tersebut empat kali lebih besar dari batas
Indonesia standard. Di prediksikan juga di beberapa daerah seperti daerah pedesaan,
kemungkinan masyarakat terkontimanasi dengan timbal besar di karenakan kurangnya
pengetahuan dan ketidak tahuan tentang effek yang di timbulkan oleh timbal, khususnya
masyarakat yang bekerja sebagai buruh di tempat daur ulang sampah dan industry
pengecatan. Anak-anak lebih sensitive di bandingkan orang dewasa karena pusat
perkembangan system saraf mereka masih berkembang. Pusat pengontrolan dan
pencegahan penyakit di US telah mendefinisikan keracunan timbal karena kandungan
timbal dalam darah lebih besar dari 10 micrograms per deciliter (ug/dL) (Suherni, 2010).

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui adanya senyawa-senyawa untuk menetralisir
senyawa-senyawa logam berat atau metaloid dan memahami antidota kimia logam dan
metaloid tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat


a. Timbal/ Timah (Pb)
Timbal adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta
mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal tersebar dimana-mana dalam bentuk
anorganik seperti timbal oksida, timbal sulfida, timbal kromat atau dalam bentuk
organik seperti timbal tetraethyl. Sumber paparan timbal anorganik paling umum
adalah cat dan tanah yang terkontaminasi oleh timbal (Shukla et al., 2018). Sumber
kontaminan timbal terbesar dari buatan manusia adalah bensin beraditif timbal untuk
bahan bakar kendaraan bermotor (Anggraini, Sukirno, dan Wulansari, 2014).
Keracunan timbal banyak terjadi melalui inhalasi dan ingesti. Jumlah timbal
yang diserap melalui usus adalah 10 hingga 15%, dan penyerapan timbal akan
meningkat ketika terjadi defisiensi zat besi (Fe), kalsium (Ca) atau seng (Zn). Jumlah
timbal yang terhirup melalui inhalasi, sebanyak 30-40% diserap dalam darah, sekali
timbal bersirkulasi dalam darah maka eritrosit akan berikatan dengan timbal kemudian
terdistribusi ke jaringan. Timbal juga terdeposit di tulang dan keberadaannya bisa
persisten. Ketika terjadi peningkatan metabolisme tulang seperti saat kondisi
kehamilan/kebuntingan dan osteophorosis maka timbal yang tersimpan akan dilepas ke
dalam sirkulasi dan menyebabkan toksisitas timbal. Keracunan timbal dapat
mempengaruhi sistem saraf, kardiovaskular, ginjal da hematopoiesis. Keracunan timbal
akut dapat menyebabkan encephalopathy, koma bahkan kematian, sedangkan
keracunan timbak kronis besifat nefrotoksik.
b. Argentum/ Perak (Ag)
Logam perak dan garam turunannya telah digunakan dalam bidang medis
sebagai anti infektif dan antiseptik , senyawa yang paling sering digunakan adalah perak
nitrat (AgNO3) (Teran C et al., 2011). Perak nitrat adalah bentuk anorganik dari logam
perak, dan dapat ditemukan pada air minum (WHO, 2014). Menurut Totok et al. (2002)
dalam Jamhari (2009), perak merupakan logam berat yang terlarut dalam air dan dapat
mengganggu kesehatan. Intoksikasi perak menyebabkan penyakit agria, warna kulit
kelabu kebiruan dan penyakit pada mata. Perak nitrat bersifat korosif dan beracun.
Paparan yang terus-menerus terhadap perak nitrat akan memberikan efek keunguan
pada kulit hingga dapat menyebabkan luka bakar. Toksisitas perak nitrat bermacam
macam diantaranya ion silver dapat berikatan dengan protein dan menyebabkan
denaturasi protein, hal ini lah yang menyebabkan perak nitrat bersifat korosif dan
kaustik, kemudian pada percobaan lain menyatakan bahwa perak nitrat menginduksi
pembentukan atau produksi dari hidrogen peroksida dan radikal seperoksida (Teran C
et al., 2011).
c. Barium (Ba)
Barium merupakan logam berat alkali divalen, secara alami ditemukan dalam
bentuk barit (BaSO4) dan BaCO3. Semua garam barium baik yang larut dalam air
maupun larut dalam asam adalah beracun, dan saat ini sekitar 40 garam barium
digunakan dalam industri. Dahulu, barium digunakan sebagai emetik, diuretik,
depilator dan bahan phosporescent. Penyerapan barium terjadi dalam usus, dan 65-93%
barium yang terserap dideposit dalam tulang. Intoksikasi barium sulfat terutama pada
mata dan paru-paru. Terhirupnya barium sulfat dapat menyebabkan bitosis,
pneumokoniosis jinak serta iritasi bronchial (Badan POM RI, 2011)
d. Mangan (Mn)
Mangan merupakan untsur yang paling berlimpah di bumi, sebagai logam
trasnsisi terdapat beberapa valensi mangan yaitu Mn2+ atau Mn3+. Di lingkungan,
mangan ditemukan dalam bentuk teroksidasi seperti MnO2 atau Mn3O4. Sumber
mangan di lingkungan berupa bebatuan, tanah dan tanamanMangan juga sangat penting
bagi kesehatan karena bertindak sebagai kofaktor berbagai enzim untuk perkembangan
dan pemeliharaan fungsi sel saraf dan kekebalan, regulasi gula darah dan vitamin.
Namun, ketika terjadi paparan berlebih terhadap Mangan akan menyebabkan toksik
terhadap banyak organ (O’Neal dan Zheng Wei, 2015). Di dalam tubuh, Mangan
berbentuk Mn 2+ dan Mn3+. Mn2+ berikatan kuat dengan albumin dan β-globulin
sedangkan Mn3+ di dalam tubuh menyebabkan ikatan yang lebih kompleks. Intoksikasi
Mn sering terjadi pada rute ingesti dan mengalami penyerapan sepanjang saluran
gastrointestinal, tetapi rume masuknya Mn juga dpat terjadi secara inhalasi dan diserap
di paru-paru. Ketia Mangan sudah bersirkulasi maka mangan akan banyak
terakumulasi di hati, otak dan tulang. Mangan diekskresikan melalui urin, feses, air
susu dan pada kadar Mangan yang rendah akan dieksresikan sebagai keringat.

