Anda di halaman 1dari 32

FARMASI INDUSTRI

“ RANCANGAN PENGEMBANGAN PRODUK BARU

DEKSAMETASON INJEKSI ”

Dosen Pengajar:
Apt. Yuni Anggraeni, M. Farm

Disusun oleh :
Kelompok 6 Farmasi Industri Apoteker 09
Istiqomatun Nisa
Nada Aprilia
Nurapni Hidayanti
Ramdhiyah Akil
Putri Annafi
Jovan Karnova

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

AGUSTUS 2O21
DAFTAR ISI
BAB 1

STUDI AWAL

1.1 Produk Desain Brief

1.1.1 Tentang Perusahaan

PT. Nine Nova merupakan suatu perusahaan yang didirikan pada tahun
2000 oleh Jovan Karnova. PT. Nine Nova ini memiliki kantor pusat yang terletak di Tambun,
Bekasi. Pada tahun 2001 PT. Nine Nova mulai membangun pabrik industri farmasi berskala
besar diatas tanah seluas 30.000 m2. Berlokasi di Jl. Artagraha, Tambun Bekasi.
Pabrik mulai beroperasi pada tanggal 6 Juni 2004. Pada bulan Agustus tahun
2004, PT. Nine Nova memperoleh sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dari
BPOM. PT. Nine Nova selalu berpedoman pada CPOB dan selalu mengikuti pedoman CPOB
yang terus diperbaharui sehingga kualitas mutu dan kepuasan konsumen terhadap produk PT.
Nine Nova tetap terjaga.

Visi Perusahaan :
Menjadi perusahaan industri farmasi yang berkomitmen untuk selalu menghasilkan
produk yang berkualitas dan terpercaya serta memiliki citra kuat
di pasar nasional.

Misi Perusahaan :
PT. Nine Nova ikut berperan dalam penyediaan obat-obatan berstandard cGMP yang
mengutamakan mutu untuk peningkatan Kesehatan masyarakat dengan harga yang terjangkau

1.1.2 Analisis Pengembangan Produk Berdasarkan Efek Terapi


Dalam pengembangan produk baru, PT. Nine Nova mempertimbangkan aspek:
1. Medical value
Produk yang akan dikembangkan harus berkhasiat secara klinis, memiliki efek-efek
terapeutik, serta memiliki parameter klinis lain sesuai dengan spesifikasi obat.
2. Comercial value
Produk yang akan dikembangkan adalah produk yang dapat bersaing dan diterima baik oleh
pasar dan memiliki potensi untuk menghasilkan profit.

1.1.3 Analisis Pengembangan Obat Berdasarkan Efek Terapi

Farmasis sebagai tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa


penggunaan obat yang aman dan efektif (Jackson and Lowey, 2010). Dalam bidang peracikan
obat, farmasis selalu dihadapkan pada tantangan untuk menemukan cara-cara baru dan kreatif
pemberian terapi pada pasien secara individu dan spesifik (Allen and Ansel, 2014).
Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon steroid
dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid
memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan
mineralokortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit (Katzung,
2012).
Deksametason merupakan obat steroid jenis glukokortikoid yang telah digunakan secara
luas untuk mengurangi peradangan dan kerusakan jaringan dalam berbagai kondisi, termasuk
penyakit radang usus, rheumatoid arthritis, dan tumor ganas. Glukokortikoid memiliki efek
imunomodulator kuat dan memiliki sifat antiemetik (Waldron et al., 2012). Direkomendasikan
untuk pemberian sistemik secara intravena atau intramuskular ketika terapi oral tidak
memungkinkan atau diinginkan dalam pengobatan

Deksametason merupakan
glukokortikoid
yang kuat dengan efek analgesik dan
juga anti-

Deksametason merupakan
glukokortikoid
yang kuat dengan efek analgesik dan
juga anti-

Deksametason merupakan obat steroid jenis glukokortikoid telah digunakan secara luas untuk
mengurangi peradangan dan kerusakan jaringan dalam berbagai kondisi, termasuk penyakit radang usus,
rheumatoid arthritis, dan tumor ganas. Glukokortikoid memiliki efek imunomodulator kuat dan memiliki sifat
antiemetik (Waldron et al., 2012). Direkomendasikan untuk pemberian sistemik secara intravena atau
intramuskular ketika terapi oral tidak memungkinkan atau diinginkan dalam pengobatan.
Deksametason merupakan obat steroid jenis glukokortikoid telah digunakan secara luas untuk
mengurangi peradangan dan kerusakan jaringan dalam berbagai kondisi, termasuk penyakit radang usus,
rheumatoid arthritis, dan tumor ganas. Glukokortikoid memiliki efek imunomodulator kuat dan memiliki sifat
antiemetik (Waldron et al., 2012). Direkomendasikan untuk pemberian sistemik secara intravena atau
intramuskular ketika terapi oral tidak memungkinkan atau diinginkan dalam pengobatan.
1.2 Desain Produk Pengembangan Obat Baru
1.2.1 Spesikasi Obat
Target Profil Produk
Nama Merk Dexanine injeksi
Zat Aktif Injeksi deksametason ini mengandung 4 mg
deksametason sodium fosfat setiap 1 ml
Bentuk Sediaan Larutan injeksi
Komposisi
SITE OF INJECTION Sediaan
DEXAMETHASONE Selain
DOSE mengandung zat aktif deksametason sodium
Large joint (e.g. 1.7 mg – 3.3 mg (0.5fosfat, digunakan
ml – 1.0 ml) bahan tambahan seperti propilen
knee)
glikol, disodium EDTA, sodium hydroxide, dan air
Small joints (e.g. 0.66 mg – 0 .8 mg (0.2 ml – 0.25
Indikasi Terapi
interphalangeal, ml) Digunakan pada gangguan endokrin dan non
temporomandibular)
endokrin yang responsive terhadap terapi
Bursae 1.7 mg – 2 .5 mg (0.5 ml – 0.75
ml) kortikosteroid
Tendon sheaths* 0.33 mg – 0.8 mg (0.1 ml – 0.25
ml)
Soft-tissue infiltration 1.7 mg – 5.0 mg (0.5Pemberian
ml – 1.5 ml) Intravena dan Intramuskular
Ganglia Gangguan
0.8 mg – 1.7 mg (0.25 Endokrin
ml – 0.5 ml) :
Insufiesiensi adrenokortikal primer atau sekunder

