NETRALISASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Rekayasa Proses yang diampu oleh
Siti Mujdalipah, S.TP., M.Si.
Disusun oleh:
Kelompok 3
Ange Cindi Angriani 1506354
Ika Mustikawati 1506358
Thia Ashipa 1505073
Susanna Noviana Nababan 1507524
Muhammad Zainul Arifin 1504013
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah tim penulis dapat menyusun Modul Rekayasa
produksi yang berjudul “Netralisasi”.
Tidak lupa tim penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Siti Mujdalipah, S.TP., M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah Rekayasa
Produksi yang telah membimbing tim penulis dalam penyusunan modul ini, dan
seluruh pihak lainnya yang telah membantu proses penyusunan modul.
Modul ini bukanlah sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat berarti bagi tim penulis. Atas
segala perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... 1
PEMBELAJARAN................................................................................................. 2
A. Netralisasi......................................................................................................... 2
B. Macam - macam Netralisasi............................................................................... 8
C. Aplikasi Netralisasi......................................................................................... 17
RANGKUMAN .................................................................................................. 35
EVALUASI .................................................................................................... 36
GLOSARIUM ...................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi akan terus berjalan dan selalu mengalami
percepatan. Salah satu bentuk dari kemajuan teknologi adalah kemajuan
dalam bidang industri. Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya
bidang industri, senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah
lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di sisi lain, perkembangan
industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas
limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3
akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Suatu limbah
digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku
yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan
penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3
bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik yakni mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan
lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui sehingga
termasuk limbah B3.
Ada berbagai cara untuk mengolah limbah B3 baik secara fisika, kimia
maupun biologi. Pemilihan sistem yang akan digunakan untuk mengolah
suatu limbah B3 harus disesuaikan dengan karakteristik dan sifat-sifat limbah
tersebut. Pada pengolahan limbah secara netralisasi sebagian besar limbah
cair dari industri mengandung bahan-bahan yang bersifat asam (Acidic)
ataupun basa (alkaline) yang perlu dinetralkan sebelum dibuang ke badan air
maupun sebelum limbah masuk pada proses pengolahan, baik pengolahan
secara biologi maupun secara kimiawi, proses netralisasi tersebut bisa
dilakukan sebelum atau sesudah proses equalisasi. Reaksi netralisasi
merupakan reaksi dimana asam dan basa bereaksi dalam larutan berair untuk
menghasilkan garam dan air. Natrium klorida cair yang dihasilkan dalam
reaksi disebut garam. Sebuah garam merupakan senyawa ionik yang terdiri
dari kation dari basa dan anion dari asam. Proses netralisasi ini bertujuan
untuk melakukan perubahan derajat keasaman (pH) air limbah.
Dalam kehidupan sehari-hari, larutan asam sering direaksikan dengan
larutan basa untuk menghasilkan senyawa netral atau dikenal dengan reaksi
netralisasi. Pada reaksi netralisasi ini akan dihasilkan garam dan air. Contoh
penerapan reaksi netralisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk
pengobatan bagi penderita sakit mag. Dimana sakit mag (kondisi kadar asam
lambung yang tinggi) maka obat mag adalah senyawa yang bersifat basa
(kandunganya magnesium hidroksida atau aluminium hidroksida). Contoh
lainnya adalah pengobatan akibat sengatan serangga, perlindungan terhadap
kerusakan gigi, dan pengolahan tanah pertanian. (Ningsih, 2017). Kelebihan
dalam pengolahan air limbah secara netralisasi adalah menjadikan waktu dan
area yang diperlukan jauh lebih kecil dibandingkan pengolahan limbah secara
fisik. Dan kekurangan yang biasa didapati adalah biaya yang dibutuhkan
untuk pengolahan secara netralisasi lebih tinggi daripada pengolahan seacar
fisik dan biologis.
Pada modul ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengolahan limbah
secara netralisasi yang meliputi proses netralisasi dan reaksi yang terjadi
dalam pengolahan limbah. Semoga makalah ini dapat berguna dalam
menambah ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui maksud dari proses netralisasi
2. Mengatahui macam-macam proses netralisasi.
3. Mengetahui aplikasi proses netralisasi.
PEMBELAJARAN
A. Netralisasi
Netralisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pemurnian
minyak. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas
dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan
basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986).
