Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Logam berat (Heav Metal) adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis
lebih besar dari 5 g/cm3. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat
dibagi dalam dua jenis. logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan
dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan
lain sebagainya. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat
bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, As, Cr dan lain-lain.
Belakangan kasus pencemaran logam berat semakin meningkat. Dibuktikan
dengan temuan jurnal penelitian tentang kadar air di Perairan Kamal Muara yang
menggunakan kerang hijau sebagai biota didalamnya. Hasilnya dibandingkan dengan
baku mutu untuk biota air yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004 kondisi kandungan logam berat di Perairan Kamal Muara,
Teluk Jakarta untuk logam berat Pb dan Cr telah melampaui ambang batas. Untuk logam
berat Pb nilai ambang batasnya adalah 0,008 mg/l dan untuk logam berat Cr nilai
ambang batasnya adalah 0,005 mg/l. Berbeda dengan kandungan logam Pb, kandungan
logam berat Hg nilainya masih di bawah ambang batas yaitu 0,001 mg/l.
Penyebab utama pencemaran logam ialah aktivitas manusia berupa kegiatan
industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang
tidak digunakan kembali yang menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (udara, air dan
tanah). Bahan pencemar dari hasil kegiatan ini berupa bahan partikulat, bahan terlarut
dan gasgas. Bahan pencemar ini akan mengalir ke perairan dan mencemari biota
didalamnya, mengendap didalam tanah dan mencemari tanah yang kemudian masuk
kedalam tanaman, menguap dan mencemari udara. Selanjutnya manusia yang termasuk
ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan tercemar logam tersebut dari
empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman
(sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa daging, telur, dan susu).
Apabila logam berat tersebut masuk dan mengendap dalam tubuh manusia
akan menimbulkan efek negatif yang sangat serius. Efek yang dapat ditimbulkan
diantaranya seperti: gangguan otak, gangguan ginjal, gangguan reproduksi, dan bahkan
1
kematian. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak masuknya logam
berat kedalam tubuh manusia yakni dengan menggunakan chelating agent.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja logam berat yang berbahaya bagi tubuh, proses masuk kedalam tubuh, sifat
dan efek yang ditimbulkan?
2. Bagaimana cara menghindari dan menetralisir efek berbahaya logam berat?

1.3 Tujuan
Menganalisis dan mengetahui dampak dan penanggulangan logam berat dalam tubuh

1.4 Manfaat
1. Sebagai upaya sosialisaisi pencemaran logam berat
2 Sebagai upaya pencegahan efek logam berat bagi tubuh

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Xenobiotik
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing dan biotik yang
artinya makhluk hidup. Jadi Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh
manusia. Senyawa-senyawa xenobiotik tersebut dapat berupa logam berat atau senyawa
radikal bebas. Contohnya: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan
(pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya.Xenobiotik umumnya tidak
larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi
xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ
yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi senyawa
xenobiotik melalui cairan empedu dan urine

2.2 Radikal Bebas


Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron sehingga molekul
tersebut tidak stabil dan sangat reaktif berusaha mengambil elektron dari molekul atau
sel lain ( Betteridge 2000 ). Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh seperti hasil
oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria, atau
oksidasi ion-ion logam transisi. Selain itu, radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh
seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, hasil penyinaran sinar ultra violet, bahan
kimia dalam makanan, dan polutan lainnya (Murray 2003).

2.3 Logam Berat


Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah
logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk
manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg, Cd, As, dan Pb
(Am.geol. Inst., 1976). Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit
bumi yang tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang
berbahaya karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah peningkatan
konsentrasi zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu yang cukup lama,
dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat di alam (Arsentina
Panggabean, 2008)
3
BAB III
LOGAM BERAT BERBAHAYA, SIFAT, PROSES MASUK DAN EFEK BAGI
TUBUH

3.1 Merkuri
Pada dasarnya, merkuri atau raksa (Hg) adalah unsur logam yang sangat penting
dalam teknologi di abad modern saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor
atom (NA=80) serta mempunyai massa molekul relatif (MR=200,59). Merkuri diberikan
simbol kimia Hg yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani
Hidrargyricum, yang berarti cairan perak. Bentuk fisik dan kimianya sangat
menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam
temperatur kamar (25oC), titik bekunya paling rendah (-39oC), mempunyai
kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam-logam lain
menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai
konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah.
Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan satu-
satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna
keperakan/putih keabuan-abuan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan
sampai suhu 357oC, Hg akan menguap. Walaupun Hg hanya terdapat dalam konsentrasi
0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih
banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik daripada bentuk anorganik.
Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang,
atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih.
Merkuri (Hg) terdapat di udara dari deposit mineral dan dari area industri. Logam Hg
yang ada di air dan tanah terutama berasal dari deposit alam, buangan limbah, dan
akitivitas vulkanik. Logam Hg dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk
senyawa Hg organik.
Manusia telah menggunakan mercury oksida (HgO) dan mercury sulfida (HgS)
sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik (kream pemutih) diduga juga untuk pewarna
bibir dan krim antiseptik digunakan secara meluas dalam produk lampu neon, baterai,
thermometer, industri pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, pembasmi
serangga (racun tikus) dan lain-lain.

