Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL

Formulasi Sediaan Parfum Minyak Atsiri dari Akar Wangi (Vetiveria


zizanoides L. Nash)

Disusun oleh : Kelompok 4

Indah Permata Sari (31115081) Mutia Maregianti (31116078)


Hera Megautami (31116070) Nopi Yanti (31116080)
Indah Cantika (31116072) Ramadhana Bhakti (31116082)
Laila Suntari (31116074) Rhima Ramadhanty (31116083)
Missty Afnicha Muhni (31116076) Risa Tsania Rahmah (31116086)
(31116145)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Formulasi Sediaan Parfum Eau De
Toilet Minyak Atsiri Akar Wangi (Vetiveria zizanoides L. Nash)”.
Penyusunan proposal penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
Bahan Alam Farmasi. Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari
banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Hendy Suhendy, M.Si dan Diana Sri Zustika, M.Si selaku dosen matakuliah
Bahan Alam Farmasi;
2. Ihsan Meliyandi, S.Farm., Apt dan Lena Siti Nurjanah, S. Farm selaku asisten
dosen matakuliah Bahan Alam Farmasi;
3. Teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan
semangat

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis sangat menyadari bahwa proposal
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik ditinjau dari isi maupun sistematika
penulisannya. Dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf sebesar - besarnya atas
segala kekurangan dan kekhilafan.
Penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tasilmalaya, September 2018

Peneliti

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR······························································i

DAFTAR ISI·········································································ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang···································································1

1.2 Identifikasi Masalah·····························································2

1.3 Batasan Masalah·································································2

1.4 Rumusan Masalah································································2

1.5 Tujuan Penelitian·································································2

1.6 Manfaat Penelitian·······························································2

1.7 Kerangka Pemikiran·····························································2

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian···················································4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Akar Wangi ··························································6

2.1.1 Morfolologi Akar Wangi·····················································6

2.1.2 Klasifikasi Akar Wangi·······················································7

2.1.3 Kandungan Kimia Akar Wangi··············································7

2.1.4 Khasiat Akar Wangi···························································8

2.2 Minyak Atsiri Akar Wangi·····················································8

2.3 Destilasi···········································································9

2.4 Sediaan Parfum···································································13

II
2.4.1 Pemerian Bahan································································16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan···································································17

3.2 Prosedur Penelitian······························································17

3.2.1 Road Map Penelitian··························································19

3.4 Formulasi Parfum································································19

3.4.1 Prosedur Pembuatan Sediaan·················································20

3.4.2 Evaluasi Sediaan·······························································21

DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri parfum belakangan ini cukup meningkat pesat. Dalam


20 tahun terakhir ini terjadi peningkatan yang pesat pada produksi parfum. Bahkan
industri parfum di Indonesia diperkirakan dapat memperoleh hasil penjualan sebesar
25-30 juta USD per tahun (Burr. 2008). Hal ini mendorong pengusaha untuk
memproduksi parfum dengan kualitas yang baik tetapi biaya produksi yang lebih
murah (Evy & Zulkarnain 2012). Berbagai cara dilakukan oleh pengusaha dalam
meningkatkan kualitas parfum. Kualitas parfum dapat ditentukan dengan daya tahan
lama aroma parfum dan kejernihan parfum (Wolfgang & Klaus 2007).
Setelah Haiti di belahan Amerika Tengah, Indonesia adalah penghasil minyak
akar wangi (Vetiveria zizanoides L. Nash) terbesar dunia saat ini. Sementara,
Kabupaten Garut, Jawa Barat, adalah penghasil minyak akar wangi di Tanah Air. Tak
mengherankan, bila keberadaan minyak akar wangi Garut masih memainkan peran
penting dalam penentuan harga komoditas tersebut.
Tanaman akar wangi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan
Indonesia yang potensial. Tanaman ini sejenis tanaman padi yang dapat tumbuh
sepanjang tahun, dan sudah dikenal sebagai sumber wangi-wangian. Salah satu cara
pengolahan akar wangi yaitu dengan melakukan proses penyulingan akar, yang akan
menghasilkan minyak akar wangi atau minyak atsiri (Java vetiver oil). Minyak atsiri
dapat digunakan sebagai obat, bahan pembuatan parfum, kosmetik, sabun, dan lain-
lain. Dari proses penyulingan minyak atsiri ini menghasilkan limbah padat akar
wangi yang sudah tidak memiliki aroma, biasanya hanya dibiarkan menumpuk,
dibuang begitu saja ataupun dijadikan bahan bakar untuk proses penyulingan
selanjutnya (Ardi,2010).
Tanaman akar wangi (Vetiveria Zizanioides) adalah salah satu tanaman langka
di dunia, dan hanya tiga negara yang mampu memproduksi tanaman ini dengan baik,

1
yaitu Bourbone, Haiti dan Indonesia. Di Indonesia tanaman akar wangi tumbuh subur
di Garut, karena lapisan tanahnya sering terlapisi oleh abu vulkanik dan suhu
udaranya rata-rata berkisar antara 17-27°C, sehingga tanaman akar wangi dapat
tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Daerah di Kabupaten Garut yang ditetapkan
menjadi pusat akar wangi diantaranya kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu
dan Leles (Haryadi : 2013).
Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan baku yang penting untuk
parfum. Minyak ini dalam parfum menghasilkan bau kuat yang menyenangkan dan
tahan lama sekaligus berfungsi sebagai fiksatif alamiah.Namun, jika pemakaiannya
berlebihan dapat mengakibatkan kesan bau woody. Minyak akar wangi baik untuk
campuran dengan minyak atsiri lain terutama minyak cendana, nilam dan mawar.
Minyak ini mempunyai aroma yang lembut dan halus disebabkan oleh senyawa ester,
asam vetivenat, vetiveron serta vetiverol yang saat ini belum dapat dibuat senyawa
sintesisnya. Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang
mengandung campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks.
Minyak ini termasuk jenis minyak atsiri yang kental dengan laju volatilitas yang
rendah. (Guenther, 1987)
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak ateris (aetheric oil), minyak
esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok minyak nabati
yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-
wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. (Guenther, E, 1987).
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak faktor.
Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: murah dan mudah diperoleh,
stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah
terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Dalam metode ekstraksi
bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.Maserasi merupakan suatu metode
ekstraksi menggunakan lemak panas.Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah
digantikan dengan pelarut-pelarut volatil.Penekanan utama pada maserasi adalah

2
tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi
(Guether, 1987).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara pembuatan parfum dari simplisia akar wangi (Vetiveria


zizanoides L. Nash) dengan metode destilasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Dapat mengetahui cara pembuatan parfum dari simplisia akar wangi (Vetiveria
zizanoides L. Nash) dengan metode destilasi yang di ambil minyak atsirinya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat pada penelitian ini adalah:

1. Dapat mengetahui cara pengambilan minyak atsiri melalui proses destilasi


2. Dapat mengolah minyak atsiri dari ekstrak akar wangi (Vetiveria zizanoides L.
Nash) untuk dijadikan parfum.

1.5 Metode Penelitian

Pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu, preformulasi, destilasi uap
air, penentuan kualitas minyak atsiri, penyusunan formula parfum, pembuatan
sediaan parfum, dan evaluasi sediaan parfum.

1.6 Kerangka Pemikiran

Tanaman akar wangi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia
yang potensial. Tanaman ini sejenis tanaman padi yang dapat tumbuh sepanjang

3
tahun, dan sudah dikenal sebagai sumber wangi-wangian. Salah satu cara pengolahan
akar wangi yaitu dengan melakukan proses penyulingan akar, yang akan
menghasilkan minyak akar wangi atau minyak atsiri (Java vetiver oil).

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Laboratorium Farmakognosi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai bulan Desember 2018.

Tabel 1.1. Jadwal Penelitian

September Oktober November


No Kegiatan Minggu-ke Minggu-ke Minggu-ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan proposal ~
2. Pengumpulan Akar
Wangi (Vetiveria ~
zizanoides L. Nash)
2. Sortasi basah,
pengeringan dan
pembuatan serbuk ~
simplisia
3. Skrining serbuk
simplisia dan Destilasi ~
4. Pembuatan Parfum
~
5. Uji Evaluasi Parfum ~
6. Penyusunan Laporan
Penelitian ~

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akar Wangi (Veriveria zizanoides L. Nash)


2.1.1. Tanaman Akar Wangi
Tanaman akar wangi adalah tanaman rumput menahun yang membentuk rumpun
yang besar, padat dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, beraroma, bercabang-
cabang, memiliki rimpang dan sistem akar serabut yang dalam. Rumpun tumbuh
hingga mencapai tinggi 1-1,5 m, berdiameter 2-8 mm. Daun berbentuk garis, pipih,
kaku dan permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk)
terminal, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm; ruas yang terbentuk antara
tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak
menebal (Anonim, 2009).
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang biasa
disebut vetiver oil. Minyak ini banyak digunakan dalam pembuatan parfum,
kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga.
Minyak vetiver mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam
vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian, 1989).

(Gambar 1. Tanaman akar wangi)

2.1.2. Morfologi

6
Salah satu spesies dari tanaman genus Vetiveria adalah Vetiveria zizainoides. Di
Indonesia, spesies Vetiveria zizainoides lebih dikenal dengan nama akar wangi.
Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanoides) merupakan rumput yang tumbuh setiap
tahun, memiliki tinggi hingga 1 meter, batang lunak, beruas - ruas dan berwarna
putih, tumbuh subur di daerah Garut, Jawa Barat yang merupakan daerah vulkanik.
Vetiveria zizainoides yang tumbuh subur di daerah Garut memiliki kandungan
minyak atsiri lebih banyak apabila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Vetiveria zizainoides memiliki daun tunggal, bentuk pita dan ujung runcing, pelepah
memeluk batang, warna hijau keputih-putihan, perbungaan bentuk bulir di ujung
batang. Buah tanaman akar wangi seperti buah padi, berduri, berwarna putih kotor.
Akar termasuk akar serabut berwarna kuning (Anonim, 2006).

2.1.3. Klasifikasi

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi Akar wangi dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :

Regnum : Plantae
Divisio : SpermatophytaSub
Divisio : Monocotyledone
Ordo : Graminales
Family : Graminae
Genus : Vetiveria
Spesies : Vetiveria zizanioides Stapf

2.1.4. Kandungan Kimia Akar Wangi


2.1.4.1. Kandungan Utama
Tanaman genus Vetiveria merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri.
(Champagnat dkk, 2008). Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal
dari genus Vetiveria sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik, turunan

7
hidrokarbon teroksigenasi dan hidrokarbon aromatik. Komponen utama dari minyak
atsiri akar wangi adalah senyawa golongan seskuiterpen (30-40 %), seskuiterpenol
(18-25 %) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, vetiverol, furfurol, α
dan β vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Anon, 2006; Kamal and Ashok,
2006; Emmyzar et al., 2000).
2.1.4.2. Kandungan Minyak Atsiri

Minyak atsiri akar wangi merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial.
Biasanya dipakai secara meluas pada pembuatan parfum, bahan kosmetika dan
sebagai bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi selain sebagai pengikat, juga
memberikan bau wangi menyenangkan, tahan lama, dan keras. Karena baunya yang
keras itu, maka pemakaiannya harus memperhatikan dosis. Jika dosisnya berlebihan
justru memberikan kesan bau yang tidak enak. Itulah sebabnya, seringkali
penggunaan minyak akar wangi ini dicampur dengan minyak nilam, minyak mawar,
dan minyak “sandalwood”. (Hieronymus Budi. S, 1993)

2.1.5. Sifat dan Khasiat

Penelitian terakhir dari tanaman Vetiveria zizainoides India menunjukkan bahwa


senyawa yang terkandung dalam akar Vetiveria zizainoides memiliki sifat biologis
yang dapat diaplikasikan sebagai antijamur, antioksidan, antikanker, anti-inflamasi,
antibakteri, dan fungisida. Ekstrak minyak atsiri yang hangat dan berbau harum dari
tanaman ini dilaporkan mampu meningkatkan cita rasa makanan dan telah digunakan
sebagai aromaterapi untuk penderita cacat mental dan antidiarheal untuk anak-anak-
anak (Danha, 2009).
Minyak atsiri dari akar Vetiveria zizainoides yang berasal dari Italia secara luas
telah digunakan sebagai bahan baku parfum, antibakteri, antijamur dan
antiinsektisida, sedangkan minyak atsiri dari akar Vetiveria nigritana Italia telah
diaplikasikan sebagai bahan baku parfum dan antibakteri. Secara tradisional, minyak
atsiri dari Vetiveria zizainoides Italia telah digunakan untuk meningkatkan rasa air

8
minum dan menghilangkan bakteri pathogen. Vetiveria nigritana Italia berpotensi
sebagai antidiarheal untuk anak-anak. (Massardos, dkk., 2005).

Menurut penelitian, senyawa eremophilane, eudesmane yang telah diisolasi dari


Vetiveria zizainoides Haiti berperan penting dalam aplikasi antimikroba (Adams,dkk.,
2004) Selain itu salah satu senyawa kimia dari Vetiveria zizainoides Haiti yang
berhasil diidentifikasi dari golongan siskuiterpen adalah nootkatone. Senyawa ini
bersifat toksik sebagai pembasmi rayap, kecoa dan semut merah. Senyawa
nootkatone dapat digunakan sebagai pestisida ramah lingkungan serta mampu
menghambat perkecambahan dan pertumbuhan beberapa spesies gulma (Henderson
dkk, 2006).

2.1.6. Ekstraksi

Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut
kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara
difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus
kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang
memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan (Sudjadi,
1988).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.
Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:
2.1.6.1. Ekstraksi secara dingin
a) Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk

9
menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1988).
b) Soxhletasi, merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati
pipa sifon (Sudjadi, 1988).

Keuntungan metode ini adalah :

1) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
2) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
3) Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

Kerugian dari metode ini :

a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah
bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh
panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya
dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan
volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan
pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh
alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk
pergerakan uap pelarut yang efektif (Sudjadi, 1988).

Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran
azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut,

10
misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan,
karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam
wadah (Sudjadi, 1988).

c) Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk


simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan
langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya
adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan
metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak
melarutkan komponen secara efisien (Sutriani,L . 2008).
2.1.6.2. Ekstraksi secara panas
a. Metode refluks

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-


sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya
adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari
operator (Sutriani,L . 2008).

b. Metode destilasi uap

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak


menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan
untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung
komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal
(Sutriani, L. 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini
berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi.
Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan
sebaliknya (Sutriani,L . 2008).

11
2.1.6.3. Destilasi
Minyak atsiri dapat diisolasi dengan metode destilasi. Destilasi adalah suatu
proses yang terdiri atas beberapa tahap yang mengubah suatu senyawa menjadi
bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan
menampung hasil kondensasi ke dalam suatu penampung (Kristanti, N.A., 2006).
Metode destilasi minyak atsiri ada tiga macam yaitu:

a. Destilasi dengan Air


Prinsip metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan
didestilasi kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas
air atau terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang
didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi
minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap beberapa
komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Proses
hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh
sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri, melainkan juga dipengaruhi
oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan metode destilasi dengan air adalah
adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu tinggi menyebabkan proses hidrolisa
relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan
berkurang sedangkan keuntungannya adalah metode destilasi dengan air baik untuk
menyuling bunga-bunga atau bahan yang mudah menggumpal jika terkena panas
(Ketaren, 1987).
Peralatan pada metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) pada umumnya terdiri
dari tiga bagian utama. Tiga bagian utama tersebut adalah alat penyulingan,
pendingin dan penampung kondensat. Kondensat mengalir dari pendingin ke
penampung kondensat dan akan terlihat minyak atsiri yang dihasilkan akan terpisah
dari air dengan sendirinya, karena berat jenis minyak atsiri lebih ringan dari pada air
(Sastrohamidjojo, 2004).

b. Destilasi dengan air dan uap

12
Prinsip destilasi dengan air dan uap adalah bahan diletakkan diatas saringan
berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di
bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh
yang basah dan bertekanan. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan
basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Selain itu, bahan yang didestilasi hanya
berhubungan dengan uap dan tidak berhubungan dengan air panas. Metode destilasi
ini cocok digunakan untuk mengisolasi minyak dari daun atau rumput-rumputan.
Keuntungan menggunakan sistem tersebut adalah uap dapat berpenetrasi secara
merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai suhu 100ºC
sehingga rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan
dengan minyak hasil penyulingan dengan air dan bahan yang disuling tidak dapat
menjadi gosong. Kerugiannya adalah perpanjangan waktu penyulingan
menyebabkan pembasahan bahan oleh kondensasi uap dan penggumpalan bahan
dalam ketel menyebabkan minyak atsiri tidak dapat terisolasi dengan sempurna
(Ketaren, 1987).
c. Destilasi dengan uap
Metode ini pada prinsipnya sama dengan destilasi dengan air dan uap kecuali
air tidak diisikan dalam labu. Uap yang digunakan uap jenuh atau lewat panas pada
tekanan lebih dari 1atm. Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstrak
minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung
komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Keuntungan dari metode ini adalah
tekanan uap maupun suhu pemanasan dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan
bahan. Pada dasarnya semua senyawa penyusun minyak atsiri tidak stabil atau peka
terhadap suhu tinggi. Itulah sebabnya untuk memperoleh kualitas minyak atsiri
diupayakan pada suhu pemanasan yang rendah. Namun, bila suhu pemanasan tinggi
maka panas penyulingan diusahakan dalam waktu sesingkat mungkin (Ketaren,
1987).
2.1.7. Bentuk Sediaan

13
2.1.7.1. Parfum
Parfum adalah campuran zat pewangi yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Zat pewangi dapat berasal dari minyak atsiri atau dibuat secara sintesis. (Goeswin,20
09)
Pada umumnya parfum mengandung 3 macam komponen :

1. Zat pewangi (odor ferrous substances)


2. Zat pengikat (fixation) dan
3. Bahan pengencer (vehiculum, diluent)

Saat ini kebanyakan parfum dikonstruksi sesuai dengan bau yang diinginkan. De
ngan analisis kromatografi gas, komponen bau utama dari minyak atsiri dapat diidenti
fikasi. Setelah komponen bau utama diketahui, dilakukan sintesis secara kimia. Ada 6
jenis parfum, yaitu :

1. Parfum asli dicirikan dengan konsentrasi tinggi (± 10%), dan


2. Parfum yang diencerkan dengan alcohol (eau de toilet) (kadar ± 2%)
3. Parfum Ekstrak (Extrait)
4. Eau de Parfum (EDP)
5. Eau de cologne (EDC)
6. After Shave

Bahan pewangi dalam parfum, umumnya terdiri atas alcohol, ester, aldehida, keto
n, asam organic, lakton, amin, oksida, dan sebagainya. Berbau wangi dan menyenang
kan. (Goeswin,2009)

1. Zat Pengikat (fiksaktif)

Umumnya zat pewangi yang dilarutkan dalam alcohol lebih cepat menguap dari a
lkoholnya sendiri sehingga bau parfum cepat hilang. Zat pengikat adalah senyawa ya
ng memiliki daya menguap lebih rendah dari komponen pewangi / minyak atsiri. Zat

14
pengikat dapat menghambat atau mengurangi penguapan minyak atsiri. (Goeswin,200
9)

Pada umumnya zat pengikat yang digunakan dapat berasal dari :

1) Bahan Pengikat Nabati

Umunya berasal dari golongan gom, resina, lilin, atau berbagai jenis minyak atsir
i bertitik didih tinggi, seperti minyak akar wangi, minyak kayu cendana, minyak nile
m.

2) Bahan Pengikat Hewani

Zat pengikat yang berasal dari hewan merupakan zat pengikat yang mahal. Beber
apa contoh :

a) Ambergris, merupakan hasil sekresi dari kelenjar yang terdapat pada ikan pa
us
b) Castareum, terdapat pada kelenjar “genital” dari berang-berang (beaver) beti
na dan jantan
c) Civet, diperoleh dari kelenjar bau sejenis musang yang disebut “civet cat” da
ri Afrika.

3) Zat Pengikat Sintesis

Beberapa senyawa ester hasil sintesis yang tidak berbau dan bertitik tinggi dapat
digunakan sebagai zat pengikat. Contoh : gliseril asetat, etil ftalat benzyl benzoate, a
mil benzoate. (Goeswin,2009)

2. Bahan pelarut atau pembawa

Bahan pelarut umum yang digunakan adalah etil alcohol atau etanol murni (extra
netral alcohol) yang sudah mengalami beberapa tahap proses pemurnian. (Goeswin,2
009)

15
3. Parfum yang berasal dari minyak atsiri

Parfum mengandung bermacam zat wangi yang diperoleh dari jenis minyak atsiri
tertentu dan mempunyai wangi alamiah sesuai dengan bau bagian tanaman penghasil
minyak atsiri. (Goeswin,2009)

2.1.7.2. Pemerian Bahan

1) Benzyl Benzoate (Benzil Benzoate) (FI V, Hal 170)


Pemerian : Cairan seperti minyak; jernih; tidak berwarna; bau sedikit aromatis;
menimbulkan rasa tajam membakar lidah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam gliserol; bercampur dengan
etanol dengan kloroporm dan dengan eter
Stabilitas : stabil bila disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya, terisi penuh dan terhindar dari panas berlebih
Inkompabilitas : Benzil benzoat tidak bercampur dengan golongan alkali dan zat
pengoksidasi.

2) Ethanol (FI V, Hal 354)


Rumus molekul : C2H6O.
BM : 46,07
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap meskipun pada suhu rendah
dan mendidih pada suhu 78ºC dan mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut
organic.
BJ : 0,812 – 0,816 g/ml.
Stabilitas : Mudah menguap walaupun pada suhu rendah.
OTT  : Bahan pengoksidasi Bila dicampur dengan alkali, warna akan menjadi
gelap.

16
Konsentrasi : 60-90 %.
Kegunaan : Anti mikroba, desinfektan, pelarut, penetrasi kulit.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat jauh dari api.

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian meliputi, alat set destilasi, alat set
soxhlet, erlenmeyer,gelas ukur 10 mL,gelas ukur 100 mL, pipet tetes ,tabung reaksi,
rak tabung reaksi, cawan uap, botol semprot.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi, simplisia segar akar
wangi ( Vetiveria zizaniodes radix) , minyak mawar , benzyl benzoate, alkohol 90%,
aquadest, alumunium foil, plastik wrapp, tissue

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Prosedur Skrinning Fitokimia
a. Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid

Serbuk simplisia akar wangi di sari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan
sampai kering. Setelah itu residu ditetesi dengan pereaksi vanillin-asam sulfat.
Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan
seskuiterpenoid.

b. Triterpenoid

Serbuk simplisia akar wangi di sari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan
sampai kering. Setelah itu residu ditetesi dengan pereaksi Lieberman Burchard.
Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya senyawa triterpenoid.