Hendrix (1990) menyatakan bahwa kotoran yang akan dibuang dalam
netralisasi adalah asam lemak bebas, fosfatida, ion logam, zat warna,
karbohidrat protein, hasil samping oksidasi, hidrokarbon, dan zat padat.
Selain itu dijelaskan pula oleh Thieme (1968), bahwa netralisasi sebagai salah
satu tahapan proses pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi gum
yang masih tertinggal, untuk memperbaiki rasa dan mengurangi warna gelap
dari minyak tersebut.
B. Macam-macam Netralisasi
Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menggunakan basa, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan
menggunakan uap. Pada umumnya, dikenal 4 macam metode netralisasi
minyak dan lemak yang sering digunakan dalam industri yaitu metode kimia,
fisik, fisiko kimia dan dengan cara esterifikasi.
Menurut Thieme (1968), netralisasi secara kimia dapat dilakukan
dengan 2 macam cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan
dengan menggunakan larutan basa pekat dan suhu yang relatif rendah.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menggunakan larutan basa yang
relatif encer dan suhu yang relatif tinggi. Suhu yang digunakan antara 60-
650C, tetapi dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 980C).
Sabun yang terbentuk dicuci dengan air dan diulang beberapa kali sampai
sabun terpisah dari minyak dan pH air hasil pencucian menjadi netral.
Menurut Bernardini (1983), netralisasi secara fisik dilakukan dengan
pemisahan melalui destilasi dengan steam terinjeksi dari asam lemak dalam
minyak. Cara ini diterapkan pada industri besar dan tidak dapat berlaku
umum karena minyak atau lemak dipanaskan pada suhu tinggi (220- 240 0C)
sehingga termodifikasi secara kimia dan fisik, minyak atau lemak harus
mengalami purifikasi dan pemucatan secara sempurna terlebih dahulu
sehingga biaya menjadi sangat mahal, serta kandungan asam lemak bebas
minyak tidak boleh terlalu tinggi.
Cara netralisasi dengan esterifikasi secara teori tidak menyebabkan
kehilangan minyak netral, namun digunakan hanya untuk menetralkan asam
organik dalam minyak atau lemak. Reaksi ini merupakan kebalikan dari
hidrolisis dan pemecahan minyak atau lemak. Kondisi optimum reaksi akan
terjadi keadaan sangat vakum, pada suhu 200-2200C dengan kontak yang
cukup dekat dan lama antar minyak, gliserol dan katalis yang digunakan.
Proses ini hanya akan efektif pada netralisasi minyak dengan jumlah asam
lemak bebas yang sangat tinggi (20-30%), serta untuk esterifikasi asam lemak
terdistilasi (Bernardini, 1983).
Netralisasi dengan pelarut dilakukan dengan menggunakan pelarut
heksana, isopropilat alkohol atau air. Cara netralisasi ini dilakukan untuk
minyak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi. Pemisahan resin, oksi-
asida dan gum, yang tidak larut dalam campuran dan membentuk lapisan di
daerah pemisahan selama pengendapan akan mempengaruhi hasil yang
diperoleh sehingga perlakuan pendahuluan harus dapat membuang semua
komponen tersebut (Bernardini, 1983).
C. Aplikasi Netralisasi
Netralisasi minyak dan lemak dengan metode kimia merupakan proses
penyabunan asam lemak bebas oleh larutan NaOH maupun bahan kimia lain
seperti KOH dan Na2CO3 (Mahatta, 1975). Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam netralisasi secara kimia, yaitu kemurnian minyak, suhu,
kepekatan larutan basa dan lama penyabunan (Bernardini, 1983). Netralisasi
dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena
lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.
Penggunaan kautik soda juga dapat membantu mengurangi zat warna dan
kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau emulsi
ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (Ketaren, 1986).
Larutan alkali yang lebih lemah seperti soda abu (Na2CO3) dan ammonium
hidroksida tidak dapat digunakan oleh industri karena efek dekolorisasinya
yang rendah dan memerlukan peralatan tambahan sehingga dapat
meningkatkan biaya produksi. Reaksi antara asam lemak bebas pada minyak
dengan Na2CO3 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan parameter yang penting dalam suatu produk
kosmetik karena pH dari kosmetik yang dipakai dapat mempengaruhi daya
absorpsi kulit. Keasaman kosmetik sebaiknya sesuai dengan pH kulit, yaitu
4,5-7. Hasil pengukuran nilai pH terhadap sabun minyak ikan lemuru pada
berbagai perlakuan konsentrasi bentonit dapat dilihat pada Gambar dibawah
ini
.
Nilai rata-rata kadar alkali bebas pada sabun minyak ikan lemuru
dengan penambahan konsentrasi bentonit yang berbeda berkisar antara 0,10-
0,15 %. Hasil analisis ragam tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata
(p<0,05).
Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis
terhadap warna, bau dan tekstur dari sabun dengan penambahan berbagai
konsentrasi bentonit.
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil penilaian organoleptik
tingkat penerimaan panelis terhadap warna sabun minyak ikan lemuru berada
pada kisaran 4,9-5,4 yang berarti panelis memberikan respon agak suka
dengan kondisi warna sabun minyak ikan lemuru. Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada warna sabun minyak ikan
lemuru yang dihasilkan. Histogram hasil uji organoleptik bau sabun minyak
ikan lemuru pada Gambar (b) menunjukkan bahwa hasil penilaian
organoleptik tingkat penerimaan panelis terhadap bau sabun minyak ikan
lemuru berada pada kisaran 2,5-3 yang berarti panelis tidak suka sampai agak
tidak suka dengan kondisi bau sabun minyak ikan lemuru. Hal ini disebabkan
karena bentonit mudah menyerap bau yang ada dalam limbah minyak ikan
lemuru dan penyaringan yang kurang sempurna menyebabkan bentonit dalam
bentuk partikel yang sangat kecil masih ada di dalam sabun tersebut. Hasil uji
Kruskal Wallis menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kesukaan panelis pada bau sabun minyak ikan
lemuru yang dihasilkan.
Tekstur merupakan kriteria penginderaan yang dihubungkan dengan
rabaanatau sentuhan. Histogram Gambar (c) dapat dilihat bahwa hasil
penilaian organoleptik tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur sabun
minyak ikan lemuru berkisar antara 3,8-4,7. Secara deskriptif panelis
memberikan penilain netral sampai agak suka terhadap tekstur sabun minyak
ikan lemuru. Hal ini
disebabkan karena bentonit dalam bentuk partikel yang berukuran
sangat kecil masih ada dalam sabun sehingga tekstur sabun menjadi lunak.
Bentonit memiliki sifat dapat menyerap air yang menyebabkan tekstur sabun
menjadi lunak. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa masing-masing
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan
panelis pada tekstur sabun minyak ikan lemuru yang dihasilkan.
Potensi Busa
Berdasarkan hasil pengamatan ternyata sabun yang dibuat mampu
menghilangkan kotoran yang melekat pada kain, menghasilkan busa yang
banyak, akan tetapi masih memiliki bau amis pada kain tersebut. Setelah kain
tersebut dicuci masih meninggalkan bau yang tidak enak seperti bau amis.
Bau tersebut dapat dikurangi dengan penambahan bahan lain seperti parfum
dan pewarna yang ditambahkan ke dalam sabun minyak ikan.
Kesimpulan :
Pada proses pemurnian minyak ikan lemuru dihasilkan limbah yang
merupakan hasil netralisasi asam lemak ikan lemuru. Limbah tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan sabun yaitu dengan
mencampurkan limbah netralisasi minyak ikan lemuru, NaOH dan larutan
NaCl 15 %. Dengan perbandingan antara limbah hasil netralisasi minyak ikan
lemuru, NaOH, NaCl 15 % yaitu 1:3:0,1. Penambahan bentonit 30 % pada
sabun minyak ikan lemuru mempunyai sifat kimia dan fisika yang terbaik.
Sabun tersebut mengandung kadar air 64,54 %, pHnya 10,96, kadar alkali
bebas 0,1 % dan kadar asam lemak bebasnya tidak terdeteksi.
Uji hedonik menunjukkan bahwa sabun minyak ikan lemuru dengan
penambahan bentonit yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap warna, bau maupun tekstur.
Ringkasan
Netralisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pemurnian minyak. Netralisasi adalah
suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk
sabun. Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan
basa, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan menggunakan uap. Pada umumnya,
dikenal 4 macam metode netralisasi minyak dan lemak yang sering digunakan dalam industri
yaitu metode kimia, fisik, fisiko kimia dan dengan cara esterifikasi. Netralisasi pada proses
pemurnian minyak dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain netralisasi dengan
alkali, netralisasi dengan Na2CO3, netralisasi minyak dalam bentuk miscella, dan netralisasi
menggunakan etanol-amin danamonia. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak
dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan
cara netralisasi lainnya. Metode netralisasi adalah metode yang dapat diaplikasikan secara
massal untuk meningkatkan kualitas minyak ikan dengan mengurangi kandungan bahan
pengotor (impurities) yang terkandung dalam minyak dengan NaOH. Proses netralisasi
minyak dengan menggunakan kaustik soda yang pekat (10-240B3) mempunyai efek antara
lain menghasilkan refining loss yang tinggi, pemucatan warna minyak, mengurangi
kandungan asam lemak bebas dalam minyak serta pada suhu 60-700C akan memperbanyak
minyak yang tersabunkan. Contoh penerapan proses netralisasi diantaranya adalah
“Pemurnian Minyak Ikan Makerel Hasil Samping Penepungan dengan Netralisasi Alkali” dan
“Penggunaan Bentonit Dalam Pembuatan Sabun Dari Limbah Netralisasi Minyak Ikan
Lemuru”.
Evaluasi
Netralisasi: proses yang menjadikan suatu zat menjadi netral atau tidak terikat
Esterifikasi: reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung antara asam
karboksilat dengan alkohol
Suspensi: sistem koloid zat padat yang terperangkap dalam zat cair
Refining loss:
Organoleptik: Pengujian dengan menggunakan indera manusia
Emulsifier: zat pengemulsi atau zat untuk membantu menjaga kestabilan
emulsi minyak dan air
Pigmen: zat warna
Reaksi saponifikasi: reaksi hidrolisis lemak/minyak menggunakan basa kuat
sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun
Rendemen: besarnya jumlah penyusutan bahan, biasanya dinyatakan dalam %
Dekolorisasi: proses pengelantangan atau perusakan warna secara buatan
Purifikasi: penyucian; pembersihan
Daftar Pustaka
Andersen, A T C. (1953). Refining of Oil and Fat for Edible Purposes. Perzomon
Press, Ltd., London.
Anonim. (1987). Bahan Galian Industri Bentonit. Jakarta: Departemen Pertambangan
dan Energi, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral.
Hendrix, B. (1990). Netralization I Theory and Practice of Conventional Caustic
(NaOH) Refining. Di dalam Erickson, D. R. (ed). 1990. Edible Fats and
Oils Processing Basic Principles and Modern Practices. World
Conference Proceedings. American Oil Chemists, Illinois, USA.
Crexi VT, et al. (2009). Deodorisation process variable for croaker (M. furnieri)
oil. Journal of Food Chemistry 114:369 – 401.
Bernardini, E. (1983). Vegetables Oil and Fats Processing Vol 2. Interstamps
House, Italy.
Estiasih T, Ahmadi K. (2004). Pembuatan trigliserida kaya asam lemak omega-3
dari minyak hasil samping pengalengan ikan lemuru (Sardinella
longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian 5(3):116–128.
Feryana, et al. (2014). Pemurnian Minyak Ikan Makerel Hasil Samping
Penepungan dengan Netralisasi Alkali. JPHPI 17 (3): 207-214.
Huang J, Sathivel S. (2010). Purifying salmon oil using adsorption, neutralization
and combined neutralization and adsorption process. Journal of Food
Engineering 96:51– 58.
Ibrahim, et al. (2005). Penggunaan Bentonit dalam Pembuatan Sabun dari Limbah
Netralisasi Minyak Ikan Lemuru (Sardinella Sp.). Jurnal Teknologi Hasil
Perikanan 8 (2): 1-14.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.
Mahatta, T L. (1975). Technology and Refining of Oils and Fats. Small Business
Publications, New Delhi.
Swern, D. (1979). Bailey’s Industrial Oil and Fat Product Vol I 4th edition. John
Willey and Son, New York.
Standar Nasional Indonesia. 1994. 06-3532-1994. Standar Mutu Sabun Mandi.
Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Thieme, J G. (1968). Coconut Oil Processing. Food Agricultural Organization.
Agricultural Development Paper (89), Rome.