4
Kontaminasi merkuri dapat terjadi karena pembuangan limbah industri yang
mengandung merkuri ke laut atau sungai kemudian mencemari ikan dan sejenisnya yang
hidup di air laut. Jika air sungai tersebut dijadikan sumber air minum tanpa pengolahan
yang menghilangkan merkuri maka air tersebut dapat menimbulkan keracunan merkuri
kronik. Keracunan merkuri dapat juga terjadi melalui penggunaan fungisida yang tidak
sesuai dengan petunjuk penggunaan, sehingga mencemari bahan pangan seperti beras,
daging, atau karena kekeliruan pemakaian fungisida, karena label tidak jelas.
Toksisitas senyawa merkuri tergantung dari bentuknya. Jangka waktu, intensitas,
dan jalur paparan juga merupakan faktor yang mempengaruhi toksisitas merkuri dalam
tubuh. Senyawa merkuri organik lebih toksik dibanding senyawa anorganiknya, karena
mudah menembus sawar darah otak dan diabsorbsi sempurna pada saluran cerna. Ochiai
dalam Connell dan Miller (1995), telah membagi mekanisme toksisitas ion-ion logam
secara umum ke dalam tiga kategori yaitu:
a. Menahan gugus fungsi biologis yang esensial dalam biomolekul (protein dan
enzim).
b. Menggantikan ion logam esensial dalam biomolekul.
c. Mengubah konformasi biomolekul.
Toksisitas uap merkuri melalui saluran pernafasan (inhalasi) menyerang sistem
saraf pusat, sedangkan toksisitas kronik yang timbul yaitu gangguan pada ginjal. Elemen
merkuri dan komponen alkil merkuri yang masuk ke dalam otak akan menyebabkan
terjadinya perubahan struktur protein dan sistem enzim, sehingga sinoptik dan transmisi
neuromuskuler akan diblok. Target organ dari toksisitas merkuri anorganik adalah ginjal.
Merkuri anorganik sering diabsorbsi melalui gastrointestinal, paru-paru, dan kulit.
Pemaparan akut dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal, sedangkan pemaparan
kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuria, sindroma nefrotik, dan
nefropati. Sistem saraf pusat adalah target organ dari toksisitas merkuri organik, terutama
metil merkuri, sehingga gejala yang terlihat erat hubungannya dengan kerusakan sistem
saraf pusat. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut:
a. Gangguan saraf sensoris yaitu paraesthesia, penglihatan menyempit, daya pendengaran
menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
b. Gangguan saraf motorik yaitu lemah, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit
berbicara.
c. Gangguan lain yaitu gangguan mental, sakit kepala, dan hipersalivasi.

5
Tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas merkuri tersebut. Gejala
yang timbul diakibatkan oleh terjadinya degenerasi neuron pada korteks cerebri dan
cerebellum.

3.2 Timbal
Timbal atau plumbum (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan
mengkilat, memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif,
sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan dan
merupakan unsur logam yang terjadi secara alami di kerak bumi. Pb dicampur dengan
logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya.
Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan
dari pertambangan. Pb meleleh pada suhu 3280C (6620F), titik didih 1.7400C (3.1640F),
bentuk sulfid dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Timbal (Pb)
termasuk ke dalam logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia, mempunyai
nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Timbal termasuk logam
berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air.
Bentuk kimia senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan
mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa
metabolisme.
Asap timbal akan mudah terbentuk ketika dipanaskan. Dapat dicatat bahwa
sebagian besar asupan Pb oleh penghuni kota adalah dari makanan (sekitar 200 sampai
300 μg per hari), udara dan air menambahkan masing-masing lebih dari 10-15 μg per
hari (Palar, 2004). Menurut Sudarmaji (2006), industri yang berpotensi sebagai sumber
pencemaran Timbal (Pb) adalah semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai
bahan baku maupun bahan penolong, seperti industri pengecoran, pembuatan baterai,
kabel, dan industri kimia dalam pembuatan cat, karena toksisitasnya relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain.
Sumber utama timbal memasuki ekosistem dimulai dari atmosfer (terutama dari
emisi kendaraan bermotor), keripik cat, penggunaan amunisi, pupuk dan pestisida dan
baterai lead-acid atau produk industri lainnya. Transportasi dan distribusi timbal dari
sumber emisi utama, baik dari sumber tetap maupun yang bergerak, terutama melalui
udara (UNEP 1991). Ukuran partikel timbal akan mempengaruhi seberapa jauh tingkat
penyebarannya.

6
Selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa
anorganik dan organik. Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas
pada manusia (Darmono, 2001). Menurut Palar (2004), senyawa tetraetil-Pb, dapat
menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf pusat. Meskipun jumlah Pb yang diserap
oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu
disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi
organ yang terdapat dalam tubuh. Paparan bahan tercemar timbal (Pb) dapat
menyebabkan gangguan sebagai berikut :
1. Gangguan neurologi (susunan syaraf): encephalopathy, ataxia, stupor dan koma. Pada
anak-anak, dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.
2. Gangguan terhadap fungsi ginjal: Tidak berfungsinya tubulus renal, nephropaty
irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis, dan sclerosis glumerolus.
Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya
terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
3. Gangguan terhadap sistem reproduksi: keguguran, kesakitan dan kematian janin.
Logam berat timbal (Pb) mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat
menyebabkan cacat kromosom.
4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik: anemia akibat penurunan sintesis globin
walaupun tak tampak adanya penurunan kadar besi dalam serum.
5. Gangguan terhadap sistem syaraf: Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas,
gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar
konsentrasi dan menurunnya kecerdasan pada anak dengan kadar timbal (Pb) darah
sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum
tampak adanya gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead
encephalopathy antara lain adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan
pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh timbal
(Pb), maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan
tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa
hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika terpapar timbal (Pb) pada anak berusia
21 bulan sampai 18 tahun (Sudarmaji, dkk, 2006).

7
3.3 Kadmium
Kadmium merupakan unsur kimia dengan simbol Cd dan memiliki jumlah atom
sebesar 48danterdiri dari 8 isotop. Logam berat ini berbentuk agak lunak, berwarna metal
biru putih yang hampir sama dengan dua jenis logam stabil lainnya yaitu seng dan
merkuri. Kadmium adalah hasil sampingan dari tambang seng dan timah serta peleburan
(smelting). Sifatnya tidak mengakibatkan korosif (Goyer,1986). Kadmium dipergunakan
sebagai bahan pelapis besi dan baja, pembuatan baterai, electroplating,pembelahan
nuklir, cat, pigmen warna, dan helium-cadmium laser. Pemanfatan kadmium saat ini
semakin berkurang karena dapat mengeluarkan gas racun yang cukup tinggi. Masalah
yang paling berbahaya tentang Kadmium adalah penghirupan debu halus kadmium yang
dapat menyebabkan pneumonitis, pembengkakan paru-paru dan kematian (Hayes, 2007).
Dalam tubuh manusia kadnium terutama dieleminasi melalui urine. Hanya sedikit
kadnium yang diabsorbsi yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti
intake protein, calcium, vitamin D dan trace logam seperti seng (Zn). Proporsi yang besar
adalah absorbsi malalui pernafasan yaitu antara 10 -40% tergantung keadaan fisik
wilayah. Uap kadnium sangat toksis dengan lethal dose melalui pernafasan diperkirakan
10 menit terpapar samp ai dengan 190 mg/m3 atau sekitar 8 mg/m3 selama 240 menit
akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum keracunan Cd adalah sakit di dada,
nafas sesak (pendek), batuk -batuk dan lemah. Terpapar akut oleh kadnium (Cd)
menyebabkan gejala nausea (mual), muntah, diare, kram, otot, anemia, dermatitis,
pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema dan
degenerasi testicular (Ragan & Mast , 1990). Gejala akut dan kronis akibat keracunan Cd
( Kadnium).
1. Gejala akut : Sesak dada, kerongkongan kering dan dada terasa sesak ( constriction of
chest ), nafas pendek, nafas terengah-engah, distress dan bisa
berkembang kearah penyakit radang paru-paru, sakit kepala dan
menggigil, mungkin dapat diikuti kematian.
2. Gejala kronis: Nafas pendek, kemampuan mencium bau menurun, berat badan
menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan.

8
3.4 Arsenik
Arsenik adalah semi logam yang oksidanya bersifat labil. Mempunyai dua tingkat
oksidasi yaitu III dan V. Turunan arsenik terutama bilangan oksidasi yang lebih rendah
adalah racun yang mematikan sehingga arsen dikenal sebagai raja racun. Arsen
anorganik seperti arsen pentaoksida memiliki sifat mudah larut dalam air, sedangkan
arsen trioksida sukar larut di air tetapi lebih mudah larut dalam lemak. Penyerapan
melalui saluran pencernaan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dalam air sehingga arsen
pentaoksida lebih mudah diserap dibandingkan dengan arsen trioksida. Dahulu,
senyawaan arsen digunakan sebagai pestisida dalam bentuk kalsium arsenat
Ca3(AsO4)2, timbal arsenat (Pb3(AsO4)2 dan natrium arsenit Na3AsO3. Arsen juga
digunakan untuk melekatkan emas dan bijih timbal. Selain itu arsen digunakan dalam
pewarna tekstil, pencetakan kain belacu, pigmen cat, pengolahan kaca oval dan timbal
logam untuk peluru.
Secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan Fosfor, dan sering
dapat digunakan sebagai pengganti dalam berbagai reaksi biokimia dan juga beracun.
Ketika dipanaskan, arsenik akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsenik, yang berbau
seperti bau bawang putih. Arsenik dan beberapa senyawa arsenik juga dapat langsung
tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih dahulu. Zat
dasar arsenik ditemukan dalam dua bentuk padat yang berwarna kuning dan metalik,
dengan berat jenis 1,97 dan 5,73.
Senyawa arsenik adalah racun protoplasmik yang menyerang enzim. Keracunan
akut terjadi apabila dosis arsen yang memasuki tubuh sekitar 130-300 mg. Gejala
keracunan akut pada saluran pencernaan berupa munculnya rasa terbakar di tenggorokan,
sukar menelan, mual, muntah, diare serta rasa nyeri yang sangat pada perut. Pada sistem
kardiorespirasi akan muncul gejala nafas berbau bawang putih, kulit kebiruan (sianosis),
sukar bernapas serta turunnya tekanan darah akibat dari peningkatan kebocoran
pembuluh darah. Pada sistem saraf akan ditandai dengan penurunan kesadaran, koma dan
kejang serta dapat menyebabkan kematian mendadak.
Keracunan kronis arsenik akan menyebabkan kerusakan jantung yang
menyebabkan lemah dan gangguan pernafasan, penurunan koordinasi motor dan neuritis,
sakit perut, muntah dan diare serta infeksi kulit berupa dermatitis dan kebotakan. Paparan
arsen melalui rokok dan lingkungan secara simultan terbukti menyebabkan kanker paru-
paru pada manusia.

