Dosen Pengajar:
Apt. Yuni Anggraeni, M. Farm
Disusun oleh :
Istiqomatun Nisa
Jovan Karnova
Nada Aprilia
Nurapni Hidayanti
Putri Annafi
Ramdhiyah Akil
1 STUDI AWAL..............................................................................................................4
1.1 Produk Desain Brief......................................................................................................4
1.1.1 Tentang Perusahaan.......................................................................................................4
1.1.2 Analisis Pengembangan Produk Berdasarkan Efek Terapi...........................................4
1.1.3 Analisis Pengembangan Obat Berdasarkan Efek Terapi...............................................5
1.2 Desain Produk Pengembangan Obat Baru....................................................................5
1.2.1 Spesifikasi Obat.............................................................................................................5
2 DATA PREFORMULASI, FORMULA, DAN PRODUKSI SKALA
LABORATORIUM.....................................................................................................11
2.1 Studi Preformulasi Injeksi Deksametason...................................................................11
2.1.1 Formula Umum Sediaan Injeksi (Lachman.L, & H.A Lieberman, 1987)...................11
2.1.2 Formula Produk Originator Dexamethasone 3.3 mg/ml Injection..............................11
2.1.3 Profil Obat Originator Dexamethasone 3.3 mg/ml injection:.....................................12
2.1.4 Analisis Fungsi Pada Tiap Bahan Dari Formula Originator.......................................13
2.2 Rancangan Formula Akhir dan Analisis Formula.......................................................14
2.2.1 Rancangan Formula Akhir Deksamethasone Sodium Phosphate 4 mg/ml.................14
2.2.2 Karakteristik Zat Aktif Deksametason Natrium Fosfat...............................................14
2.2.3 Analisis Formula.........................................................................................................16
2.2.4 Karakteristik Bahan Tambahan...................................................................................18
2.3 Trial Skala Laboraturium............................................................................................22
2.3.1 Tujuan Trial Skala Lab................................................................................................22
2.3.2 Bahan Baku.................................................................................................................22
2.3.3 Alat Produksi...............................................................................................................22
2.3.4 Perhitungan Formula Untuk Skala Lab.......................................................................23
2.3.5 Prosedur Alur Kerja Produksi Skala Lab....................................................................24
2.4 Evaluasi Sediaan..........................................................................................................25
2.4.1 Evaluasi Fisika.............................................................................................................25
2.4.2 Evaluasi Kimia............................................................................................................30
2.4.3 Evaluasi Biologi..........................................................................................................32
2.5 Spesifikasi Produk.......................................................................................................37
2.5.1 Pengemasan.................................................................................................................40
2.6 Validasi Metode Analisis Bahan Baku........................................................................42
2.6.1 Penetapan Kadar..........................................................................................................42
2.6.2 Metode Analisis...........................................................................................................43
2.6.3 Validasi Metode Analisis............................................................................................44
BAB 1.
STUDI AWAL
PT. Nine Nova merupakan suatu perusahaan yang didirikan pada tahun 2000 oleh Jovan
Karnova. PT. Nine Nova ini memiliki kantor pusat yang terletak di Tambun, Bekasi. Pada tahun
2001 PT. Nine Nova mulai membangun pabrik industri farmasi berskala besar diatas tanah seluas
30.000 m2. Berlokasi di Jl. Artagraha, Tambun Bekasi.
Pabrik mulai beroperasi pada tanggal 6 Juni 2004. Pada bulan Agustus tahun 2004, PT.
Nine Nova memperoleh sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dari BPOM. PT.
Nine Nova selalu berpedoman pada CPOB dan selalu mengikuti pedoman CPOB yang terus
diperbaharui sehingga kualitas mutu dan kepuasan konsumen terhadap produk PT. Nine Nova
tetap terjaga.
Visi Perusahaan :
Menjadi perusahaan industri farmasi yang berkomitmen untuk selalu menghasilkan
produk yang berkualitas dan terpercaya serta memiliki citra kuat di pasar nasional.
Misi Perusahaan :
PT. Nine Nova ikut berperan dalam penyediaan obat-obatan berstandard cGMP yang
mengutamakan mutu untuk peningkatan Kesehatan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
1. Medical value
Produk yang akan dikembangkan harus berkhasiat secara klinis, memiliki efek-
efek terapeutik, serta memiliki parameter klinis lain sesuai dengan spesifikasi obat.
2. Comercial value
Produk yang akan dikembangkan adalah produk yang dapat bersaing dan
diterima baik oleh pasar dan memiliki potensi untuk menghasilkan profit.
Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon steroid
dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid
memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan
mineralokortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit (Katzung,
2012).
Deksametason merupakan obat steroid jenis glukokortikoid yang telah digunakan secara
luas untuk mengurangi peradangan dan kerusakan jaringan dalam berbagai kondisi, termasuk
penyakit radang usus, rheumatoid arthritis, dan tumor ganas. Glukokortikoid memiliki efek
imunomodulator kuat dan memiliki sifat antiemetik (Waldron et al., 2012). Direkomendasikan
untuk pemberian sistemik secara intravena atau intramuskular ketika terapi oral tidak
memungkinkan atau diinginkan dalam pengobatan
b. Desain Produk Pengembangan Obat Baru
1.1.4 Spesifikasi Obat
Target Profil Produk
Nama Merk Dexanine injeksi
Zat Aktif Injeksi deksametason ini mengandung 4 mg
deksametason sodium fosfat setiap 1 ml
Bentuk Sediaan Larutan injeksi
SITE OF INJECTION
Komposisi Sediaan DEXAMETHASONE DOSE zat aktif deksametason sodium
Selain mengandung
Large joint (e.g. knee) fosfat,
1.7 mg – 3.3 mg (0.5 ml digunakan
– 1.0 ml) bahan tambahan seperti propilen
glikol, disodium EDTA, sodium hydroxide, dan air
Small joints (e.g. 0.66 mg – 0 .8 mg (0.2 ml – 0.25 ml)
Indikasi Terapi Digunakan pada gangguan endokrin dan non endokrin
interphalangeal,
temporomandibular) yang responsive terhadap terapi kortikosteroid
Gangguan Non-Endokrin :
Alergi dan anafilaksis
Gastrointestinal
Penyakit Chron’s dan Kolitis Ulcerative
Infeksi (kemoterapi)
Penyakit Saraf
Penyakit Saluran Nafas
Asma Bronkial dan pneumonia
Penyakit Kulit
Nekrolisis epidermal
Treatment untuk penderita shock
Pemberian Subkutan
Untuk pasien yang menerima pemberian obat
kortikosteroid dengan gejala kelelahan, mual, anoreksia,
muntah.
Sediaan Injeksi
Kemasan Sediaan Injeksi Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang terbuat dari
gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1,
2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu
kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat
peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini
sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464).
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan efektifitasnya. Bila wadah
dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk
memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang mempertahankan jumlah
obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila
dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Wadah dosis berganda
adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara berulang tanpa
terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam
kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari
bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat
dihisap kedalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup
dan digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik
yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus (Ansel, 1989).
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara
baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau
kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan,
penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah
pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam
masing-masing monografi. (Depkes RI, 1995). Wadah dan sumbatnya tidak boleh
mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang
dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya (Depkes RI, 1979).
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah
stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen (Martindale, 1982)
BAB 2.
DATA PREFORMULASI, FORMULA, DAN PRODUKSI SKALA LABORATORIUM
Propylene glycol 20 mg
Tidak disebutkan
Disodium edetate
dalam formula originator
2.1.3 Profil Obat Originator Dexamethasone 3.3 mg/ml injection (hameln pharma ltd,
2021):
Dexamethasone sodium 4 mg
phosphate
Propylene glycol 20 mg
Sodium hydroxide
23 mg
solution
Struktur kimia
Air pro injeksi Air untuk injeksi adalah air yang telah dimurnikan
dengan cara destilasi atau proses pemurnian lain yang
setara atau lebih baik dari destilasi. Penggunaan air pro
injeksi sebagai pelarut bertujuan untuk menurunkan
kontaminan mikroba dan zat kimia (Depkes RI, 2020).
C10H14N2Na2O8
(Raymond C Rowe, 2009)
Berat Molekul 336.2 (Raymond C Rowe, 2009)
Pemerian Kristal putih, bubuk tidak berbau dengan rasa yang sedikit
asam.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; agak larut dalam
etanol (95%); larut 1 bagian dalam 11 bagian air (Raymond C
Rawe, 2009) N
Titik Leleh Terdekomposisi pada suhu 252°C dalam bentuk anhidratnya
a
(Raymond C Rowe, 2009)
O
pH 4.3–4.7 (Raymond C Rowe, 2009)
H
Stabilitas Garam edetat lebih stabil daripada asam
etilenadiaminatetraasetat. Namun, disodium dihidrat edetat
kehilangan air ketika dipanaskan sampai 120˚C. Larutan
disodium edetat dapat disterilisasi dengan autoklaf, dan harus
disimpan dalam wadah alkali bebas. Dinatrium edetat bersifat
higroskopis dan tidak stabil bila terkena kelembaban
(Raymond C Rowe, 2009)
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat, ion
logam, dan paduan logam (Raymond C Rowe, 2009)
Kegunaan dan kadar Chelating agent (0,00368%-0,05%) (Lachman.L, & H.A
Lieberman, 1987).
Nama Senyawa Natrium Hidroksida (Depkes RI, 2020).
Struktur Kimia NaOH (Depkes RI, 2020).
Berat Molekul 40.00 (Depkes RI, 2020).
Pemerian Bentuk cairan (cairan putih sampai bening), Putih atau
praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet kecil,
serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur (Depkes RI, 2020).
Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam etanol (Depkes RI,
2020).
Titik Leleh 318° C (Raymond C Rowe, 2009)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 2020).
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan senyawa yang mudah
mengalami hidrolisis atau oksidasi (Raymond C Rowe,
2009)
Kegunaan Buffering agent (Raymond C Rowe, 2009)
Nama senyawa Water for Injection (Raymond C Rowe, 2009), air steril untuk
injeksi (Depkes RI, 2020).
F1 F2 F3 F1 F2 F3
(mg) (mg) (mg)
Dexamethasone 4 mg 4 mg 4 mg 4 4 4
sodium phospate
f. Evaluasi Sediaan
2.1.14 Evaluasi Fisika
a. Langkah pengujian
Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah
bawah tabung. Penetapan dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi alas datar
diameter 15 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan
ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang
sesuai secukupnya, dibuat segar sehungga volume larutan dalam tabung reaksi terisi
setinggi tepat 40 mm. bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan
suspensi padanan dengan latar belakang yang hitam.
b. Pembuatan baku opalesen
Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0, biarkan
selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 mL larutan ini, ditambahkan larutan 2,5 g
heksammina P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspense harus
dicampur baik sebelum digunakan.
c. Pembuatan suspensi padanan
Buatlah suspense padanan I sampai IV dengan ketentuan:
I II III IV
Baku 5,0 mL 10,0 30,0 50,0
opalesen mL mL mL
Air 95,0 90,0 70,0 50,0
mL mL mL mL
• Uji Kebocoran
Uji kebocoran
a.) Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan
b) Prosedur:
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang
bocor maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan
tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dipakai untuk
larutan-larutan yang sudah berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu dengan ujungnya
dibawah. Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada
kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi
kosong.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian
divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar
jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum
dihilangkan.
c.) Interpretasi: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru dan kertas saring atau kapas tidak basah. (Agoes, 2012).
Prosedur :
1) Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µL) larutan
baku dan larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatograf dan ukur respons
puncak utama.
2) Hitung persentase deksametason fosfat (C22H30FO8P) dalam injeksi yang
digunakan dengan rumus:
ru CS 472,44
( )( )(
rs
×
CU
×
516,40
×100)
ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak larutan uji dan larutan baku;
CS adalah kadar Deksametason Natrium Fosfat BPFI dalam µg/mL larutan baku;
CU adalah kadar deksametason fosfat dalam µg/mL larutan uji berdasarkan jumah
yang tertera pada etiket; 472,44 dan 516,40 berturut-turut adalah bobot molekul
deksametason fosfat dan deksametason natrium fosfat.
Persyaratan:
Mengandung deksametason natrium fosfat tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket, sebagai garam dinatrium.
Uji larutan tersebut seperti prosedur “Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL”.
Uji absah jika kondisi berikut dipenuhi:
a) Kedua replikasi dari kontrol negative larutan D adalah negatif.
b) Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif.
c) Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5λ – 2λ.
Kadar endotoksin dalam sampel adalah rata-rata geometric kadar titik akhir replikasi,
yang dapat dihitung dengan rumus:
Rata-rata geometrik konsentrasi titik akhir = antilog (Σe/f)
Σe adalah jumlah logaritma konsentrasi titik akhir dari pengenceran seri yang digunakan;
dan f adalah jumlah replikasi. Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin kurang
dari 31,3 UE per mg deksametason fosfat.
Saring sebanyak 4 vial yang akan diuji ke dalam satu membran atau beberapa
membran.
Pindahkan seluruh membran utuh ke dalam media atau potong menjadi dua
bagian yang sama secara aseptik dan pindahkan masing-masing bagian ke dalam
dua media yang sesuai.
Inkubasi media selama tidak kurang dari 14 hari. Pada interval waktu tertentu dan
akhir periode inkubasi, amati secara visual adanya pertumbuhan mikroba dalam
media. Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka sediaan memenuhi syarat
sterilitas.
g. Spesifikasi Produk
Nama Obat : Dexanine
Zat Aktif : Dexamethasone Sodium Phosphate
Bentuk Sediaan : Injeksi
Indikasi : Untuk terapi endokrin dan non endokrin yang responsif terhadap
terapi kortikosteroid
Pemberian Subkutan
Untuk pasien yang menerima pemberian obat kortikosteroid dengan gejala kelelahan,
mual, anoreksia,muntah.
Pemberian Intraartikular
Terapi tambahan untuk pemberian jangka pendek pada:
Gangguan Jaringan lunak seperti sindrom tunnel carpal dan tenosivitis
Gangguan Intrartikular seperti rheumatoid atrhitis dan osteoarthritis
Dapat juga disuntikkan secara intralesi pada kelainan kulit tertentu seperti acne
vulgaris, lichen simplex, dan keloid.
Treatment COVID – 19
Pasien dewasa 6 mg (1.8 ml) secara intravena 1 kali sehari sampai 10 hari
Shock (hemoragik, traumatic, atau operasi)
Biasanya 1.7 mg – 5 mg.kg (0.5 ml-1.5ml/kg) secara intravena
Dosis Subkutan : antara 4 mg – 16 mg
Kategori Kehamilan : C
Pada hewan percobaan terdapat efeksamping pada janin namun belum ada studi
terkontrol pada ibu hamil. Dexamethasone dapat terserap ke dalam asi, tidak boleh
digunakanan kecuali atas anjuran dokter.
Kemasan : ampul
Organoleptis : Larutan tak berwarna/ bening
Kontraindikasi : infeksi jamur sistemik, hipersensitivitas
Perhatian :
Jangan digunakan bila memiliki alergi dengan obat ini atau kortikosteroid lain
Jangan digunakan pada ibu hamil dan menyusui kecuali berdasarkan anjuran
dokter
Suntikan intraarticular dalam jangka waktu yang Panjang dapat menyebabkan
destruksi sendi dan nekrosis tulang
Saat mengurangi dosis harus dilakukan secara bertahap
Efek samping : Pusing, mual, muntah, gangguan pencernaan, insomnia
Interaksi Obat :
Jika digunakan bersamaan dengan phenitoin, rifampicin, barbiturat, carbamazepine
atau ephedrine akan menurunkan efektifitas kerja dexamethasone
Menurunkan kadar praziquantel
Meningkatkan efek samping jika digunakan bersamaan dengan eritromicin,
ketoketanazol
Meningkatkan efek pendarahan jika digunakan bersama aspirin
PH : 7,0-8.5
Logo : Obat keras, membutuhkan resep dokter
Penyimpanan : Simpan dalam suhu ruangan, di tempat gelap dan tutup rapat
Netto : 1 ml
Masa Simpan : 2 tahun
2.1.17 Pengemasan
• Kemasan Primer
Kemasan primer merupakan kemasan yang kontak langsung dengan obat. Berikut
merupakan kemasan primer yang digunakan yaitu ampul kaca bening 1 ml.
• Kemasan Sekunder
Kemasan Sekunder, merupakan kemasan yang digunakan untuk melindungi
kemasan primer agar tidak terjadi kerusakan pada produk tersebut dan mengandung
banyak informasi tentang obat. Ukuran design kemasan sekunder yaitu cm 15 lebar, 10
cm panjang dan 3 cm tinggi. Berikut design kemasan sekunder obat ini :
• Etiket
Etiket yang dibuat memuat informasi nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis serta
frekuensi, cara penggunaan dan sertifikasi obat. Ukuran etiket sebesar panjang 7 cm dan
tinggi 12 cm.
h. Validasi Metode Analisis Bahan Baku
2.1.18 Metode Analisis
Metode analisis obat yang direkomendasikan oleh farmakope saat ini didasarkan pada
Teknik kromatografi. Salah satu Teknik kromatografi tersebut adalah HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) yang merupakan Teknik kromatografi cair, digunakan untuk pemisahan
komponen dalam berbagai campuran. HPLC juga digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi
senyawa dalam proses pengembangan obat dan telah digunakan di seluruh dunia sejak beberapa
dekade. (Chawla, 2016). Keunggulan HPLC yaitu proses pemisahan molekul yang relatif singkat
dan hasil yang memiliki resolusi tinggi sehingga proses analisis lebih efisien.
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya. (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus
dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut USP antara lain kecermatan/akurasi
(accuracy), keseksamaan/presisi (precision), Selektivitas (Spesifisitas), Linearitas (linearity),
Rentang (range), Batas Deteksi (LOD), Batas Kuantitasi (LOQ), dan Ketahanan (robustness)
a. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan
kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. (Harmita, 2004). Uji akurasi ini dilakukan untuk
melihat ketelitian alat dan analisis dalam membuat konsentrasi larutan yang sesuai dengan
kadar yang sebenarnya. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan tiga level konsentrasi
dengan rentang 80 – 120 % masing-masing tiga replikasi untuk setiap level konsentrasi.
Kriteria penerimaan akurasi adalah % recovery 98% - 102% (Mulyati dkk, 2011)
b. Presisi
Presisi merupakan kedekatan antara hasil pengujian individu dalam serangkaian
pengukuran terhadap suatu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai standar deviasi
atau Relatif Standar Deviasi (% RSD). Syarat % RSD yang ditentukan oleh BPOM adalah
≤ 2%. Nilai presisi dihitung secara statistik pada tiga tingkatan:
Ripitabilitas atau presisi intra penetapan kadar menyatakan presisi yang dilakukan
pada kondisi yang telah ditentukan di laboratorium yang sama dalam interval
waktu yang pendek oleh analis yang sama dengan menggunakan peralatan dan
pereaksi yang sama.
Presisi antara atau presisi antar penetapan kadar menyatakan presisi yang
dilakukan pada kondisi yang telah ditentukan di laboratorium yang sama dengan
alat yang berbeda, analis yang berbeda, atau pada hari yang berbeda.
Reprodusibilitas menyatakan presisi yang dilakukan pada kondisi yang telah
ditentukan di laboratorium yang berbeda pada hari yang berbeda oleh analis yang
berbeda dengan menggunakan peralatan dan pereaksi yang berbeda (Mulyati dkk,
2011)
c. Selektivitas
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya untuk mengukur
zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada dalam
matriks sampel. Selektivitas dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of
bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang
ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan
dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan. (Harmita, 2004). Uji selektifitas dilakukan di dalam sampel blanko (matrik
biologi kosong) dengan menggunakan minimal 6 sampel blanko dan dilakukan pada
batas kuantitasi konsentrasi rendah (LoQ) (FDA, 2001).
d. Linearitas
Linieritas adalah kemampuan dari suatu metode uji untuk menghasilkan hasil uji
yang proporsional terhadap kepekatan analit sampel dalam jangkauan kepekatan yang ada.
Linieritas suatu metode yang diuji untuk memastikan adanya hubungan linier antara
konsentrasi analit dan respon detektor. Untuk mengetahui hubungan linieritas, digunakan
koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linier minimum 0,98 untuk syarat sesuai dengan
BPOM tahun 2001 atau minimum 0,999 untuk rekomendasi CDER (Center for Drug
Evaluation and Research). (Mulyati dkk, 2011). Sebagai parameter adanya hubungan
linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = ax + b. Hubungan
linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis.
Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.
(Harmita, 2004)
e. Rentang
Rentang atau jangkauan merupakan interval di antara konsentrasi analit tertinggi
dan terendah dalam sampel yang dapat ditetapkan dengan akurasi, presisi dan linieritas
yang dapat diterima menggunakan metode analisis tersebut. Rentang dinyatakan dalam
satuan yang sama seperti hasil uji misalnya persen, untuk penetapan kadar zat aktif syarat
yang ditentukan BPOM adalah 80%-120%. (Mulyati dkk, 2011)
f. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantity)
LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih
memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Sedangkan LOQ adalah
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurasi dan
presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistic melalui garis regresi linier dari
kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y
= ax+b, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x).
(Harmita, 2004)
g. Ketangguhan
Ketangguhan adalah ukuran kemampuan metode untuk tetap tak berpengaruh dan
bertahan terhadap pengaruh kecil, tapi dilakukan dengan sengaja dengan membuat variasi
dalam faktor metode yang memberikan indikasi reliabilitas metode normal pada
pengujian. (Mulyati dkk, 2011). Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya
pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode
merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
(Harmita, 2004).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia