Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MINYAK ATSIRI

FARMAKOGNOSI

Kelompok 5

03FKKP005

Dosen pengampu:
Anissa Utami,
M.Farm

Disusun oleh:

Diva Aulia 221030790327


Naira Putri F 221030790315
Devi Indah S 221030790
Chika Nabila 221030790
Salsabila Farah K 221030790520

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIK DAN


KOMUNITAS STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2023

Jl. Pajajaran No.1, Pamulang Barat., Kecamatan Pamulang,

I
Kota TangerangSelatan , Banten 15417

I
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................II
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Definisi Minyak Atsiri...............................................................................3
2.2 Komponen Minyak Atsiri..........................................................................5
2.3 Cara Memperoleh Minyak Atsiri...............................................................6
2.4 Tanaman Penghasil Minyak Atsiri............................................................7
BAB III..................................................................................................................12
KESIMPULAN.....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

I
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak atsiri atau dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang (volatile oil). Minyak atsiri merupakan senyawa yang umumnya
berwujud cairan yang diperoleh dari bagian tanaman seperti akar, kulit,
batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan
menggunakan uap. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa
mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau
wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya minyak atsiri dapat larut dalam
pelarut organik dan tidak laru dalam air (Suhirman, 2009). Kebutuhan
minyak atsiri semakin tahun semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya perkembangan industri modern seperti industri parfum,
kosmetik, makanan, farmasi, aroma terapi dan obat-obatan (Ella, dkk.,
2013).

Berdasarkan komponen atau penyusun minyak atsiri dapat dibagi


menjadi dua yaitu minyak atsiri yang mudah dan sulit dipisahkan dengan
penyusun murninya. Minyak atsiri yang mudah dipisahkan misalnya
minyak serai, minyak daun cengkeh. Sedangkan minyak yang sulit
dipisahkan dengan penyusun murninya yaitu minyak nilam dan minyak
kenanga (Sastrohamidjojo, 2004). Faktor yang mempengaruhi hasil
minyak atsiri adalah umur tanaman dan curah hujan (Guenther, 1990).

Proses ekstraksi minyak atsiri pada setiap bagian tanaman


berbeda beda misalnya pada bunga dilakukan dengan cara penyulingan
dan herba dilakukan dengan cara destilasi. Prinsipnya proses destilasi
bertujuan untuk mengisolasi atau memisahkan dua atau lebih komponen
zat cair berdasarkan titik didihnya. Pada proses destilasi ada yang
menggunakan air dan akan berkontak langsung dengan bahan sehingga
dikenal dengan hidrodestilasi. Hasil dari proses destilasi biasanya masih
berupa minyak atsiri kasar yaitu mengandung air atau pelarut lainnya,

1
sehingga harus dilakukan proses lanjutan dengan cara menarik air dalam
minyak atsiri dengan kualitas bagus dan biasanya jernih
(Sastrohamidjojo, 2004)

Minyak atsiri merupakan hasil dari metabolit sekunder melalui


jalur asam mevalonat yang tergolong dalam senyawa terpen
(Ganjewala, 2009). Penggunaan minyak atsiri saat ini sudah digunakan
sebagai parfum, bahan campuran kosmetik, antibiotic, antioksidan,
imunostimulan, mengurangi stress dan terapi untuk penyakit ringan
lainnya (Buchbauer, 2010). Minyak atsiri telah dilakukan banyak kajian
empiric terhadap tanaman penghasil senyawa aromatis di Indonesia yaitu
terdapat 49 jenis tanaman aromatis, salah satu yang paling banyak
diminati yaitu aromaterapi dai minyak serai dan dapat merelaksasikan
tubuh (Sangat, 1996)

Secara organoleptik minyak atsiri biasanya memiliki rasa getir,


berbau wangi khas dan berwarna bening atau jernih tergantung jenis
tanamannnya, dapat larut dalam pelarut organik dan tidak mudah larut
dalam pelarut air. Jika terpapar sinar matahari secara langsung dan udara
maka kebanyakan minyak atsiri akan mudah teroksidasi dan menguap
sehingga menurunkan kualitas dari minyak atsiri atau produknya
(Pengelly, 2004). Saat ini minyak serai merupakan salah satu komoditas
ekspor di Indonesianyang dapat meningkatkan pendapatan negara
sehingga banyak dilakukan kajian dan pemanfaatan secara umum oleh
beberapa industri (Deperindag, 2002).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Minyak Atsiri
2. Untuk mengetahui komponen Minyak Atsiri
3. Untuk mengetahui cara memperoleh Minyak Atsiri
4. Untuk mengetahui tanaman penghasil Minyak Atsiri