9
3.5 Kromium
Kromium (Cr) adalah logam berkilau, getas dan keras, serta berwarna perak abu-
abu. Ketika dipanaskan, kromium membentuk oksida kromat hijau. Logam ini tidak
stabil pada oksigen dan segera menghasilkan lapisan oksida tipis. Kromium ditambang
sebagai bijih kromit (FeCr2O4). Penambangan bijih kromium antara lain terdapat di
Afrika Selatan, Zimbabwe, Finlandia, India, Kazakihstan, dan Filipina.
Penggunaan utama kromium adalah sebagai paduan logam seperti pada stainless
steel, chrome plating, dan keramik logam. Chrome plating pernah digunakan untuk
memberikan lapisan keperakan seperti cermin pada baja. Kromium digunakan dalam
metalurgi sebagai anti korosi dan pemberi kesan mengkilap. Selain itu, logam ini juga
digunakan pada pewarna dan cat, untuk memproduksi batu rubi sintetis, dan sebagai
katalis dalam pencelupan dan penyamakan kulit. Kromium (IV) oksida (CrO2)
digunakan untuk pembuatan pita magnetik.
Jenis kromium yang berbeda memiliki dampak lingkungan yang berbeda pula.
Kromium memasuki udara, air, dan tanah dalam bentuk kromium (III) dan kromium (VI)
akibat proses alam dan aktivitas manusia. Kegiatan manusia yang meningkatkan
konsentrasi kromium (III) diantaranya adalah dari industri baja, kulit, dan tekstil.
Kegiatan utama manusia yang meningkatkan konsentrasi kromium (VI) adalah industri
kimia, kulit, tekstil, dan electro painting. Sebagian besar kromium di udara akhirnya akan
mengendap dan berakhir di perairan atau tanah. Kromium (III) merupakan elemen
penting untuk organisme yang dapat mengganggu metabolisme gula dan menyebabkan
masalah jantung ketika terjadi defisiensi. Di sisi lain, kromium (VI) umumnya bersifat
racun bagi organisme dan dapat mengubah materi genetik yang memicu kanker.
Kromium diketahui tidak terakumulasi dalam tubuh ikan, tetapi konsentrasi tinggi
kromium karena pembuangan limbah dapat merusak insang ikan.
Seseorang mungkin terekspos kromium melalui pernapasan, makanan atau
minuman, serta kontak kulit dengan kromium atau senyawa kromium. Tingkat kromium
di udara dan air umumnya rendah. Namun, air tanah mungkin terkontaminasi kromium (
IV) berbahaya (hexavalen kromium). Kromium (III) diketahui terdapat secara alami di
berbagai sayuran, buah-buahan, daging, ragi, dan biji-bijian. Berbagai cara penyiapan
dan penyimpanan makanan dapat mengubah kandungan kromium pada makanan. Ketika
makanan disimpan dalam wadah baja atau kaleng kromium, konsentrasi yang terasup
mungkin akan meningkat. Kromium (III) merupakan nutrisi penting. Kekurangan unsur
ini menyebabkan masalah jantung, gangguan metabolisme, dan diabetes. Namun, asupan
10
kromium (III) terlalu banyak juga akan menimbulkan efek kesehatan seperti ruam kulit.
Kromium (VI) diketahui berefek negatif pada kesehatan manusia, terutama bagi mereka
yang bekerja di industri baja dan tekstil. Orang yang merokok juga memiliki kesempatan
lebih tinggi terpapar kromium. Kromium (VI) diketahui menyebabkan berbagai efek
kesehatan seperti alergi, iritasi hidung, dan mimisan. Masalah kesehatan lain yang
disebabkan oleh kromium (VI) adalah:
a. Ruam kulit
b. Perut mual dan bisul
c. Masalah pernapasan
d. Sistem imun melemah
e. Kerusakan ginjal dan hati
f. Perubahan materi genetik
g. Kanker paru-paru
h. Kematian
Bahaya kesehatan yang berhubungan dengan paparan kromium bergantung pada
keadaan oksidasinya. Kromium dalam bentuk logam memiliki toksisitas rendah, namun
bentuk heksavalen merupakan racun. Efek samping bentuk heksavalen pada kulit
mungkin termasuk ulserasi, dermatitis, dan reaksi alergi pada kulit. Heksavalen yang
terhirup berpotensi memicu batuk dan mengi, sesak napas, serta hidung gatal.

