Anda di halaman 1dari 96

MODUL TEKNOLOGI MINYAK ATSIRI

Oleh :

Muh. Aniar Hari Swasono, MP


Mahasiswa ITP 2013

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2016
Pengertian Dan Kegunaan Minyak Atsiri
A. Pengertian Minyak Atsiri
Pada zaman dahulu minyak atsiri hanya digunakan sebatas
pengaplikasian dalam bidang kesehatan saja. Karena pengetahuan
yang mereka dapatkan juga masih terbatas dan teknologi dalam
mengahasilkan minyak tersebut pun masih belum ada.
Dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi yang
telah berkembang pada saat ini, minyak atsiri tidak hanya digunakan
pada bidang kesehatan tetapi dalam industri makanan pun sudah bisa
digunakan. Mulai dari minyak atsiri sebagai bahan baku pembuatan
produk ataupun sebagai produk yang jadi. Cara menghasilkan minyak
atsiri pun dengan menggunakan metode destilasi atau penyulingan
yaitu suatu metode pemisahan berdasarkan kemudahan zat tersebut
dalam menguap (volatil).
Di Indonesia minyak atsiri dapat berasal dari hasil destilasi
tanaman seperti cengkeh, nilam, kenanga, sereh dan lain-lain. Minyak
atsiri dikenal dengan nama lain yaitu minyak essensial atau biasanya
juga disebut dengan minyak terbang. Dalam artian minyak atsiri
merupakan minyak yang berasal dari tanaman, yang komponen kimia
di dalamnya mudah menguap (volatil) pada suhu kamar. Sebagian
besar minyak atsiri umumnya tidak berwarna (bening) pada kondisi
yang masih murni ataupun segar. Akan tetapi, pada penyimpanan
minyak atsiri yang terlalu lama dapat mengakibatkan warna dari
minyak atsiri pun berubah pula menjadi warna gelap sehingga
senyawa-senyawa yang ada pada minyak atsiri tersebut sedikit demi
sedikit akan hilang.
Secara umum minyak atsiri disimpan pada tempatyang kering
dan sejuk agar tidak mudah teroksidasi dengan yang lain, diisi dengan
penuh, dan ditutup rapat agar udara yang diluar tidak masuk kedalam.
Minyak atsiri dapat bersumber dari bagian tanaman, seperti
pada bunga, buah, daun, biji, batang, kulit atau akar sekaligus. Minyak
atsiri memiliki peran yang penting pada industri sebagai cita rasa pada
makanan atau minuman, kosmetik, antiseptik, parfum, obat-obatan
atau lainnya karena minyak atsiri berbau wangi sesuai tanaman yang
dihasilkannya.
Di Indonesia merupakan Negara penghasil minyak atsiri yang
cukup besar sehingga Negara ini dapat dijadikan produse penghasil
minyak atsiri yang ada di dunia.
Kandungan minyak atsiri dari tanaman yang dihasilkan
berbeda-beda dari minyak atsiri yang lainnya karena komponen kimia
dalam minyak atsiri pun berbeda. Komponen kimia dari minyak atsiri
adalah sesuatu yang paling dasar dalam menentukan aroma maupun
kegunaannya.
Sifat dari minyak atsiri secara umum yaitu mempunyai aroma
yang spesifik, suhunya tidak stabil terhadap lingkungan, dapat larut
dalam pelarut organik dan tidak dapat larut dalam air, sangat mudah
menguap pada suhu kamar.
B. Kegunaan Minyak Atsiri
Pada sebagian tanaman ataupun tumbuhan yang
menghasilkan minyak atsiri, minyak atsiri sendiri mempunyai beberapa
fungsi yaitu dapat membantu dalam proses penyerbukan, sebagai
penyimpan cadangan makanan, dan dapat mencegah kerusakan
pada tanaman atau tumbuhan. Salah satu komponen utama yang ada
pada minyak atsiri adalah termasuk ke dalam senyawa terpena dan
terpenoid yang memberikan aroma harum atau wangi.
Pemanfaatan minyak atsiri diIndonesia semakin luas,
tergantung dengan teknologi yang ada pada saat ini, akantetapi hanya
sebagian besar masyarakat saja yang mengetahui kegunaan yang
ada pada minyak atsiri tersebut.
Minyak atsiri banyak memberikan manfaat mulai dari bidang
industri makanan sampai kecantikan. Adapun beberapa manfaat lain
yang ada pada minyak atsiri, seperti :
a. Dapat digunakan sebagai antiseptik, karena dapat membunuh dan
menghambat adanya pertumbuhan mikroorganisme yang ada
pada jaringan hidup seperti kulit.
b. Dapat merangsang adanya aktivitas enzimatik yaitu dapat
mempercepat reaksi atau katalis.
c. Sebagai antioksidan, karena mampu untuk menghambat adanya
oksidasi yang menghasilkan radikal bebas atau mencegah radikal
bebas yang akan masuk kedalam tubuh.
d. Dapat menambah nilai jual serta cita rasa pada industri makanan
atau minuman.
e. Sebagai bahan tambahan obat-obatan pada bidang farmasi dan
kedokteran.
f. Untuk merawat rambut, seperti mengatasi rambut rontok,
ketombe, kulit kepala gatal dan kering.
g. Sebagai terapi untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada
badan seperti lelah, cedera, sakit kepala, susah tidur dan lain-lain.
Karena itulah, sebagian besar orang yang sudah lanjut usia
menggunakan minyak atsiri tersebut sebagai terapi atau minyak
urut (pijat).
h. Untuk menyegarkan udara, seperti pengharum atau pewangi
ruangan dengan berbagai aroma yang khas dan berbeda-beda
yang dihasilkan oleh jenis tanaman itu sendiri.
i. Sebagai krim kulit yang digunakan untuk perawatan agar kulit
terasa lebih lembut dan penggunaan minyak atsiri pada krim
tersebut tidak menimbulkan efek samping yang berlebih, jadi
aman untuk digunakan.
j. Untuk mengusir stress, karena minyak atsiri dapat memberikan
rasa tenang dan nyaman apabila menggunakan dengan teratur.
k. Minyak atsiri sendiri dapat berfungsi untuk mencegah bau badan
yang tidak diinginkan dan bisa dijadikan sebagai deodorant.
l. Minyak atsiri dapat berfungsi sebagai insektisida dan dapat
melindungi rumah dari ancaman serangga.
m. Sebagai bahan baku pembuatan parfum, kosmetik dan lain
sebagainya.
n. Dapat digunakan sebagai aromaterapi atau spa.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi minyak atsiri
antara lain, seperti umur tanaman yang akan diambil minyak atsirinya,
jenis varietas tanaman tersebut, kondisi dimana tanaman itu tumbuh, pada
saat pengeringan bahan baku, perajangan bahan baku, proses
penyimpangan bahan baku aman atau tidaknya dan suhu pun bisa
berpengaruh pada proses penyimpanan bahan baku tersebut, metode
yang digunakan dalam proses produksi minyak atsiri, kondisi operasi
dimana proses tersebut dilakukan, jenis alat yang digunakan dalam
proses tersebut, jenis pelarut yang digunakan pelarut organik atau bukan
pelarut organik, proses pemurnian pada bahan, pada saat proses
pencampuran bahan, pengemasan produk yaitu ditempatkan pada wadah
yang gelap, proses penyimpanan produk dan suhu pun juga harus
disesuaikan agar minyak atsiri sendiri tidak mudah untuk teroksidasi, serta
dilakukannya pengawetan agar produk minyak atsiri tersebut tidak cepat
rusak dengan menyimpan produk tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang
ada pada minyak atsiri tersebut.
Adapun jenis-jenis pelarut yang sering digunakan dalam produk
minyak atsiri antara lain :
 Memiliki titik didih yang tepat agar dapat larut atau disesuaikan
 Tidak mudah bereaksi apabila dalam kondisi yang kurang sesuai
dengan lingkungannya
 Menggunakan pelarut organik atau dapat melarutkan reaktan dan
reagen
 Pelarut yang digunakan mudah untuk dihilangkan pada saat reaksi
akan berakhir
 Pelarut sendiri harus bisa bertindak sebagai pengontrol suhu, agar
reaksi dapat berlangsung dengan cepat
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan minyak atsiri serta dimana minyak atsiri
berasal ?

2. Sebutkan jenis-jenis pelarut yang sering digunakan dalam produk minyak


atsiri ?

Daftar Pustaka
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri
2. http://lansida.blogspot.co.id/2012/06/apakah-minyak-atsiri-itu.html
3. http://manfaat.co.id/manfaat-minyak-atsiri
4. http://atsiri-magelang.blogspot.co.id/2012/04/minyak-atsiri-antara-
manfaat-dan.html
Kerusakan Pada Minyak Atsiri
Minyak atsiri mempunyai sifat yang sama seperti minyak /lemak
pada umumnya, yaitu akan mudah rusak jika terkena faktor-faktor
lingkungan yang mendukung terjadinya kerusakan tersebut. Selain itu
minyak atsiri mempunyai sifat lain yaitu dapat menguap pada suhu kamar
dan penguapannya akan semakin besar seiring dengan peningkatan suhu
lingkungan sekitar. Minyak atsiri umumnya juga dapat larut dalam alcohol
serta pelarut organic lainnya, namun kurang larut dalam alcohol encer
yang konsentrasinya kurang dari 70%. Jika minyak atsiri mengandung
fraksi eter dalam jumlah yang besar, maka daya larutnya akan lebih kecil.
Oleh karena itu, berdasarkan sifat-sifat minyak atsiri yang telah
disebutkan diatas maka minyak atsiri ini merupakan salah satu bahan
yang mudah mengalami kerusakan dan kehilangan terutama karena factor
lingkungan. Maka dari itu lingkungan yang ada harus diatur sedemikian
rupa agar resiko kerusakan minyak atsiri dapat diminimalisasi terutama
selama periode penyimpanan. Namun minyak atsiri ini akan lebih mudah
rusak dan hilang jika minyak atsiri ini masih terkandung dalam bahan.
Kandungan minyak atsiri yang ada dalam bahan dapat rusak
selama penyimpanan terutama disebabkan oleh proses oksidasi,
resinifikasi serta kerusakan yang disebabkan mikroorganisme. Kerusakan
ataupun kehilangan minyak atsiri dalam bentuk bahan ini akan lebih besar
terjadi selama proses pelayuan dan pengeringan dibandingkan selama
proses penyimpanan bahan dalam kondisi kering. Hal ini disebabkan
karena selama proses pelayuan, air dan minyak yang ada dalam sel
bahan akan berdifusi ke permukaan bahan dan selanjutnya menguap.
Selama periode penyimpanan, adanya sirkulasi udara yang relative tinggi
dalam ruang penyimpanan akan mempercepat terjadinya oksidasi karena
panas dan oksigen diudara. Umumnya bahan yang berbentuk bunga dan
daun tidak tahan disimpan dalam waktu lama, sedangkan bahan-bahan
yang berbentuk biji, kulit, akar dan kayu akan lebih tahan lama jika
disimpan.
Warna dari minyak atsiri yang baru diekstrak biasanya tidak
berwarna/berwarna kekuningan, ada juga jenis minyak atsiri yang
berwarna kemerahan, hijau atau biru. Jika minyak atsiri tersebut dibiarkan
dalam udara terbuka dalam waktu yang lama serta terkena cahaya
matahari dan berada dalam suhu kamar, maka minyak tersebut akan
mengabsorbsi oksigen di udara, sehingga akan menghasilkan warna
minyak yang gelap dan bau wangi alaminya akan berubah, serta minyak
akan menjadi lebih kental dan akan membentuk sejenis resin.
Untuk penyimpanannya sebaiknya minyak atsiri disimpan dalam
botol yang berwarna gelap jika jumlah minyak yang disimpan dalam
jumlah kecil, hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi.
Sedangkan jika penyimpanan minyak atsiri dalam jumlah besar, maka
penyimpanannya dapat dilakukan didalam drum yang dilapisi dengan
laquer atau pernis yang tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya
reaksi antara minyak dengan ion logam yang ada di drum. Selain itu untuk
menghindari terjadinya oksidasi selama penyimpanan dalam drum, maka
dapat dilakukan penyemprotan gas karbondioksida/nitrogen ke dalam
drum sebelum drum ditutup, tujuannya adalah untuk meghilangkna gas
oksigen dari permukaan minyak yang ada dalam drum. Suhu
penyimpanan juga perlu diperhatikan, karena penyimpanan dalam suhu
yang terlalu rendah akan menyebabkna terbentuknya endapan berupa
lilin.
Meskipun penyimpanan tidak banyak mempengaruhi kerusakan
dan kehilangan minyak atsiri yang terkandung pada bahan, namun pada
minyak atsiri yang telah diekstrak dari bahan, penyimpanan sangat
berpengaruh terhadap kerusakan dan kehilangan baik secara kimia
maupun fisika.
Biasanya kerusakan disebabkan karena reaksi-reaksi yang umum
seperti oksidasi, resinifikasi atau polimerasi, hidrolisis dan proses
penyabunan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadinya proses
kerusakan dan kehilangan dapat dipercepat karena adanya panas, udara
(oksigen), kelembaban serta adanya cahaya dan pada beberapa kasus
kemungkinan dikatalis oleh logam seperti pada waktu penyimpanan dalam
drum.
Berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi pada minyak atsiri,
sebagai berikut
1. Proses oksidasi
Oksidasi dapat diartikan sebagai interaksi antara molekul oksigen
dengan zat lain yang berbeda, bisa dari logam sapai jaringan hidup.
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan
rangkap dalam terpen. Peoksida yang memiliki sifat labil akan
berisomerisasi dengan adanya air, sehingga akan membentuk
senyawa aldehid, asam organic dan keton ynag menyebabkan
adanya perubahan bau yang tidak dikehendaki. Pada masyarakat
umumnya, proses ini biasanya disebut dengan ketengikan (rancidity).
2. Proses Hidrolisis
Hidrolisis adlaah suatu reaksi kimia ynag emmecah molekul air
menjadi kation hydrogen (H+) dan anion hidroksida (OH-) melalui
suatu proses kimia. Atau dengan kata lain proses hidrolisis ini adalah
pemecahan suatu senyawa atau polimer tertentu dengan bantuan
air. Proses hidrolisis dapat terjadi pada minyak atsiri karena
mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses
pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam
bebas dan alcohol . Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan
adanya air dan asam sebagai katalisator.
3. Resinifikasi (polimerisasi)
Resinifikasi atau polimerisasi merupakan reaksi penggabungan
atau pembentukan senyawa polimer dari senyawa monomernya.
Beberapa fraksi yang ada dalam minyak atsiri dapat membentuk
resin yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk
selama proses pengolahan minyak yang menggunakan tekanan dan
suhu tinggi serta dapat pula terbentuk selama penyimpanan.
Resinifikasi dapat menyebabkan minyak atsiri berubah menjadi
padat dan berubah warna menjadi lebih gelap. Resin ini berbentuk
seperti endapan.
Ada 2 bentuk polimerisasi yaitu :
 polimerisasi yang terjadi pada monomer tidak jenuh yang
menghasilkan senyawa polimer dengan berat molekul yang
tinggi dan rumus molekul satuan structuralnya identik dengan
monomer yang bersangkutan.
 polimerisasi kondensasi terjadi pada minyak atsiri yang
mengandung gugus fungsional seperti aldehid atau keton.
4. Proses Penyabunan
Pada minyak yang memiliki kandungan fraksi monoester serta
asam organik dapat terbentuksabun dengan adanya basa.
Selain karena faktor lingkungan, minyak atsiri juga dapat mengalami
perubahan sifat kimia atau dengan kata lain dapat mengalami kerusakan
selama proses pengolahan, proses pengolahan yang berpengaruh
terhadap perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah sebagai berikut
1. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi adalah proses yang dilakukan untuk mengambil
ekstrak atau sari yang terdapat dalam suatu bahan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Suhu yang digunakan selama
proses ekstraksi ini dapat melebihi 100˚C. Suhu yang terlalu tinggi
pada saat proses ekstraksi tersebut dapat membuat minyak atsiri
mengalami perubahan sifat kimia
2. Proses Pengepresan
Pada proses pengepresan ini perubahan kimia yang terjadi pada
minyak atsiri terutama adalah karena minyak atsiri mengalami kontak
langsung dengan udara. Sehingga nantinya rentan untuk terjadi
reaksi oksidasi yang menyebabkan terjadinya perubahan bau atau
menyebabkan ketengikan pada minyak atsiri.
Pertanyaan

