Anda di halaman 1dari 22

Abstrak

Ekstraksi merupakan proses untuk mendapatkan minyak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak. Minyak atau lemak yang diekstraksi dari
tumbuh-tumbuhan disebut sebagai minyak nabati, seperti yang berasal dari biji-
bijian, contohnya buah sawit, kacang atnah dan biji karet. Screw press merupakan
metode yang cocok digunakan untuk mengekstrak biji-bijian. Metode yang
dilakukan dalam percobaan ini yaitu alat screw press yang dirangkai terlebih
dahulu dan bahan yang telah dikecilkan dan ditimbang dimasukkan ke tempat
pengumpanan, lalu alat dioperasikan dengan handle diputar searah jarum jam
hingga diperoleh minyak, kemudian minyak ditimbang, disaring dan ditimbang
kembali, terakhir dilakukan perhitungan yield. Yield yang diperoleh berbeda pada
setiap bahannya, yield tertinggi, yaitu pada bahan buah sawit dengan perlakuan
dipanaskan dan duplo mencapai 31,96 % sebelum disaring dan 16,64% setelah
disaring.

Kata kunci :
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pernyataan Masalah


Minyak nabati merupakan minyak yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan.
Minyak nabati biasanya digunakan sebagai minyak goreng ataupun lebih lanjut
sebagai biodiesel. Minyak nabati paling banyak digunakan berasal dari ekstrak
sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, biji karet dan lainnya. Indonesia sebagai
negara tropis yang tentunya memiliki banyak komoditi tanaman yang bisa
dioptimalkan pemanfaatannya, salah satunya yaitu dengan memperoleh minyak
dari bahan yang diduga memiliki minyak atau lemak. Tanaman yang biasanya
digunakan untuk dapat diambil minyaknya yaitu yang berasal dari biji-bijian,
yang juga telah banyak diproduksi ataupun diteliti, seperti minyak yang berasal
dari sawit, kacang tanah dan biji karet. Menurut Zulchi and Husni (2017), kacang
tanah memiliki 40-48% minyak, Sujadi, et al (2016) menyatakan bahwa pada
buah sawit terdapat 47-57% minyak, dan Swern (1964) menyatakan kandungan
minyak biji karet yaitu 40-50%. Minyak nabati yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan ini didapat dengan dilakukannya proses ekstraksi.
Ekstraksi merupakan suatu proses untuk mendapatkan minyak atau lemak
dar bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Berdasarkan prinsip
kerjanya, ekstrasi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, rendering, pengepresan
mekanis (mechanical expression) dan ektraksi dengan pelarut (solvent extraction).
Untuk mengekstrak biji-bijian yang berkadar minyak lebih dari 20%, ekstraksi
yang cocok digunakan yaitu dengan pengepresan mekanis yaitu screw press
(Sawitri, et al., 2014). Screw press merupakan pengepresan yang memerlukan
perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan datau pemanasan,
dengan tekanan yang diberikan sekitar 15-20 kg/cm3 (Ketaren, 1986). Oleh karena
itu, dilakukan percobaan untuk mengekstraksi minyak dari sawit, kacang tanah
dan biji karet dengan metode screw press.
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan yang dilakukan, yaitu:
1. Mengetahui prinsip kerja dan mengoperasikan alat screw press.
2. Membandingkan hasil minyak yang didapatkan dari bahan baku yang
berbeda dan pada suhu yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjaua Bahan


2.1.1 Tanaman Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis) adalah tanaman yang berkeping
satu termasuk kedalam famili palmae. Nama genus dari kelapa sawit ialah Elaeis
yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Elaion atau minyak, sedangkan nama
spesies dari kelapa sawit ialah Guinensis yang berasal dari kata Guinea, yaitu
tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dengan bunga betina dan jantan
berada pada satu pohon yang dapat kawin silang dengan bantuan agen polinasi
(Elaedobius kamerunicus) untuk menghasilkan buah sawit. Perkembangan dan
kematangan buah kelapa sawit adalah proses biologi yang kompleks dimulai
dengan sintesis minyak yang diikuti oleh terbentuknya klorofil, karoten dan
tokoferol & tokotrienol. Setelah umur buah 14 – 15 minggu klorofil terdegradasi
dan karoten terbentuk hingga buah matang secara keseluruhan (Sujadi, et al.,
2016).
Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil yang
tidak memiliki cabang serta kambium pada bagian batang. Taksonomi tanaman
kelapa sawit menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), terbagi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit berbentuk pohon, seperti jenis palma lainnya.
Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi dua bagian, yaitu vegetatif dan
generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian
generatif terdiri dari bunga dan buah. Perkembangbiakan secara generatif melalui
peristiwa perkawinan dan menghasilkan biji baik secara alami maupun
penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan pada tanaman kelapa sawit dapat
dilakukan dengan menaburkan atau menyemprotkan serbuk sari yang diambil
secara sengaja dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang mekar atau fertile.
Tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut yang membentuk anyaman rapat dan
tebal. Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip, membentuk satu pelepah
dengan jumlah anak daun setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai (Hadi
2004).
Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya
kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura memiliki buah
dengan cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur tamanam.
Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang dan bunga betinanya steril sehingga
sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura
dan Pisifera. Jenis Tenera dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya
tetap fertile (Setyamidjaja 2006).
Soehardiyono (1998) menyebutkan buah terdiri dari tiga lapisan:
a. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
b. Mesoskarp, serabut buah.
c. Endoskarp, cangkang pelindung inti (yang terdiri dari endosperm dan
embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi).
Tanaman kelapa sawit (Elaesis quinensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis
golongan plama yang termasuk tanaman tahunan. Minyak kelapa sawit dapat
dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamkan dengan inti kelapa sawit (palm
kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm
kernel meal atau pellet). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah
beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22°C - 32°C.
Buah kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 30-40%.
Buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 2.1 Berondolan Buah Sawit
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. Hasil utama yang dapat di peroleh dari buah sawit adalah minyak
sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang
terdapat pada kernel. Kedua minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak
dan sifat fisika - kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk
sesudah 100 hari setelah paenyerbukan. Jika dalam buah tidak terjadi lagi
pembentukan minyak,maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi
asam lemak bebas dan gliserol.Pembentukan minyak berakhir jika dari tandan
yang bersangkutan telah terdapat buah memberondol normal. Minyak yang mula
mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak
bebas jenuh, dan setelah mendekati pematangan buah terjadi pembentukan
trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh.
Beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dapat dilihat seperti yang
terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit
Sifat Nilai
Bobot jenis 0,900
o 1,4565-1,4585
Indeks bias pada 40 C
Bilangan Iod 46-48
Bilangan Penyabunan 196-206
Sumber : Ketaren (2008)
Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai
komposisi tetap. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak sawit
Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam Miristat C13H27COOH 1,1-2,5
Asam palmitat C13H31COOH 40-46
Asam stearat C13H35COOH 3,6-4,7
Asam oleat C13H33COOH 39-45
Asam linoleat C13H31COOH 7-11
Sumber : Ketaren (2008).

2.1.2 Biji Karet


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet di dunia. Pusat
penanaman karet ada di Pulau Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh,
Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Dalam
skala yang lebih kecil Perkebunan Karet didapatkan pula di Jawa, Kalimantan dan
Daerah Indonesia Timur. Luas areal tanam di Luas areal tanam di Indonesia pada
tahun 2004 mencapai 2,3 juta Ha yang mayoritas dimiliki oleh rakyat (Setiawan
and Angsono, 2005).

Gambar 2.2 Biji Karet


Berdasarkan sistematika tumbuhan, karet dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Setiawan and Angsono, 2005) :

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea Brasiliensis
Karet merupakan kormofita berbiji yakni tumbuhan yang menggunakan biji
sebagai pembiakan generatif. Biji karet tertutup, tidak dapat dilihat dari luar, biji
karet tersebut terbungkus oleh buah karet. Tiap buah karet terdapat tiga biji karet.
Biji karet berwarna putih pada waktu muda dan berwarna kecoklatan diselingi
putih setelah tua. Bagian dalam biji berwarna putih dan berbelah dua (Yusuf and
Sulaiman, 1982).
Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur enam bulan
buah akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji karet
mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat
2-4 gram/biji. Biji karet masak terdiri dari 70% kulit buah dan 30% biji karet. Biji
karet terdiri dari ± 40% tempurung dan 60% tempurung daging biji, dimana
variasi proporsi kulit dan daging buah tergantung pada kesegaran biji. Biji karet
yang segar memiliki kadar minyak yang tinggi dan kandungan air yang rendah.
Akan tetapi biji karet yang terlalu lama disimpan akan mengandung kadar air
yang tinggi sehingga menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik. Biji
segar terdiri dari 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air, sedangkan pada biji karet
yang telah dijemur selama dua hari terdiri dari 41,6% kulit, 8% air, 15,3% minyak
dan 35,1% bahan kering. Biji karet mengandung 40% sampai 50% minyak yang
terdiri dari 17% sampai dengan 22% asam lemak jenuh dan 77% sampai dengan
82% asam lemak tak jenuh (Swern, 1964). Komposisi asam lemak dalam minyak
biji karet dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet
Komposisi Persentase (%-berat)
Asam palmitat 13,11
Asam stearat 12,66
Asam arachidat 0,54
Asam oleat 39,45
Asam linoleat 33,12
Asam lemak lainnya 1,12
Sumber : Setyawardhani, et al., (2010)

2.1.3 Kacang Tanah


Kacang tanah (Arachis hypogeae L.) adalah tanaman polong-polongan atau
legum anggota suku Fabaceae yang dibudidayakan serta menjadi kacang-
kacangan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman yang berasal
dari benua Amerika ini tumbuh secara perdu setinggi 30-50 cm dengan daun-daun
kecil tersusun majemuk. Tanaman ini memiliki daun kecil berbentuk oval
berwarna hijau, bunga berwarna kuning dengan buah berkulit keras dengan warna
coklat serta memiliki serat di permukaannya. Buah tersebut apabila dibuka akan
terdapat biji kacang tanah yang berwarna coklat muda pada kulit bijinya dan bila
kulit bijinya dikupas akan terlihat biji kacang berwarna putih (Maesen and
Soemaadmadja, 1993). Biji kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut

Gambar 2.3 Biji Kacang Tanah


Tanaman kacang tanah dapat tumbuh subur pada daerah dengan ketinggian
500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan berkisar antara 800 mm hingga
1.300 mm per tahunnya. Suhu yang dibutuhkan untuk budidaya kacang tanah
adalah sekitar 28 oC hingga 32 oC. Pertumbuhan kacang tanah akan terhambat jika
suhunya dibawah 10 oCsehingga bunga tidak akan tumbuh dengan sempurna.
Kacang tanah juga membutuhkan kelembaban udara berkisar antara 65% hingga
75% dengan pH tanah antara 6,0 hingga 6,5. Frekuensi sinar matahari juga
merupakan salah satu hal yang penting untuk perkembangan kacang tanah. Pulau-
pulau besar di Indonesia terdapat beberapa kawasan yang mampu memproduksi
kacang tanah dalam jumlah yang besar seperti Pulau Jawa, Sumatera, dan
Sulawesi.
Berikut adalah klasifikasi tanaman kacang tanah:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Upadivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Leguminates
Famili : Fabaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogeae
Komposisi yang terdapat pada daging biji kacang tanah dapat dilihat pada
Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Komposisi Daging Biji Kacang Tanah per 100 gram
Komposisi Jumlah (%)
Kadar air 4,6 - 6,0
Protein kasar 25 – 30
Lemak 46 – 52
Serat kasar 2,8 – 3
Abu 2,5 – 3
Ekstrak tanpa N 10 – 13
Sumber : Ketaren (1986)
Minyak kacang tanah mengandung 76-82% asam lemak tidak jenuh,yang
terdiri dari 40-45% asam oleat dan 30-35% asam linoleat. Asam lemak jenuh
sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar
5%. Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak.
Kestabilan minyak akan bertambah dengan cara hidrogenasi atau dengan
penambahan anti-oksidan. Minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol
yang merupakan anti-oksidan alami dan efektif dalam menghambat proses
oksidasi minyak kacang tanah.

2.2 Ekstraksi
Menurut Ketaren (2008), ekstraksi merupakan suatu cara untuk
mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak
atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.
2.2.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan-
bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang relatif
tinggi dengan menggunakan proses pemanasan. Cara ini sering dipakai untuk
mengekstrak lemak atau minyak hewan yang dilakukan dengan pemanasan
jaringan. Penggunaan panas dalam proses ini merupakan suatu hal yang spesifik,
yaitu bertujuan untuk menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel
bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Metode rendering dibedakan
menjadi dua yaitu wet rendering dan dry rendering (Winarno, 1980).

a. Wet rendering
Proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya
proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan
menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering dilakukan jika
diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi
ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat pangaduk kemudian air
ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 18-50°C
sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas dan kemudian
dipisahkan (Ketaren, 2008).
Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang
begitu popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan
temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, dipergunakan untuk
menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang
digunakan adalah autoclave atau digester. Dalam metode ini air dan bahan yang
akan diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40
sampai 60 pound selama 4-6 jam. Pada proses ini suhu yang digunakan harus
diatas titik didih air. Karena pemanasan bahan, minyak atau lemak akan terpisah
atau mengapung pada permukaan air. Dengan demikian minyak atau lemak dapat
dipisahkan (Ketaren, 2008).
b. Dry Rendering
Dry rendering merupakan proses ekstraksi cara pemanasan tanpa adanya
penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel
yang terbuka dan dilengkapi steam jacket serta alat pengaduk. Bahan yang
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan dalam ketel tanpa
penambahan air. Bahan tersebut dipanaskan sambil diaduk . Pemanasan dilakukan
dengan suhu 2200- 2300 oF. Ampas dari bahan yang telah diambil minyaknya
akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan
dari ampas dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel (Ketaren,
2008).

2.2.2 Pengepresan Mekanik (Mechanical Expression)


Pengepresan mekanik (Mechanical Expression) merupakan suatu cara
ekstraksi minyak atau lemak. Dimana diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum
minyak atau lemak dipisahkan. Perlakuan tersebut mencakup pembuatan serpih,
perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan (Ketaren, 1986).
Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu : pengepresan
hidraulik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing)
(Ketaren, 2008).

a. Pengepresan Hidraulik ( hydraulic pressing)


Pada cara pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) bahan dipres dengan
tekanan 2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm2 = 136 atm). Banyaknya minyak atau
lemak yang didapat tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang
dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan dasar (Ketaren, 2008).
b. Pengepresan Berulir (screw pressing)
Cara screw pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari
proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperatur 240ºF dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch 2. Kadar air minyak atau
lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5%, sedangkan bungkil yang
dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5% (Ketaren, 2008).

2.2.3 Solvent Extraction


Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari
bahan yang berkadar minyak lebih sedikit dibandingkan air. solvent dibagi
menjadi tiga yaitu :
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau
dengan pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini dengan cara
merendam sampel dengan sekali-kali dilakukan pengocokan. Pengocokan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat rotary shaker dengan kecepatan sekitar 150
rpm. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti
dengan pelarut baru. Namun dari beberapa penelitian melakukan perendama
hingga 72 jam.
Selama proses perendaman, cairan akan menembus dinding sel dan masuk
ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut
dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersbut terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan
antara larutan di luar sel dengan larutan di dalam sel. Keuntungan cara ekstraksi
dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Namun
metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu cara pengerjaannya yang lama dan
ekstraksi yang kurang sempurna (Ketaren, 2008).
b. Perkolasi 
Perkolasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan
pelarut melalui bahan sehingga komponen dalam bahan tersebut tertarik ke dalam
pelarut. Kekuatan yangberperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi). Hasil perkolasi disebut perkolat. Perkolasi banyak digunakan
untuk mengekstraksi komponen dari bahan tumbuhan. Pada proses perkolasi,
terjadi partisi komponen yang diekstraksi, antara bahan dan pelarut. Dengan
pengaliran pelarut secara berulang-ulang, maka semakin banyak komponen yang
tertarik.Kelemahan dari metode ini yaitu diperlukan banyak pelarut dan waktu
yang lama, sedangkan komponen yang didapat relatif tidak banyak.
Keuntungannya adalah tidak memerlukan pemanasan sehingga teknik ini baik
untuk substansi termolabil atau yang tidak tahan terhadap panas (Ketaren, 2008).

2.3 Screw Press


2.3.1 Definisi Screw Press
Screw press pertama ditemukan oleh Anderson pada tahun 1902 dan terus-
menerus dikembangkan hingga sekarang. Proses pengambilan minyak dapat
bervariasi berdasarkan jenis biji yang digunakan. Berikut merupakan variasi
proses menggunakan screw press (Savoire, et al., 2013):
Gambar 2.4 Perbedaan Variasi Screw Press
Metode pengepresan berulir (screw press) merupakan metode ekstraksi
yang lebih maju dan telah diterapkan di industri pengolahan minyak. Cara
ekstraksi ini paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang
kadar minyaknya di atas 10%. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat
berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir
ganda (twin screw press). Pada pengepresan jarak pagar, dengan teknik
pengepres berulir tunggal (single screw press) dihasilkan rendemen sekitar 28-
34%, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press)
dihasilkan rendemen minyak sekitar 40-45% (Nurhayati, 2014). Pengepresan
dengan srew press memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
a. Kapasitas produksi menjadi lebih besar karena proses
pengepresan dapat dilakukan secara kontinyu.
b. Menghemat waktu proses produksi karena tidak diperlukan
perlakuan pendahuluan, yaitu pengecilan ukuran dan
pemasakan/pemanasan.
c. Rendemen yang dihasilkan lebih tinggi.
Menurut Heruhadi (2008), cara kerja alat ekstraksi biji tipe berulir (screw)
ini adalah dengan menerapkan prinsip ulir dimana bahan yang akan dipress
ditekan dengan menggunakan daya dorong dari ulir yang berputar. Bahan yang
masuk ke dalam alat akan terdorong dengan sendirinya ke arah depan, kemudian
bahan akan mendapatkan tekanan setelah berada di ujung alat. Semakin bahan
menuju ke bagian ujung alat, tekanan yang dialami bahan akan menjadi semakin
lebih besar. Tekanan ini yang akan menyebabkan kandungan minyak yang
terdapat dalam bahan keluar. Minyak kasar yang keluar dari mesin pres dialirkan
dan ditampung ke dalam tangki penampung selama beberapa waktu agar
kotoran- kotoran yang terikut di dalamnya mengendap.

2.3.2 Klasifikasi Screw Press


Screw press dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Expellers
Tipe expellers ini adalah screw press yang paling sering ditemui di industri.
Mereka terdiri dari screw yang berputar dalam tong/barel berlubang. Lubang
dalam barel dibentuk dengan jarak yang teratur (jarak ini dapat bervariasi 0,5 - 0,1
mm), sehingga minyak dapat mengalir keluar di sepanjang tong. Screw press ini
dapat dilengkapi dengan sistem pemanas.
2. Expanders
Expander merupakan extruder tertutup, di mana biji hancur tetapi tanpa
ekstraksi minyak. Screw terkunci dalam sistem tertutup di mana nozel secara
teratur akan mengalirkan air atau uap. Proses menghancurkan biji ini dapat
dianggap sebagai preparasi biji sebelum tahap yang kedua yaitu tahap ekstraksi
dengan pelarut. Pada akhir screw, ada plate berlubang sebagai tempat untuk
keluar bahan yang sudah diekstrusi. Metode ini banyak digunakan untuk biji
dengan kadar minyak rendah (kedelai atau kapas).
3. Twin screw
Screw jenis ini merupakan pengembangan dari jenis expeller dan expander.
Jenis ini memiliki dua screw dalam satu barel namun lubang pengeluaran untuk
minyak hanya terdapat di akhir screw, tidak disepanjang barel.
Secara umum, screw press terdiri dari tiga area operasi yaitu:
1. Feed zone yaitu tempat dimana tekanan akan meningkat dengan cepat untuk
mulai mengekstraksi minyak.
2. Push zone yaitu tempat dimana tekanan akan mulai berkurang secara
perlahan
3. Plug zone yaitu tempat dimana tekanan akan semakin turun hingga ke
tempat keluaran.

2.3.3 Cara Kerja Screw Press


Cara kerja alat ekstraksi biji tipe berulir (screw) ini adalah dengan
menerapkan prinsip ulir dimana bahan yang akan ditekan dengan menggunakan
daya dorong dari ulir yang berputar. Bahan yang masuk ke dalam alat akan
terdorong dengan sendirinya ke arah depan, kemudian bahan akan mendapatkan
tekanan setelah berada di ujung alat. Semakin bahan menuju ke bagian ujung
alat, tekanan yang dialami bahan akan menjadi semakin lebih besar. Tekanan ini
yang akan menyebabkan kandungan minyak yang terdapat dalam bahan keluar.
Minyak kasar yang keluar dari mesin pres dialirkan dan ditampung ke dalam
tangki penampung selama beberapa waktu agar kotoran- kotoran yang terikut di
dalamnya mengendap (Heruhadi, 2008).
Alat press diumpankan dengan biji mentah atau yang sudah dipreparasi
dahulu sebelumnya. Tipe dari pre-treatment (pemanasan, pengecilan ukuran,
penyaringan mekanis, dll) berbeda berdasarkan dari jenis biji yang digunakan.
Setiap jenis preparasi memiliki kelebihannya masing-masing. Dehulling atau
penghilangan kulit biji digunakan untuk memisahkan biji dari kulit yang
mengandung sedikit minyak. Penghancuran dan pengelupasan bertujuan untuk
meningkatkan laju ekstraksi dengan mengubah permeabilitas bungkil. Pemasakan
memiliki beberapa manfaat yaitu mengkondisikan kelembaban biji, menurunkan
viskositas minyak, meningkatkan plastisitas biji, merusak dinding sel,
penggumpalan protein dengan denaturasi, sterilisasi dan destruksi komponen
beracun (Savoire, et al., 2013).
2.4 Minyak Nabati
Minyak sayuran atau minyak nabati termasuk dalam golongan lipid yang
dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Walaupun kebanyakan bagian dari tanam-
tanaman dapat menghasilkan minyak, tetapi biji-bijian merupakan sumber yang
utama. Minyak sayuran dapat digunakan baik untuk keperluan memasak maupun
untuk keperluan industri. Beberapa jenis minyak seperti minyak biji kapas,
minyak jarak, dan beberapa jenis dari minyak lainnya tidak cocok untuk
dikonsumsi tanpa pengolahan khusus. Seperti halnya semua lemak, minyak
sayuran merupakan senyawa ester dari gliserin dan campuran dari berbagai jenis
asam lemak, tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Minyak yang
dihasilkan dari tanaman telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan untuk
waktu yang lama (Tambun, 2006).
Banyak minyak sayuran yang dikonsumsi secara langsung, ataupun
digunakan secara langsung sebagai bahan campuran di dalam makanan. Minyak
cocok untuk keperluan memasak karena minyak mempunyai titik nyala yang
tinggi. Untuk keperluan obat-obatan, minyak sayuran yang digunakan kebanyakan
merupakan minyak yang dihasilkan dari proses pengepresan (bukan ekstraksi).
Kegunaan dari minyak sayuran dapat dibedakan atas 4 bagian besar yaitu :
1. Makanan dan pelengkap makanan
2. Obat-obatan dan aromaterapi
3. Keperluan industri
4. Bahan bakar
Dalam keperluan industri, minyak dapat digunakan untuk (Tambun, 2006):
1. Digunakan untuk pembuatan sabun, produk kesehatan kulit, dan produk
kosmetik lainnya
2. Digunakan sebagai agen pengering, yang kebanyakan digunakan dalam
pembuatan cat dan produk-produk hasil kayu lainnya.
3. Minyak sayuran banyak digunakan dalam industri elektronika sebagai
insulator karena minyak sayuran tidak beracun terhadap lingkungan, dapat
didegradasi oleh alam.
4. Dapat digunakan sebagai bahan pendingin dalam PCs
5. Digunakan untuk keperluan bahan bakar, minyak kebanyakan digunakan
sebagai biodiesel dan SVO (straight vegetable oil).

2.4.1 Minyak Sawit


Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak
pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,
margarin, dan minyak makan lainnya. Minyak sawit mengandung asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan
dengan alkali. Menurut perkiraan, kurang lebih 90% dari produksi minyak sawit
dunia dipergunakan sebagai bahan pangan. Dibandingkan minyak nabati dan
lemak hewan yang lain, minyak kelapa sawit ternyata mempunyai kandungan
kolestrol yang rendah. Dengan melihat unsur-unsur yang terkandung dalam
minyak sawit, tak dapat disangkal bahwa minyak sawit merupakan salah satu
bahan makanan yang mengandung kalori cukup tinggi (Fauzi, 2002).
Beberapa keunggulan dari minyak kelapa sawit antara lain (Fauzi, 2002):
1. Tingkat efisiensi minyak kelapa sawit yang tinggi sehingga dapat
menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati yang termurah.
2. Produktivitas dari minyak kelapa sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan
minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing
0,3; 0,51; 0,5 dan 0,53 ton/ha.
3. Sifat minyak kelapa sawit cukup menonojol dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dalam ragam kegunaan baik
dibidang pangan dan non pangan.
4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di Negara yang berkembang
masih dapat berpeluang meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit per
kapita.

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari


minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit yang melalui proses fraksinasi,
rafinasi, hidrogenasi. Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi
sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai bahan baku untuk
minyak makan. Minyak kelapa sawit biasanya digunakan dalam bentuk minyak
goreng, margarin, butter, vanaspati. Sebagai bahan pangan, minyak kelapa sawit
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lainnya,
antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan
tokoferol sebagai sumber vitamin E. Disamping itu, kandungan asam linoleat dan
linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa
sawit sebagai minyak goreng yang bersifat awet dan makanan yang digoreng
dengan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi, 2002).
Minyak kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan
dalam industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty
acids, fatty alkohol, dan gliserin). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak
kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit diproses melalui proses hidrolisis atau
yang sering disebut proses splitting untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin.
a. Bahan baku untuk industri farmasi
Kandungan dari minyak kelapa sawit terdiri dari tokoferol, karoten, sterol,
alkohol, triterpen, dan fosofolipida. Kandungan tersebut yang digunakan sebagai
bahan baku dalam industri farmasi. Diantara kandungan tersebut sangat berguna
untuk mencegah kebutaan kandungan ini yang terdapat pada karoten dan tokoferol
karena adanya vitmin A dan pemusnah radikal bebas yang selanjutnya juga
bermanfaat untuk mencegah kanker, anterosklerosis, dan memperlambat proses
penuaan.
b. Bahan baku oleokimia
Olekimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati,
termasuk diantaranya adalah minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit.
Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak,
lemak alkohol, lemak amina, metil ester, dan gliserin. Bahan-bahan tersebut
mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri termasuk industri
kosmetik dan aspal. Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen.

2.4.2 Minyak Biji Karet


Minyak biji karet (Rubber Seed Oil) digolongkan sebagai semidrying oil
yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam industri.
Minyak biji karet dapat digunakan dalam industri cat, alkil resin, biodiesel dan
bahan bantu dalam pembuatan genteng, industri baja, cor beton, keramik dan lain-
lain. Selain itu pengolahan biji karet juga memungkinkan untuk menghasilkan
produk samping yaitu bungkil biji karet sebagai pakan ternak dan tempurung biji
untuk bahan baku arang aktif.
Biji karet mengandung minyak nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi
input yang berharga pada berbagai industri. Minyak biji karet termasuk semi
drying oil dan mudah teroksidasi. Kandungan asam lemak tak jenuh menentukan
kemampuan suatu minyak untuk menjadi minyak pengering. Jika kandungan asam
linoleat suatu minyak mendekati 35%, maka minyak tersebut lebih bersifat
sebagai minyak pengering. Minyak biji karet mempunyai kandungan asam
linoleat sebesar 21% sampai dengan 24%, ini menunjukkan bahwa minyak biji
karet mempunyai sifat sebagai semi drying oil. Minyak dari biji karet bersifat
tidak ekonomis apabila diolah menjadi minyak makan dan sangat baik digunakan
sebagai bahan industri seperti: alkil resin, linoleum, vernis, tinta cetak, cutting
oils, minyak lumas dan gemuk (Swern, 1964).
Mutu minyak yang berasal dari biji-bijian khususnya biji karet
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Edison, et. al., 1982):
1. Kualitas dan kemurnian bahan baku.
Adanya bahan asing atau biji yang berkualitas jelek yang tercampur dalam
bahan baku pada proses, akan menyebabkan minyak cepat rusak dan
berbau.
2. Usia biji.
Biji karet yang usianya cukup tua akan menghasilkan minyak yang
lebih baik kuantitas dan kualitasnya dibanding dengan biji karet yang
lebih muda.
3. Kadar air yang terkandung dalam biji karet.
Biji karet yang terlalu lama disimpan akan mengandung kadar air yang
tinggi, sehingga dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang
baik.
4. Perlakuan terhadap bahan baku pada saat proses dan pasca-proses
(misalnya: halusnya hasil pencacahan yang dilakukan, pemilihan jenis
pelarut, penyimpanan minyak hasil proses, dan sebagainya).

2.4.3 Minyak Kacang Tanah


Minyak kacang tanah seperti juga minyak nabati lainnya merupakan salah
satu kebutuhan manusia, yang dipergunakan baik sebagai bahan pangan (edible
purpose) maupun bahan non pangan (non edible purpose). Sebagai bahan pangan
minyak kacang tanah dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan
margarine, mayonnaise, salad dressing, dan mentega putih atau shortening, dan
mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan minyak jenis lainnya, karena
dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng bahan pangan. Sebagai bahan
non pangan, minyak kacang tanah banyak digunakan dalam industri sabun, face
cream, shaving cream, pencuci rambut, dan bahan kosmetik lainnya. Dalam
bidang farmasi minyak kacang tanah dapat digunakan untuk campuran pembuatan
adrenalin, dan obat asma (Ketaren, 1986).
Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik daripada minyak
jagung, minyak biji kapas, minyak olive, minyak bunga matahari untuk dijadikan
salad dressing, dan disimpan di bawah suhu -11°C. Hal ini disebabkan karena
minyak kacang tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, di mana lapisan padat
tersebut tidak pecah sewaktu proses pembekuan. Minyak kacang tanah yang
didinginkan pada suhu -6,6°C, akan menghasilkan sejumlah besar trigliserida
padat (Ketaren, 1986).
DAFTAR PUSTAKA

Edison, et al. 1982. Hawley’s Condinsed Chemical Dictionary. 8th edition. New
York : Van Nostraond.
Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Hartono, R. 2004. Kelapa
Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Heruhadi. B. 2008. Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Jarak Pagar
(Pure Jatropha Oil) Kapasitas 6 Ton Biji/Hari. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia Vol 10(3). 189-196.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Maesen, L. J. G. van der and S. Somaatmadja. 1993. Prosea Sumber Daya Nabati
Asia Tenggara I, Kacang Tanah. Penerjemah: S.Danimihardja. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mangoensoekarjo, S., and Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurhayati. 2014. Teknologi Pemrosesan Biodiesel. Bandung : PPPPTK BMTI
Kemendikbud
PT. Agro Media Pustaka, Jakarta
Savoire, R., Lanoiselle J., Vorobiev E. 2013. Mechanical Continous Oil
Expression from Oilseeds : A Review. Food Bioprocess Technology 6. 1-
16
Sawitri, I.., Ainun R., Sulastri P. 2014. Uji Alat Pengepres Minyak (Oil Press)
pada Beberapa Komoditi. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 2(24).
102-109
Setiawan, D.H. and Angsono, A., 2005, “ Petunjuk Lengkap Budidaya Karet “,
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Kasinus
Setyawardani, Ardianan D., Distantina S. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Asam
Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Soehardiyono, L. 1998. Tanaman Kelapa Sawit. Jakarta : Kanisius
Sujadi, Hasrul A.H., Meta R., Abdul R. P. 2016. Kadar dan Komposisi Minyak
Pada Bagian –Bagian Buah Kelapa Sawit dari Delapan Varietas PPKS.
Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 24(2). 67-76
Swern.D. 1994. Industrial Oil and Fat Production . Interscience Publ. NewYork.
Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan : Departemen Teknik
Kimia USU.
Winarno, F. G. 1992.Kimia Gizi dan Pangan. Gramedia Putaka Utama Jakarta.
Yusuf and Sulaiman, Y., 1982, Penyulingan Lembaran Karet Menjadi Bahan
Bakar Minyak Karet (BBMK) “, CV Genep Jaya Baru, Jakarta
Zulchi, T. and Husni P. 2017. Keragaman Morfologi dan Kandungan Protein
Kacang Tanah. Plasma Nutfah 23(9) : 91-100

Anda mungkin juga menyukai