11
BAB IV
PENETRALISIR LOGAM BERAT

4.1 Chelating Agent


Zat pengikat logam (Chelating agent) dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan
kompleks. Ion-ion logam dapat terlepas dari ikatan kompleksnya karena hidrolisis dan
degradasi ion logam bebas mudah bereaksi dan pengikat logam akan mengikat ion logam
(Winarno, 2004).
Chelating agent (chelant) adalah suatu senyawa yang terdiri dari dua atau lebih
atom pendonor elektron yang dapat membentuk suatu ikatan koordinat dengan sebuah
atom logam tunggal. Atom pendonor utama pada chelating agent adalah N, O, S, dan P.
Setelah membentuk ikatan koordinat, masing-masing atom pendonor berturut-turut
membentuk sebuah cincin yang berisi atom tunggal. Struktur melingkar ini disebut
sebagai kompleks chelation atau chele. Secara etimologi, chelate berasal dari bahasa
Yunani, yaitu chela, yang artinya cakar besar lobster (Kirk dan Othmer, 1993).
Chelation merupakan sebuah sistem kesetimbangan yang terdiri dari chelant,
logam, dan chelate. Chelating agent digunakan untuk mengontrol konsentrasi dari ion
logam. Kompleks chelation biasanya memiliki sifat-sifat yang sangat berbeda dari ion
logam bebasdan chelating agent tersebut sebelum membentuk kompleks chelation.
Ligan adalah suatu molekul yang mengikat molekul lain yang umumnya lebih
besar. Ligan memberi atau menerima electron untuk membentuk ikatan kovalen,
biasanya dengan logam. Antagonis logam berat, suatu kelator (chelating agent) khusus
dirancang untuk berkompetisi dengan ligan terhadap logam berat, sehingga
meningkatkan ekskrsi logam dan mencegah atau menghilangkan efek toksiknya. Logam
berat biasa bereaksi membentuk ikatan koordinat dengan ligan dalam tubuh berbentuk –
OH, -COO-, -OPO3H-, -C=O, -SH, -S-S-, NH2 dan =NH (Ganiswara 1995).

4.2 Aplikasi Chelating Agent Pada Beberapa Logam Berat


Jenis-jenis logam berat, dapat dikurangi atau bahkan dinetralisir dengan berbagai
macam cara, agar kandungan logam berat tersebut, tidsak memberikan dampak yang
dapat merugika manusia, serta makhluk hidup yang lainnya.

12
4.2.1 Merkuri
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik. Merkuri
digunakan dalam berbagai macam perindustrian, beberapa di antaranya adalah
industri tekstil, besi atau baja, farmasi, kertas, hingga digunakan sebagai bahan
baku pembuatan baterai. Demikian luasnya penggunaan merkuri mengakibatkan
semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri. Secara umum
merkuri masuk ke perairan dalam bentuk merkuri unsur (Hg°) dengan densitas
yang tinggi. Merkuri ini akan tenggelam ke dasar perairan atau terakumulasi di
sedimen pada kedalaman 5-15 cm di bawah permukaan sedimen. Unsur merkuri
tersebut dapat berubah menjadi merkuri organik oleh aktivitas bakteri menjadi
metil merkuri (CH3Hg), yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang sangat kuat
serta kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air (Budiono 2003).
Pada salah satu jurnal penelitian telah dipaparkan bagaimana mamalia
Tursiops aduncus yang berhabitat di perairan memiliki potensi cukup tinggi
terpapar merkuri akibat adanya pencemaran lingkungan oleh limbah industri.
Analisa merkuri yang terkandung dalam darah Tursiops aduncus mampu
memberikan pengetahuan tentang kadar merkuri pada Tursiops aduncus serta
merupakan salah satu usaha untuk melakukan pemantauan dan pencegahan lebih
lanjut terhadap pencemaran lingkungan. Agen pengkelat dapat menurunkan
toksisitas logam berat dengan berikatan terhadap ion logam toksik membentuk
struktur kompleks yang kemudian diekskresikan melalui urin. Agen pengkelat
yang dapat dipergunakan untuk mengobati keracunan logam merkuri pada hewan
adalah dimercaprol dan Dpenicillamine. Senyawa dimercaprol diberikan pada
hewan yang telah terpapar merkuri dalam konsentrasi tinggi, sedangkan D-
penicillamine diberikan pada hewan yang terpapar merkuri tanpa menunjukkan
gejala atau dalam konsentrasi rendah.
Meso-2,3-dimercaptosuccinic acid (DMSA) adalah agen pengkelat yang
dapat juga dapat digunakan untuk menurunkan toksisitas logam merkuri dalam
tubuh hewan. Senyawa ini merupakan senyawa organik yang larut dalam air,
mengandung dua gugus sulfhidril (-SH). Sediaan DMSA diberikan melalui oral
dan akan diabsorbsi di dalam gastrointestinal. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan sediaan DMSA meningkatkan ekskresi merkuri melalui urin
dan menurunkan konsentrasi merkuri dalam darah dan jaringan (Flora dan
Pachauri 2010).
13
4.2.2 Timbal
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat. Salah satu jenis makanan
yang kita ketahui mengandung timbal adalah kupang. Kupang merupakan salah
satu hasil perikanan laut yang masuk dalam kelompok kerang-kerangan dan
memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Irawan (2012) salah satu
permasalahan pada kupang merah adalah kadar logam berat yang tinggi terutama
timbal (Pb) yaitu sebesar 4,01 ppm. Kandungan logam Pb melebihi batas
maksimum cemaran logam berat dalam makanan berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu 1,5 ppm.
Berbagai upaya penurunan kadar timbal pada kupang telah dilakukan.
Penurunan kadar timbal dapat dilakukan dengan menggunakan pengikat logam
atau yang disebut chelating agent yaitu asam sitrat (Agustini, 2008). Asam sitrat
juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran, sehingga ion pada
asam sitrat atau ion sitrat dapat berikatan dengan ion logam karena asam sitrat
memiliki tiga gugus COOH (Alpatih et al, 2010). EDTA (Etilen Diamin Tetra
Asetat) merupakan pengikat logam dan pertukaran logam yang baik untuk
beberapa perbedaan ion logam. EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang
stabil dan larut dalam logam berat, hal tersebut dapat meningkatkan penghilangan
logam berat secara ekstensif (Zhang et al., 2008). Penurunan kadar timbal dengan
metode perendaman dalam asam lemah cukup efektif. Namun proses ini kurang
efisien waktu karena proses perendaman asam untuk menurunkan kadar timbal
membutuhkan waktu 30 – 180 menit. Perlakuan perebusan kedua dilakukan
perebusan kupang dengan larutan asam, maka akan mengurangi waktu proses.
Perebusan kupang dalam larutan asam diketahui lebih efektif pada pH rendah.
Karena ikatan logam dengan protein melemah akibatnya terjadinya deneturasi
protein. Sehingga ikatan logam merenggang pada protein yang berikatan dengan
asam (Widiyanti, 2004). Oleh karena itu digunakan metode perebusan yang
menggunakan dua jenis asam yang berbeda yaitu asam sitrat dan EDTA untuk
mendapatkan penurunan kadar timbal yang tinggi. Tujuannya adalah untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi dari jenis asam terhadap penurunan kadar Pb
serta mengetahui hasil terbaik dalam menurunkan kadar Pb terrendah dari kedua
asam.