1. Sebutkan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada minyak atsiri ?


2. Apa yang dimaksud dengan proses ekstraksi dan pengepresan ?

Daftar Pustaka

https://widhaaprilandini.wordpress.com/2010/12/30/minyak-atsiri/

http://andrewopunk.blogspot.co.id/2010_07_01_archive.html
Teknik Pengemasan Minyak Atsiri

Pengemasan merupakan teknologi yang dapat meningkatkan


tingakan daya tahan suatu produk yang kemas. Teknologi pengemasan ini
sebenarnya sudah ada dari jaman nenek moyang kita yang pada zaman
dahulu masih menggunakan alat pengemasan yang secara tradisonal
seperti contoh sebelum di temukannya berbagai jenis plastik, botol, fiber,
keramik dll sebagai alat pengemas bahan makanan mereka sudah
terbiasamenggunakan wadah-wadah tradisional seperti membungkus
daing dengan menggunakan daun pohon jati dan daun pohon pepaya
yang selain berfungsi untuk memperlunak daging ketika dimasak daun
pohon ini memiliki enzim yang dapat memperlunak daging menyerap
kadar air dalam bahan sekaligus memperpanjang masa simpanya.
Untuk penyimpanan dalam bentuk cair nenek moyang kita
menciptakan berbagai bentuk kendi baik dengan memanfaatkan bagian
lubang pada tengah pohon bambu ataupun dengan membuat kendi yang
dibuat dari batu dan tanah hal ini difungsikan agar mereka bisa
menyimpan cadangan air minum ketika di musim dimusim kemarau tiba
hal ini menjadi cikal bakal teciptanya teknologi masyarakat modern yang
terbiasa menyimpan bahan cadangan makanan dan minuman yang mana
apabila suatu waktu makanan yang terdapat pada musim – musim tertentu
tidak dapat di temukan sehingga makanan musiman seperti buah – buah
atau ikan di laut yang melimpah pada musim musim tertentu bisa dinikmati
setiap waktu. Pada dasarnya tujuan dari penyimpanan selain untuk
memperpanjang masa simpan juga bertujuan untuk melindingi bahan dari
kotoran – kotoran yang dapat menurunkan kualitas bahan sekaligus
melindungi dari tumbuhnya mikroorganisme yang dapat menjadi
pembusuk dalam sutu bahan pangan.
Minyak atsiri atau yang biasa disebut dengan aetheric oil atau
minyak esensial merupkan kelompok minyak yang berwujud cairan kental
pada suhu normal ini merupakan minyak yang di hasilkan oleh berbagai
tumbuhan baik dari bagian akar, daun atau bunga yang mana proses
pengambilannya memalui suatu proses destilasi yang sangat panjang
yang mana tujuannya hanya untuk mengambil kandungan minyak yang
terkandung dalam bahan.
Minyak atsiri ini merupakan bahan dasar dari pembuatan minyak
wangi ataupun minyak aromaterapi yang mana ciri khasnya memiliki
aroma yang sesuai dengan khas bahan baku yang di destilasi. Dalam
lingkungan minyak atsiri sebagai metabolit sekunder yang berperan untuk
mempertahan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) atau melindungi
diri dari serangan musuh seperti hanya pada hewan kepik yang
mengeluarkan aroma tak sedap ketika merasa dirinya terancam oleh
hewan lain atau oleh manusia akan tetapi zat yang di keluarkan oleh kepik
bukan termasuk di golongkan dalam golongan minyak atsiri.
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah
sehingga di perlukan teknologi pengemasan yang dapat mempertahankan
bau khas yang terkandung dilamnya sehingga dapat diambil manfaatnya
baik sebagai aromaterapi maupun sebagai campuran dalm pembuatan
minyak wangi dan campuran penguat rasa atau sebagai flavonoid dalm
proses pengolahan makanan.
Karena titik uap yang yang terdapat pada minyak atsiri rendah
sehingga diperlukan bahan pengemas yang dapat mempertahankan
kondisi dari suhu panas yang dapat mempercepat penguapan pad minyak
atisiri seperti menggunakan kemasan berbahan kaca tebal, ceramic, dan
plastik yang dapat melindunginya dari panas seperti plastik jenis PET
yang mana jenis plastik tersebut tidak tahan terhadap panas akan tetapi
karena ketebalannya plastik tersebut dapat memperthankan kondisi dingin
dan plastik ini tidak mudah pecah atau retak seperti pada plastik jenis PP
jika disimpan pada lemari pendingin karena biasanya para ilmuan
menyimpan hasil dari pemurnian minyak atsiri disimpan dalam lemari
pendingin.
Selain harus dengan menggunakan bahan pengemas yang dapat
menjaga kondisi dari suhu panas minyak atsiri harus disimpan dalam
konsidi wadah tertutup rapat sehingga aroma yang terkandung didalam
minyak atsiri tersebut tidak menguap dan menghindarkan
penyimpanannya dari paparan sinar matahari langsung apabila di simpan
pada kondisi ruangan.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan pengemasan ?


2. Jelaskan mengenai teknik pengemasan minyak atsiri ?

Daftar Pustaka
https://www.goodreads.com/author_blog_posts/6112104-
mengenalpengemasan-produk-bahan-makanan
Standarisasi Mutu Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang biasa disebut dengan essential oils, etherial
oils, atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan
yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga.
Minyak atsiri memiliki banyak kegunaan, tergantung dari jenis tumbuhan
yang diambil hasil sulingannya. Biasanya minyak atsiri digunakan sebagai
bahan baku dalam perisa maupun pewangi (flavour and fragrance
ingredients), contohnya kosmetik, bahan pewangi pembuatan sabun,
pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan
minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau
menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti
nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai
fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain
seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan
pengawet dan bahan insektisida.
Di Indonesia minyak atsiri sebagian besar masih diproduksi oleh
masyarakat yang kurang mengerti tentang minyak atsiri itu sendiri,
sehingga rata-rata minyak yang dihasilkan pun tidak sesuai dengan
standarisasi mutu yang telah ditentukan baik oleh Food Chemical Codex,
ISO maupun Standart Nasional minyak atsiri di Indonesia. Mutu minyak
atsiri ditentukan oleh komponen kandungan minyak atsiri dan bahan-
bahan asing yang tercampur di dalamnya. Jika minyak atsiri tidak
memenuhi standarisasi yang telah ditentukan maka nilai jualnya pun
rendah pula. Untuk meningkatkan mutu dan nilai jual minyak atsiri perlu
dilakukan perlakuan yang sesuai yaitu dengan proses pemurnian baik
secara fisika maupun kimia.
Berikut merupakan parameter yang digunakan untuk menguji mutu
minyak atsiri :
1. Berat Jenis
Prinsip berat jenis minyak atsiri berdasarkan perbandingan antara
berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu. Berat jenis
sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang
terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung
dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya.
Cara penentuan berat jenis minyak atsiri yaitu dengan
menggunakan alat piknometer. Cara penggunaanpiknometer adalah
sebagai berikut :
1. Timbang piknometer kosong. Jika kotor,
bersihkan piknometer dankemudian
keringkan sampai piknometer benar-benar
kering.
2. Kemudian masukkan minyak atsiri yang
akan diuji sampai penuh.
3. Jika ada tumpahan, keringkan piknometer
sampai kering sempurna.
4. Setelah kering, timbang piknometer yang
sudah berisi minyak atsiri tersebut.
5. Dan catat hasil dari berat. Kemudian masukkan dalam rumus :
( Berat minyak atsiri+piknometer )– berat piknometer kosong
Density = volume piknometer

2. Indeks Bias
Prinsip indeks bias minyak atsiri di dasarkan pada pengukuran
langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu
yang tetap. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan
komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang
dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen
penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks
biasnya.Cara penentuan indeks bias minyak atsiri menggunakan alat
refraktometer. Cara penggunaannya pun mudah, karena cukup
dengan menaruh sampel yang akan diuji pada tempat yang
disediakan di refraktometer. Secara otomatis nilai indeks bias akan
muncul pada refraktometer, seperti contoh dibawah ini :
Tampak dalam
saat pengujian
bahan yangdiuji.
Saat
pengujian, minyak
atsiri jangan
sampai tercampur
dengan air atau
substansi
pemalsu, karena jika tercampur maka indeks biasnya akan menjadi
rendah. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil
nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk
membiaskan cahaya yang datang, namun sebaliknya jika terdapat
campuran bahan–bahan yang memiliki berat molekul tinggi
(kerapatan tinggi) maka semakin tinggi pula indeks biasnya.
3. Putaran Optik
Putaran optik diukur dengan menggunakan alat polarimeter yang
mempunyai tabung polarimeter 10 mm yang berisi minyak atau
cairan yang diperiksa dibawah alat pemeriksa di antara polariser dan
analiser. Secara perlahan-lahan analiser diputar sampai
setengahnya yang dapat dilihat melalui teleskop, dan intensitas
sinarnya sama denganpenerangannya. Pada pengaturan yang
sesuai, akan dapat dilihat arah rotasi ke kanan atau ke kiri
berdasarkan intensitas penerangan dari kedua bagian bidang.
Penentuan arah rotasi yaitu apabila analiser berputar berlawanan
arah dengan jarum jam dari titik nol tersebut levo, sedangkan jika
searah dengan jarum jam disebut dextro. Sesudah arah rotasi
ditentukan, dengan hati-hati analiser diatur kembali sampai
didapatkan intensitas penerangan yang sama dari kedua
bagianbidang. Kemudian dengan mengamatinya lewat teleskop
sambil memutar tombol analiser, maka garis diantara kedua bidang
itu menjadi jelas atau tajam dan selanjutnya dapat dibaca nilai
derajat dan menitnya.

4. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak
atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi
terhadap kualitas minyak atsiri yaitu senyawa-senyawa asam
tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Pertambahan
bilangan asam dapat terbentuk saat penyimpanan minyak atsiri yang
kurang baik, dengan lama penyimpanan yang terlalu lama dan
adanya kontak antara minyak atsiri dengan sinar dan udara sekitar
maka terjadi reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi
oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam.
Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan
aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat.
Selain penyimpanan minyak atsiri yang kurang baik, penyebab lain
bertambahnya bilangan asam adalah saat penyulingan yaitu pada
tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut
kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Sehingga
secara otomatis bilangan asam minyak atsiri akan bertambah.
5. Kelarutan dalam Alkohol
Menurut pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak atsiri dalam
alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung
didalamnya. Pada umumnya minyak atsiri mengandung
persenyawaan yaitu terpen teroksigenasi dan terpen tak
teroksigenasi. Jika minyak atsiri mengandung persenyawaan terpen
teroksigenasi makaminyak atsiri lebih mudah larut daripada minyak
atsiri yang mengandung terpen tak teroksigenasi. Jadi semakin kecil
kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka
kualitas minyak atsirinya semakin baik.
Standarisasi Mutu Minyak Atsiri :

Parameter Mutu

Jenis Bobot Tambahan


Indeks bias
Warna jenis Putaran optik Kelarutan
250C
250C/250C

Minyak adas Food Tak 0,978- 1,550-1,550 (-2o)-(+1o) Dalam etanol


Chemial Codex berwarna 0,988 90% 1:3 jernih
(FCC) edisi IV kuning pucat

Minyak akar Cokelat 0,9765- 1,5180-1,5280 17o-32o Dalametanol95 Bilangan asam: 10-35
wangi kekuningan- 1,0345 % 1:1 jernih, Bilangan ester: 5-25
International cokelat Bilangan ester setelah asetilasi:
Standard (ISO) seterusnya 100-150
kemerahan jernih Kadar kusimol: 6-11%
4716:2002 (E)

Minyakcendana Kuning 0,9630- 1,480-1,508 (-15o)-(20o) Santalol total (b/b): minimal 90%
pucat- 0,9760
Food Chemical kuning Dalam metanol
Codex (FCC)
70% 1:5
Edisi IV jernih,seterusny
a jernih

Minyak bunga Tidakberwar 1030-1,060 1,527-1,535 0o-1o35’ Dalam Eugenol total (v/v): 80-95%
cengkeh na-kuning etanol70% 1:2
muda jernih,seterusny Minyak pelikan: negatif
SNI: 06-4267- a jernih
1996 Lemak: negatif

Minyak daun Tidak 1,0355- 1,526-1,5330 (-2o)—0o Dalam Eugenol total (v/v): minimal 82%
cengkeh 1,0455 etanol70% 1:2
Berwarna- jernih, Analisis kromatografi gas:
International
standard (ISO) kuning muda seterusnya Eugenol 80—82%
jernih
3141:1997(E) β-Caryofilen 4—17%

dan Food
Chemical Codex

Edisi IV

Minyak gagang Tidak 1,033- 1,510-1,520 0o-1o30’ Dalam etanol Eugenol total (v/v): 78—95%
cengkeh 1,063
berwarna- 70% 1:2 jernih, Minyak pelikan: negatif
SNI: 06-4374-
1996 kuning muda seterusnya Lemak: negatif
jernih

Minyak jahe Kuning 0,8720- 1,485-1,4920 (-14o)—(-32o) Bilangan asam: maksimal 2


muda- 0,8890
SNI 06-1312-1998 Bilangan ester: maksimal 15
kuning
Bilangan ester setelah asetilasi:
maksimal 90

Minyak lemak negatif

Minyak jeringau Kuning- 1,060- 1,547-1,549 (-2o)-(+6,5o) Dalam etanol Bilangan asam : maksimal 4
tipe india cokelatmuda 1,080 90%

EOA No. 101 larut 1:5

Minyak kayu Kuning 1,010- 1,570-1,590 0o-(-2o) Dalam etanol Kadar sinnamaldehida 55-78%
manisEOA No. 87 1,030 70%

larut 1:3 jernih,

seterusnya
jernih
Minyak daun kayu Kuning- 1,030- 1,526-1,534 1o-(-2o) Dalam etanol Kadar eugenol 80-88%
manis cokelat 1,050 70%

EOA No. 56 larut 1:2

Minyak kemukus Kuning — 0,898-0,928 1,492-1,502 Dalam etanol Bilangan asam 1:1 jernih,
muda- 90% seterusnya jernih
Food Chemical
Codex (FCC) hijau (-12o)-(-43o) Bilangan penyabunan maksimal
kebiruan 2,0
Edisi IV

Minyak kenanga Kuning 0,904- 1,493-1,503 (-15o)-(-30o) Dalam etanol Bilangan penyabunan 10-40
muda- 0,920
Food Chemical 95% 1:0,5
Codex (FCC) kuning tua jernih,

Edisi IV. seterusnya


jernih

Minyak nilam Kuning- 0,9485- 1,503-1,5130 (-40o)-(-60o) Dalam etanol Bilangan asam maksimal 5,0
cokelat 0,9715
International 90% larut jernih Bilangan ester maksimal 10,0
standard (ISO) kemerahan
perbandingan Analisis kromatografi gas 27-35%
3757:2002 1:10

Minyak pala Hampir tidak 0,8815- 1,473-1,4830 6o-18o Dalam etanol Sisa penguapan maksimal 2%
0,9035 90%
International berwarna- Kadar miristin 5-12%
standard (ISO) 1:1-5 jernih,
kuning muda
3215:1998 (E) seterusnya
jernih

Minyak fuli pala Tidak 0,880- 1,474-1,488 +2o-30o Dalam etanol


0,930 90%
EOA No. 182 berwarna- larut 1:3

kuning pucat

Minyak ylang- Kuning- 0,939- 1,500-1,508 (-35o)-(-50o) Dalam etanol Bilangan penyabunan 110-140
ylang kuning 0,950 90%

EOA No. 200 larut 1:0,5


Fraksi I

Minyak ylang- Kuning- 0,920- 1,505-1,511 (-40o)-(-65o) Dalam etanol Bilangan penyabunan 65-95
ylang kuning 0,935 90%

EOA No. 200 larut 1:0,5


Fraksi II

Minyak ylang- Kuning- 0,906- 1,506-1,514 (-48o)-(-67o) Dalam etanol Bilangan penyabunan 45-65
ylang kuning 0,920 90%

EOA No. 200 larut 1:0,5


Fraksi III
Pertanyaan

1. Parameter apa saja yang digunakan untuk menguji mutu minyak atsiri?

2. Jelaskan cara menguji minyak atsiri dari parameter yang digunakan ?

Daftar Pustaka

Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui
Proses Pemurnian, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian,
Bogor.
Analisis Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih
(Curcuma zedoria)
Temu putiih (curcuma zedoaria) adalah salah satu tumbuhan yang
dapat dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel kanker dalam tubuh.
Bagian yang digunakan untuk pengobatan biasanya adalah rimpangnya.
Beberapa peneliti menunjukan bahwa rimpang temu putih (curcuma
zedoaria) memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai antibakteri dan
anti jamur (bugno et al,2007, Wilson et al 2005,ficker et al 2003). Untuk
ekstrak air rimpang temu putih dapat menghambat penyebaran sel kanker
melanoma B16 (seo et al 2005). Ekstrak air rimpang temu putih tersebut
juga dapat digunakan untuk terapi liver kronis (kim et al 2005).
1. Analisis minyak atsiri rimpang temu putih dengan GC-MS (gas-
spektroskopi massa)
Minyak atsiri yang diperoleh dari proses destilasi uap dianalisis
komponen-komponen senyawa yang terkandung didalamnya dengan
menggunakan GC-MS. Kromatogram hasil analisis minyak atsiri
dengan GC memperlihatkan 19 puncak.
Masing-masingmassa diidentifikasikan lebih lanjut dengan
spectrometer massa, setiap senyawa memiliki pola fragmentasi
massa yang spesifik. Identifikasi dilakukan dengan cara
membandingkan spectrum massa masing-masing puncak dengan
senyawa yangg sudah diketahui dalam database GC-MC (wiley 7)
sehingga dapat diketahui senyawa penyusun minyak atsiri rimpang
temu putih.
Hasil analisis spectrum massa dari kromatogram minyak atsiri
rimpang temu putih dan perkiraan senyawa berdasarkan database
wiley 7 dapat dilihat pada tabel.
Puncak M+ Waktu Kelimpahan Senyawa yang diduga
retensi(menit) (%)

1 136 3,252 4,77 Kamfen

2 136 3,569 4,16 Beta pinen

3 154 4,399 7,27 1,3,3-trimetil-sineol

4 152 7,132 8,27 Kamfor

7 189 14,609 4,35 1-etenil-1-metil-2,4-bis


sikloheksana

13 216 17,473 7,72 Kurzeren

16 218 22,238 21,85 Germakron

19 232 24,500 24,29 Velleral

Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa minyak atsiri rimpang


temu putih memiliki densitas sebesar 0,88 g/mL, kadar minyak sebesar
0,067%b/b. Senyawa yamg terdapat dalam minyak atsiri terdiri 19
senyawa dgn 8 senyawa mayor yaitu kamfen 4,77%, beta pinen 4,16%,
1,3,3-trietil-sineon 7,27%, kamfor8,27%, 1-etenil 1-metil2,4 bis
sikloheksana 4,35%, kurzeren 7,72%, germakron 21,85%,velleral 24,29%.

Analisis Kimia Penyusun Minyak Atsiri Daun


Daun Cengkeh merupakan hasil dari pohon cengkeh yang belum
banyak dimanfaatkan dibandingkan dengan bunga/ tangkai cengkeh yang
banyak digunakan di indutri rokok/makanan. Daun cengkeh mengandung
minyak 1-4% sehingga dapat diekstraksi menjadi inyak atsiri yang bernilai
ekonomis tinggi.
Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah GC-MS QP2010S
SHIMADZU dengan kolom Rastek Rxi-5MS dengan panjang 30m dan
diameter 0,25mm. kondisi kolom diatur dengan suhu awal 100*c, waktu
awal diatur selama 5 menit , kenaikan suhu 5*c/menit dengan suhu akhir
280*c. jenis detector yang digunakan adalah FTD dengan temperature
injector 290*c. Penentuan struktur dengan menggunakan standart yang
sudah diketahui dengan mencocokkan fragmentasi senyawa. Setiap
puncak yang muncul dalam kromatogram memiliki waktu retensi yang
berbeda.

1. Analisa Komposisi Kimia Minyak Daun Cengkeh Dengan GC-MS


Sampel yang diuji dengan instrumen gas chroatografi mass-
spectrometri adalah pada variable tekanan 0,5barg dengan waktu 7 jam
karena meiliki % randemen terbesar. Hasil analisa GCMS komponen
terbesar adalah eugenol 65,03%, trans-caryophyllene 20,94%, a-
Humulene 3,04 %. Berdasarkan SNI 2006 minyak daun cengkeh memiliki
kadar eugenol min 78% dan b-caryophyllene min 17%.

Conc
Peak R.Time Name
%

1 23.636 65,03 Phenol,2 methoxy-4-eugenol

2 23.849 0,30 Alpha-copaane

3 23.953 0,25 Benzene 1,2 diemethoxy-4-methyl


eugenol

4 24.652 20,94 Trans-caryophyllene

5 25.126 3,04 Alpha-humulene

6 25.906 0,31 Delta-cadinene

7 25.980 0,13 Cis-calamenene

8 26.640 0,45 (-)-caryophyllene oxidase

9 26.896 0,85 (-)-caryophyllene oxidase


10 27.017 2,12 (-)-caryophyllene oxidase

11 27.172 0,39 Beta-selinene

12 27.346 0,33 Humulene oxidase

13 27.466 0,27 1H-benzocyclohepten

14 27.650 0,99 Tetracyclo-tridecan-9-ol,4,4-dimethyl

15 27.856 1,04 (-)-caryophyllene oxidase

16 28.002 1,00 (-)-caryophyllene oxidase

17 29.512 0,12 2-pentadecanone

18 30.796 0,26 4,4,8-trimethil-tricyclo

19 39.319 1,84 Dehydrodieugenol

20 39.868 0,34 1,2-benzenedicarboxyllic acid

Dari hasil penelitian analisa jirovetz 2009 terkandung minyak asiri


dengan penyulingan uap didapat 23 komponen dengan kadar tertinggi
eugenol 76,8%, b-caryophyllene 17,4%, a-humulene 2,1%, eugenyl
acetate 1,2%. Rendahnya kadar eugenol terjadi karena system pendingin
dan penampungan sampel tidak sempurna, sehingga banyak eugenol
yang menguap.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat %rendemen terbesar
1,84% pada tekanan 0,5 barg selama 7 jam dengan komponen terbesar
eugenol 65,03% dan trans-caryophyllene 20,94%

Analisis penyusun minyak atsiri jahe segar dan simplisia kering


Analisis senyawa kimia yang ada dalam minyak atsiri jahe segar
dan jahe kering dengan GC-MS diketahui dari data kromatogram bahwa
jenis senyawa kimia jahe segar teridentifikasi min 26 puncak sedangkan
pada simplisia kering hanya 21 puncak. Dari puncak minor dalam simplisia
kering terevaporasi pada saat pengeringan disebabkan jenis minyak yang
diperoleh lebih sedikit daripada jahe segar.
Dari penelitian ini hanya dibahas 6 puncak tertinggi untuk
membandingkan kualitas jahe segar dengan jahe simplisia kering yaitu a-
curcumenfarnesen,citral,zingiberen,camphen,sabinen (jahe kering tidak
teridentifikasi). penelitian ini diidentifikasikan bahwa minyak atsiri dari jahe
segar lebih lengkap dibandingkan simplesia kering. begitu juga factor
seperti spesies,varietas, asal sampel umur dan kondisi proses sangat
berpengaruh pada kualitas senyawa bioaktif (badreldin et al 2008).
Senyawa zinggiberen berperan sebagai parameter kualitas jahe
yang baik, semakin banyak kandungan zinggiberen semakin baik kualitas
minyak atsirinya(muhamed 2007).
Hasil identifikasi GC-MS senyawa jahe segar dengan jahe kering
Jumlah

No Senyawa Jahe Segar % Jahe Kering%


Kimia

Perc Lit Perc Lit

1 Ar-curcumen 4,46 5,6 6,16 11

2 Farnesen 5,51 - 6,13 -

3 Citral 8,64 - 6,99 -

4 Zingiberen 9,62 28,6 4,10 30

5 Camphen 15,83 4 19,00 1

6 Sabinene 16,54 3 - 0,8

Dari hasil penelitian tersebut bahwa minyak atsiri yang diperoleh


dari jahe segar lebih banyak dari pada simplisia kering. Komposisi
senyawa yang teridentifikasi pada jahe segar/jahe kering berbeda
senyawa zingiberen pada jahe segar lebih banyak daripada simplisia
kering.

Pertanyaan

1. Bagaimana cara menganalisis minyak atsiri rimpang temu putih dengan


GC-MS (gas-spektroskopi massa) ?
2. Bagaimana cara menganalisis penyusun minyak atsiri jahe segar dan
simplisia kering ?
Daftar Pustaka
Bugno, A., Nicoletti, M.A., Almodovar, A.A.B, Pereira, T.C., and
Auricchio, M.T. 2007. Antimicrobial effi cacy of Curcuma
zedoaria extract as assessed by linear regression compared
with commercial mouthrinses, Braz. J. Microbiol. Vol.38
no.3.\
Ficker, C.E., Smith, M.L., Susiarti, S., Leaman, D.J., Irawati, C., and
Arnason, J.T. 2003. Inhibition of human pathogenic fungi by
members of Zingiberaceae used by the Kenyah (Indonesian
Borneo), Journal of Ethnopharmacology, Vol. 85, Issue 2-3,
p. 289-293.
Kim, S.G., Kim, Y.H., Seo, J.A et al., 2005. Relationship between
serum adiponectin concentration, pulse wave velocity and
non-alcohol ic fatty liver disease. Eur J Endocrinol; 152: 225-
31.
Muhamed, N.A (2005) Study On Important Parametrs Affecting The
Hydro-Distillation For Ginger Oil Production, Master Thesis,
Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering,University Teknologi Malaysia.
Wilson, B., Abraham, G., Manju, V.S., Mathew, M., Vimala, B.,
Sundaresan, S., and Nambisan, B. 2005. Antimicrobial
Activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica
tubers, Journal of Ethnopharmacology, Vol. 99, Issue 1, 147-
151.
Metode Pengolahan Minyak Atsiri
Menurut Riana (2015) di Indonesia telah dikenal sekitar 40 jenis
tanaman yang menghasilkan minyak atsiri namun hanya sebagian yang
digunakan secara komersil. Tiap tanaman hanya sebagian atau beberapa
bagian bahkan seluruh bagian dapat digunakan sebagai minyak atsiri.
Menurut Riana Saraswati (2015) berikut adalah daftar bagian tanaman
dan berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai minyak atsiri
antara lain sebagai berikut:
1. Akar: Akar Wangi, Kemuning.
2. Daun: Nilam, Cengkeh, Sereh Lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha,
Kayu Putih, Gandapura, Jeruk Purut, Karmiem, Krangean,
Kemuning, Kenikir, Kunyit, Selasih, Kemangi.
3. Biji: Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga, Klausena, Kasturi,
Kosambi.
4. Buah: Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar.
5. Bunga: Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap
Malam,Cempaka Kuning, Daun Seribu, Gandasuli Kuning, Srikanta,
Angsana, Srigading.
6. Kulit kayu: Kayu Manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi,
Selasihan, Sintok.
7. Ranting: Cemara Gimbul, Cemara Kipas.
8. Rimpang: Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur,
Lengkuas, Lempuyang Sari, Temu Hitam, Temulawak, Temu Putih.
9. Seluruh Bagian: Akar Kucing, Bandaton, Inggu, Salasih, Sudamala,
Trawas.
Dalam pengambilan minyak atsiri dari bagian-bagian tanaman
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara atau metode
pengambilan minyak atsiri tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Destilasi
Destilasi merupakan pelepasan uap air pada suatu zat
tercampur yang kaya dengan komponen mudah menguap
(Pasto, 1992). Dalam istilah destilasi dikenal pula istilah
hidrodestilasi yaitu proses destilasi yang menggunakan pelarut
air atau media air. Ada tiga macam hidrodestilasi diantaranya
adalah:
a. Hidrodestiasi Air
Istilah lain hidrodestilasi adalah perebusan, dimana tanaman
bahan baku direndam dalam air yang dididihkan dengan api
secara langsung.
b. Hidrodestilasi uap dan air
Hidrodestilasi jenis uap dan air ini dalam istilah umum
disebut perebusan, dimana air dididihkan kemudian uap air
tersebut kontak dengan tanaman diatasnya.
c. Hidrodestilasi uap
Uap yang digunakan dalam metode hidrodestilasi uap ini
lazimnya memiliki tekanan yang lebih besar dari tekanan
atmosfer dan dihasilkan dari penguapan air yang berasal
dari pembangkit uap dan kemudian akan kontak dengan
tanaman.
2. Ekstraksi
Ada beberapa jenis ekstraksi yang ada di dunia industri, jenis-
jenis tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Ekstraksi dengan pelarut mudah menguap
Menurut Dewi (2013) prinsip dari ekstraksi jenis ini adalah
melarutkan minyak atsiri dengan pelarut organik yang mudah
menguap di dalam suatu bejana yang disebut extractor.
Pelarut yang digunakan biasanya adalah petroleum ether,
carbon tetra chloride, chloroform, dan pelarut lain yang
memiliki titik didih rendah.
b. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi)
Ekstraksi jenis ini memiliki prinsip memperpanjang masa
hidup bunga dan daun yang sudah dipetik secara fisiologis,
sehingga bunga dan daun akan terus memproduksi minyak
atsiri dan rendemen minyak atsiri akan meningkat. Pelarut
yang digunakan dalam metode ini adalah lemak dan alkohol,
dimana lemak berfungsi sebagai adsorben atau penyerap
minyak atsiri dari bunga sementara alkohol digunakan untuk
memisahkan minyak atsiri dari lemak.
c. Ekstraksi Lemak Panas (Maserasi)
Metode ini hampir sama dengan ekstraksi lemak dingin,
hanya saja pelarutnya menggunakan lemak panas.
Tanaman di rendam dalam lemak panas pada wadah.
Pelarut yang digunakan adalah lemak yang berfungsi
sebagai adsorben dan alkohol yang berfungsi melarutkan
lemak.
Pertanyaan

1. Sebutkan cara atau metode pengambilan minyak atsiri ?


2. Sebutkan bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai minyak
atsiri?

Daftar Pustaka

Dewi. 2013. Bab IV Pembuatan Minyak Atsiri.


https://dewismkn1tmg.wordpress.com/2013/04/12/bab-iv-
pembuatan-minyak-atsiri/ diakses pada tanggal 27 Februari 2016
Pasto. D. J, 1992,Experiments and Techniques in Organic Chemistry, New
Jersey,Prentice Hall, Englewood Cliffs
Saraswati, Riana. 2015. Minyak Atsiri.
http://www.rianasaraswati.com/minyak-atsiri/ diakses pada hari
Selasa 5 April 2016
Industrialisasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku hampir di seluruh


bidang industri yang ada saat ini. Industri-industri tersebut misalnya
industri parfum, kosmetik, farmasi, makanan dan minuman serta industry
flavoring agent. Selain itu, beberapa jenis minyak atsiri yang dihasilkan
oleh berbagai jenis tumbuhan bersifat aktif biologis sebagai antibakteri
dan anti jamur, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada
makanan dan sebagai antibiotik alami (Pino dkk, 2004).
Menurut Lutony dan Rahmayati (2000) industri pengolahan minyak
atsiri telah muncul semenjak zaman penjajahan. Namun, kualitas dan
kuantitasnya belum menunjukkan perubahan yang nyata. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh pengolahan minyak atsiri yang masih
tradisional dan memiliki keterbatasan kapasitas produksi. Padahal, minyak
atsiri merupakan salah satu komoditas agroindustri yang memiliki potensi
tinggi sebagai sumber devisa negara (Riana, 2015), mengingat Indonesia
adalah negara yang memiliki lahan pertanian yang luas, sumber daya
alam yang melimpah dan kualitas tumbuhan yang baik Indonesia pasti
akan mampu menjadi negara pengekspor minyak atsiri terbesar di dunia.
Saat ini, Indonesia telah mengekspor beberapa jenis minyak atsiri seperti
nilam (90%), akar wangi (26%), serai wangi (12%), pala (72%) dan
cengkeh (63%) dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO, 2004). Selain
sebagai negara pengekspor, pada tahun 2002 Indonesia juga mengimpor
minyak atsiri dengan volume impor sebesar 33.183 ton atau senilai US$
564 juta, beserta hasil olahannya seperti derivate, isolat dan formula yang
mencapai US$ 117.199-163.033 juta tiap tahunnya. Padahal, sebagian
besar minyak atsiri yang diimpor tersebut dapat diproduksi sendiri di
Indonesia seperti contoh menthol (Mentha arvensis) dan minyak anis
(Clausena anisata) (Mindo Sianipar, 2008).

A. Permasalahan Pengembangan Industri Minyak Atsiri Indonesia


Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa perkembangan
minyak atsiri di Indonesia berjalan lambat. Mengingat Indonesia telah
merdeka selama lebih dari 60 tahun, ada berbagai faktor penghambat
yang perlu dikaji dan dipecahkan serta ditemukan solusinya. Mindo
Sianipar (2008) juga mengungkapkan beberapa faktor tersebut antara lain
rendahnya produksi tanaman, sifat usaha tani, mutu minyak yang
beragam, penyediaan produk yang tidak bermutu, fluktuasi harga,
pemasaran, persaingan sesama negara produsen dan adanya produk
sintetis.
Pengolahan minyak atsiri di Indonesia masih dilakukan oleh petani
di pedesaan dalam bentuk industri kecil (Mindo Sianipar, 2008).
Rendahnya pengetahuan mereka tentang pengolahan minyak atsiri baik
sebelum panen maupun sesudah panen menjadi pemicu utama
rendahnya produk minyak atsiri yang dihasilkan, selain itu peralatan yang
sederhana dan terbatas juga menjadi faktor pendukungnya. Skala usaha
tani yang minim dan serba terbatas tersebutlah yang menjadikan kualitas
dan kuantitas minyak atsiri yang dihasilkan oleh petani minyak atsiri
Indonesia dinilai kurang mantap dalam pemenuhan permintaan ekspor
dunia.
Kondisi tanah, kualitas dan jenis pupuk yang digunakan, daerah
tanam, iklim, ketinggian, musim panen, cara panen, proses destilasi dan
bagian tanaman yang didestilasi menjadi variabel yang berpengaruh
terhadap mutu minyak atsiri. Keberagaman penyediaan produk (bahan
baku) tersebutlah yang menjadikan kualitas minyak atsiri di berbagai
wilayah di Indonesia beragam.

Komoditas Ekspor Sentra Produksi


1. Minyak Nilam (Patchouli Oil) NAD, Sumatera Utara, Lampung,
Bengkulu dan Jawa Tengah
2. Minyak Akar Wangi (Vetiver Jawa Barat
Oil)
3. Minyak Pala (Nutmeg Oil) NAD, Sumatera Barat, Jawa Barat,
Sulawesi Utara dan Maluku
4. Minyak Cengkeh (Cloves Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara
dan Sulawesi Selatan
5. Minyak Sereh Wangi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah
(Citronella Oil) dan Jawa Timur
6. Minyak Kenanga (Cananga Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Oil) Timur dan DI Yogyakarta
7. Minyak Kayu Putih (Cajeput Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku
Oil) dan Papua
8. Minyak Cendana (Sandal NTT
Wood Oil)
9. Minyak Kayu Manis (Cinamon Sumatera Barat
Oil)

10. Lawang Papua

11. Masoi Papua


Sumber: https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-
pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/
Tabel 1. Komoditas Ekspor Minyak Atsiri di Seluruh Wilayah Indonesia
Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa adanya fluktuasi
harga minyak atsiri yang tinggi menjadi masalah yang sulit dikendalikan.
Mengingat petani Indonesia yang umumnya memiliki lahan yang sempit
dan terbatas membuat bahan baku minyak atsiri terbatas pula. Apalagi
ditunjang dengan proses pengolahan minyak atsiri yang rumit serta
teknologi yang tidak sederhana semakin membuat petani minyak atsiri
berpaling untuk menanam tanaman lain yang lebih menjanjikan.
Sistem pemasaran minyak atsiri harus dibangun sebaik mungkin
agar ketersediaan pasokan dapat terjamin dengan harga yang adil.
Panjangnya rantai pemasaran semakin membuat petani dirugikan. Selain
itu, persaingan antar negara penghasil minyak atsiri dan adanya produk
sintetis juga menjadi penghambat pengembangan industri minyak atsiri
(Mindo Sianipar, 2008) apalagi mulai datangnya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) semakin membuat Indonesia terancam akan persaingan
terhadap kuantitas dan kualitas minyak atsiri yang diproduksi.
B. Solusi Pemecahan Hambatan Industrialisasi Minyak Atsiri
Indonesia
Dalam pengembangan kualitas dan kuantitas industrialisasi minyak
atsiri di Indonesia Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan harus adanya
reorientasi pengembangan minyak atsiri yang meliputi pengembangan
industri hilir minyak atsiri dengan meningkatkan jumlah ekspor dan
mengurangi jumlah impor agar adanya peningkatan nilai tambah dan
dapat menghemat devisa negara, Mindo Sianipar (2008) juga
mengungkapkan bahwa selama ini petani atau penyuling minyk atsiri
Indonesia telah memberikan subsidi kepada end user (ekspor) sebab,
pengembangan minyak atsiri hanya diukur dari peningkatan nilai ekspor
yang berbanding lurus dengan volume ekspor padahal harga rata-rata
produk minyak atsiri Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan
komoditas sejenis dari negara lain. Oleh sebab itulah pemerintah pusat
dan daerah dalam pengembangan industrialisasi minyak atsiri perlu
dengan khusus menjamin harga yang memadai bagi para petani dan
penyuling yang dapat diwujudkan dengan regulasi pembatasan pelaku
ekspor atau memberikan standar harga minimum ekspor.
Peningkatan produktivitas minyak atsiri dalam negeri harus
dioptimalkan sebaik mungkin baik dalam peningkatan mutu, penekanan
biaya dan penyediaan stok. Dalam pencapaiannya Hadi Feriyanto (2013)
mengungkapkan perlu adanya penetapan visi bersama dan
pengimplementasian di seluruh rantai nilai mulai dari penyediaan bahan
baku yang berkualitas, penerapan GAP (Good Agricultural Practices)
maupun GMP (Good Manufacturing Practices), efisiensi biaya proses,
tataniaga, serta sistem pasokan bahan baku dan produk yang
tererkendali.
Fluktuasi harga minyak atsiri dapat dihadapi dengan usaha
diversifikasi jenis komoditasbaik secara horizontal maupun vertikal (Mindo
Sianipar, 2008). Secara horizontal yaitu dengan menambah
keanekaragaman jenis minyak atsiri, sedangkan secara vertikal yaitu
dengan cara menganekaragamkan produk melalui pengolahan jenis
minyak atsiri lebih lanjut.
Masuknya MEA ke Indonesia seharusnya membawa dapak baik
untuk petani dan penyuling minyak atsiri. Sebab, mereka akan sangat
mudah untuk mengekspor minyak atsiri ke berbagai wilayah negara
Asean. Namun, tantangannya adalah persaingan mutu dengan negara
lain juga akan semakin ketat. Oleh sebab itu, petani dan penyuling minyak
atsiri harus meningkatkan mutu dan volume produksi mereka agar mereka
tidak hanya menjual produk tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka. Disinilah peran pemerintah pusat dan daerah sangat
penting dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada dan
penggunaan alat dan teknologi yang canggih
Pertanyaan

1. Permasalahan apa sajakah yang dihadapi Indonesia dalam


pengembangan industri minyak atsiri?
2. Sebutkan solusi pemecahan hambatan industrialisasi minyak atsiri
Indonesia ?

Daftar Pustaka

Feriyanto, Hadi. 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan Minyak


Atsiri.
http://bbppketindan.bbppsdmp.pertanian.go.id/blog/peluang-dan-
tantangan-pengembangan-minyak-atsiri diakses pada hari Kamis
7 April 2016
Lutony, T.L., dan Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan
Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 2.

Sianipar, Mindo S, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan


Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada
PT Indograha Nusa Sarana Medan, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-
minyak-atsiri/mindo-sianipar/ diakses pada hari Selasa 5 April
2016
Permasalahan Dan Solusi Minyak Atsiri
Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam menghasilkan
produk minyak atsiri yaitu mutu dari minyak atsiri tersebut dan harga dari
minyak atsiri yang berfluktuasi di pasar dunia terutama pada komoditas
ekspor utamanya minyak nilam dan akar wangi. Mutu minyak atsiri yang
rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang
rendah dan tidak seragam, penggunaan alat penyuling dan teknologi
proses masih relative sederhana, serta kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang harga minyak atsiri yang bermutu baik. Kebanyakan
para petani tidak memperhatikan biaya produksi yang harus mereka
keluarkan dalam penjualan bahan baku tanaman yang digunakan,
melainkan ditentukan oleh jumlah bahan bakar yang digunakan pada saat
proses penyulingan.
Para pelaku industri minyak atsiri tidak semuanya akan mengalami
jalan yang mudah dalam menjalankan bisnis ini, melainkan ada beberapa
factor juga yang mampu menjadikan kendala yang menghalangi
berkembangnya minyak atsiri di Indonesia untuk pasar global. Adapun
lembaga assosiasi yang dibentuk guna untuk mengetahui kondisi industri
minyak atsiri yang ada di Indonesia dalam pengaruh devisa Negara.
Akibat pengaruh dari devisa Negara yang akan terjadi pada saat produksi
minyak atsiri, maka tantangan setiap permasalahan dari pelaku pembisnis
baru harus mereka lalui. Tantangan tersebut diantaranya adalah:
 Modal serta biaya tenaga kerja
Dalam hal ini tidaklah cukup bagi para pelaku baru mengandalkan
potensi alam yang ada di Indonesia, para pelaku baru juga harus
mampu berspekulasi dan mengatur pola produksi minyak atsiri yang
dibutuhkan dipasaran. Permasalahan ini juga ditujukan kepada para
petani bahan baku untuk mencari bibit unggul pada saat penanaman
dan perawatannya dengan modal yang cukup besar juga untuk
mendapatkannya, serta membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra
juga dalam proses menunggu saat panen agar mampu menghasilkan
produk minyak atsiri yang berkualitas dalam pengolahan diindustri.
 Mencari inovasi baru dan Teknologi canggih.
Pelaku baru pun harus peka terhadap perkembangan teknologi dan
peka terhadapat kebutuhan permintaan. Menjaga standar mutu produk
perlu diperhatikan terutama bagi pelaku baru yang bergelut dalam
bidang ini. Masalah utama yang dihadapkan dalam komoditas minyak
atsiri Indonesia adalah tidak stabilnya mutu maupun supply dalam
pemenuhan kebutuhan pasar internasional. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar usaha produksi minyak atsiri masih dilakukan secara
sangat sederhana, baik dalam budidaya tanamannya maupun hasil
pengolahan. Serta efisiensi dan efektivitas usaha agribisnis minyak
atsiri masih relatif rendah. Maka dari itu perlu mengupayakan
pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak atsiri agar
daya saingnya senantiasa menguat dan terus meningkatkan devisa
Negara.
 Persaingan pasar antar Negara yang tinggi.
Persaingan pasar antar Negara sering terjadi bagi mereka yang
mempuyai bisnis pengolahan minyak atsiri, hal ini disebabkan karena
adanya sindikat-sindikat tertentu yang mengakibatkan eksportir baru
tidak mudah masuk kedalam pasar internasional akibatnya banyak
petani local yang gulung tikar.
 Persaingan mutu.
Selain persaingan pasar yang tinggi antara produsen yang berlomba-
lomba untuk meningkatkan mutunya, perkembangan produk pelaku
pun dihambat dengan minyak sintesis yang beredar dipasaran. Hal ini
menyebakbakn berkurangnya permintaan kostumer/konsumen karena
hilangnya kepercayaan kostumer/konsumen yang merasa tidak puas
dan dirugikan.
 Fluktuasi Harga Minyak Atsiri dipasaran.
Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh penggarapan lahan yang sempit
dan terbatas dari petani sehingga ketersediaa produk yang ada
terbatas. Hal ini dilakukan karena para petani tidak ingin mengalami
kerugian yang besar sehingga mengalihkan usaha mereka dengan
menanam tanaman lain yang lebih menjanjikan. Untuk menghadapi
fluktuasi harga, usaha yang dapat ditempuh adalah diversifikasi jenis
komoditas, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal
yaitu dengan menambah keanekaragaman jenis minyak atsiri, sedang
secara vertikal menganekaragamkan produk melalui pengolahan lebih
lanjut jenis minyak atsiri.
 Bergantung pada importir.
Importir minyak atsiri lebih diprioritaskan karena dianggap lebih
menguntungkan, dikarenakan sebagian besar produk Indonesia
merupakan bahan mentah yang banyak diburu oleh Negara lain..
Alhasil, kelangsungan industry minyak atsiri Indonesia masih
bergantung kepada kondisi ekonomi Negara importer.
 Ketergantungan relasi.
Ketergantungan relasi sangat dibutuhkan dalam program kerja yang
terintegritasi serta strategi bisnis agar semua pihak terjalin dalam suatu
hubungan yang saling menguntungkan.
A. Strategi Pengembangan
Program ekstensifikasi tanaman atsiri perlu dipertimbangkan
dengan mengutamakan komoditas setiap pewilayahan agar peningkatan
produktivitas dan mutu bahan baku minyak atsiri yang akan dihasilkan
sesuai yang diharapkan, sehingga tidak menimbulkan risiko kerugian bagi
petani. Usaha tani atsiri dikembangkan pada daerah yang sesuai, dengan
menggunakan bibit tanaman yang unggul, serta menerapkan proses
budidaya tanaman atsiri guna meningkatkan produktivitas dan mutu yang
berkualitas.
Perlunya pengembangan yang dikerjakan oleh bangsa Indonesia
diharapkan Indonesia tidak hanya mampu mengekspor bahan baku tetapi
juga mampu menghasilkan olahan jadi yang bernilai tinggi dan mampu
bersaing dengan Negara lain. Tingkat dan fluktuasi dari harga minyak
atsiri ditentukan oleh adanya pasokan dan permintaan. Untuk itu
diharapkan pemerintah dan eksportir berperan aktif dalam memberikan
pembinaan dan penyuluhan kepada petani dan penyuling untuk
mengantisipasi kondisi dan kebutuhan pasar dunia. Sikap keterbukaan
semua pelaku usaha dalam hal informasi komponen dan struktur biaya
usaha tani, penyulingan, perdagangan, dan ekspor serta tingkat harga di
pasaran ekspor dapat meningkatkan harmonisasi hubungan bisnis
antarpelaku usaha. Nilai tambah produk minyak atsiri bergantung pada
teknologi yang digunakan pada proses pengolahannya. Semakin bagus
teknologi yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri, semakin mahal
juga harga yang akan terjual dalam pasar internasional, karena mereka
sudah yakin bahwasanyya mutu minyak atsiri Indonesia sudah mengalami
beberapa tahapan yang terjamin mutunya.
Upaya yang dilakukan dalam perumusan dan implementasi standar
proses produksi (GoodAgricultural Practices & GoodManufacturing
Practices), standar alat, standar mutu serta standar harga dikaitkan
dengan mutu hendaknya segera dilakukan, karena hal ini dapat
meningkatkan keuntungan yang diperoleh dalam pengolahan minyak atsiri
yang selama ini masih terkendala oleh beberapa factor terutama minimya
penggunaan alat dalam proses penyulingan yang masih sangat
sederhana. Kelengkapan fasilitas dan pembinaan yang lebih intensif dari
pemerintah/perguruan tinggi/lembaga penelitian dan eksportir dibutuhkan
untuk diseminasi teknologi kepada petani dan penyuling. Keikutsertaan
Pemerintah dalam menyosialisasikan kondisi dan peraturan yang berlaku
pada bisnis atsiri, baik di tingkat nasional maupun internasional akan
mampu meningkatkan mutu produk minyak atsiri di pasar dunia.
Guna memadukan dan menyerasikan aktivitas masyarakat atsiri
nasional, ada baiknya apabila membentuk kelembagaan Dewan Atsiri
Indonesia yang berfungsi sebagai wahana untuk:
 Mempersatukan, melindungi dan memperjuangkan kepentingan
seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi globalisasi,
 Meningkatkan daya saing dan senantiasa menjaga kekuatan mutu
produk minyak atsiri nasional yang ada di dunia internasional
 Meningkatkan kerja sama dalam pengembangan produk dan nilai
tambah produk minyak atsiri.
Pertanyaan
1. Sebutkan tantangan setiap permasalahan dari pelaku pembisnis baru
dalam industri minyak atsiri ?
2. Sebutkan fungsi wahana apabila mebentuk kelembagaan Dewan Atsiri
Indonesia ?

Daftar Pustaka

http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr285068.pdf
Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial
oils, atau volatile oils adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi
besar di Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan
tertentu, baik berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik
bunga. Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang selama ini
diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat
diproduksi di Indonesia (Lutony, Rahmayati, 2000). Meskipun banyak jenis
minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis
minyak atsiri yang telah diusahakan di Indonesia.
Peluang pasar komoditi minyak atsiri ini masih terbuka luas baik di
dalam maupun luar negeri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
bahwa hanya sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diproduksi di
Indonesia. Permintaan minyak atsiri ini pun diperkirakan terus meningkat
dengan bertambahnya populasi penduduk dunia.
Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis
tumbuhan yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan
sebagai bahan baku minyak wangi, komestik dan obat-obatan. Minyak
atsiri juga digunakan sebagai kandungan dalam bumbu maupun pewangi
(flavour and fragrance ingredients). Industri komestik dan minyak wangi
menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi,
samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri
sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi
menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.
Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi
bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang
diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida.
Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara,
seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss,
Belanda, Hongkong, Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang
dilakukan oleh Essential Oil Association of India dalam publikasinya yang
berjudul Vasion 2005 India Essential Oil Industry, peringkat pertama
produsen minyak atsiri dunia adalah Brasil disusul oleh Amerika Serikat
dan India.
Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman
penjajahan (Lutony, Rahmayati, 2000). Namun jika dilihat dari kualitas dan
kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Ini disebabkan karena
sebagian besar pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi
sederhana/tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang
terbatas.
Industri ini biasanya terletak di daerah pedesaan. Ada beberapa
daerah di Indonesia yang menjadi sentra industri minyak atsiri , misalnya
Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa
Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Maluku, dan Nusa
Tenggara Timur. Dari beberapa jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi
di Indonesia, sebagian besar diekspor ke berbagai negara seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Ekspor Minyak Atsiri dengan Nilai Ekspor > 1 juta US$
Nilai (Juta US$)
No. Negara Tujuan
1999 2000 2001
1 Amerika Serikat 11,3 12,6 18,3
2 Singapura 17,5 10,5 14,2
3 Swiss - 1 3,1
4 Perancis 3,7 3,5 3,5
5 Inggris - 3,1 3,9
6 Spanyol 2,8 1,2 1
7 Jerman - 1,1 1,3
8 Belanda 1,1 - -
9 India 1 1,4 1,5
10 Jepang , - 1
11 Lain-lain 9,1 3,8 6
Total 46,5 38,2 53,8
Sumber: BPEN, 2002
Salah satu sentra minyak atsiri di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kecamatan
Samigaluh. Di kecamatan tersebut terdapat kelompok usaha minyak atsiri
yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) pengusaha kecil. Sebagian besar
minyak atsiri yang dihasilkan adalah minyak daun cengkeh. Tanaman
cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat digunakan untuk menghasilkan
minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem oil), dan
minyak daun cengkeh (clove leaf oil).

Gambar 1.1. Cengkeh


Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga
cengkeh kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di
industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian. Kandungan minyak
cengkeh adalah eugenol (90%), eugenil acetate, methyl n-hepthyl alcohol
, benzyl alcohol , methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene
caryo-phyllene. Minyak tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil
penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis ini jarang ditemukan di
Kecamatan Samigaluh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir, minyak daun
cengkeh (clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun cengkeh
kering (umumnya yang sudah gugur) dan banyak ditemukan di lokasi
survai di Kecamatan Samigaluh. Minyak daun cengkeh mulai
dikembangkan pada tahun 1960 yang digunakan untuk bahan baku obat,
pewangi sabun dan deterjen. Minyak daun cengkeh juga digunakan di
industri wewangian dengan ketetapan standar mutu tertentu yang lebih
ketat.
Tabel 1.2. Standar mutu minyak daun cengkeh menurut SNI 1991
Minyak Daun Cengkeh Karakteristik
Berat Jenis pada 15oC 1,03 - 1,06
Putaran Optik (ad) - 1o 35
Indeks Refraksi pd 20oC 1,52 - 1,54
(nd20)
Kadar eugenol (%) 78 - 93 %
Minyak pelikan Negatif
Minyak lemak Negatif
Kelarutan dalam Alkohol 70% Larut dalam dua
volume
Sumber :http://agribisnis.deptan.go.id/
Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat
setelah disuling dan mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila
terkena logam besi sehingga minyak ini lebih baik dikemas dalam botol
kaca, drum aluminium atau drum timah putih.
Alasan pemilihan jenis minyak daun cengkeh di wilayah Kecamatan
Samigaluh adalah kemudahan operasi pengolahan dan modal yang
rendah. Berdasarkan in-depth interview yang dilakukan dengan
pengusaha setempat, daun cengkeh menghasilkan minyak atsiri yang
tidak terlalu keras dibandingkan tangkai bunga cengkeh sehingga ketel
yang digunakan tidak cepat rusak dan dapat menggunakan hanya satu
ketel saja (bahan baku dan air dalam satu ketel) sehingga harganya lebih
murah. Berbeda dengan minyak nilam yang memerlukan dua ketel
terpisah, yang berisi air dan daun nilam dalam ketel terpisah, untuk
menghasilkan minyak nilam dengan kualitas yang diinginkan. Saat ini,
kualitas untuk minyak daun cengkeh tidak telalu ketat diberlakukan oleh
pengusaha pengumpul yang membeli hasil penyulingan. Ini menyebabkan
proses produksi minyak daun cengkeh tidak terlalu sulit.
Perhatian pemerintah daerah terhadap industri minyak daun
cengkeh cukup baik. Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah
memberikan pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan usaha minyak
atsiri termasuk minyak daun cengkeh untuk meningkatkan daya saing
minyak atsiri melalui peningkatan mutu, harga yang kompetitif dan
keberlanjutan suplai melalui pembinaan yang terintegrasi oleh instansi
terkait.
Saat ini sedang dipertimbangkan pembangunan industri
pengolahan yang menggunakan bahan baku minyak atsiri di lingkup
regional Kabupaten Kulon Progo agar masyarakat dan pemerintah dapat
menikmati nilai tambah yang lebih besar dari pengolahan minyak atsiri.
Jika minyak atsiri dapat diolah di wilayah lokal, para pengusaha minyak
atsiri tidak perlu menjual produknya ke luar daerah.
Selain bantuan teknis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo
juga telah memberikan pinjaman berupa penguatan modal melalui PT.
Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta (selanjutnya disebut BPD)
sebagai bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap potensi usaha
minyak atsiri di wilayahnya. Pembuatan peta pewilayahan untuk usaha
pengolahan minyak atsiri juga bermanfaat untuk memberikan informasi
keberadaan usaha minyak atsiri yang umumnya terdapat di pedesaan dan
berskala kecil. Pemerintah juga berusaha untuk menyediakan data dan
informasi mutakhir yang akurat mengenai produksi, kebutuhan pasar,
kecenderungan pasar dan informasi harga minyak atsiri.
Industri minyak daun cengkeh ini tidak saja memproduksi minyak
daun cengkeh sebagai komoditas ekspor yang menghasilkan devisa,
tetapi juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Setiap unit usaha
dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 6 orang di unit penyulingannya dan
seratus orang lebih sebagai tenaga pencari (pengumpul) daun cengkeh.
Pekerjaan memungut/mengumpulkan daun cengkeh ini pada umumnya
merupakan pekerjaan sambilan dan hasilnya dapat dijual dengan harga
berkisar Rp 200-Rp 350/kg. Tingkat harga sangat tergantung pada musim.
Pada saat banyak daun cengkeh kering yang gugur, harga akan turun dan
sebaliknya.
Walaupun pada pengolahan minyak daun cengkeh sendiri
penyerapan tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat
memberikan kesempatan kerja bagi para pemuda yang sebelumnya tidak
produktif. Di wilayah Kulon Progo, para pekerja usaha minyak daun
cengkeh ini dibayar secara borongan (pekerja tidak tetap) dengan sistem
bergilir (shift). Setidaknya dibutuhkan 3 orang pekerja untuk satu kali
suling dengan satu ketel.
Usaha minyak daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Sisa daun yang telah disuling dapat dikeringkan dan digunakan sebagai
bahan bakar dan abunya dapat digunakan sebagai pupuk. Sisa air limbah
yang sudah dipisahkan secara sempurna dengan minyak daun cengkeh
tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Sampai saat ini, polusi udara
berupa asap yang ditimbulkan pada saat proses penyulingan sama sekali
tidak dikeluhkan oleh warga sekitar lokasi penyulingan.
Usaha penyulingan minyak daun cengkeh menggunakan modal
yang sebagian dapat diperoleh dari bank berupa pinjaman modal, baik
modal investasi maupun modal kerja. Untuk PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BRI) di tingkat Kantor Unit,
modal yang dapat diberikan adalah 25 juta rupiah ke bawah sedangkan
keputusan pemberian kredit di atas 25 juta rupiah ditentukan oleh kantor
cabang. Plafon dana yang berasal dari dana nasabah sendiri untuk modal
investasi + 30% sedangkan untuk modal kerja + 50%.Tingkat bunga yang
diberlakukan adalah tingkat bunga flat sebesar 18% per tahun
Aspek PemasaranUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh
Dalam aspek pemasaran akan dibahas aspek pasar dan
pemasaran yang terkait dengan permintaan, penawaran, harga,
persaingan dan pemasaran minyak daun cengkeh.
Pasar
1. Permintaan
Minyak daun cengkeh memiliki pasar yang sangat luas terutama di
pasar internasional. Di wilayah Kulon Progo, permintaan minyak daun
cengkeh oleh pedagang pengumpul, yaitu PT. Djasula Wangi di Solo, CV.
Indaroma di Yogyakarta, dan PT. Prodexco di Semarang. Dari informasi
yang terakhir dikumpulkan, permintaan minyak daun cengkeh selalu
meningkat dan sering terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat
dipenuhi oleh kapasitas produksi industri kecil minyak daun cengkeh yang
terbatas. Permintaan dalam jumlah besar untuk waktu yang singkat
biasanya diusahakan secara berkelompok.
Tabel 3.1. Ekspor Minyak Daun Cengkeh
Tahun Volume(ton) Nilai (ribu US$)
1986 1.093 3.348
1987 1.047 2.675
1988 646 1.455
1989 651 1.398
1990 707 1.660
1991 758 2.098
1992 n.a n.a
1993 n.a n.a
1994 622 1.905
1995 370 1.571
Sumber: BPS, beberapa tahun
Pemanfaatan minyak cengkeh, untuk dunia industri memang cukup
luas. terutama untuk keperluan industri farmasi atau obat- obatan. Begitu
juga untuk industri parfum, yang merupakan campuran utama untuk
Geranium, Bergamot, Caraway, Cassie dan bahan untuk pembuatan
vanillin sintetis sebagai bahan baku industri makanan dan minuman.
Sebagian besar hasil produksi minyak daun cengkeh diekspor ke luar
negeri seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 1.1. Perkembangan
permintaan ekspor minyak daun cengkeh Indonesia mengalami pasang
surut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1
2. Penawaran
Dari segi penawaran, suplai minyak daun cengkeh relatif masih
kurang. Masih diperlukan tambahan produksi untuk memenuhi permintaan
pasar. Selain Kabupaten Kulon Progo, sentra produksi pengolahan
minyak daun cengkeh juga terdapat di Kabupaten Blitar dan Trenggalek.
Produksi minyak daun cengkeh dari daerah Blitar cukup besar, dengan
rata-rata setiap tahunnya mencapai 80 ton. Berdasarkan data Dinas
Perindustrian Pertambangan dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten
Blitar, produksi rata-rata 80 ton per tahun itu hanya dihasilkan oleh 5 unit
industri yang semuanya tergolong industri kecil. Sentra produksinya
berada di wilayah Kecamatan Doko. (http://www.kabblitar.go.id/).
Potensi usaha minyak daun cengkeh masih sangat luas di
Indonesia terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber bahan
baku. Saat ini, cengkeh telah dibudidayakan di hampir seluruh wilayah
Indonesia (Harris, 1990) sehingga potensi untuk mendirikan usaha
pengolahan minyak daun cengkeh sangatlah besar.
3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar
Tingkat persaingan minyak daun cengkeh Indonesia di pasar
internasional terutama ditentukan oleh kualitas minyak daun cengkeh
yang dihasilkan Indonesia dan negara-negara pesaing, seperti
Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Negara penghasil minyak atsiri
bukan hanya berasal dari negara-negara berkembang saja, seperti Cina,
Brasil, Indonesia, India, Argentina dan Meksiko melainkan juga negara
maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perbedaannya, negara-negara berkembang lebih banyak memproduksi
minyak atsiri menjadi bahan setengah jadi dan kemudian mengekspornya
ke negara maju. Lain halnya yang dilakukan oleh negara maju. Meskipun
mereka mengimpor bahan setengah jadi dari negara berkembang untuk
diolah menjadi barang jadi, mereka mengekspornya sebagian kembali ke
negara-negara lain termasuk negara berkembang dalam bentuk barang
jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun demikian, peluang
pasar minyak daun cengkeh masih terbuka luas terutama di pasar dunia
yang volume permintaannya terus meningkat (lihat Tabel 1.1)
Pemasaran
Pemasaran minyak daun cengkeh dapat melalui para pedagang
pengumpul maupun langsung ke pihak produsen barang jadi yang
membutuhkan. Namun pada umumnya jalur penjualan ke pedagang
pengumpul relatif lebih mudah. Harga yang ada di pasar perdagangan
minyak daun cengkeh dalam negeri juga relatif stabil.
1. Harga
Harga minyak daun cengkeh relatif stabil pada tahun 2002 dan
2003. Pada awal tahun 2002 harga minyak daun cengkeh mencapai Rp
29.500,- dan pada tahun 2003 berfluktuasi antara Rp 23.000,- sampai Rp
25.000,- per kilogram. Harga tersebut juga cenderung stabil hingga
memasuki tahun 2004. Fluktuasi harga minyak daun cengkeh sedikit
banyak juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat. Pada saat krisis tahun 1997, harga minyak daun cengkeh bisa
mencapai Rp 57.000,- per kilogram (data primer). Berdasarkan data
primer lapangan yang diperoleh, para pengusaha minyak daun cengkeh
memperkirakan harga untuk kondisi breakeven point (BEP) atau impas
adalah sekitar Rp 20.000,- per kilogram. Dengan melihat selisih harga
pada kondisi BEP dengan harga jual di pasar, maka usaha ini cukup
menjanjikan.
2. Jalur Pemasaran
Secara umum, jalur pemasaran minyak daun cengkeh tidak
berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri,
produsen menjual produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir.
Barulah kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan minyak daun
cengkeh adalah untuk ekspor.
Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang
yang pertama kali melakukan proses transaksi. Ada beberapa situasi
pemasaran yang terjadi. Pertama, pihak produsen langsung menjual
produk ke tengkulak, pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam hal
ini, produsen memiliki posisi tawar yang lemah. Harga lebih banyak
dipengaruhi oleh pembeli. Situasi kedua, pihak pembeli yang mencari
produsen. Pada situasi ini, produsen dapat memperoleh harga yang relatif
lebih baik. Hal ini seringkali terjadi, terbukti dengan adanya pemesanan
dengan uang muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada produsen
sementara minyak daun cengkeh masih pada proses produksi.
Jalur pemasaran minyak daun cengkeh dari pengusaha
pengolahan sebagian besar ditampung terlebih dahulu oleh para
pengumpul. Dari survai di wilayah Kulon Progo, setidaknya ada tiga
perusahaan pengumpul yang cukup besar, yaitu PT Djasula Wangi di
Solo, CV Indaroma di Yogyakarta, dan PT Prodexco di Semarang.
Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang
mungkin terlibat, yaitu pemakai (end-user), broker murni, broker
merangkap trader, dan pedagang (trader). Jalur perdagangan minyak
daun cengkeh dapat digambarkan sebagaimana terdapat pada Gambar
3.1. Pemasaran tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Produsen
menjual minyak daun cengkeh pada pedagang kecil dan pedagang besar
dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada eksportir,
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah.
Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Minyak Daun Cengkeh
3. Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran yang utama pada minyak daun cengkeh ini
adalah mata rantai perdagangan yang cukup panjang. Para pengusaha
pengolahan minyak daun cengkeh masih mengalami kesulitan untuk
memasok langsung ke eksportir atau end-user. Akibat panjangnya rantai
perdagangan ini adalah ketidakseragaman mutu yang ditetapkan. Faktor
yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran minyak daun cengkeh,
terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan memperhatikan kualitas,
harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi. Secara umum,
kendala pemasaran minyak daun cengkeh disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
1. mutu yang rendah karena sifat usaha penyulingan minyak daun
cengkeh yang umumnya berbentuk usaha kecil dengan berbagai
keterbatasan modal dan teknologi,
2. pemasaran dalam negeri masih bersifat buyer market (harga
ditentukan pembeli) karena lemahnya posisi tawar pengusaha
pengolah, dan
3. harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak
terkendalinya produksi dalam negeri dan persaingan negara
sesama produsen.

Aspek ProduksiUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh


Minyak atsiri dapat diproduksi dengan berberapa cara, seperti
penyulingan, ekstraksi dengan menggunakan pelarut dan metode
pengempaan. Cara yang umum digunakan pengusaha kecil adalah
dengan proses penyulingan atau hidrodestilasi yang relatif lebih murah
dan menggunakan peralatan yang sederhana.
Lokasi Usaha
Penentuan lokasi usaha sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidup suatu usaha. Semakin dekat lokasi usaha dengan
sumber bahan baku atau input-input lainnya, maka usaha tersebut
memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup dan memperoleh profit
yang lebih besar karena biaya transportasi dapat ditekan serendah
mungkin. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh usaha
pengolahan minyak daun cengkeh agar dapat berkelanjutan. Pertama,
lokasi usaha yang berdekatan dengan lokasi sumber bahan baku. Dekat
dalam hal ini berarti mudah untuk memperoleh bahan baku dengan harga
yang normal (tidak terlalu mahal karena biaya transportasi yang tinggi).
Kedua, dekat dengan sumber air. Air merupakan bahan input yang
dibutuhkan dalam jumlah besar untuk usaha pengolahan minyak daun
cengkeh. Air tersebut berfungsi sebagai pendingin pada proses
kondensasi dari uap menjadi cair yang terdiri dari minyak daun cengkeh
dan air. Di daerah pedesaan tertentu, seperti Kecamatan Samigaluh,
memiliki keuntungan dalam hal ini. Air melimpah dan mudah untuk
dimanfaatkan dalam proses produksi.
Ketiga, kemudahan memperoleh bahan bakar. Ketersediaan bahan
bakar harus cukup. Dalam penyulingan minyak daun cengkeh secara
umum pembakaran (pemanasan) harus terus menerus dan tetap agar
mutu hasil terjaga. Minyak daun cengkeh juga memiliki keuntungan yang
dapat menghemat biaya bahan bakar. Proses pengolahan dapat
menggunakan bahan bakar berupa limbah daun yang telah disuling
sebelumnya dengan dikeringkan terlebih dahulu. Berdasarkan
pengalaman para pengolah minyak daun cengkeh di Kecamatan
Samigaluh, Kulon Progo, jumlah sisa daun sudah cukup untuk bahan
bakar pengolahan berikutnya sehingga tidak perlu membeli bahan bakar
tambahan seperti kayu bakar atau lainnya.
Fasilitas Produksi dan Peralatan
Ada beberapa alat dan peralatan produksi yang diperlukan dalam
proses pengolahan minyak daun cengkeh. Fasilitas produksi yang utama
adalah ketel dari platbesi (plateser), tungku (Gambar 4.1) dan kondensor
(Gambar 4.2.).

Gambar 4.1. Ketel dan Tungku Suling

Kondensor berupa kolam yang di dalamnya terendam pipa dengan bentuk


spiral atau pipa baja biasa yang dibentuk melingkar. Kolam pendingin
yang digunakan oleh salah seorang responden seperti tampak pada
Gambar 4.2. Kolam terdiri dari dua buah kolam dengan posisi yang
berdekatan agar pipa yang digunakan tidak terlalu panjang. Peralatan lain
yang diperlukan berupa 4 drum plastik berukuran 200 liter untuk
menampung minyak daun cengkeh, garu, sendok, 5 jerigen, corong
minyak, dan kain penyaring.

Gambar 4.2. Kolam Pendingin

Bahan baku
Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh
adalah daun cengkeh kering yang sudah gugur. Ini menyebabkan usaha
minyak daun cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada
ketersediaan bahan baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku
melimpah dan sebaliknya pada musim penghujan terjadi kekurangan
suplai bahan baku. Beberapa pengusaha pengolahan minyak daun
cengkeh mengantisipasinya dengan menyimpan sebagian hasil
produksinya untuk dijual pada saat mereka tidak dapat melakukan proses
produksi dengan harga yang lebih baik. Pada umumnya, proses produksi
dapat dilakukan 5-6 bulan dalam satu tahun.
Gambar 4.3. Daun Cengkeh Kering yang Siap Diproses

Tenaga kerja
Tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi relatif tidak
terlalu banyak. Tenaga untuk proses produksi hanya membutuhkan 3
orang per proses penyulingan. Jika dalam 1 hari pengusaha melakukan 2
kali proses penyulingan maka diperlukan 6 orang pekerja tidak tetap per
hari per ketel (diasumsikan pengusaha memiliki dua buah ketel). Para
pekerja tersebut biasanya dibayar secara borongan untuk satu kali proses
penyulingan. Proses penyulingan tersebut membutuhkan waktu antara 6
sampai 8 jam dan dalam satu hari dapat dilakukan 2 hingga 3 kali
penyulingan per ketel.
Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan
minyak daun cengkeh ini termasuk teknologi sederhana atau tradisional.
Proses yang umum digunakan adalah penyulingan dengan uap air.
Gambar 4.4. Penyulingan Sederhana

Proses penyulingan dilakukan dengan memanaskan bahan baku


dan air yang dimasukkan dalam ketel seperti tampak pada Gambar 4.4
yang kemudian dipanaskan. Proses pemanasan dapat menggunakan
bahan bakar berupa limbah daun yang disuling sebelumnya. Uap air dan
uap minyak daun cengkeh akan mengalir melalui pipa masuk ke dalam
kondensor. Kondensor tersebut dapat berupa kolam seperti tampak pada
Gambar 4.2. Semakin lama uap minyak daun cengkeh dan uap air berada
dalam kolam pendingin, semakin baik proses kondensasi yang terjadi.
Biasanya para penyuling di pedesaan menggunakan 2 kolam pendingin
untuk proses kondensasi ini. Air kolam harus terus dijaga agar tetap
berada pada suhu yang dingin. Kondensasi mengubah uap air dan uap
minyak daun cengkeh menjadi bentuk cair berupa minyak daun cengkeh
dan air yang ditampung dalam drum.
Gambar 4.5. Drum Penampung Hasil Proses Penyulingan

Metode penyulingan dengan menggunakan uap air memiliki


kelebihan tersendiri. Penyulingan dengan air dan uap ini relatif murah atau
ekonomis. Biaya yang diperlukan relatif rendah dengan rendemen minyak
daun cengkeh yang memadai dan masih memenuhi standar mutu yang
diinginkan konsumen. Kelemahan utamanya adalah kecepatan
penyulingan yang rendah.

Proses Produksi
1. Penyiapan Bahan Baku
Daun cengkeh yang digunakan merupakan daun yang sudah
gugur, kering, masih utuh dan bersih.
2. Penyulingan
Penyulingan dengan menggunakan uap air adalah cara yang paling
banyak digunakan. Cara ini hanya cocok untuk jenis minyak atsiri yang
tidak rusak oleh panas uap air. Salah satunya adalah minyak daun
cengkeh. Bahan baku diletakkan terpisah dengan air (Gambar 4.4). Untuk
memudahkan proses penguapan, bagian ketel untuk bahan baku harus
diberi ruang yang cukup. Bahan tidak boleh dipadatkan. Setelah siap,
ketel ditutup dan kemudian dipanaskan selama 5-7 jam. Uap air dan uap
minyak daun cengkeh dicairkan dengan mengalirkan pipa melingkar ke
dalam kolam pendingin (kondensor). Suhu udara sangat berpengaruh
pada suhu air. Pipa yang berada di dalam kolam pendingin kurang lebih
memiliki panjang 10 meter. Semakin panjang pipa yang digunakan,
semakin baik proses kondensasi yang terjadi. Di Samigaluh, seringkali
pipa yang digunakan berbentuk memanjang, tidak melingkar (spiral)
karena harganya yang relatif lebih murah. Pipa tidak boleh bocor dan suhu
air harus dijaga untuk selalu tetap dingin agar proses kondensasi dapat
berlangsung dengan baik. Hasil sulingan minyak daun cengkeh dan air
dialirkan ke dalam tempat berupa drum yang sudah disediakan. Setelah
proses penyulingan selama kurang lebih 7 jam, hasil proses penyulingan
didiamkan beberapa saat sehingga air dan minyak daun cengkeh terpisah.
Minyak daun cengkeh berada di bawah air karena memiliki berat jenis
yang lebih besar. Air dan minyak daun cengkeh dapat dipisahkan dengan
sejenis kain khusus atau dipisahkan secara manual. Sisa air yang telah
dipisahkan masih mengandung minyak daun cengkeh dan masih dapat
dipisahkan lagi setelah beberapa lama
Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
Hasil penyulingan 1,3 ton daun cengkeh kira-kira akan
menghasilkan 35 kg minyak daun cengkeh. Jika dalam sehari dapat
dilakukan 2 kali penyulingan, maka satu ketel dapat menghasilkan 70 kg
minyak daun cengkeh per hari.
Minyak daun cengkeh dapat dibedakan berdasarkan mutunya.
Mutu minyak daun cengkeh dipengaruhi setidaknya oleh 3 hal. Pertama,
pemilihan bahan baku. Daun cengkeh yang kering, bersih dan tidak
tercampur bahan-bahan lain akan menghasilkan minyak sesuai dengan
yang diinginkan. Kedua, proses produksi. Mutu minyak daun cengkeh
dipengaruhi oleh kondisi peralatan yang digunakan dan waktu proses
penyulingan. Ketel dengan bahan anti karat akan menghasilkan minyak
daun cengkeh yang lebih baik dibandingkan penyulingan dengan
menggunakan ketel yang terbuat dari besi plat biasa, apalagi dengan
menggunakan drum-drum kaleng biasa. Waktu penyulingan yang lebih
singkat juga mempengaruhi kualitas minyak daun cengkeh yang
dihasilkan. Ketiga, penanganan hasil produksi. Minyak daun cengkeh
yang seharusnya ditampung dan disimpan dalam kemasan dari bahan
gelas, plastik atau bahan anti karat lainnya akan menurun kualitasnya jika
hanya disimpan dalam kemasan dari logam berkarat. Minyak daun
cengkeh mudah beroksidasi dengan bahan logam.
Produksi optimum
Produksi minyak daun cengkeh yang optimum tergantung pada
kapasitas ketel yang digunakan. Ketel dengan kapasitas 1,3 ton daun
cengkeh dapat menghasilkan kurang lebih 35 kg minyak daun cengkeh.
Dengan menggunakan dua ketel dan dua kali proses suling per ketel
maka dalam sehari dapat dihasilkan minyak daun cengkeh sebanyak 1,4
kwintal.
Kendala Produksi
Kendala produksi utama yang dihadapi oleh pengusaha minyak
daun cengkeh ini terutama terkait dengan pengadaan bahan baku yang
bersifat musiman. Ketersediaan bahan baku daun cengkeh sangat
tergantung pada musim. Pada musim penghujan, pasokan bahan baku
bisa dikatakan tidak ada sehingga para pengusaha tidak berproduksi.
Hambatan yang kedua adalah kapasitas produksi yang masih sangat
terbatas. Seringkali pengusaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh di
pedesaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dalam jumlah
besar pada waktu tertentu.
Aspek KeuanganUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh
Pemilihan Pola Usaha
Usaha kecil minyak daun cengkeh semakin berkembang karena
tingkat teknologi yang digunakan sangat sederhana dan tidak memerlukan
biaya yang besar. Proses penyulingan tidak memerlukan mesin-mesin
atau alat-alat canggih yang menggunakan listrik.
Jenis minyak daun cengkeh juga dipilih karena persyaratan atau
standar kualitas yang ditetapkan pembeli relatif longgar sehingga
memudahkan pengusahaannya. Pengusaha kecil dengan teknologi
sederhana dapat memprosesnya dengan mudah. Tidak diperlukan mesin-
mesin dengan ketrampilan khusus untuk usaha ini.
Asumsi dan Parameter Perhitungan
Analisis kelayakan investasi dan keuangan usaha penyulingan
minyak daun cengkeh ini digunakan untuk memperoleh gambaran
finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha, kemampuan usaha
untuk membayar kredit, dan kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal
tersebut memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan
berdasarkan hasil survai dan pengamatan yang terjadi di lapangan.
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Asumsi Analisis Keuangan
No Asumsi Satuan Jumlah Keterangan
1 Periode proyek tahunan 5 Periode proyek 5 tahun
Termasuk dua kolam
2 Luas tanah m2 350
pendingin
Luas kolam Pendingin m2 60 Terdiri dari dua kolam
Harga minyak daun
3 Rp/Kg 25.000
cengkeh
4 Tenaga kerja
a. Tetap (dalam
orang 2
keluarga)
b. Tidak tetap (luar
keluarga)
Untuk satu kali suling
- Penyulingan orang 3
per ketel
Upah tenaga kerja
5 Rp/Kg 1.750
borongan
6 Harga bahan baku
- Harga daun cengkeh
kering
7 Discount Rate Persen 18
8 Hari Kerja bulan/tahun 6
9 Kapasitas Usaha Kg/hari 140
10 Jumlah bahan baku Kg/Hari 5200
Sumber: Lampiran 1
Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun dengan periode
tahunan untuk menganalisis kelayakan usaha. Usaha diasumsikan
beroperasi selama 6 bulan dalam satu tahun dengan hari kerja 25 hari
dalam satu bulan. Usaha diasumsikan memerlukan lahan seluas 350 m2
dan menggunakan dua buah kolam pendingin dengan luas masing-
masing 30 m2 (lebar 3 m, panjang 10 m dan tinggi/kedalaman 1 m).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha minyak daun cengkeh,
harga minyak daun cengkeh dapat berubah dalam rentang Rp 23.000,00-
29.000,00 per kilogram. Namun dalam analisis keuangan, harga minyak
daun cengkeh diasumsikan tetap selama periode proyek yaitu sebesar Rp
25.000,- per kilogram. Pengaruh perubahan harga akan dianalisis pada
bagian analisis sensitivitas usaha. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 5
orang dengan rincian seperti tampak pada Tabel 5.1. Asumsi-asumsi
harga dan umur ekonomis peralatan produksi juga seperti yang akan
ditunjukkan oleh Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh

Umur
N Jenis Satua JumlahFisi Harga/Satua
Nilai / Rp Ekonomi
o Biaya n k n
s

Perijinan
1 200.000
(HO)

Sewa
2 m2/thn 350 18.750 5.250.000 1
tanah

Konstruksi
kolam
3 Unit 2 1.000.000 2.000.000 10
pendingin
(10x3x1)m

Kontruksi 12.000.00
4 1 12.000.000 7
bangunan 0

Kontruksi
5 2 200.000 400.000 10
tungku

6 Peralatan utama

20.300.00
- Ketel Unit 2 10.150.000 5
0

Peralatan lainnya

- garu Unit 2 15.000 30.000 5

- corong
Unit 2 10.000 20.000 5
minyak

- sekop Unit 2 12.000 24.000 5

8 Jerigen Unit 5 17.000 85.000 5

Timbanga
9 Unit 1 400.000 400.000 10
n 1 kwintal

Kain
10 unit 1 125.000 125.000 5
penyaring
11 Pipa m 70 35.714 2.500.000 10

Drum
12 unit 4 110.000 440.000 10
plastik

43.774.00
Jumlah biaya investasi
0

Sumber :Lampiran 2
Dengan menggunakan ketel dari besi plat, untuk menyuling minyak
daun cengkeh diperlukan biaya Rp 10.015.000,-, termasuk biaya
transportasi sebesar Rp 400 ribu. Biaya transportasi ini muncul karena
ketel dibeli oleh pengusaha dari luar kota (Purwokerto). Jika ingin
memperoleh kualitas minyak daun cengkeh yang lebih baik, dapat
digunakan ketel dengan bahan baja anti karat (stainless steel) yang
harganya lebih kurang Rp 16.500.000,00.
Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya variabel (tidak tetap) yang besarnya
tergantung pada jumlah minyak daun cengkeh yang diproduksi. Biaya
operasional meliputi bahan baku berupa daun cengkeh, tenaga kerja,
konsumsi tenaga kerja (makan dan rokok), biaya pemeliharaan, biaya
telepon, dan listrik. Dalam satu bulan diperlukan biaya operasional
sebesar Rp 47.500.000,- kecuali pada awal usaha karena pengusaha
harus membeli bahan bakar sebesar Rp 400.000,- dan di bulan keenam
karena ada biaya pemeliharaan sebesar Rp 100.000,- berupa perbaikan
ketel. Harga per kilogram daun cengkeh kering adalah Rp 300,-. Jika
pengusaha memiliki 2 buah ketel dan masing-masing ketel dapat
beroperasi 2 kali sehari dan hari kerja 25 hari per bulan, maka diperlukan
biaya sebesar 1300 kg x 2 penyulingan x 2 ketel x 25 hari x Rp 300,00/kg=
Rp 39.000.000,00 per bulan untuk memperoleh bahan baku daun cengkeh
kering. Tenaga kerja tetap dengan gaji Rp 500.000,00 per bulan terdiri
dari dua orang dengan waktu 6 bulan kerja per tahun. Pada prakteknya,
tenaga kerja tetap ini biasanya adalah anggota keluarga sendiri termasuk
pemilik. Tenaga kerja tidak tetap bersifat borongan yang diupah Rp
1.750,00 untuk setiap kilogram minyak daun cengkeh yang dihasilkan
sehingga besarnya upah tidak tergantung jumlah tenaga kerja yang
digunakan. Dalam 1 (satu) hari, pengusaha menghasilkan 140 kg minyak
daun cengkeh sehingga memerlukan Rp 6.125.000,- per bulan untuk
membayar tenaga kerja borongan. Uang makan dan rokok untuk tenaga
kerja adalah Rp 4.000,00 sekali makan ditambah rokok dengan asumsi
dibutuhkan 12 orang pekerja per hari. Biaya telepon dan listrik
diasumsikan tetap sebesar Rp 100.000,- dan Rp 15.000,- per bulan.
Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Kecil

Biaya Per Biaya Per Biaya Per


No Jenis Biaya Satuan Bulan Bulan Bulan
(Bulan 1 ) (Bulan 2-5) (Bulan 6)

1 Bahan Baku

Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000

Bahan Bakar
2 Rp 400.000
Awal

3 Tenaga kerja

a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000

b. Tidak tetap
Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000
(borongan)

Konsumsi tenaga
4 Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000
kerja

5 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000

Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000

Biaya
8 Rp 100.000
Pemeliharaan

Jumlah Rp 47.900.000 47.900.000 47.900.000

Sumber: Lampiran 3
Pada prakteknya, karena hasil suling dapat diperoleh tiap hari pada
musim kemarau, penjualan hasil produk minyak daun cengkeh dapat
dilakukan dalam hitungan minggu bahkan hari. Hasil penjualan tersebut
digunakan pengusaha untuk membiayai kebutuhan operasional
berikutnya. Dalam sehari, pengusaha dapat menghasilkan 140 kg minyak
daun cengkeh senilai Rp 3.500.000,- sehingga jumlah biaya operasional
yang cukup besar dalam satu tahun tersebut hanyalah gambaran biaya
kumulatif per tahun yang sebenarnya dapat dipenuhi dari penjualan hari
atau minggu sebelumnya atau kredit bank dari satu proses penyulingan ke
penyulingan berikutnya.
Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit
Kebutuhan dana usaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh
dapat dirinci berdasarkan biaya investasi dan biaya operasional. Para
pengusaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh biasanya
membutuhkan kredit di awal usaha, yaitu untuk meningkatkan kapasitas
usaha (biaya investasi) dan biaya untuk pembelian bahan baku (biaya
operasional). Biaya operasional (modal kerja) sebesar Rp 285.500.000,-
adalah jumlah kumulatif biaya operasional dalam 1 tahun (6 bulan kerja)
pertama. Pada kenyataannya, pengusaha kecil hanya membutuhkan
modal awal untuk operasional selama seminggu atau sebulan tergantung
permintaan konsumen dan kondisi pasar.
Tabel 5.4. Kebutuhan Dana
No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp)

1 Dana investasi yang bersumber dari

a. Kredit 25.000.000

b. Dana sendiri 18.774.000

Jumlah dana investasi 43.774.000

Dana modal kerja yang bersumber


2
dari

a. Kredit 25.000.000
b. Dana sendiri 260.500.000

Jumlah dana modal kerja 285.500.000

Total dana proyek yang bersumber


3
dari

a. Kredit 50.000.000

b. Dana sendiri 279.274.000

Jumlah dana proyek 329.274.000

Sumber: Lampiran 4

Dalam simulasi perhitungan, modal awal yang dibutuhkan adalah


Rp 47.900.000,- untuk biaya operasi selama 1 bulan. Biaya operasional
bulan berikutnya dapat dipenuhi dari penerimaan dari hasil penjualan
minggu atau bulan sebelumnya.
Sumber kredit adalah kredit komersial dari perbankan yang
ketentuannya berbeda untuk masing-masing bank. Berdasarkan survai
yang dilakukan, pinjaman berjangka 6 bulan yang diangsur per bulan
dengan suku bunga flat 18 persen per tahun. Dengan bunga flat maka
dalam satu bulan angsuran bunga yang harus dibayarkan adalah 1,5
persen. Berdasarkan hal tersebut pembiayaan angsuran pokok dan bunga
ditunjukkan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit

Tahu Period Angsur Angsur


Kredit Total Saldo Saldo
n e an an

Tahu 50.000.0 50.000.0 50.000.0


n0 00 00 00

Tahu Bulan 8.333.33 9.083.3 50.000.0 41.666.6


750.000
n1 1 3 33 00 67

Bulan 8.333.33 9.083.3 41.666.6 33.333.3


750.000
2 3 33 67 33
Bulan 8.333.33 9.083.3 33.333.3 25.000.0
750.000
3 3 33 33 00

Bulan 8.333.33 9.083.3 25.000.0 16.666.6


750.000
4 3 33 00 67

Bulan 8.333.33 9.083.3 16.666.6 8.333.33


750.000
5 3 33 67 3

Bulan 8.333.33 9.083.3 8.333.33


750.000 0
6 3 33 3

Tahu 25.000.0 25.000.0 25.000.0


n1 00 00 00

Tahu Bulan 4.166.66 4.541.6 25.000.0 20.833.3


375.000
n2 1 7 67 00 33

Bulan 4.166.66 4.541.6 20.833.3 16.666.6


375.000
2 7 67 33 67

Bulan 4.166.66 4.541.6 16.666.6 12.500.0


375.000
3 7 67 67 00

Bulan 4.166.66 4.541.6 12.500.0 8.333.33


375.000
4 7 67 00 3

Bulan 4.166.66 4.541.6 8.333.33 4.166.66


375.000
5 7 67 3 7

Bulan 4.166.66 4.541.6 4.166.66


375.000 0
6 7 67 7

Sumber: Lampiran 5
Pada tahun 0 pengusaha meminjam sebesar 50 juta rupiah yang
terdiri dari modal investasi 25 juta rupiah dan modal kerja 25 juta rupiah
sehingga harus mengangsur keduanya pada tahun pertama. Di awal
tahun ke-2 hingga tahun ke-5, pengusaha meminjam kembali sebesar 25
juta rupiah tiap tahunnya berupa modal kerja dan membayar angsuran
modal kerja sebesar Rp 4.541.667,- per bulan selama 6 bulan dari total
pinjaman 25 juta rupiah.
Produksi dan Pendapatan
Minyak daun cengkeh dapat diproduksi per hari. Dari hasil survai
yang telah dilakukan, pengusaha pada umumnya memiliki 2 ketel dengan
kapasitas 1,3 ton daun cengkeh dan dapat memproduksi 140 kg per hari
senilai Rp 3.500.000,-. Dalam satu tahun (6 bulan kerja) akan dihasilkan
21 ton minyak daun cengkeh. Rincian pendapatan kotor ditunjukkan oleh
Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan

Hasil Produksi
Tahun
Kg Rupiah

1 21.000 525.000.000

2 21.000 525.000.000

3 21.000 525.000.000

4 21.000 525.000.000

5 21.000 525.000.000

Sumber: Lampiran 6

Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point


Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama
usaha ini sudah memperoleh laba sebesar Rp 151.805.677,- dengan profit
margin usaha penyulingan minyak daun cengkeh mencapai 28,92 persen
pada tahun pertama dan 33,33 persen pada tahun kedua hingga tahun
kelima atau sebesar Rp 174.968.177,-.
Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa BEP rata-rata
berdasarkan total biaya adalah Rp 16.495/kg pada tahun pertama dan Rp
15.198/kg pada tahun kedua hingga tahun keempat, dengan BEP rata-
rata Rp 15.475,-. BEP produksi rata-rata dalam satu tahun adalah 3.429
kg. Proyeksi laba rugi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh

No Uraian Tahun 1 Tahun 2-5 Jumlah

1 Pendapatan 525.000.000 525.000.000 2.625.000.000

2 Pengeluaran

a. Biaya
285.500.000 285.500.000 1.427.500.000
operasional

b. Penyusutan 6.405.086 6.405.086 32.025.429

c. Angsuran
50.000.000 25.000.000 150.000.000
pokok

d. Bunga bank 4.500.000 2.250.000 13.500.000

Jumlah 346.405.086 319.155.086 1.623.025.429

Laba sebelum
178.594.914 205.844.914 1.001.974.571
pajak

e. Pajak 15% 26.789.237 30.876.737 150.296.186

3 Laba rugi 151.805.677 174.968.177 851.678.386

4 Profit margin % 28.92% 33.33% 32,44%

BEP (nilai
133.508.017 73.774.196 428.604.802
penjualan)

BEP (produksi
5.340 2.951 17.144
minyak)

BEP Rp/kg
berdasarkan

- Biaya
13.595 13.595 67.976
operasional

- Total biaya 16.495 15.198 77.287

Sumber: Lampiran 8
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Proyeksi arus kas usaha penyulingan minyak daun cengkeh selama 5
tahun secara lengkap dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.8. Berdasarkan
proyeksi arus kas, jumlah inflow adalah Rp 525.000.000,- pada tahun
pertama sampai tahun keempat. Pada tahun kelima ada tambahan berupa
nilai sisa sebesar Rp 8.012.857,- sehingga total inflow menjadi Rp
533.012.857,-.

Tabel 5.8. Proyeksi Arus Kas Usaha Minyak Daun Cengkeh

No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2-3 Tahun 5

1 Inflow

a.
0 525.000.000 525.000.000 525.000.000
Pendapatan

b. Dana
279.274.000
sendiri

c. Kredit
25.000.000
investasi

d. Kredit
25.000.000
modal kerja

e. Nilai sisa 8.012.857.14

Jumlah 329.274.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857

Inflow untuk
0 525.000.000 525.000.000 533.012.857
IRR

2 Outflow

a. Biaya
43.774.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000
investasi

b. Biaya
285.500.000
modal kerja
c. Biaya
0 285.500.000 285.100.000 285.100.000
operasional

d. Angsuran
0 50.000.000 25.000.000 25.000.000
pokok

e. Biaya
0 4.500.000 2.250.000 2.250.000
bunga bank

f. Pajak 15% 0 26.789.237 30.876.737 30.876.737

Jumlah 329.274.000 372.039.237 348.476.737 348.476.737

Outflow
329.274.000 317.539.237 321.226.737 321.226.737
untuk IRR

Total
3 0 152.960.763 176.523.263 184.536.120
cashflow

Kumulatif
4 0 152.960.763 329.484.026 867.066.671
cashflow

Cashflow -
5 207.460.763 203.773.263 211.786.120
untuk IRR 329.274.000

Sumber: Lampiran 9
Untuk menganalisis kelayakan usaha pengolahan minyak daun
cengkeh, dapat dihitung nilai Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-
Cost Ratio, dan Net Present Value (NPV). Perhitungan PBP proyek tidak
ditampilkan karena proyek telah menghasilkan keuntungan pada tahun
pertama dilaksanakan. Payback Period (PBP) untuk kredit tidak dihitung
karena kredit, baik untuk modal investasi maupun modal kerja, lunas
dalam satu tahun (jangka waktu kredit 1 tahun). Nilai IRR sebesar 55,66
persen mengimplikasikan bahwa proyek ini layak sampai tingkat bunga
mencapai 55,66 persen. Dengan menggunakan discount rate 18 persen,
Net B/C ratio memiliki nilai 1,96. Karena Net B/C Ratio > 1 maka usaha ini
layak untuk dilaksanakan. Net Present Value juga bernilai positif, yaitu Rp
314.587.336,16 sehingga proyek layak dilaksanakan. Hasil proyeksi
kelayakan usaha ditunjukkan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh
Kriteria Kelayakan Nilai
IRR 55,66%
Net B/C ratio DF 18% 1,96
Rp
NPV DF 18% 314.587.336,16

Sumber: Lampiran 10

Analisa Sensitivitas
Dalam analisis kelayakan proyek, banyak asumsi yang digunakan.
Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan
berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji
sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya
operasional, digunakan beberapa skenario.
Skenario 1. Usaha mengalami penurunan pendapatan sedangkan biaya-
biaya dan komponen lain tetap. Penerimaan dapat menurun jika terjadi
penurunan hasil produksi dan permintaan konsumen.
Skenario 2. Biaya operasional mengalami kenaikan yang mungkin dapat
terjadi karena kenaikan harga bahan baku atau peralatan lainnya. Pada
kondisi ini diasumsikan komponen lainnya termasuk pendapatan adalah
tetap (konstan).
Skenario 3. Skenario ketiga ini merupakan gabungan dari skenario 1 dan
2, yaitu diasumsikan pada saat bersamaan pendapatan mengalami
penurunan dan biaya operasional mengalami kenaikan.
Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 1
Pendapatan Turun
Kriteria Kelayakan
19% 20%
IRR 18,38% 16,18%
Net B/C ratio DF 18% 1,01 0,959
- Rp
NPV DF 18% Rp 2.879.998,16 13.537.649,70
Sumber: Lampiran 12 dan 14
Tabel 5.11. Hasil analisis Sensitivitas Usaha Skenario 2
Biaya Operasional Naik
Kriteria Kelayakan
35% 36%
IRR 18,32% 17,13%
Net B/C ratio DF 18% 1,007 0,980
NPV DF 18% Rp 2.423.931,76 - Rp 6.495.022,65
Sumber: Lampiran 16 dan 18
Tabel 5.12. Hasil analisis Sensitivitas Usaha Skenario 3
Pendapatan Turun dan
Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik
12% 13%
IRR 19,45% 16,06%
Net B/C ratio DF 18% 1,033 0,956
NPV DF 18% Rp 10.898.352,06 - Rp 14.435.123,04
Sumber: Lampiran 20 dan 22
Berdasarkan Tabel 5.10 tampak bahwa pada skenario pertama
dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan, sampai penurunan hingga
19%, usaha minyak daun cengkeh ini masih layak untuk dilaksanakan.
Pada saat pendapatan turun hingga 20%, usaha ini mulai tidak layak
untuk dilaksanakan. Pada Skenario 2 (Tabel 5.11), ditunjukkan bahwa
kenaikan biaya operasional hingga 35 persen masih layak untuk usaha ini
dan tidak layak pada kenaikan biaya operasional hingga 36%. Perlu
diketahui bahwa biaya operasional usaha penyulingan minyak daun
cengkeh ini sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku yang merupakan
81 persen dari total biaya operasional. Pada skenario 3 yang diasumsikan
terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional hingga
13%, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR, Net B/C
ratio, dan NPV secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.10, Tabel 5.11
dan Tabel 5.12.
Aspek Sosial EkonomiUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh
Usaha penyulingan minyak daun cengkeh merupakan merupakan
komoditi yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Meskipun
kontribusinya relatif rendah dibandingkan komoditi yang lain, namun
setidaknya ekspor minyak daun cengkeh ini telah memberikan pemasukan
devisa di atas satu juta dolar per tahun sejak tahun 1988. Rendahnya nilai
ekspor ini disebabkan karena rendahnya hasil produksi yang sangat
dipengaruhi oleh musim. Dari sisi permintaan, permintaan minyak daun
cengkeh masih tinggi sehingga peluang untuk mengembangkan dan
membuka usaha penyulingan minyak daun cengkeh di daerah lain di
Indonesia masih memiliki potensi pasar yang terbuka luas.
Dari aspek ketenagakerjaan, usaha penyulingan minyak daun
cengkeh ini tidak menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak. Tetapi
memiliki pengaruh ke belakang (backward effect) setidaknya pada usaha
pembuatan peralatan dan petani cengkeh yang menjadi pemasok bahan
baku. Usaha ini pun memiliki nilai tambah yang tinggi.
Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh
masyarakat sekitar di pedesaan yang umumnya petani dan memiliki
dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi
mereka. Dengan berkurangnya pengangguran secara langsung akan
berdampak pada kondisi sosial masyarakat seperti penurunan tingkat
kriminalitas.
Aspek Dampak LingkunganUsaha Penyulingan Minyak Daun
Cengkeh
Usaha pengolahan minyak daun cengkeh menghasilkan limbah cair
yang tidak berbahaya dan dapat ditoleransi lingkungan. Limbah cair
tersebut adalah air sisa penyulingan. Jika proses pemisahan air dan
minyak daun cengkeh berlangsung dengan sempurna, maka air yang
tersisa tidak berdampak buruk pada lingkungan. Limbah padat yang lain
adalah abu daun kering sisa pembakaran yang dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk. Secara umum, usaha penyulingan minyak daun cengkeh
ini termasuk usaha yang ramah lingkungan.
Lampiran 1 : Asumsi & Parameter untuk Analisis Keuangan
Pengolahan Minyak Daun Cengkeh

No Asumsi Satuan Jumlah/nilai Keterangan


1 Periode proyek tahunan 5 Periode proyek 5 tahun
2 Luas tanah m2 350 Termasuk dua kolam pendingin
- Luas kolam pendingin m2 60 Terdiri dari dua kolam
3 Harga minyak daun cengkih Rp/kg 25.000
4 Tenaga kerja
a. Tetap (dalam keluarga) orang 2
b. Tidak tetap (luar keluarga)
- Penyulingan orang 3 Untuk satu kali suling per ketel
5 Upah tenaga kerja borongan Rp/kg 1.750
6 Harga bahan baku
- Harga daun cengkeh kering Rp/kg 300
7 Discount Rate persen 18
8 Hari kerja bulan/tahun 6
9 Kapasitas usaha kg/hari 140
10 Jumlah bahan baku Kg/hari 5.200

Lampiran 2 : Biaya Investasi Usaha Pengolahan Minyak Daun


Cengkeh

Jumlah Harga/ Nilai Umur Penyusu


No Jenis Biaya Satuan
Fisik Satuan Rp Ekonomis Rp
1 Perijinan (HO) 200.000
2 Sewa tanah m2/thn 350 18.750 5.250.000 1
Konstruksi kolam pendingin
3 (10x3x1)m unit 2 1.000.000 2.000.000 10 200
4 kontruksi bangunan 1 12.000.000 12.000.000 7 1.714
5 kontruksi tungku 2 200.000 400.000 10 40
6 Peralatan utama
- Ketel unit 2 10.150.000 20.300.000 5 4.060
7 Peralatan lainnya
- garu unit 2 15.000 30.000 5 6
- corong minyak unit 2 10.000 20.000 5 4
- sekop 2 12.000 24.000 5 4
8 Jerigen unit 5 17.000 85.000 5 17
9 Timbangan 1 kwintal unit 1 400.000 400.000 10 40
10 Kain penyaring unit 1 125.000 125.000 5 25
11 Pipa m 70 35.714 2.500.000 10 250
12 Drum plastik unit 4 110.000 440.000 10 44

Jumlah biaya investasi 43.774.000 6.405

Sumber biaya investasi


a. Kredit 57,11% 25.000.000
b. Dana sendiri 42,89% 18.774.000
Jumlah 43.774.000

Lampiran 3 : Biaya Operasional Usaha Pengolahan Minyak Daun


Cengkeh

No Jenis biaya Sat Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan


1 Bahan Baku
Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.0
2 Biaya Bahan Bakar Awal Rp 400.000
3 Tenaga kerja
a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.0
b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.0
4 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.0
5 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.0
6 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.0
7 Biaya pemeliharaan Rp 100.0
Jumlah Rp 47.900.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.0

1 Bahan Baku
Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.0
2 Tenaga kerja
a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.0
b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.0
3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.0
4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.0
5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.0
6 Biaya pemeliharaan Rp 100.0
Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.0

1 Bahan Baku
Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.0
2 Tenaga kerja 0 0 0 0 0
a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.0
b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.0
3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.0
4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.0
5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.0
6 Biaya pemeliharaan Rp 100.0
Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.0
1 Bahan Baku
Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.0
2 Tenaga kerja
a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.0
b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.0
3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.0
4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.0
5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.0
6 Biaya pemeliharaan Rp 100.0
Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.0

1 Bahan Baku
Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.0
2 Tenaga kerja
a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.0
b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.0
3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.0
4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.0
5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.0
6 Biaya pemeliharaan Rp 100.0
Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.0

Sumber biaya operasional


a. Kredit 6 bulanan 9% 25.000.000
b. Dana sendiri untuk 6 bulan 91% 260.500.000
Jumlah 285.500.000

Lampiran 4: Sumber Dana untuk Investasi dan Modal Kerja 6 bln


No Rincian Biaya Proyek Total Biaya
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit 25.000.000
b. Dana sendiri 18.774.000
Jumlah dana investasi 43.774.000

2 Dana modal kerja yang bersumber dari


a. Kredit 25.000.000
b. Dana sendiri 260.500.000
Jumlah dana modal kerja 285.500.000

3 Total dana proyek yang bersumber dari


a. Kredit 50.000.000
b. Dana sendiri 279.274.000
Jumlah dana proyek 329.274.000

Lampiran 5 : Perhitungan Angsuran Kredit


Jangka waktu kredit 1semester
Bunga per 6 bulan 18%flat
Jumlah angsuran 6bulan

A. Pembayaran Angsuran Kredit Investasi


Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo
Tahun Periode Kredit
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
Tahun 0 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Tahun 1 Bulan 1 4.166.667 375.000 4.541.667 25.000.000 20.833.333
Bulan 2 4.166.667 375.000 4.541.667 20.833.333 16.666.667
Bulan 3 4.166.667 375.000 4.541.667 16.666.667 12.500.000
Bulan 4 4.166.667 375.000 4.541.667 12.500.000 8.333.333
Bulan 5 4.166.667 375.000 4.541.667 8.333.333 4.166.667
Bulan 6 4.166.667 375.000 4.541.667 4.166.667 0
1 Semester 25.000.000 2.250.000 27.250.000

B. Pembayaran Angsuran Kredit Modal Kerja Jangka Waktu 6 Bulan per tahun
Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo
Tahun Periode Kredit
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
Tahun 0 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Tahun 1 Bulan 1 4.166.667 375.000 4.541.667 25.000.000 20.833.333
Bulan 2 4.166.667 375.000 4.541.667 20.833.333 16.666.667
Bulan 3 4.166.667 375.000 4.541.667 16.666.667 12.500.000
Bulan 4 4.166.667 375.000 4.541.667 12.500.000 8.333.333
Bulan 5 4.166.667 375.000 4.541.667 8.333.333 4.166.667
Bulan 6 4.166.667 375.000 4.541.667 4.166.667 0
1 Semester 25.000.000 2.250.000 27.250.000

C. Jumlah Pembayaran Angsuran Kredit (Investasi dan Modal Kerja)


Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo
Tahun Periode Kredit
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
Tahun 0 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Tahun 1 Bulan 1 8.333.333 750.000 9.083.333 50.000.000 41.666.667
Bulan 2 8.333.333 750.000 9.083.333 41.666.667 33.333.333
Bulan 3 8.333.333 750.000 9.083.333 33.333.333 25.000.000
Bulan 4 8.333.333 750.000 9.083.333 25.000.000 16.666.667
Bulan 5 8.333.333 750.000 9.083.333 16.666.667 8.333.333
Bulan 6 8.333.333 750.000 9.083.333 8.333.333 0
1 Semester 50.000.000 4.500.000 54.500.000 0 0

Lampiran 6 : Produksi dan Penjualan Minyak Daun Cengkeh

Produksi tahun 1 s/d 5

Hasil Produksi
Tahun
Kg Rupiah
1 21.000 525.000.000
2 21.000 525.000.000
3 21.000 525.000.000
4 21.000 525.000.000
5 21.000 525.000.000

Nilai Sisa
Nilai Sisa Tahun 5 8.012.857,14

Lampiran 8 : Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Minyak Daun


Cengkeh

Pajak 15%

No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Jumlah


1 Pendapatan 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 2.625.000.

2 Pengeluaran
a. Biaya operasional 285.500.000 285.500.000 285.500.000 285.500.000 285.500.000 1.427.500.
b. Penyusutan 6.405.086 6.405.086 6.405.086 6.405.086 6.405.086 32.025.
c. Angsuran pokok 50.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 150.000.
d. Bunga bank 4.500.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 13.500.
Jumlah 346.405.086 319.155.086 319.155.086 319.155.086 319.155.086 1.623.025.
Laba sebelum pajak 178.594.914 205.844.914 205.844.914 205.844.914 205.844.914 1.001.974.
e. Pajak 15% 26.789.237 30.876.737 30.876.737 30.876.737 30.876.737 150.296.

3 Laba rugi 151.805.677 174.968.177 174.968.177 174.968.177 174.968.177 851.678.

4 Profit margin % 28,92% 33,33% 33,33% 33,33% 33,33% 32,4

BEP (nilai penjualan) 133.508.017 73.774.196 73.774.196 73.774.196 73.774.196 428.604.


BEP (produksi minyak daun
cengkeh) 5.340 2.951 2.951 2.951 2.951 17.
BEP Rp/kg berdasarkan
- Biaya operasional 13.595 13.595 13.595 13.595 13.595 67.
- Total biaya 16.495 15.198 15.198 15.198 15.198 77.

Lampiran 9 : Proyeksi Arus Kas dan Analisis Kelayakan Usaha


Pengolahan Minyak Daun Cengkeh

No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5


1 Inflow
a. Pendapatan 0 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000
b. Dana sendiri 279.274.000
c. Kredit investasi 25.000.000
d. Kredit modal kerja 25.000.000

e. Nilai sisa 8.012.857.14


Jumlah 329.274.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857
Inflow untuk IRR 0 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857
2 Outflow
a. Biaya investasi 43.774.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000
b. Biaya modal kerja 285.500.000
c. Biaya operasional 0 285.500.000 285.100.000 285.100.000 285.100.000 285.100.000
d. Angsuran pokok 0 50.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
e. Biaya bunga bank 0 4.500.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
f. Pajak 15% 0 26.789.237 30.876.737 30.876.737 30.876.737 30.876.737
Jumlah 329.274.000 372.039.237 348.476.737 348.476.737 348.476.737 348.476.737
Outflow untuk IRR 329.274.000 317.539.237 321.226.737 321.226.737 321.226.737 321.226.737
3 Total cashflow 0 152.960.763 176.523.263 176.523.263 176.523.263 184.536.120
4 Kumulatif cashflow 0 152.960.763 329.484.026 506.007.289 682.530.551 867.066.671
-
5 Cashflow untuk IRR 329.274.000 207.460.763 203.773.263 203.773.263 203.773.263 211.786.120

Lampiran 10: Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV


IRR 55,66%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.645.267.279,70
- Cost DF 18% 1.330.679.943,54
B/C ratio DF 18% 1,24
Net B/C ratio 1,96
NPV DF 18% 314.587.336,16

Lampiran 12 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, dan Net B/C Ratio dan NPV
IRR 18,38%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.333.331.970,36
- Cost DF 18% 1.330.451.972,21
B/C ratio DF 18% 1,002
Net B/C ratio 1,009
NPV DF 18% 2.879.998,16

Lampiran 14 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio


dan NPV
IRR 16,18%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.316.914.322,50
- Cost DF 18% 1.330.451.972,21
B/C ratio DF 18% 0,990
Net B/C ratio 0,959
NPV DF 18% (13.537.649,70)

Lampiran 16 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV


IRR 18,32%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.645.267.279,70
- Cost DF 18% 1.642.843..347,94
B/C ratio DF 18% 1,001
Net B/C ratio 1,007
NPV DF 18% 2.423.931,76

Lampiran 18 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV


IRR 17,13%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.645.267.279,70
- Cost DF 18% 1.651.762.302,35
B/C ratio DF 18% 0,996
Net B/C ratio 0,980
NPV DF 18% (6.495.022,65)

Lampiran 20 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV


IRR 19,45%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.448.255.505,38
- Cost DF 18% 1.437.357.153,33
B/C ratio DF 18% 1,008
Net B/C ratio 1,033
NPV DF 18% 10.898.352,06

Lampiran 22 : Analisis Kelayakan

Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV


IRR 16,06%
B/C Ratio
- Benefit DF 18% 1.431.837.857,52
- Cost DF 18% 1.446.272.980,57
B/C ratio DF 18% 0,990
Net B/C ratio 0,956
NPV DF 18% (14.435.123,04)
Daftar Pustaka

Bugno, A., Nicoletti, M.A., Almodovar, A.A.B, Pereira, T.C., and


Auricchio, M.T. 2007. Antimicrobial effi cacy of Curcuma
zedoaria extract as assessed by linear regression compared
with commercial mouthrinses, Braz. J. Microbiol. Vol.38
no.3.\

Dewi. 2013. Bab IV Pembuatan Minyak Atsiri.


https://dewismkn1tmg.wordpress.com/2013/04/12/bab-iv-
pembuatan-minyak-atsiri/ diakses pada tanggal 27 Februari
2016
Feriyanto, Hadi. 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan
Minyak Atsiri.
http://bbppketindan.bbppsdmp.pertanian.go.id/blog/peluang-
dan-tantangan-pengembangan-minyak-atsiri diakses pada
hari Kamis 7 April 2016
Ficker, C.E., Smith, M.L., Susiarti, S., Leaman, D.J., Irawati, C., and
Arnason, J.T. 2003. Inhibition of human pathogenic fungi by
members of Zingiberaceae used by the Kenyah (Indonesian
Borneo), Journal of Ethnopharmacology, Vol. 85, Issue 2-3,
p. 289-293.
Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri
Melalui Proses Pemurnian, Balai Besar Litbang Pascapanen
Pertanian, Bogor.
Kim, S.G., Kim, Y.H., Seo, J.A et al., 2005. Relationship between
serum adiponectin concentration, pulse wave velocity and
non-alcohol ic fatty liver disease. Eur J Endocrinol; 152: 225-
31.
Lutony, T.L., dan Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan
Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 2.
Muhamed, N.A (2005) Study On Important Parametrs Affecting The
Hydro-Distillation For Ginger Oil Production, Master Thesis,
Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering,University Teknologi Malaysia.
Saraswati, Riana. 2015. Minyak Atsiri.
http://www.rianasaraswati.com/minyak-atsiri/ diakses pada
hari Selasa 5 April 2016
Sianipar, Mindo S, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan
Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba
Fiskal pada PT Indograha Nusa Sarana Medan, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pasto. D. J, 1992,Experiments and Techniques in Organic
Chemistry, New Jersey,Prentice Hall, Englewood Cliffs
Wilson, B., Abraham, G., Manju, V.S., Mathew, M., Vimala, B.,
Sundaresan, S., and Nambisan, B. 2005. Antimicrobial
Activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica
tubers, Journal of Ethnopharmacology, Vol. 99, Issue 1, 147-
151.
https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-
pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/ diakses pada
hari Selasa 5 April 2016
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr285068.pdf
Wikipedia. 2016. Minyak Atsiri.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri diakses pada hari
Rabu 6 April 2016
https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/
https://zenithtaciaibanez.wordpress.com/category/bioprocess-
engineering/
http://heropurba.blogspot.ae/?m=1:
https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-
pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/
http://agribisnis.deptan.go.id/
(http://www.kabblitar.go.id/).
https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri
http://lansida.blogspot.co.id/2012/06/apakah-minyak-atsiri-itu.html
http://manfaat.co.id/manfaat-minyak-atsiri
http://atsiri-magelang.blogspot.co.id/2012/04/minyak-atsiri-antara
manfaat-dan.html
https://widhaaprilandini.wordpress.com/2010/12/30/minyak-atsiri/
http://andrewopunk.blogspot.co.id/2010_07_01_archive.html
https://www.goodreads.com/author_blog_posts/6112104-mengenal
pengemasan-produk-bahan-makanan

Anda mungkin juga menyukai