1.3 Tujuan
1. Apa definisi Minyak Atsiri?
2. Apa saja komponen Minyak Atsiri?
3. Bagaimana cara memperoleh Minyak Atsiri?
4. Apa contoh tanaman penghasil Minyak Atsiri?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Minyak Atsiri


Minyak asiri / atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris (aetheric
oil), minyak esensial (essential oil), minyak aromatik (aromatic oil) atau
minyak terbang (volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak atsiri
merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang
terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan
adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya
minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh
tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim
atau dapat dibuat secara sintesis. Minyak atsiri bersifat mudah menguap
karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat
memengaruhi saraf manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali
memberikan efek psikologis tertentu. Setiap senyawa penyusun memiliki
efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda.

Kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian
penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini
ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh beberapa
tumbuhan (misalnya rempahrempah, daun-daunan dan bunga). Kata
volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat secara teknis
untuk mendeskripsikan essential oil, dengan pengertian bahwa volatile oil
yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang menguap,
dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air atau
dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan
bakunya.

Minyak atsiri biasanya digunakan sebagai salah satu campuran pada


bahan baku pada industri kosmetik, sabun dan deterjen, farmasi, produk
makanan dan minuman dan masih banyak produk lainnya. Minyak atsiri
digunakan sebagai pengikat aroma pada industri kosmetik dan farmasi serta
4
sebagai pemberi rasa pada industri makanan. Walaupun minyak atsiri
mengandung banyak bahan kimia yang berbeda, akan tetapi rasa atau
aroma intinya masih dapat ditambahkan oleh satu sampai lima bahan
campuran lain yang berbeda. Untuk alasan inilah bahan sintetik atau
nature-identical dapat mengancam keberlanjutan produksi dari beberapa
jenis minyak atsiri. Meskipun demikian, karena alasan kontribusi minyak
atsiri pada setiap produk hanya sedikit, banyak perusahaan produk
makanan yang memerlukan jenis minyak atsiri sebagai salah satu bagian
kecil dalam kebutuhan bahan bakunya berusaha terus mendapatkan suplai
yang kontinu dengan keseragaman mutu yang baik untuk menjaga tidak
terjadinya perubahan rasa pada produk yang dihasilkan

5
2.2 Komponen Minyak Atsiri
a. Tanin
Tanin dapat diklasifikasian menjadi dua yaitu : (Fajriati, 2006).
1) Tanin Terhidrolisis
Tanin ini biasanya berkaitan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat
dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang dapat terhidrolisis
dalam pelarut air, contoh taninnya adalah galotanin, caffetanin
dan asam tanat (Sulistiono, D.A., 2010). Asam tanat merupakan
polimer asam galat dan glukosa (Hidjrawan. Y., 2018).
2) Tanin Terkondensasi
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis tetapi dapat
terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol oleh karena adanya gugus fenol, maka tanin akan
dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi
sangat relatif terhadap formaldehida dan mampu membentuk
produk kondensasi. Tanin terkondensasi merupakan senyawa
tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan,
tetapi terutama pada tumbuhan berkayu tanin terkondensasi telah
banyak ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan.
Tanin terkondensasi merupakan jenis tanin yang dapat
terkondensasi dalam suasana asam atau tidak dapat terhidrolisis
kecuali dalam suasana asam. Contoh taninnya adalah katekin dan
proantocyanidin.

6
b. Resin
Menurut Kirk dan Othmer (1941) dalam Larasati (2007),
mengklasifikasikan resin alam menjadi sebagai berikut:
1) Damar, yaitu golongan resin yang memilki bilangan asam rendah
dan dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contohnya
adalah damar mata kucing.
2) Golongan resin yang termasuk dalam resin semi fosil, jenis ini
juga dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contoh
golongan resin ini adalah damar resak, damar biru, dan damar
hitam.
3) Kopal, yaitu golongan resin yang memiliki bilangan asam lebih
tinggi dibandingkan damar, resin ini dihasilkan dari jenis pohon
damar (Agathis sp) yang tergolong dalam famili Araucariacea.
4) Jenis-jenis resin yang lain seperti gondorukem, shellac, dan
balsam.

2.2 Distribusi Tanin


Distribusi tanin dalam simplisia sangat bervariasi tergantung pada
jenis tumbuhan dan bagian dari tumbuhannya yang digunakan. Tanin
dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, diantaranya sebagai
berikut:
1. Daun
Tanin dapat ditemukan dalam banyak daun pada tumbuhan. Misalnya
pada Daun teh, mengandung tanin yang merupakan alasan mengapa
teh memiliki rasa astringen yang khas.
2. Akar
Beberapa tumbuhan akar mengandung tanin. Misalnya adalah Akar
Oak (ek) yaitu salah satu akar yang mengandung tanin yang
digunakan dalam pengobatan tradisional.
3. Kulit Kayu

7
Banyak tumbuhan yang mengandung tanin dalam kulit kayu
pohonnya. Tanin dalam kulit kayu sering digunakan dalam industri
penyamakan kulit dan pembuatan cat, serta untuk pengobatan herbal.
4. Buah dan Biji
Buah seperti anggur, ceri dan apel mengandung tanin dalam kulit atau
disekitar bijinya. Tanin dapat mempengaruhi rasa dan tekstur buah.
5. Batang dan Daun
Tanin dalam tumbuhan sangat terdistribusi baik dalam batang
maupun daunnya. Tanin dalam batang bisa memiliki peran
pertahanan terhadap herbivora.
6. Bunga
Hanya pada beberapa tumbuhan saja yang memiliki tanin dalam
bunga.
Distribusi tanin dalam simplisia juga dapat bervariasi dalam jumlah
dan jenisnya, tergantung pada spesies tumbuhan dan faktor lingkungan.
Tanin adalah senyawa fenolik yang berperan dalam pertahanan alami
tumbuhan terhadap herbivora, patogen dan kondisi lingkungan tertentu.
Oleh karena itu pemilihan bagian tumbuhan yang digunakan sangatlah
penting untuk mendapatkan tanin yang berkualitas dengan jumlah yang
tepat untuk tujuan pengobatan.

2.3 Cara Memperoleh Minyak Atsiri


Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim
digunakan sebagai berikut:
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak.
Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.

2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok.


Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri
sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan,
seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini apabila kadar minyak di
dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain,
minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak

8
atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak
atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik nonpolar.

3. Metode pengepresan atau pemerasan.


Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung
minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya
akan habis di dalam proses. Digunakan untuk jenis minyak atsiri yang
mudah mengalami dekomposisi senyawa kandungannya karena pengaruh
suhu, dapat disari dengan metode pengepresan, yaitu pemerasan bagian
yang mengandung minyak. Contohnya adalah minyak atsiri yang terdapat
di dalam jeruk.

1. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin


(enfleurage).
Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan
aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari
sejak bahan minyak atsiri dipanen. Minyak atsiri yang terdapat dalam
jumlah kecil di dalam bagian tertentu tanaman, misalnya kelopak bunga,
dapat diperoleh dengan metode enfleurage. Metode ini menggunakan
minyak lemak yang dioleskan secara merata membentuk lapisan tipis
pada lempeng kaca.
2. Pelaksanaan Distilasi
Ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum pelaksanaan proses
distilasi. Salah satu di antaranya adalah penyiapan dan penyimpanan
bahan baku. Pada penyiapan bahan baku meliputi perencanaan yang
matang tentang beberapa hal, yaitu pemakaian bahan dalam keadaan
segar, pemakaian bahan dalam keadaan kering, pemakaian bahan dalam bentuk
serbuk, bahan harus diiris atau dipotong-potong.
3. Minyak atsiri dihasilkan pada bagian tanaman yang berbeda,
misalnya rambut kelenjar, kelenjar minyak, sel minyak dan sebagainya.
Minyak yang disimpan di dalam sel hanya dapat dikeluarkan melalui
proses difusi pada distilasi uap setelah menembus jaringan tanaman.
Apabila dinding sel tanaman itu masih berada dalam keadaan utuh, maka
gerakan difusi berjalan lambat.
9
Cara yang paling efisien untuk mempercepat proses difusi adalah dengan
merusak dinding sel itu melalui proses penumbukan dan pemotongan
bahan. Apabila difusi berjalan lebih cepat, maka dengan sendirinya
penguapan akan berlangsung cepat pula. Cara penumbukan dan
pemotongan tergantung pada bagian tanaman yang akan dipakai.

Bunga, daun, dan bagian lain yang tipis serta tidak berserat relatif tidak
memerlukan pengecilan ukuran karena dinding sel nya yang tipis. Kondisi
dinding sel itu tidak menjadi penghalang bagi pemindahan dan pergerakan
minyak yang dipengaruhi oleh uap air pada proses distilasi.

Pelaksanaan Distilasi
Ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum pelaksanaan proses
distilasi. Salah satu di antaranya adalah penyiapan dan penyimpanan
bahan baku. Pada penyiapan bahan baku meliputi perencanaan yang
matang tentang beberapa hal, yaitu pemakaian bahan dalam keadaan
segar, pemakaian bahan dalam keadaan kering, pemakaian bahan dalam bentuk
serbuk, bahan harus diiris atau dipotong-potong.

Minyak atsiri dihasilkan pada bagian tanaman yang berbeda, misalnya


rambut kelenjar, kelenjar minyak, sel minyak dan sebagainya. Minyak
yang disimpan di dalam sel hanya dapat dikeluarkan melalui proses difusi
pada distilasi uap setelah menembus jaringan tanaman. Apabila dinding
sel tanaman itu masih berada dalam keadaan utuh, maka gerakan difusi
berjalan lambat.

Cara yang paling efisien untuk mempercepat proses difusi adalah


dengan merusak dinding sel itu melalui proses penumbukan dan
pemotongan bahan. Apabila difusi berjalan lebih cepat, maka dengan
sendirinya penguapan akan berlangsung cepat pula. Cara penumbukan
dan pemotongan tergantung pada bagian tanaman yang akan dipakai.

Bunga, daun, dan bagian lain yang tipis serta tidak berserat relatif tidak
memerlukan pengecilan ukuran karena dinding sel nya yang tipis. Kondisi

1
dinding sel itu tidak menjadi penghalang bagi pemindahan dan pergerakan
minyak yang dipengaruhi oleh uap air pada proses distilasi.

2.4 Identifikasi Tanin


Adanya tannin dalam bahan uji dapat diidentifikasi dengan
menambahkan garam gelatin dalam ekstrak etanol bahan uji, maka akan
terbentuk endapan (Farnsworth, 1966). Pereaksi lain yang sering
digunakan untuk identifikasi tannin adalah FeCl3, garam fast blue, dan
prusian blue, tannin dengan FeCl3 akan membentuk kompleks yang
berwarna biru sampai hitam, dengan garam fast blue berwarna merah
karena terbentuknya senyawa diazo, dan berwarna biru dengan prusian
blue karena terjadi oksidasi dengan adanya garam feri (Jork dkk., 1990).
1. Uji Pewarnaan dengan Reagen FeCl3
Ini adalah uji kimia yang umum digunakan untuk mengidentifikasi
adanya tanin dalam simplisia. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:

1
a. Ambil sedikit simplisia dan tambahkan beberapa tetes larutan
FeCl3 (feriklorida) ke dalamnya.
b. Perubahan warna yang terjadi dapat mengindikasikan keberadaan
tanin. Biasanya, jika tanin hadir, larutan akan berubah warna
menjadi hijau atau biru-hitam.
2. Uji End Point Metode Folin-Denis
Ini adalah uji kimia kuantitatif untuk mengukur jumlah tanin dalam
simplisia. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Persiapkan larutan Folin-Denis (reagen yang digunakan dalam
uji ini).
b. Campurkan simplisia dengan larutan Folin-Denis dan biarkan
reaksi berlangsung.
c. Penghitungan kadar tanin dapat dilakukan dengan mengukur
absorbansi pada panjang gelombang tertentu.
3. Kromatografi
Teknik kromatografi seperti kromatografi lapis tipis (TLC) atau
kromatografi cair-tinggi kinerja (HPLC) dapat digunakan untuk
memisahkan dan mengidentifikasi senyawa dalam simplisia,
termasuk tanin. Analisis dengan HPLC dapat memberikan informasi
lebih rinci tentang jenis tanin yang terkandung dalam simplisia.
4. Spektroskopi NMR
Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) dapat digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa kimia dalam sampel simplisia,
termasuk tanin. NMR memberikan informasi tentang struktur
molekuler tanin.
5. Uji Kualitatif lainnya
Selain metode di atas, terdapat metode kualitatif lainnya yang
dapat digunakan, seperti uji dengan larutan asam tannat, uji dengan
larutan gelatin, dan lain-lain.

1
2.5 Tanaman Penghasil Tanin dan Resin
a. Tanaman Penghasil Tanin
1) Akar Ek (Oak)
Pohon ek menghasilkan tanin dalam jumlah besar dalam kulit
kayu mereka. Tanin ek digunakan dalam industri penyamakan
kulit dan dalam pembuatan anggur.
2) Kacang-Kacangan (Biji)
Sejumlah tumbuhan kacang-kacangan, seperti almond, kenari,
dan kacang Brazil, menghasilkan tanin dalam kulit mereka.
3) Daun Teh
Tanin dalam teh dikenal sebagai katekin. Tanin ini terutama
terdapat dalam daun teh dan memberikan rasa astringen yang
khas pada teh.
4) Kulit Buah Cokelat
Kulit cokelat mengandung tanin. Ini adalah alasan mengapa
cokelat pahit lebih tinggi kadar taninnya daripada cokelat susu.
5) Pohon Mangrove (Kulit)
Pohon-pohon mangrove yang tumbuh di wilayah pantai
menghasilkan tanin yang membantu mereka bertahan dari
lingkungan yang keras dan garam.
6) Kulit Kayu Willow
Kulit kayu pohon willow mengandung senyawa yang dikenal
sebagai salisilin, yang dapat diubah menjadi asam salisilat
(komponen utama aspirin) dan juga mengandung tanin.
b. Tanaman Penghasil Renin
1) Pohon Pine
Pohon pine, seperti pinus dan cedar, menghasilkan resin. Resin
pine digunakan dalam pembuatan produk kayu seperti kertas, cat,
dan pernis.
2) Pohon Karet
Pohon karet menghasilkan lateks, yang juga dapat dianggap
sebagai jenis resin alami. Lateks digunakan dalam produksi karet
alami.

1
3) Tanaman Cendana
Tanaman cendana, seperti cendana putih (Santalum album),
menghasilkan minyak atsiri dan resin yang digunakan dalam
industri kosmetik dan wewangian.
4) Kapur Barus
Kapur barus adalah pohon yang menghasilkan resin yang dikenal
dengan nama "barus" atau "kemenyan." Resin ini digunakan
dalam berbagai upacara keagamaan dan upacara kebersihan serta
dalam wewangian.
5) Pohon Damar
Beberapa spesies pohon dammar, yang tumbuh di Asia
Tenggara, menghasilkan resin dammar yang digunakan dalam
cat, vernis, dan lampu lilin.
6) Pohon Pinang
Pohon pinang menghasilkan getah atau sapu yang bisa mengeras
menjadi resin. Resin pinang telah digunakan dalam berbagai
aplikasi tradisional dan industri.
7) Resin Benzoin
Resin benzoin yang dihasilkan oleh pohon Styrax digunakan
dalam pengobatan tradisional dan juga sebagai bahan dalam
pembuatan parfum dan produk perawatan kulit.
8) Resin Myrrh
Myrrh adalah resin yang dihasilkan oleh pohon myrrh. Ini juga
digunakan dalam pengobatan tradisional dan telah digunakan
sebagai obat tradisional selama berabad-abad.

1
BAB III

KESIMPULAN

1. Tanin adalah senyawa kimia yang diklasifikasikan sebagai senyawa


polifenol. Tanin memiliki kemampuan dalam mengendapkan protein.
Sedangkan Resin adalah Resin merupakan senyawa organik atau
campuran berbagai senyawa polimer alam yang disebut terpentin,
berbentuk pada atau semi padat.
2. Tanin terbagi menjadi dua yaitu Tanin Terhidrolisis dan Tanin
Terkondensasi. Sedangkan Resin dilklasifikasin dalam resin alami yaitu
damar, kopal, gondorukem, shellac, dan balsam.
3. Distribusi tanin dalam simplisia sangat bervariasi tergantung pada jenis
tumbuhan dan bagian dari tumbuhannya yang digunakan. Tanin dapat
ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti daun, kulit, buah dan
biji, bunga, dan akar.
4. Sifat tanin terbagi menjadi dua yaitu sifat kimia tanin dan sifat fisika tanin.
5. Adanya tanin dalam bahan uji dapat diidentifikasi dengan menambahkan
garam gelatin dalam ekstrak etanol bahan uji, maka akan terbentuk
endapan. Pereaksi lain yang sering digunakan untuk identifikasi tannin
adalah FeCl3, garam fast blue, dan prusian blue.
6. Tanaman penghasil tanin ialah akar ek, biji kacang-kacangan, daun teh,
kulit kayu willow, kulit buah coklat, dan lainnya. Sedangkan tanaman
penghasul resin ialah pohon pine, pohon karet, tanaman cendana, kapur
barus, pohon damar, dan lainnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Danarto, YC., Stefanus Ajie Priharnanto., Zery Anjas Pamungkas. 2011.


Pemanfaat Tanin dari Kulit Kayu Bakau sebagai Pengganti Gugus
Fenol pada Resin Fenol Formaldehid. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Auliata, Safni., Evi Sribudiani., Sonia Somadona. “Karakteristik Perekat dan


Perekatan Tanin Resorsinol Formaldehida pada Sirekat Akasia (Acacia
mangium) dan Pulai (Alstonia scholaris)”. Perennial Vol. 17, No. 2
(2021): 35-44.

Ahadi A, Firmasyah MA, Soekarno BPW, Wirtarto. 2015. Effect of tannin to


control leaf blight disease on toona sureni caused by to isolate of
Rhizotonia sp. Journal Pathology. 14(3): 148-152.

Santoso, A., Sulatiningsih I. M., Gustan P., Jasni. “Pemanfaatn Ekstrak Kayu
Merbau untuk Perekat Produk Laminasi Bambu. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan Vol. 34, No. 2 (2015): 89-92.

Karina., Yulianti Indrayani., Sondang M. Sirait. “Kadar Tanon Biji Pinang (Areca
Catechu L) Berdasrkan Lama Pemanasan dan Ukuran Serbuk”. Jurnal
Hutan Lestari Vol. 4, No. 1 (2016): 119-127.

Desmiaty Y., Ratih H., Dewi MA., Agustin R. “Penentuan Jumlah Tanin Total
pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk dan Daun Smabang
Darah (Exhoecaria bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi
Biru Prusi. Ortocarpus. Jurnal Tanin Handbook 8: 106-109.

Evalina, Noorly., Rachmad Abduh., Arfis A. “Pembuatan Gantungan Kunci dari


Bahan Resin di Desa Jaharun A”. Proseding Seminar Nasional
Kewirahusaan Vol. 1, No. 1 (2019): 251-256.

Farnsworth, N.R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants, J.


Pharm. Sci.,55, 3, 225-273

1
Ghamba PE, Balla, Goje LJ, Halidu A, Dauda MD. 2014. In vitro antimicrobial
activities of Vernonia amygdalina on selected clinical isolate. IJCMAS.
3(4): 1103-1113.

Kumar P, Mina U. 2013. Life Sciences: Fundamentals and practice 3 rd Edition.


.New Delhi (IN): Pathfinder Academy.

Lee KH, Wang HK, Itokawa H, Morris NH. 2000. Current perspectives on
chinese medicines and dietary supplements in China, Japan and the United
States. Journal of Food and Drug Analysis. 8 (4): 219–228

Anda mungkin juga menyukai