14
Hasil uji statistik ragam (ANOVA) menunjukkan hasil bahwa faktor jenis
asam dan konsentrasi berbeda nyata (α=0,05) terhadap penurunan kadar logam Pb
pada daging kupang. hasil penelitian pada daging kupang dengan perebusan asam
sitrat didapatkan hasil kadar Pb berkisar 0,91-1,38 ppm dan perebusan EDTA
kadar Pb berkisar 0,57-1,10 ppm. Perbedaan konsentrasi asam akan
mempengaruhi penurunan Pb pada daging kupang. Hasil data mengindikasikan
bahwa semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin banyak asam yang
mengikat ion logam sehingga semakin rendah kadar Pb pada daging kupang
merah. Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam trikarboksilat dimana tiap molekulnya
mengandung gugus karboksil dan satu gugus hidroksil yang terikat pada atom
karbon, asam sitrat sangat efektif sebagai pengikat logam ion dan mudah larut
dalam air (Setiawan dkk., 2012). Sedangkan EDTA (C6H16N2O8) memiliki dua
atom nitrogen dan empat pada gugus karboksilatnya. Senyawa ini merupakan
suatu ligan yang bersifat heksadentat (terdapat enam pasang elektron bebas) yang
biasanya akan membentuk kompleks kelat yang kuat (Prasetyo, 2009). Penurunan
kandungan logam timbal disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan
kompleks logam protein. Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hampir
semuanya berikatan dengan protein (Setiawan dkk., 2012). Penurunan logam
timbal dapat disebabkan karena lepasnya ikatan kompleks logam protein sehingga
ion-ion logam tersebut keluar dari dalam daging kupang. Ion logam yang terdapat
dalam tubuh organisme hampir semuanya berikatan dengan protein. Interaksi
kompleks antara ion logam dengan protein secara metaloenzim dan metal protein.
Metaloenzim adalah protein yang berikatan dengan logam dalam tubuh atau
protein berikatan secara kuat dengan ion logam membentuk ikatan yang stabil.
Metal protein adalah protein yang berikatan dengan logam di dalam tubuh dan ion
logamnya mudah saling bertukar dengan protein yang lain (Suaniti, 2007).
Penurunan kadar Pb pada asam sitrat berkisar 66,45-78,53%. Pb terikat
dalam protein daging kupang sehingga membentuk senyawa metaloenzim dengan
adanya asam sitrat maka memiliki 4 elektron bebas yang di berikan kepada ion
logam, maka Pb akan terlepas dan berikatan dengan ion OH- dan COOH- yang
ada pada asam sitrat dan membentuk senyawa Pb sitrat. Penurunan kadar Pb pada
EDTA berkisar 74,05-86,56% pada perebusan dengan larutan EDTA terlihat
penurunan tertinggi dengan konsentrasi 0,10M yaitu 86,56%. Hal ini
menunjukkan dengan konsentrasi semakin tinggi, semakin banyak ion logam
15
yang tereduksi pada daging kupang merah. Diduga EDTA memiliki enam
elektron bebas sehingga mampu membentuk ikatan kompleks yang kuat dengan
ion logam pada daging kupang yang membentuk senyawa Pb disodium EDTA.
Untuk memperoleh ikatan koordinasi yang stabil, diperlukan ligan yang mampu
membentuk cincin 5-6 sudut dengan sebuah logam. Ion logam terkoordinasi
dengan pasangan elektron dari atom-atom nitrogen EDTA dan juga keempat
gugus karboksil yang terdapat pada molekul EDTA. Umumnya EDTA digunakan
untuk mengobati keracunan oleh logam Hg dan Pb serta EDTA digunakan
sebagai pengawet untuk mencegah pembusukan yang disebabkan logam berat
pada produk ikan dan kerang-kerangan sehingga dapat bertahan dalam beberapa
hari (Prasetyo, 2009). Jadi, salah satu cara untuk mengurangi kandungan timbale
pada salah satu jenis makanan, contohnya kupang bisa dilakukan melalui
perebusan daging kupang dengan jenis asam (asam sitrat dan EDTA) terhadap
kadar Pb dan nilai pH. Nilai kadar Pb pada daging kupang merah berada dibawah
standar batas maximum BPOM yaitu 1,5 ppm.