2.2. Antidota
Antidota adalah agen terapi yang memiliki tindakan spesifik terhadap aktivitas atau
efek racun. Meskipun tidak skema klasifikasi ideal, antidota dapat secara luas
diklasifikasikan sebagai antidota kimia atau farmakologis. Antidota kimia khusus
berinteraksi dengan atau menetralkan racun. Misalnya, kelator logam seperti kalsium
disodium edetate (CaNa2EDTA) atau succimer bergabung dengan logam membentuk
kompleks metal-chelator yang larut yang selanjutnya dieliminasi melalui ginjal.
Antidot farmakologis menetralkan atau sebagai antagonis efek racun. Antidota
farmakokogis dapat mencegah pembentukan metabolit toksik (fomepizole), bersaing
dengan atau memblokir aksi racun di lokasi reseptor (nalokson), atau membantu
mengembalikan fungsi normal (N-asetilsistein) (Albertsten et al., 2004). Antidota dapat
diaplikasikan secara oral dan parenteral, antidota parenteral saat bereaksi dengan logam
maka tidak akan membentuk endapan karena bila membentuk endapan dan berada di
dalam pembuluh darah akan menyebabkan trombus. Sebaliknya antidota peroral akan
menghasilkan endapan karena terbentuk kompleks besar. Beberapa antidota
diantaranya adalah:
a. Tanin
Tanin memiliki rumus molekul C76H52O46, berat molekul 1701,22, dapat
diidentifikasi menggunakan kromatografi, berwarna kuning atau kecokelatan. Tanin
dalam teh sebagian besar tersusun atas katekin, epikatekin, epikatekin galat,
epigalokatekin, epigalokatekin galat, dan galokatekin (Hartoyo, 2003 dalam Anggraini
dkk, 2014). Tanin merupakan senyawa yang dapat dilarutkan oleh gliserol, air,
hidroalkohol dan alkohol. Akan tetapi, tanin tidak dapat larut dalam petroleum, benzen
dan eter. Tanin memiliki rasa asam dan sepat, tidak dapat mengkristal karena
merupakan senyawa kompleks campuran polifenol (senyawa yang sukar mengkristal)
dan dapat mengendapkan protein larutannya. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi
astrigensia, antiseptik dan pemberi warna. Tanin mempunyai sifat sebagai agen
pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Proses pengkelatan logam dapat
terjadi karena adanya kesesuaian pola subtitusi dan pH senyawa fenolik tersebut, dan
dengan demikian tanin akan terhidrolisis. Kelat dari senyawa tanin akan membuat
logam dapat stabil dan aman di dalam tubuh. Namun, ada pengaruh tanin di dalam
tubuh jika mengkonsumsi minuman seperti teh secara berlebihan yaitu menyebabkan
anemia. Hal ini disebabkan zat besi dalam darah akan di kelat oleh senyawa tanin yang
terdapat pada makanan atau minuman tersebut.
Senyawa tanin merupakan zat organik yang sering ditemukan dalam teh dan dapat
membentuk khelat dengan logam, sehingga keberadaannya dapat memberikan
pengaruh terhadap penurunan konsentrasi ion Pb(II). Teh banyak mengandung tanin,
kandungannya antara lain adalah katekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalo katekin,
epigalo katekin galat, dan galokatekin (Hartoyo, 2003 dalam Anggraini dkk 2014). Dari
seluruh komponen tersebut, katekin menyusun 20%-30% dari seluruh berat kering
daun. Katekin inilah yang kemungkinan dapat bereaksi dengan ion Pb. Dilihat dari
sifatnya, tanin membentuk kompleks jika bereaksi dengan logam. Ikatan dengan logam
dan membentuk kompleks. Ion Pb menyediakan 6 orbital kosong untuk dimasuki oleh
enam pasangan elektron bebas. Ikatan inilah yang disebut ikatan koordinasi yang
menghasilkan senyawa kompleks. Timbal adalah logam berat yang bisa bereaksi
dengan katekin melalui berbagai ikatan kimia. Ion Pb dengan katekin dapat membentuk

kompleks melalui ikatan kimia koordinasi. Katekin mempunyai dua atau lebih atom
donor yang dapat terikat pada ion logam yang sama, sehingga membentuk kompleks
khelat.
b. Natrium Thiosulfat
Natrium tiosulfat digunakan sebagai antidotum pada keracunan sianida, yang
dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan nitrit atau 2
hidroksokobalamin (Johan H, 2017). Natrium tiosulfat juga dapat digunakan untuk
mencegah akumulasi sianida pada pasien yang mendapatkan infus nitroprusida
dalam jangka waktu lama. Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur bagi enzim
rhodanese (sulfur sianida transferase), yang mendukung konversi sianida menjadi
senyawa tiosianat yang relatif kurang toksik. Senyawa tiosianat dapat diekskresikan
melalui urin.
BAB III
METODE

3.1. Antidota Timbal


Disiapkan 3 tabung reaksi, larutan Pb Asetat, seduhan teh kental (sebagai tanin),
HCl, Alkohol, dan Natrium Thiosulfat 2%. Tabung diberi label agar tidak tertukar yaitu
Pb+Tanin+HCl (I), Pb+alkohol+tanin (II) dan Pb+natrium thiosulfat (III). Kemudian
pada tabung pertama dimasukan larutan Pb asetat sebanyak 1 ml, lalu pada tabung yang
sama dimasukan larutan tanin sebanyak 1 ml juga, kemudian pada tabung tersebut
ditambahkan HCl sebanyak 2 tetes. Pada tabung kedua dimasukan Pb asetat dan tanin
sebanyak 1:1, kemudian pada akhirnya ditambahkan alkohol sebanyak 1 ml. Pada
tabung ketiga diisi Pb Asetat saja sebanyak 1 ml dna ditambahkan larutan Natrium
Thiosulfat kedalamnya sebanyak 1 ml. Selanjutnya ketiga tabung diamati hingga
adanya perubahan.
3.2. Antidota Perak/Argentum (Ag)
Disediakan 2 tabung reaksi yang berisikan 0.5 cc AgNO3 1%. Tabung pertama
ditambahkan dengan 0.5 cc NaCl 0.9% dan tabung ke dua ditambahkan 0.5 cc larutan
Na thiosulfate 2%. Kedua campuran tersebut disaring secara terpisah menggunakan
kertas saring. Setelah itu diambil sedikit filtratnya untuk ditambah dengan larutan NaCl
0.9%. Catat dan amati perubahan yang terjadi.
3.3. Antidota Barium (Ba)
Ditambahkan larutan Natrium sulfat 2% ke dalam larutan Barium Klorida 10%.
Kemudian ditambahkan HCl 0.1 N. Catat dan amati perubahan yang terjadi.
3.4. Antidota Mangan (Mn)
Disediakan dua sediian yaitu kalium permanganat dan kalsium oksalat.
Pertama-tama oleskan kalium permanganat ke permukaan kulit praktikan. Kemudian
setelah adanya reaksi dari kalium permanganat, oleskan kalsium oksalat di permukaan
kulit yang sama.

Anda mungkin juga menyukai