3.2.2 Prosedur Kerja Proses Soxhlet

Rancangan percobaan untuk metode soxhlet extraction dimulai dengan


mempersiapkan bahan baku serbuk akar wangi sebanyak 60g kemudian dimasukkan

18
kedalam kertas saring yang telah dibentuk tabung silinder dan mengikatnya.
Kemudian merangkai alat soxhlet.

Kantong yang berisi akar wangi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam


soxhlet dan ditambahkan dengan pelarut organik n-Heksan sebanyak 500 mL.
Peralatan soxhlet extraction kemudian dipanaskan dengan heating mantel hingga
terjadi beberapa kali proses cycle. Proses ekstraksi dihentikan jika pelarut n-Heksan
pada tabung ekstraksi telah jernih.

3.2.3 Prosedur Kerja Proses Destilasi

Pertama, siapkan alat dan bahan kemudian rangkai alat destilasi uap air
dengan teliti, terutama pada tempat penyambungan supaya tidak terjadi kebocoran,
masukkan air dan filtrat hasil soxhletasi kedalam labu pemanas dan penyuling,
hubungkan labu pemanas dan penyuling dengan kondensor, hubungkan pula
kondensor dengan air pendingin dan usahakan aliran air pendingin dalam kondensor
berlawanan dengan aliran uap bahan yang didestilasi, pasanglah alat penampung
cairan kondensat pada lubang pengeluaran kondensat dari kondensor, pasanglah alat
pemanas hingga air dalam labu pemanas mendidih sehingga uap akan keluar,
kemudian uap bahan akan mengalir dalam kondensor karena adanya air pendingin
maka uap bahaan akan menetes menjadi zat murni. Kemudian tampung destilat dalam
erlenmeyer yang telah dilapisi alumunium foil.

19
3.3 Road Map Penelitian

Evaluasi simplisia
Simplisia Akar Wangi Dilakukan Soxhletasi
 Makroskopis dan
(Vetiveria zizanioides) mikroskopis
 Skrining fitokimia

Formulasi parfum minyak Setelah Soxhletasi kem


atsiri akar wangi (Vetiveria Preformulasi parfum udian dilakukan destila
zizanioides) minyak atsiri akar wangi si uap air.
(Vetiveria zizanioides) Setelah Soxhletasi kemudian d
ilakukan destilasi uap air

Pembuatan parfum minyak Evaluasi Sediaan Parfum Aka


atsiri akar wangi (Vetiveria
zizanioides) r Wangi (Vetiveria
zizanioides)

 Uji spraedibility
 Uji spot
 Uji kekentalan
 Uji daya tahan wangi
 Uji intensitas bau
 Uji kesegaran

3.3 Formulasi Parfum


3.3.1 Formula Parfum 1

NO Komponen Jumlah (mL)


1 Minyak atsiri 20
2 Minyak Bergamot 10
3 Minyak Kayu Cendana 1
4 Ekstrak “Civet” (5%) 5
5 Derris Resin/fixtrin 4

20
6 Etil Alkohol (90%) Add 100

3.3.2 Komposisi Parfum 2

NO Komponen Jumlah (mL)


Minyak atsiri akar wangi
1 2
Minyak mawar
2 5
Benzyl benzoate
3 5
Etil alkohol (90%)
4 Add 100

3.4 Prosedur Pembuatan Sediaan


Dalam pembuatan parfum ada beberapa alat dan bahan yang perlu disiapkan
seperti botol parfum, injector, gelas ukur, labu ukur , minyak akar wangi (Vetiveria
zizanioides), minyak mawar, benzyl benzoate, alkohol 90 %. Pertama yang
perludilakukan yaitu, bersihkan botol parfum,injector, gelas ukur, dan labu ukur
menggunakan alkohol 90 %, kemudian masukan 2mL minyak atsiri akar wangi
(Vetiveria zizanioides) kedalam labu ukur dan tambahkan minyak mawar 5mL dan
benzyl benzoate 5 mL, lalu ad dengan 100 mL alkohol 90% , kemudian homogenkan,
setelah homogen masukan kedalam botol parfum dan kemas.

3.5 Evaluasi Sediaan


Analisa Mutu Parfum :
a. Uji Speraedibility
Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang keatas kertas saring. Tetesan
diamati diameter, bau, dan warna yang terbentuk.

21
b. Uji Spot
Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang. Kemudian dijemur di bawah
sinar matahari selama 10 menit. Hasil tetesan diamati (diameter, bau, warna).
c. Uji Kelekatan
Prosedur awal sama seperti uji spot, lalu hasil tetesan dicelupkan kedalam aquades
selama 5 menit dan dikeringkan kembali. Hasil diamati terhadap bau dan perubahan
bau, warna dan perubahan warna, serta dibandingkan hasilnya dengan uji spot.
d. Uji Daya Tahan Wangi
Prosedur awal sama seperti uji spreadibility, lalu disimpan dalam suhu ruang. Hasil
diamati dan dicatat perubahan warna dan bau setiap 1 jam hingga bau dan warna
hilang.
e. Uji Intensitas Bau
Bau yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap bau yang
dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).
f. Uji Kesegaran
Rasa segar yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap
kesegaran yang dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).

22
DAFTAR PUSTAKA

Burr C. 2008. The Perfect Scent: A Year Inside the Perfume Industry in Paris & New
York. Henry Holt and Co. ISBN 9N78-0-8050-8037-7.
Evi D & Zulkarnain. 2012. Perfume Bottle’s Design Influenced To Purchasing
Intention In Adolecents. Skripsi. Sumatra Utara: Departemen Psikologi
Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara
(USU)
Wolfgang S & Klaus P. 2007. Perfumes. Ullmann's Encyclopedia of Industrial
Chemistry (7th ed). Wiley, 2–3.
Anon, 2006. Vetiveria essential information. Oxford Univercity, New York.

Anonim, 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9,2009/2010. Jakarta:


PenerbitAsli (MIMS Pharmacy Guide).

Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Champagnat,P,., Annie H., Andre ́e C., Didiet F., Andre P.C., Jean L.L., 2008.
Flavonoids from Vetiveria zizanioides and Vetiveria nigritana (Poaceae).
Biochemical Systematics and Ecology, 36, 68-70.

Danha, L.T., Mamucari ., Truog, P., Foester,N., 2009. Response surface method
applied to supercritical carbon dioxide extraction of Vetiveria zizanioides
essential oil. Engineering Journal, 155, 617-626.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia, Edisi
I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Goeswin, Agoes, 2009, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB; Bandung.

Guenther, E . 1987. Minyak Atsiri Jilid 1 (Terjemahan) . Jakarta : UI Press


Henderson,G., Mao, L., Vaugn,J.A., 2006. Vetiver oil and nootkatone effects on the
growth of pea and citrus. Industrial Crops and Products, 23,327–332

Ketaren, S . 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Penerbit Balai Pustak
a.
Massardo,C., Annie H., Andre ́e C., Didiet F., Andre P.C., Jean L.L., 2008.
Flavonoids from Vetiveria zizanioides and Vetiveria nigritana (Poaceae),
Biochemical Systematics and Ecology, 36, 68-70.

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, PemisahanSenyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,


Jurnal Kesehatan, 7(2): 361-367.
Rowe, Raymond C and Sheskey P. (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipients
Fifth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
London.

Sudjadi, 1988. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi,Universitas Gadjah Mada

Sutriani. 2008. Teknik Pembelajaran Fitokimia. Semarang ; Universitas


Muhamadiyah

Anda mungkin juga menyukai