Gangguan Non-Endokrin :
Alergi dan anafilaksis
Treatment COVID-19 pada dewasa dan anak remaja
(diatas 12 tahun dengan berat badan tidak kurang
dari 40 kg) yang membutuhkan penambahan terapi
oksigen
Gastrointestinal
Penyakit Chron’s dan Kolitis Ulcerative
Infeksi (kemoterapi)
Penyakit Saraf
Penyakit Saluran Nafas
Asma Bronkial dan pneumonia
Penyakit Kulit
Nekrolisis epidermal
Treatment untuk penderita shock
Pemberian Subkutan
Untuk pasien yang menerima pemberian obat
kortikosteroid dengan gejala kelelahan, mual,
1.3 Sediaan
anoreksia, muntah.
Injeksi

Pemberian Intraartikular
Terapi tambahan untuk pemberian jangka pendek
pada :
- Gangguan Jaringan lunak seperti sindrom
tunnel carpal dan tenosivitis
- Gangguan Intrartikular seperti rheumatoid
Kemasan Sediaan Injeksi Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang terbuat dari
gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1,
2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu
kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat
peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini
sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sediaan ampul :
1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal
2. Tidak perlu isotonis
3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan
alkohol 70%
4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi Sediaan suntik dibuat secara steril
karena sediaan ini diberikan secara parenteral.
Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk vegetatif,
nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral menunjukkan pemberian
dengan cara disuntikkan. Produk parenteral dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari
pemilihan pelarut hingga pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan
steril yaitu gelas, plastik, elastik (karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti
prosedur aseptis dan steril karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang
dibuat, termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan
melindungi bahan yang telah dibuat (Ansel,1989).
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan efektifitasnya. Bila wadah
dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk
memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang mempertahankan jumlah
obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila
dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Wadah dosis berganda
adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara berulang tanpa
terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam
kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari
bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat
dihisap kedalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup
dan digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik
yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus (Ansel, 1989).
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara
baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau
kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan,
penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah
pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam
masing-masing monografi. (Depkes RI, 1995). Wadah dan sumbatnya tidak boleh
mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang
dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya (Depkes RI, 1979).
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah
stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen (Martindale, 1982)

BAB 2
DATA PREFORMULASI DAN FORMULASI

2.1 Formula Umum Sediaan Injeksi (Lachman.L, & H.A Lieberman, 1987)
1. Zat aktif
2. Zat pembawa (water for injection)
3. Zat tambahan :
- Pengawet
- Antioksidan
- Pengatur pH
- Pengatur tonisitas
- Chelating agents
- Stabilizer
- Suspending agents
- Anestetik lokal
- Solubilizer

2.2 Formula Produk Originator Dexamethasone 3.3 mg/ml Injection

Nama bahan Jumlah (/1ml)

4 mg (setara dengan 3.3 mg


Dexamethasone sodium phosphate
dexamethasone)

Propylene glycol 20 mg

Tidak disebutkan dalam


Disodium edetate
formula originator

Sodium hydroxide solution 23 mg 

Water for Injections Ad 1 ml

Sumber : hameln pharma ltd, 2021

2.3 Profil Obat Originator Dexamethasone 3.3 mg/ml injection (hameln pharma ltd, 2021):
Nama Merek Dexamethasone 3.3 mg/ml Injection
(Dexamethasone sodium phosphate)
Asal Pabrik Hameln pharma ltd
Nama Zat Aktif Dexamethasone sodium phosphate
Indikasi Merupakan obat kortikosteroid. Mengurangi
peradangan dan menekan sistem kekebalan tubuh.
Obat ini digunakan untuk pasien dengan kondisi :
- Reaksi alergi parah yang menyebabkan
pembengkakan pada wajah dan tenggorokan
- Tekanan darah rendah dan kolaps (edema
angioneurotik dan anafilaksis)
- Syok karena infeksi atau TB berat
- Radang sendi (Rheumatoid arhtritis dan
osteoartritis)
- Sebagai pengobatan penyakit COVID 19 pada
pasien dewasa dan remaja (12 tahun keatas
dengan berat badan minimal 40 kg) dengan
kesulitan bernafas dan membutuhkan terapi
oksigen.
Dosis dan frekuensi  Dosis awal 0,4 mg – 16,6 mg (0,12 ml – 5,0 ml)
pemberian sehari.
 Dalam keadaan darurat, dosis Dexamethasone
3,3 mg/ml diberikan melalui injeksi intravena
atau intramuskular adalah 3,3 mg – 16,6 mg (1,0
ml – 5,0 ml) - pada syok hanya gunakan rute i.v.
Dosis ini dapat diulang sampai tercatat respon
yang memadai. Setelah perbaikan, dosis tunggal
menjadi 1,7 mg – 3,3 mg (0,5 ml – 1,0 ml) dapat
diulang seperlunya.
 Dosis harian total dalam kondisi biasa bahkan
parah tidak perlu melebihi 66,4 mg (20 ml)
 Bila diinginkan efek maksimal yang konstan,
dosis harus diulang dengan interval tiga jam
atau empat jam atau dipertahankan dengan
infus lambat.
Bentuk sediaan Injeksi single dose dengan volume sediaan 1 mL
Kemasan primer Ampul kaca
Kemasan sekunder Kardus
Konsentrasi zat aktif 4 mg deksametason sodium posfat
Rute pemberian IV, IM, SC, Intraartikular, Intrabursal
Formula pada kemasan 4 mg Dexamethasone sodium phosphate
20 mg Propylene glycol
23 mg sodium hydroxide solution
disodium edetate
Water for Injections
Harga 217.000
Kelebihan Branding/citra merek, lisensi originator
Kelemahan Harga mahal

2.4 Analisis Fungsi Pada Tiap Bahan Dari Formula Originator

Jumlah Fungsi
Nama bahan Jumlah (/1ml)
(%)

Dexamethasone Sodium 4 mg (setara dengan 3.3 - Zat aktif


Phosphate mg dexamethasone)

Propylene Glycol 20 mg 2% Pelarut

Tidak disebutkan dalam - Chelating


Disodium Edetate
formula origin agent

Sodium hydroxide solution 23 mg  2,3% Buffer

Water for Injections Ad 1 ml Ad ml Pelarut

2.5 Rancangan Formula akhir dan analisis formula


2.5.1 Rancangan Formula Akhir Deksamethasone Sodium Phosphate 4 mg/ml
Nama bahan Jumlah (/1ml)

Dexamethasone sodium
4 mg
phosphate
Propylene glycol 20 mg

Disodium EDTA 0,5 mg

Sodium hydroxide solution 23 mg

Water for Injections Ad 1 ml

2.5.2 Analisis Formula


Formula Alasan

Zat aktif deksametason Deksametason memiliki profil kelarutan praktis tidak


sodium posfat larut dalam air, tetapi untuk sediaan injeksi disarankan
zat aktif yang mudah larut air. Maka zat aktif yang
dipilih merupakan deksametason dalam bentuk
garamnya, yaitu deksametason sodium posfat yang
memiliki kelarutan mudah larut dalam air (Depkes RI,
2020).

Propilen glikol Propilen glikol pada formula originator memiliki


konsentrasi 2% yang berfungsi sebagai pelarut
(Lachman.L, & H.A Lieberman, 1987). Penggunaan
propilen glikol sebagai pelarut campur yang digunakan
bersama dengan air pro injeksi bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas deksametason dalam sediaan
injeksi, sehingga pada rancangan formula akhir tetap
digunakan propilen glikol sebesar 2% untuk kebaikan
stabilitas injeksi deksametason.

Disodium EDTA/ Disodium EDTA memiliki fungsi sebagai chelating


disodium edetate agent (Raymond C Rowe, 2009). Penggunaan chelating
agent pada sediaan injeksi adalah sebagai bahan
pengkelat untuk mengikat ion logam yang kemungkinan
berasal dari ampul kaca. Wadah kaca tipe 1 merupakan
wadah yang dipersyaratkan untuk sediaan injeksi
deksametason sodium posfat (Depkes RI, 2020). Wadah
kaca tipe 1 (borosilicate glass) pada pembuatannya
mengandung boron dan atau alumunium serta zink yang
termasuk golongan logam (Lachman.L, & H.A
Lieberman, 1987). Sehingga disodium EDTA dirasa
perlu ditambahkan dalam formula ini. Persentase
disodium EDTA yang digunakan pada formula sebesar
0,05% karena disesuaikan berdasarkan literatur bahwa
rentang disodium EDTA sebagai chelating agent adalah
(0,00368%-0,05%) (Lachman.L, & H.A Lieberman,
1987).

Natrium hidroksida NaOH sebagai Buffering agent (Raymond C Rowe,


2009). Penambahan NaOH bertujuan untuk mengatur
pH sediaan. pH sediaan perlu diperhatikan karena akan
berpengaruh pada stabilitas zat aktif dan tubuh terutama
darah. pH sediaan yang ideal adalah 7,4 sesuai dengan
pH darah (Lachman.L, & H.A Lieberman, 1987).
Sementara itu pH sediaan injeksi Deksametason
Natrium Posfat adalah di rentang 7,0 – 8,5 (Depkes RI,
2020)

Air pro injeksi Air untuk injeksi adalah air yang telah dimurnikan
dengan cara destilasi atau proses pemurnian lain yang
setara atau lebih baik dari destilasi. Penggunaan air pro
injeksi sebagai pelarut bertujuan untuk menurunkan
kontaminan mikroba dan zat kimia (Depkes RI, 2020).
2.6 Karakteristik Zat Aktif Deksametason Natrium Fosfat

Nama bahan obat Deksametason Natrium Fosfat (Depkes RI, 2020).


Nama Kimia Obat Garam dinatrium 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16α-metilpregna-
1,4-diena-3,20-dion 21-(dihidrogen
fosfat) (Depkes RI, 2020).
Struktur kimia

(Depkes RI, 2020).


Rumus molekul C22H28FNa2O8P (Depkes RI, 2020).
Bobot molekul 516,40 (Depkes RI, 2020).
Pemerian Serbuk hablur, putih atau agak kuning; tidak berbau atau bau lemah
etanol; sangat higroskopis (Depkes RI, 2020).
Titik leleh 204-206°C (MSDS, dexamethasone)
Kelarutan Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; sangat sukar larut
dalam dioksan; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Depkes
RI, 2020).
Identifikasi Spektrum serapan inframerah (Depkes RI, 2020).
Indikasi supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease,
hiperplasia adrenal kongenital; udema serebral yang berhubungan
dengan kehamilan; batuk yang disertai sesak, penyakit rematik
(PIONAS, Deksametason)
Efek samping paling sering terjadi ialah sensitasi alergi (PIONAS, Deksametason)

Stabilitas dan Deksametason sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik.


penyimpanan Deksametason natrium posfat injeksi disimpan alam wadah dosis
tunggal atau ganda, sebaiknya dari kaca tipe I, terlindung cahaya.
Simpan pada suhu ruang terkendali (Depkes RI, 2020).
inkompatibilitas Dengan oksidator kuat, asam kuat, klorida asam dan anhidrida asam
(pubchem, dexamethasone)
pH sediaan 7,0 – 8,5 (Depkes RI, 2020)
Farmakologi dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal sintetis.
Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid yang poten, namun
efek mineralokortikoid minimal. Deksametason memiliki efek anti
radang yang sangat kuat karena mampu menghambat enzim
fosfolipase yang berperan dalam terjadinya radang, serta
menghambat pelepasan vasoaktif dan factor kemoatraktif serta
factor lain yang berperan dalam peradangan yaitu interleukin (IL-1,
IL-2, IL-3, IL-6) dan TNF-α (Crown & Lightman, 2005).
Kontraindikasi penderita hipersensitif terhadap salah satu komponen sediaan;
infeksi herpes simpleks akut dan penyakit virus lainnya pada kornea
dan konjungtiva, tuberkulosis pada mata, penyakit jamur pada mata,
trakoma, infeksi purulent akut pada mata; otitis eksterna disertai
perforasi membran pada telinga (PIONAS, Deksametason).

Farmakokinetik Deksametason mudah diserap pada saluran cerna. Waktu paruh


dalam plasma sekitar 190 menit. 65% diekskresikan dalam urin 24
jam (Sweetman, 2009).
Dosis Untuk pemberian parenteral dalam terapi intensif atau dalam
keadaan darurat diberikan secara IV melalui injeksi atau infus atau
IM injeksi. Dosis yang digunakan deksametason fosfat 0,5 mg – 24
mg setiap hari (sekitar 0,4 mg – 20 mg deksametason) (Sweetman,
2009).
2.7 Karakteristik Bahan Tambahan

2.7.1 Propilen Glikol

Nama senyawa Propylene Glycol/ Propilen glikol (Raymond C Rowe,

Struktur kimia

(Raymond C Rowe, 2009)


Rumus Molekul C3H8O2 (Raymond C Rowe, 2009)
Titik Lebur -59°C (Raymond C Rowe, 2009)
Pemerian Ciran kental, jernih, tidak berwarna rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab (Depkes RI, 2020)
Kelarutan Dapat bercampur dengan air, aseton, kloroform, larut dalam
eter dan dalam beberpa minyak esensial, tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak. (Depkes RI, 2020)
Stabilitas Stabil ketika bercampur dengan etanol 95%, dan air. Stabil pada
suhu sejuk dan dalam wadah tertutup rapat, tapi pada
temperature tinggi dan terbuka dapat mengalami oksidasi.
Stabil jika dicampurkan dengan etanol (95%), gliserin atau air’
(Raymond C Rowe, 2009)
inkompatibilitas reagen oksidasi seperti potassium permanganate (Raymond C
Rowe, 2009)
Penyimpanan Pada suhu sejuk dan dalam wadah tertutup rapat (Raymond C
Rowe, 2009)
Kegunaan dan Pelarut 0,2 – 50% (Lachman.L, & H.A Lieberman, 1987)
kadar

2.7.2 Disodium Edetate


Nama senyawa Disodium Edetate/ disodium EDTA (Raymond C Rowe, 2009)
Struktur Kimia

C10H14N2Na2O8
(Raymond C Rowe, 2009)
Berat Molekul 336.2 (Raymond C Rowe, 2009)
Pemerian Kristal putih, bubuk tidak berbau dengan rasa yang sedikit asam.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; agak larut dalam
etanol (95%); larut 1 bagian dalam 11 bagian air (Raymond C
Rowe, 2009)
Titik Leleh Terdekomposisi pada suhu 252°C dalam bentuk anhidratnya
(Raymond C Rowe, 2009)
pH 4.3–4.7 (Raymond C Rowe, 2009)
Stabilitas Garam edetat lebih stabil daripada asam
etilenadiaminatetraasetat. Namun, disodium dihidrat edetat
kehilangan air ketika dipanaskan sampai 120˚C. Larutan
disodium edetat dapat disterilisasi dengan autoklaf, dan harus
disimpan dalam wadah alkali bebas. Dinatrium edetat bersifat
higroskopis dan tidak stabil bila terkena kelembaban (Raymond
C Rowe, 2009)
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat, ion logam,
dan paduan logam (Raymond C Rowe, 2009)
Kegunaan dan Chelating agent (0,00368%-0,05%) (Lachman.L, & H.A
kadar Lieberman, 1987).

2.7.3 NaOH
3
Nama Senyawa Natrium Hidroksida (Depkes RI, 2020).
Struktur Kimia NaOH (Depkes RI, 2020).
Berat Molekul 40.00 (Depkes RI, 2020).
Pemerian Bentuk cairan (cairan putih sampai bening), Putih atau praktis
putih, massa melebur, berbentuk pelet kecil, serpihan atau
batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan
hablur (Depkes RI, 2020).
Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam etanol (Depkes RI, 2020).
Titik Leleh 318° C (Raymond C Rowe, 2009)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 2020).
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan senyawa yang mudah mengalami
hidrolisis atau oksidasi (Raymond C Rowe, 2009)
Kegunaan Buffering agent (Raymond C Rowe, 2009)

2.7.4 Water for Injection


Nama senyawa Water for Injection (Raymond C Rowe, 2009), air steril untuk
injeksi (Depkes RI, 2020).

Struktur Kimia H2O (Raymond C Rowe, 2009)


Berat Molekul 18.02 (Raymond C Rowe, 2009)
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (Depkes RI, 2020).
Kelarutan Dapat bercampur dengan sebagian besar pelarut polar (Raymond
C Rowe, 2009)
Titik didih 100°C (Raymond C Rowe, 2009)
pH 5.0–7.0 (Raymond C Rowe, 2009)
Stabilitas Air secara kimiawi stabil dalam semua keadaan fisik (es, cair,
dan uap air) (Raymond C Rowe, 2009)
Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis (Raymond C Rowe, 2009)
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastik, tidak lebih
besar dari 1 L (Depkes RI, 2020).
Kegunaan Pelarut untuk injeksi (Raymond C Rowe, 2009)
1. Evaluasi Sediaan
a. Evaluasi Fisika
2. Uji Kejernihan Larutan (Kemenkes RI, 2020)
Suatu larutan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila
diamati di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah dengan latar belakang hitam atau jika
opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
a. Langkah pengujian
Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung.
Penetapan dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm, tidak
berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi
masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang sesuai secukupnya, dibuat segar
sehungga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. bandingkan kedua
isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi padanan dengan latar belakang yang hitam.
b. Pembuatan baku opalesen
Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0, biarkan selama 4 jam
hingga 6 jam. Pada 25,0 mL larutan ini, ditambahkan larutan 2,5 g heksammina P dalam 25
mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspense harus dicampur baik sebelum
digunakan.
c. Pembuatan suspensi padanan
Buatlah suspense padanan I sampai IV dengan ketentuan:
I II III IV
Baku opalesen 5,0 mL 10,0 mL 30,0 mL 50,0 mL
Air 95,0 mL 90,0 mL 70,0 mL 50,0 mL

3. Penetapan pH (Depkes RI, 1995)


Penetapan pH ditentukan dengan pH meter. Deksametason ijeksi memiliki rentang pH 7,0 dan
8,5.
Prosedur:
1) pH meter dikalibrasi dengan cara dicelupkan ke dalam larutan buffer pH 4 dan 7.
2) pH meter yang sudah dikalibrasi dibilas dengan aquades.
3) pH meter dicelupkan ke dalam sampel suspensi.
4) Biarkan beberapa menit dan catat hasilnya.

4. Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah (Kemenkes RI, 2014)


a. Prosedur
1) Pilih lima wadah atau lebih.
2) Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari tiga
kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak
kurang dari 2,5 cm.
3) Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat
suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume
dari kapasitas tertera (garis-garis petunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang
ditampung, bukan yang dituang).
b. Persyaratan
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila
wadah 1 mL dan 2 mL, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi
digabung. Jika ada kelebihan, tidak lebih dari 0,15 mL (untuk sediaan volume 2 mL, cairan
encer).
5. Uji Keseragaman Bobot (Depkes RI, 1995)
a. Prosedur
1) Diambil 10 buah wadah sediaan injeksi dan etiketnya dihilangkan.
2) Wadah dicuci bagian luarnya dengan air dan dikeringkan.
3) Wadah yang sudah dikeringkan kemudian ditimbang satu per satu dalam keadaan terbuka
dan seluruh wadah beserta isinya ditimbang.
4) Isi wadah dikeluarkan dan wadah tersebut dicuci dengan air dibilas dengan alkohol 95%,
lalu dikeringkan pada suhu 105˚C, kemudian didinginkan dan ditimbang. Lakukan
sampai diperoleh berat yang konstan. Perbedaan-perbedaan dalam penimbangan
menyatakan berat isi wadah.
5) Lakukan hal yang sama pada Sembilan wadah lainnya.
6) Hitung rata-rata berat kesepuluh wadah.
b. Batas penyimpangan bobot

Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)


Tidak lebih dari 120 mg 10
Antara 120-300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0

6. Bahan Partikulat Dalam Injeksi (Kemenkes RI, 2014)


a. Tujuan
Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu dalam sediaan injeksi
b. Metode
a) Uji Hitung Partikel Secara Hamburan Cahaya;
b) Uji Hitung Partikel Secara Mikroskopik
c. Prinsip
a) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahanya larutan uji.
b) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat dengan
mikroskop.
d. Prosedur
1) Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian dibandingkan
dengan larutan baku.
2) Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu membran tersebut
diamati di bawah mikroskop. Jumlah partikel dengan dimensi linear efektif 10
mikrometer atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 mikrometer dihitung.
e. Interpretasi 
a) Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang
memiliki diameter ≥10 µm ≤ 6000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤ 600 per wadah.
b) Injeksi volume kecil  memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang
memiliki diameter ≥10 µm ≤ 3000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤  300 per
wadah.
7. Uji Volume Terpindahkan (Kemenkes RI, 2014)
a. Persiapan uji
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah.
b. Prosedur
Tuang perlahan-lahan isi dari tiap wadah ke dalam gelas ukur tidak lebih dari dua setengah
kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi secara hati-hati untuk menghindari pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan, dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jka
telah bebas dari gelombung udara, ukur volume tiap campuran.
c. Kriteria penerimaan
Dikatakan memenuhi syarat jika volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 10 wadah tidak
kurang dari 100%, dan volume dari masing-masing wadah terletak pada rentang 95% - 110%
dari volume yang tertera pada etiket. Jika:
a) Volume rata-rata kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket, tetapi tidak ada satu
wadah pun satu wadah pun volumenya terletak di luar rentang 95% - 110% dari volume yang
tertera pada etiket;
b) Volume rata-rata tidak kurang dari 10% dan tidak lebih dari satu wadah yang volumenya di luar
rentang 95% - 110%, tetapi dalam rentang 90% sampai 115%;
Maka, dilakukan uji terhadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume
yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volumenya di luar rentang 95%
sampai 110%, tetapi masih dalam rentang 90% - 115% dari volume yang tertera pada etiket.
8. Uji Kebocoran
Uji kebocoran
a) Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan
sediaan.
b) Prosedur:
· Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam
larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilena akan masuk
kedalamnya karena perbedaan tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dipakai
untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
· Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu dengan ujungnya dibawah. Ini juga
digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah
akan keluar, dan wadah menjadi kosong.
· Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan
wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan
diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum
dihilangkan.

f) Interpretasi: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan kertas
saring atau kapas tidak basah.
(Agoes, 2012).
a. Evaluasi Kimia
9. Penetapan Kadar (Kemenkes RI, 2020)
Penetapan kadar deksametason injeksi dilakukan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT), dengan ketentuan:
a) Fase gerak
Larutan kalium fosfat monobasa 0,01 M dalam campuran metanol P-air (1:1), disaring dan
diawaudarakan (dihilangkan udaranya).
b) Larutan baku
Buat larutan pada saat akan digunakan. Timbang saksama sejumlah deksametason natrium
fosfat BPFI, larutkan dalam fase gerak hingga kadar lebih kurang 0,09 mg/mL.
c) Larutan uji
Ukur saksama sejumlah volume injeksi setara dengan lebih kurang 8 mg deksametason
fosfat, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
d) Sistem kromatograf
Kromatograf cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detector 254 nm dan kolom 4 mm x 30
cm berii bahan pengisi LI. Laju alir lebih kurang 1,6 mL per menit. Lakukan kromatografi
terhadap larutan baku, rekam kromatogram dan ukur respons puncak. Simpangan baku
relative tidak lebih dari 1,5% (waktu retensi puncak deksametason fosfat lebih kurang 5
menit).
a. Prosedur
1) Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µL) larutan baku dan larutan
uji ke dalam kromatograf, rekam kromatograf dan ukur respons puncak utama.
2) Hitung persentase deksametason fosfat (C22H30FO8P) dalam injeksi yang digunakan dengan
rumus:
ru CS 472,44
( )( )(
rs
×
CU
×
516,40
×100 )
ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak larutan uji dan larutan baku; CS adalah kadar
Deksametason Natrium Fosfat BPFI dalam µg/mL larutan baku; CU adalah kadar deksametason
fosfat dalam µg/mL larutan uji berdasarkan jumah yang tertera pada etiket; 472,44 dan 516,40
berturut-turut adalah bobot molekul deksametason fosfat dan deksametason natrium fosfat.
b. Persyaratan
Mengandung deksametason natrium fosfat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 115,0%
dari jumlah yang tertera pada etiket, sebagai garam dinatrium.
10. Uji Identifikasi (Kemenkes RI, 2014)
Uji identifikasi deksametason natrium fosfat injeksi dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT), dengan ketentuan:
a) Fase gerak
Campuran kloroform P-aseton P-air (50:50:1).
b) Larutan uji
Pipet sejumlah volume injeksi, setara dengan 10 mg deksametason fosfat ke dalam labu
ukur 100 mL, tambahkan air sampai tanda. Pipet 5 mL larutan ini ke dalam corong pisah
125 mL dan cuci dua kali masing-masing dengan 10 mL metilen klorida P yang telah
dicuci dengan air cucian. Pindahkan larutan ke dalam tabung reaksi bertutup kaca 50 mL
dan tambahkan 5 mL larutan alkali fosfatase P, dalam 50 mL dapar magnesium pH 9.
Diamkan pada suhu 37˚ selama 45 menit dan ekstrksi dengan 25 mL mmetilen klorida P.
Uapkan 15 mL ekstrak metilen klorida di atas tangas uap hingga kering, dan larutkan
residu dalam 1 mL metilen klorida P.
c) Larutan baku
Timbang saksama sejumlah Deksametason BPFI, larutkan dalam metilen klorida P hingga
kadar 300 µg per mL.
a. Prosedur
1) Totolkan secara terpisah masing-masing 5µL larutan uji dan larutan baku pada lempeng
kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase ferak, biarkan merambat hingga tiga
perempat tinggi lempeng.
2) Angkat lempeng, biarkan kering di udara.
3) Semprot lempeng dengan larutan asam sulfat P (1 dalam 2), panaskan pada suhu 105˚
hingga bercak berwarna coklat atau hitam.
4) Harga Rf bercak utama dari larutan uji sesuai dengan harga Rf larutan baku.
a. Evaluasi Biologi
11. Uji Efektivitas Pengawet (Kemenkes RI, 2020)
Uji efektivitas pengawet bertujuan untuk menunjukkan aktivitas pengawet yang ada dalam
sediaan. Pengawet antimikroba harus disebutkan dalam etiket.
a. Mikroba uji
Candida albicans, Aspergillus niger, Escherichi coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphylococcus aureus.
b. Prosedur
1) Pengujian dapat dilakukan pada lima wadah asli.
2) Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang telah disiapkan dan diaduk. Volume
suspensi inokula yang digunakan antara 0,5% dan 1,0% dari volume sediaan.
3) Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5˚±2,5˚.
4) Ambil sampel dari tiap wadah pada interval hari ke-7, 14, dan 28.
c. Kriteria efektivitas antimikroba
a. Bakteri tidak kurang dari 1,0 log reduksi dari jumlah hitungan awal pada hari ke-7;
b. Tidak kurang dari 3,0 log reduksi dari hitungan awal pada hari ke-14; dan
c. Tidak meningkat sampai hari ke-28.

