Dosen Pengampu:
Drs. Irdoni Hs., Ms
NIP. 19570415198609 1 001
Asisten:
Ivan Fadillah
OLEH:
KELOMPOK I
KELAS C
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya saja karena komponennya saling bercampur secara sangat
erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia
dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Whitaker, 2004).
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun
ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam, yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction
(Isnani, 2013).
Ekstraksi atau pemisahan yang digambarkan sebagai proses perpindahan
satu atau lebih komponen dari satu fasa ke fasa lain. Salah satu teknik ekstraksi
adalah ekstraksi pelarut. Proses pemisahan jenis ini selalu melibatkan dua fase.
Idealnya kedua fase ini tidak saling terlarut pada saat proses ekstraksi
berlangsung. Sample bisa merupakan suatu gas, suatu cairan atau suatu padat.
ekstraksi dengan menggunakan pelarut merupakan proses pemisahan komponen
zat terlarut berdasarkan sifat distribusinya dalam dua pelarut yang tidak saling
melarut. Dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan, senyawa yang diinginkan
dapat dipisahkan secara selektif. Selektifitas antara pelarut di dalam pelarut
lainnya yang berbeda kepolarannya dalam melarutkan senyawa organik akan
membentuk dua lapisan yang saling memisah, dimana proses ini berdasarkan
distribusi sampel diantara dua pelarut tersebut (Wildan, 2012).
Ektraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapan bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses ekstrasi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan
pelarut kemudian terjadi kontak anatar bahan dan pelarut sehingga pada bidang
antar muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan masaa dengan cara
difusi (Sudjadi, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi anatar lain
yaitu ukuran bahan baku, pemilihan pelarut, waktu proses ekatrasi suhu ektrasi.
Ukuran bahan baku yang kecil baku yang kecil akan menghasilkam hasil yang
rendah. Pemilihan pelarut akan mempengaruhi suhu ekstraksi dan waktu proses
ekstraksi. Jika suhu tinggi, maka akan menghasilkan sisa pelarut yang tinggi pula
(Anam, 2010).
Menurut (Hadyana, 2012), Pemilihan pelarut untuk ekstraksi ditentukan
oleh pertimbangan:
a. Angka banding distribusi yang tinggi untuk zat terlarut, angka banding
distribusi yang rendah untuk zat-zat pengotor yang tak diingini
b. Kelarutan yang rendah dalam fasa air
c. Viskositasyang cukup rendah, dan perbedaan rapatan yang cukup besar dari
fasa airnya untuk mencegah terbentuknya emulsi.
d. Keberacunan (toksisitas) yang rendah tidak mudah terbakar
e. Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut untuk proses-proses
analisis berikutnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi. Perbedaan
metode, pelarut, suhu serta waktu ekstraksi akan berpengaruh terhadap jumlah
rendemen serta kualitas ekstrak yang didapatkan. Menggunakan metode, pelarut
serta waktu yang sesuai akan menghasilkan rendemen serta kulitas ekstrak yang
maksimal (Wildan dkk, 2014).
Teknik ekstraksi dapat dilakukan dengan 3 metode dasar yaitu dengan cara
ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontiniu dan ekstraksi counter current.
Ektraksi bertahap merupakan cara yag paling sederhana dengan menambahkan
pelarut pengekstraksi sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapaisan didiamkan dan
dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik.
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.
Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut sedikit – sedikit. Ekstraksi kontiniu digunakan bila
distribusi relatif kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan
beberapa tahap ekstraksi. Efisiensi yang tinggi pada ekstraksi kontiniu tergantung
pada volatil atau viskositas fase dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi
kecepatan terjadinya kesetimbangan, seperti nilai D, volume relatif dari 2 fase dan
faktor lainnya (Khopkar, 2008).
2.2.1 Rendering
Menurut Ketaren (1986), rendering merupakan suatu cara ekstraksi
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak
dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas
adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk mengumpulkan protein pada
dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah
ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.
Menurut Winarno (1991), rendering merupakan suatu cara yang sering
digunakan untk mengekstraksi minyak hewan dengan cara pemanasan. Pemanasan
dapat dilakukan dengan air panas. Lemak akan mengapung di permukaan
sehingga dapat dipisahkan. Pemanasan tanpa air biasanya dipakai untuk
mengekstraksi minyak babi dan lemak susu. Secara
komersial rendering dilakukan dengan menggunakan ketel vakum. Protein akan
rusak oleh panas dan air akan menguap sehingga lemak dapat
dipisahkan. Rendering terbagi dua yaitu wet rendering dan dry rendering.
Menurut Isnani pada tahun 2013, rendering dibagi dengan dua cara yaitu:
1. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan
40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah pada
wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak.
Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat
pangaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan
sampai suhu 50°C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas dan
kemudian dipisahkan.
Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang
begitu popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan
temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, dipergunakan untuk
menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang
digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan diekstraksi
dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound
selama 4-6 jam.
2. Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama
proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa
penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan
pada suhu 220°F sampai 230°F (105°C-110°C). Ampas bahan yang telah diambil
minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan
dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan
dari bagian atas ketel.
Gambar 2.7 Pengepresan Hidrolik
2. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri
dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperatur 240°F (115,5°C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air
minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan
bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 persen. Cara lain
dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung
minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan
pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi.
Barley, A. E. 1951. Industrial Oils and Fats Product. 2nd Ed. Interscience
Publishing Inc. New York.
Handayani, A.,&Juniarti, E. R. 2012. Ekstraksi minyak ketumbar dengan pelarut
etanol dan n-heksana. Jurnal bahan alam terbarukan. Vol 1 no 1.
Hariyadi, P., 2014. Mengenal Minyak Sawit Dengan Beberapa Karakter
Unggulnya. Jakarta: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia.
Isnani, A. N. 2013. Ekstraksi Dan Karakterisasi Minyak Ikan Patin Yang Diberi
Pakan Pelet Dicampur Probiotik. Universitas Jember.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta :
Universitas Indonesia Press.
Khopkar.2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Bandung. UIP.
Mc Cabe. 1985. Operasi Teknik Kimia. Jakarta : Erlangga.
Treybal, Robert. 1980. Mass Transfer Operation. Singapore. McGraw Hill
Purwati dan Diastuti, H. 2007. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kacang Tanah
(Arachis hypogea L) dan Metanol dengan Katalis KOH. Molekul. Vol
2(1).
Whitaker, J.R. 2004. Enzymes didalam O.R. Fennema (ed). Food Chemistry.Third
edition. Marcell Dekker, Inc., New York and Basel.
Wildan, A., Hartati, I.,& Widayat. 2014. Proses Ekstraksi Minyak Limbah Pada
Biji Karet Berbantu Gelombang Mikro. Jurnal Momentum. Vol 10 No 1.
Wildan., Inggrid, A., Hartati, I.,& Widayat. 2012. Optimasi Pengambilan Minyak
Dari Limbah Padat Biji Karet Dengan Metode Sokhletasi. Jurnal
Momentum.Vol 8, No 2.
Winarno,F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Yuliani, F., Primasari, M., Rachmaniah, O., & Rachimoellah, M. 2013. Pengaruh
Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak
Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel, Jurnal Teknik Kimia.
3(1):171-177.