4.2.3 Kromium
Kromium merupakan salah satu logam berat yang pemanfaatannya sangat
luas seperti dalam industri cat, pelapisan logam (electroplating), dan penyamakan
kulit (leather tanning) (Aravindan, dkk., 2004). Tingkat toksisitas Cr(VI) sangat
tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk konsentrasi >
0,05 ppm.
Usaha atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar logam
kromium di lingkungan adalah dengan metode adsorpsi. Proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan
menempel pada permukaan adsorben akibat peristiwa kimia dan fisika (Massel,
1996). Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur, dan lain-lain. Adsorben yang
banyak digunakan untuk adsorpsi kromium dalam limbah cair adalah karbon
aktif, silika gel, lempung, zeolit, dan sorben dari bahan organik (biosorben) yang
menggunakan biomassa dari sel mati. Biosorben yang dapat digunakan dalam
pengolahan limbah kromium adalah rumput laut, serbuk gergaji, hasil samping
pertanian, limbah industri makanan, bakteri, dan mikroalga. Biosorben
merupakan media yang sangat baik digunakan dalam penanganan limbah
16
kromium karena memiliki banyak keunggulan seperti harganya yang relatif
murah, mudah didapat, dan sifatnya yang ramah lingkungan.
Sabut kelapa merupakan salah satu biomassa yang mudah didapatkan dan
merupakan hasil samping dari pertanian. Serat sabut kelapa hijau berpotensi lebih
besar dalam menghilangkan logam berat di perairan karena kandungan lignin dan
selulosa yang lebih besar dari sabut kelapa lainnya (Carrijo, dkk., 2002). Interaksi
logam dengan biomassa pada proses biosorpsi umumnya melibatkan beberapa
mekanisme interaksi yaitu adsorpsi fisik, interaksi ionik, dan kompleksasi
(Pino,dkk., 2006).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas biosorpsi
suatu biosorben dengan cara: amobilisasi, aktivasi, impregnasi, dan lain-lain.
Amobilisasi adalah suatu proses penyisipan suatu spesies kimia ke dalam suatu
struktur sehingga bahan yang teramobilisasi tidak dapat bergerak dari struktur.
Aktivasi bertujuan unutuk menghasilkan sifat-sifat kimia dan fisika yang lebih
baik seperti keasaman permukaan (Yun, dkk., 2001).
Biosorpsi Cr(III) menggunakan serat sabut kelapa hijau teramobilisasi
EDTA. Terperangkapnya EDTA (amobilisasi) dalam struktur selulosa dan lignin
yang merupakan komponen yang berperan dalam biosorpsi diharapkan dapat
membantu dalam penyerapan ion Cr(III). Ini didukung karena EDTA merupakan
ligan pengompleks yang berperan sebagai chelating agent karena kemampuannya
untuk mengikat ion logam. Ion logam dapat diikat oleh EDTA dengan
membentuk enam ikatan, dimana dua dari atom nitrogen dalam kelompok amino
dan empat dari atom oksigen dalam kelompok karboksil. Selain EDTA
terperangkap dalam struktur selulosa dan lignin dapat juga terperangkap dalam
matriks serat sabut kelapa (Achmadi, 1990).
Amobilisasi EDTA pada biosorben adalah terikatnya atau
terperangkapnya EDTA pada biosorben. Amobilisasi dilakukan dengan
menginteraksikan biosorben dengan EDTA pada konsentrasi 0,001; 0,0025;
0,005; 0,0075 dan 0,01 M, sehingga menghasilkan biosorben teramobilisasi
EDTA (B-EDTA) yang berturut-turut disebut dengan B-EDTA1, B-EDTA2, B-
EDTA3, B-EDTA4 dan B-EDTA5. Variasi konsentrasi EDTA dilakukan untuk
mendapatkan B-EDTA optimum yaitu biosorben yang menyerap Cr(III) secara
maksimum, sehingga konsentrasi EDTA optimum untuk amobilisasi biosorben
dapat diketahui.
17
Gambar 4.2.3. Grafik serapan Cr (III) pada berbagai biosorben teraktivasi EDTA

Gambar 4.2.3, memperlihatkan bahwa B-EDTA3 menyerap Cr(III) paling


tinggi dibandingkan jenis biosorben yang lain. Penyerapan yang lebih rendah
ditunjukkan oleh B-EDTA1 dan B-EDTA2 terhadap Cr(III) dikarenakan molekul
EDTA belum teramobilisasi secara optimum pada biosorben sehingga situs aktif
yang terdapat pada biosorben belum maksimal. Penurunan serapan Cr(III) pada
B-EDTA4 dan B-EDTA5 disebabkan karena konsentrasi EDTA yang lebih besar
menyebabkan pori yang terdapat pada biosorben tertutupi EDTA. Hal ini
menyebabkan situs-situs aktif pada biosorben tidak berfungsi secara efektif.
Situs aktif pada B-EDTA3 di permukaan biosorben, pori biosorben dan
situs aktif dari EDTA berfungsi dengan baik sehingga dapat menyerap Cr(III)
dengan maksimal. Peningkatan kapasitas adsorpsi terjadi pada B-EDTA3
dibandingkan biosorben tanpa amobilisasi (kontrol) yaitu dari 1,4280 mg/g
menjadi 1,9996 mg/g. Hal ini menunjukkan keberadaan EDTA dalam biosorben
dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi biosorben karena EDTA merupakan agen
pengompleks logam yang berperan dalam adsorpsi Cr(III).

18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Keberadaan logam-logam berbahaya di lingkungan semakin meningkat
jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh kegiatan industri seperti; industri kabel, baterai, cat,
plastic, dll. Tentunya dengan maraknya logam berbahaya di lingkungan, kesehatan
manusia akan terancam. Logam-logam ini dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
udara yang dihirup, air yang diminum, dan makanan hewani yang telah terkontaminasi
seperti kupang yang hidup di air yang mengandung logam berat pb. Logam berat yang
masuk kedalam tubuh lambat laun akan memberikan efek buruk bagi organ maupun
sistem tubuh seperti pada hati, paru-paru, otak, dan berujung kematian. Salah satu hal
yang dapat dilakukan guna mengurangi efek dari logam berat yakni menggunakan
Chelating agent (chelant) adalah suatu senyawa yang terdiri dari dua atau lebih atom
pendonor elektron yang dapat membentuk suatu ikatan koordinat dengan sebuah atom
logam tunggal. Chelating agent digunakan untuk mengontrol konsentrasi dari ion logam.

5.2 Saran

Untuk menghindari bahaya dari logam berat, dapat dilakukan dengan cara
menjaga lingkungan dan makanan. Jagalah makanan yang akan masuk ke tubuh anda,
pilih makanan yang bersih dan higienis diutamakan untuk mengolah makanan tersebut
sendiri. Atau bisa juga dengan cara-cara mengolah makanan sesuai dengan jurnal
penelitian diatas dengan perendaman asam lemah, dsb.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Titin. 2014. KONTAMINASI LOGAM BERAT PADA MAKANAN DAN


DAMPAKNYA PADA KESEHATAN. Semarang: TEKNOBUGA Volume 1 No.1
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/teknobuga/article/view/6405/4856
Anggraini, Rafika Putri. 2015. DETEKSI MERKURI ASAL DARAH LUMBA-LUMBA HIDUNG
BOTOL (Tursiops aduncus) DI KAWASAN KONSERVASI OCEAN DREAM
SAMUDRA ANCOL. BOGOR: Jornal IPB
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/77797/B15rpa.pdf?sequence=
1&isAllowed=y
Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press
Endrinaldi. 2009. Logam-logamberat pencemaran lingkungan dan efek terhadap manusia.
Kesehatan masyarakat. Vol 4
Indasah. ____. DAMPAK PENAMBAHAN CHELATING AGENT (ASAM
ASETAT,ASAM SITRAT DAN JERUK NIPIS) TERHADAP KADAR Fe, Zn DAN
PROTEIN DAGING KUPANG BERAS (Corbula faba) file:///D:/idk2%20sgd/5-
DAMPAK-PENAMBAHAN-CHELATING-AGENT.pdf
Izza, Athifah Tul,dkk. ____. PENURUNAN KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA KUPANG
MERAH (Musculitas senhausia) DENGAN PEREBUSAN ASAM PADA KAJIAN
JENIS DAN KONSENTRASI ASAM. Malang: Jural Universitas Brawijaya
http://sulthonanshory.staff.ub.ac.id/files/2014/09/JURNAL-Athifah-Tul-Izzah.pdf
Miller, Alan L. 1998, Dimercaptosuccinic Acid (DMSA), A Non-toxic, Water-Soluble
Treatment for Heavy Metal Toxicity. Alternative Medicine Review vol 3 (3) 199-207
Notohadiprawiro , Tejoyuwono. 2006. LOGAM BERAT DALAM PERTANIAn. Yogyakarta: Jurnal
Universitas Gajah Mada 2006 http://soil.blog.ugm.ac.id/files/2006/11/1993-
Logam-berat.pdf
Patrick, Lyn. 2002, Mercury Toxicity and Anti Oksidant: part I: Role Of Gluthatione And
Alpha-Lipoic Acid in The Treatment of Mercury Toxicity. Alternative Medicine
Review Vol 7 (6) 456-471.
Patrick, Lyn. 2003, Toxic metal and antioksidants: part II. The Role of Antioxidants in arsenic
and cadmium Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 8 (2) 106.
Rumahlatu, D, dkk. 2012. Kadmium dan Efeknya terhadap Ekspresi Protein Metallothionein pada
Deadema setosum (Echinoidea; Echinodermata). Malang: Jurnal Penelitian Perikanan
1(1) (2012) 26-35, online at www.jpp.ub.ac.id ISSN : 2337-621X
Sudarmaji, & Corie, I,P. 2006. Toksikologi Logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan.
Kesehatan Lingkungan. Vol 2
Sudiarta, I Wayan, Wahyu Dwijani Sulihingtyas. 2012. BIOSORPSI Cr(III) PADA
BIOSORBEN SERAT SABUT KELAPA HIJAU TERAMOBILISASI EDTA. Bali:
JURNAL KIMIA 6 (1), JANUARI 2012 : 29-36
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/viewFile/2862/2038
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-agusawalud-5226-3-
bab2.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-andhimuham-5651-3-
babii.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai