DISUSUN OLEH:
ERICK PRAWITNO
2122060011
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komoditas pala merupakan komoditas penting dan potensial Dalam
perekonomian nasional. Penting karena menjadi penyumbang pendapatan utama
antara lain bagi petani di wilayah Timur Indonesia, khususnya di daerah sentra
produksi pala. Potensial karena mampu mensuplai 60-75% kebutuhan pangsa
pasar dunia serta mempunyai banyak manfaat baik dalam bentuk mentah ataupun
produk turunannya. Disamping hampir semua bagian buahnya dapat
dimanfaatkan, pala termasuk tanaman yang mempunyai keunggulan komparatif
alamiah karena berumur panjang, daunnya tidak pernah mengalami musim gugur
sepanjang tahun sehingga baik untuk penghijauan dan dapat tumbuh dengan
pemeliharaan minim. Dengan demikian potensi pala cukup kompetitif dan dapat
diandalkan dalam membantu pertumbuhan perekonomian di daerah sentra
produksi. Bagian tanaman pala yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi adalah
biji buah dan fulinya yang digunakan sebagai bahan industri minuman, makanan,
farmasi dan kosmetik. Pengusahaan tanaman pala di Indonesia merupakan
pertanaman rakyat dan sudah sejak lama diusahakan. Pada tahun 2011 luas areal
tanaman pala 122.585 Ha dengan jumlah produksi 22.252 ton.
2
akan meningkatkan nilai tambah produk dan memperluas lapangan kerja. Ekspor
komoditas pala dalam bentuk oleoresin memang sangat menguntungkan, karena
handling-cost-nya rendah (volume-nya relatif kecil dan nilai per unitnya lebih
tinggi), mudah dilakukan standarisasi mutu karena dihasilkan oleh industri dan
daya simpannya ( keeping quality ) lebih lama. Untuk beberapa daerah, tanaman
pala mempunyai peranan ekonomi dan sosial yang sangat penting, karena
komoditi pala merupakan komoditas unggulan daerah dan merupakan sumber
pendapatan daerah, disamping itu juga banyak petani yang pendapatannya sangat
tergantung dari komoditi pala. Sekalipun Indonesia merupakan negara pengekspor
pala terbesar di dunia, namun secara keseluruhan mutu pala Indonesia masih kalah
di banding mutu pala dari Grenada dan negeri lainnya. Rendahnya mutu pala
tersebut disebabkan banyak faktor antara lain tanaman yang sedang berproduksi
makinm hari makin tua, kurangnya pemeliharaan praktis jarang dilakukan,
produktivitas rendah karena sebagian tanaman tua/tidak produktif dan belum
menggunakan bibit unggul, kelembagaan petani masih lemah dan mutu produksi
rendah.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan mikrokapsulasi oleoresin pala
3
2. Untuk mengetahui cara pembuatan ekstrasi minyak atsiri dari pala
3. Untuk mengetahui cara pembuatan oleoresin buah pala
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan oleh tanaman, terdiri dari
campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda-beda, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau
tanaman penghasilnya umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air (Guenther, 1987). Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian
tanaman, yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar.
Pengambilan atau ekstraksi minyak atsiri dari bagian tanaman tersebut dapat
dilakukan dengan cara penyulingan, pengempaan, ekstraksi menggunakan
pelarut, atau adsorbsi dengan lemak tergantung dari jenis tanaman dan sifat
fisiko-kimia minyak atsiri di dalamnya (Hermani, 2006).
Untuk menilai mutu suatu minyak atsiri didasarkan pada suatu kriteria
atau batasan yang dituangkan dalam standar mutu. Dalam standar mutu
dicantumkan sifat fisiko-kimia suatu minyak atsiri, dan sifat tersebut bukan
merupakan hal yang dipaksakan akan tetapi sifat yang memang seharusnya
dimiliki oleh tiap jenis minyak tersebut. Berdasarkan sifat fisik, dapat diketahui
keaslian dari komoditi tersebut, dan dari nilai sifat kimianya dapat diketahui
secara umum komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri, dan sifat
tersebut menentukan kaya dan nilai minyak tersebut (Ketaren, 1985).
Pada umumnya minyak atsiri mempunyai indeks bias (20° C) berkisar
antara 1,460-1,510, sedangkan putara n optiknya berada dalam kisaran yang
cukup luas dan memutar bidang polarisasi ke kiri atau ke kanan (Rusli et
al .,1976). Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada suhu
15 ° C dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000. Pada umumnya
minyak atsiri larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, kurang larut dalam
5
alkohol encer dengan konsentrasi kurang dari 70%. Daya larut tersebut lebih kecil
jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar (Guenther, 1987).
2.3 Oleorisin
Oleoresin berbentuk padatan atau semipadat dan biasanya lengket.
Komposisi oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan dan pelarut yang
digunakan, demikian juga banyaknya komponen yang dapat terekstrak. Pengertian
oleoresin terkadang sering disamakan dengan minyak atsiri. Namun, sebenarnya
keduanya sangatlah berbeda. Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara
6
penyulingan dan hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap
(volatil oil) yang tersuling dari bahan serta mempunyai aroma yang kuat.
Sedangkan oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi mempergunakan pelarut
organik, sehingga selain mengandung minyak atsiri juga mengandung resin yaitu
bahan yang tidak menguap yang menentukan rasa khas rempah.
Penggunaan oleoresin memberikan keuntungan yaitu lebih higienis, steril,
dan bebas bakteri. Oleoresin dapat disimpan dalam waktu yang lama pada kondisi
yang tepat dan sesuai. Selain unggul karena kebersihannya, pemakaian oleoresin
mempunyai keuntungan ekonomi, yaitu lebih hemat dalam pemakaiannya.
Oleoresin juga mempunyai stabilitas terhadap panas yang lebih baik, karena
sebagian besar terdiri dari konstituen yang tidak meguap.
Oleoresin dapat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut
organik. Pelarut dipisahkan dengan penguapan dan membuang bahan yang tidak
terpakai. Suhu ekstraksi perlu diperhatikan agar komponen penting dalam
oleoresin tidak rusak. Rendemen oleoresin yang dihasilkan tergantung pada
beberapa faktor antara lain metode ekstraksi, jenis pelarut, suhu ekstraksi, dan
derajat kehalusan partikel. Jumlah pelarut juga mempengaruhi jumlah oleoresin
yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut, maka jumlah oleoresin yang
terambil juga semakin banyak hingga hasilnya akan bertambah sampai pada titik
kejenuhan. Pengolahan biji pala menjadi oleoresin dapat meningkatkan nilai
tambahnya, mengurangi kerusakan, dan memberikan nilai guna yang besar.
2.4 Pala
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia
yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat
berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik
di daerah tropis, selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika.
Pala termasuk famili Myristicaceaeyang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250
species (jenis). Tanaman pala merupakan tumbuhan berbatang sedang dengan
tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur atau lonjong yang
selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada
ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas,
7
curah hujan 2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara
nyata. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku,
Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan
Papua.
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan
multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai
industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan
dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli dan
daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik.
Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih.
Bijinya berkulit tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli
berwarna merah padam.Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4%),
tempurung (5,1%) dan biji (13,1%).
Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan bagian terpenting dari
buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara lain minyak atsiri dan
oleoresin.Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari minyak
atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral.
Persentase dari komponen-komponen bervariasi dipengaruhi oleh klon, mutu dan
lama penyimpanan serta tempat tumbuh. Biji pala yang dimakan ulat mempunyai
presentase minyak atsiri lebih tinggi daripada biji utuh karena pati dan minyak
lemaknya sebagian dimakan oleh serangga. Biji pala mengandung minyak atsiri
sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10% dan fixed oil (minyak lemak) sekitar 25-
40%., karbohidrat sekitar 30% dan protein sekitar 6%.
8
Akhir-akhir ini ada perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala,
yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Komponen utama pala dan fuli yaitu
myristicin, elemicin dan isoelemicin dalam aromaterapi bersifat menghilangkan
stress. Di Jepang, beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala
melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan.
Untuktujuan yang sama, akhir-akhir ini banyak dijumpai penggunaannya dalam
bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin beraroma, atomizer dan produk-
produk pewangi lainnya.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
pinene , myristicin , dan monoterpen alcohol seperti geraniol, lonalool, terpineol,
serta komponen lain seperti eugenol dan metil eugenol.
Komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alcohol dan
fenolik eter. Komponen monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen
utama minyak pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene
(7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%),
diikuti safrole (3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al.,
(2004) menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentifikasi dalam minyak pala
(sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan
(hydrodistillation) menggunakan sebuah alat penyuling minyak menurut British
Pharmacopeia. Pada prinsipnya komponen minyak tersebut teridentifikasi sebagai
α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan
terpinen–4-ol(5,7).
Minyak fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala.
Beberapa minyak pala yang diekspor ke Eropa didestilasi dari pala Grenada
dengan cara penyulingan uap pada umumnyarendemennya sebesar 11%. Hasil
analisis minyak tersebut dengan GC/MS menunjukkan minyak tersebut terdiri dari
α-pinen, sabinen, β-pinen,myrcen, limonen, α- terpinen dan terpinen–4–ol .
Metode untuk mengekstraksi pala yaitu pertama dengn melakukan persiapan
bahan dan pengisian ke dalam ketel, kemudian pengoperasian boiler dan
selanjutnya mengambil minyak pada tabung yang terpisah. Pertama–tama alat
penyuling harus dibersihkan supaya tidak ada bau yang akan mempengaruhi
aroma dari minyak pala yang dihasilkan. Memasang saringan tempat bahan yang
di bawah. Menimbang biji pala yang akan disuling, giling biji pala dan
sesudahnya ditimbang kembali. Metakkan sebagian biji pala yang sudah digiling
pada saringan yang di bawah. Memasang saringan tempat bahan yang di tengah.
Menempatkan sisa bahan pala pada saringan tersebut. Memasang tutup ketel dan
hubungkan leher angsa dengan pipa kondensor. Memeriksa tiap sumbunya jangan
sampai ada yang bocor. Kemudian dilanjutkan dengan tahap operasi boile, yaitu
dengan mengisi boiler dengan air dengan ketinggian air 9 cm pada tabung kaca
pengontrol nozzle. Mengisi tangki supplai air yang ada pada samping boiler.
Menyalakan burner pada posisi (spuyer) maksimum. Menunggu sampai destilat
11
keluar/ menetes dari pipa pendingin dan waktu penyulingan mulai dihitung.
Pengisian air tambahan pada boiler dilakukan bila ketinggian air pada tabung kaca
pengontrol mencapai 0 cm.Pengisian dilakukan dengan bantuan pompa air panas
sampai ketinggian air pada tabung kaca pengontrol 9 cm atau sekitar 10 Menit.
Selanjutnya dilakukan pengambilan minyak pada tabung yang terpisah. Cara
pengambilan minyak dilakukan dengan menutup kran pengeluaran air pada alat
minyak, kemudian kran tempat keluarnya minyak dibuka dan minyak yang
dihasilkan ditampung dan dimasukan dahulu kedalam tabung pemisah untuk
memisahkan air yang tercampur.
Pada umumnya proses penyulingan minyak pala masih dilakukan
secarasederhana dan mempunyai beberapa kelemahan, sehingga rendemen dan
mutunya terutama kadar miristisinnya rendah.
12
menjadi produk yang lebih menguntungkan antara lain diolah menjadi oleoresin
pala.
2. Minyak Urut
3. Sirup Pala
13
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan
multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai
industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan
dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli dan
daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik.
Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan bagian terpenting dari
buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara lain minyak atsiri dan
oleoresin.Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari minyak
atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral.
Cara pengolahan oleoresin dari pala yaitu biji pala dihaluskan hingga 40
mesh kemudian ditambahkan pelarut dengan perbandingan 1:10. Lalu di ekstraksi
selama 3 jam pada suhu 40 derajat celcius. Setelah di ekstraksi, dilakukan
penyaringan untuk diambil filtratnya. Filtrat kemudian diuapkan untuk
menghilangkan pelarut sehingga dihasilkan oleoresin pala. Selain itu, untuk
mengawetkan oleoresin pala ,maka digunakan mikrokapsulasi pala dengan cara
sukrosa dan air perbandingan 1:1 dengan dipanaskan selama 12 menit dengan
suhu 120 derajat celcius. Lalu larutan sukrosa ini ditambahkan oleoresin dan
dipanaskan selama 10 menit dengan suhu 54 derajat celcius serta penambahan
anticaking untuk mencegah penggumapalan pada kapsul.
4.2 Saran
Perlu diteliti pembuatan mikrokapsul oleoresin biji pala menggunakan
bahan penyalut jenis lain dan lebih dikenalkan lagi bahwa cara pembuatan
oleoresin pala agar masyarakat dapat membuatnya.
15
16