12. Uji Endotoksin Bakteri (Kemenkes RI, 2020)


Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diperoleh dari
ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus
tridentatus) dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL.
Uji endotoksin bakteri dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik pembentukan jendal
gel, dan teknik fotometrik. pada teknik pembuatan jendal gel, penetapan titik akhir reaksi
dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin
baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam Unit Endotoksin (UE). Batas endotoksin dari
injeksi deksametason natrium fosfat adalah tidak lebih dari 31,3 Unit Endotoksin (UE) FI
per deksametason fosfat.
a. Penyiapan Larutan Induk Baku Pembanding dan Larutan pembanding
Baku pembanding endotoksin (BPE) adalah Endotoksin BPFI yang telah diketahui
potensinya dalam UE per vial.
1) Konstitusi seluruh isi vial BPE dengan 5,0 mL air pereaksi LAL (air untuk injeksi atau air
lain yan tidak bereaksi dengan pereaksi LAL yang digunakan pada batas kepekaan
pereaksi).
2) Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten selama 30 menit.
Gunakan larutan pekat ini untuk membuat seri pengenceran yang sesuai. Simpan dalam
lemari pendingin, selama tidak lebih dari 14 hari untuk membuat pengenceran berikutnya.
Sebelum digunakan, kocok kuat dengan pengocok vortex selama tidak kurang dari 3 menit.
Campur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik sebelum membuat pengenceran
berikutnya.
b. Penyiapan Larutan Uji
1) Siapkan larutan uj dengan melarutkan atau mengencerkan obat dengan air pereaksi LAL.
2) Jika perlu, atur pH larutan (atau hasil pengencerannya) yang akan diuji hingga pH
campuran pereaksi LAL dan larutan yang akan diuji terletak pada rentang pH yang
ditentukan oleh produsen pereaksi LAL. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan
menggunakan asam, basa, atau larutan dapar yang sesuai dengan rekomendasi produk
pereaksi LAL.
c. Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL
1) Lakukan konfirmasi kepekaan pereaksi yang tertera pada etiket menggunakan tidak
kurang dari 1 vial untuk setiap lot pereaksi LAL.
2) Buat pengenceran seri kelipatan 2 dari Baku Pembanding Endotoksin dalam air pereaksi
LAL hingga konsentrasi 2λ. λ adalah kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada
etiket (UE/mL).
3) Lakukan uji pada 4 konsentrasi larutan baku, dalam 4 replikasi termasuk kontrol
negative.
4) Campur pereaksi LAL dengan larutan baku dari masing-masing konsentrasi dalam
tabung uji dengan volume sama (0,1 mL).
5) Inkubasi campuran reaksi dalam waktu yang tetap sesuai dengan petunjuk produsen
pereaksi LAL (biasanya 37˚±1˚, selama 60±2 menit), hindari getaran.
6) Untuk menguji integritas gel, ambil setiap tabung langsung dari incubator dan balikkan
180˚ secara perlahan-lahan. Jika telah terbentuk gel yang kuat, yang tetap di tempatnya
walaupun telah dibalik, catat sebagai hasil positif. Jika gel tidak terbentuk atau gel yang
terbentuk jatuh ketika idbalik, mhasil dinyatakan negatif.
7) Uji dinyatakan absah jika larutan baku konsentrasi terendah memberikan hasil negatif
pada semua replikasi uji.
8) Titik akhir adalah konsentrasi terendah yang masih memberikan hasil positif dari satu
pengenceran seri.
d. Penetapan Kadar Endotoksin bakteri dengan cara Jendal Gel
Siapkan larutan sebagai berikut:
Kadar
Kadar
endotoksin/Larutan Faktor Jumlah
Larutan Pengencer endotoksin
dengan penambahan pengencer replikasi
awal
endotoksin
A 1 - 2
Air pereaksi 2 - 2
0/larutan sampel
LAL 4 - 2
8 - 2
B 2λ/larutan sampel - 1 2λ 2
C 1 2λ 2
Air pereaksi 2 1λ 2
2λ/air pereaksi LAL
LAL 4 0,5λ 2
8 0,25λ 2
D 0/air pereaksi LAL - - - 2
*λ = kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket (UE/mL).
Uji larutan tersebut seperti prosedur “Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL”.
Uji absah jika kondisi berikut dipenuhi:
a) Kedua replikasi dari kontrol negative larutan D adalah negatif.
b) Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif.
c) Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5λ – 2λ.
Kadar endotoksin dalam sampel adalah rata-rata geometric kadar titik akhir replikasi,
yang dapat dihitung dengan rumus:
Rata-rata geometrik konsentrasi titik akhir = antilog (Σe/f)
Σe adalah jumlah logaritma konsentrasi titik akhir dari pengenceran seri yang digunakan;
dan f adalah jumlah replikasi.
Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin kurang dari 31,3 UE per mg
deksametason fosfat.
13. Uji Pirogen (Kemenkes RI, 2014)
Uji pirogen bertujuan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima
oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
a. Prosedur uji pirogen:
1) Lakukan uji dalam ruang terpisah yang dirancang untuk pengujian pirogen dan pada kondisi
lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas dari gangguan yang
menimbulkan kegelisahan. Kelinci tidak boleh diberi makan selama pengujian. Boleh diberi
minum setiap saat, tetapi terbatas.
2) Kelinci diletakkan dalam penyekap yang dapat menahan kelinci dengan leher yang longgar
sehingga dapat duduk dengan bebas.
3) Tetapkan suhu kontrol dari tiap kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji.
Suhu tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan suu yang dihasilkan dari
penyuntikan larutan uji.
4) Dalam setiap kelompok kelinci uji, gunakan kelincci yang mempunyai perbedaan suhu kontrol
antara satu dengan lainnya tidak lebih dari 1˚, dan suhu kontrol setiap kelinci tidak boleh lebih
dari 39,8˚.
5) Suntikkan 10 mL larutan uji per kg berat badan ke dalam vena telinga setiap tiga kelinci, lakukan
penyuntikan dalam waktu 10 menit. Lakukan penyuntikkan setelah larutan uji dihangatkan pada
suhu 37˚±2˚.
6) Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30
menit.
b. Persyaratan
1) Setiap penurunn suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tidak ada satu pun kelinci
yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5˚ atau lebih.
2) Bila ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5˚ atau lebih, lanjutkan uji menggunakan
lima ekor kelinci lain. Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila tidak lebih dari 3 dari 8 ekor
masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5˚ atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3˚.

14. Uji Sterilitas (Kemenkes RI, 2020)


Uji sterilitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada kontaminasi mikroba yang
ditemukan dalam sediaan. Pengujian sterilitas dilakukan pada kondisi aseptik. Pengujian
dilakukan dengan metode penyaringan membran, metode ini sesuai untuk sediaan yang
mengandung air dan dapat disaring. Penyaring membran yang digunakan memiliki porositas
tidak lebih dari 0,45 μm yang telah terbukti efektif menahan mikroba. Membran berdiameter
lebih kurang 50 mm. Peralatan penyaring dan membran disterilisasi terlebih dahulu. Peralatan
dirancang hingga larutan uji dapat dimasukkan dan disaring pada kondisi aseptic. Membran
dapat dipindahkan secara aseptik ke dalam media. Media yang digunakan yaitu media cair
Tioglikolat atau Soybean-Casein Digest.
a. Prosedur
Saring sebanyak 4 vial yang akan diuji ke dalam satu membran atau beberapa membran.
Pindahkan seluruh membran utuh ke dalam media atau potong menjadi dua bagian yang
sama secara aseptik dan pindahkan masing-masing bagian ke dalam dua media yang sesuai.
Inkubasi media selama tidak kurang dari 14 hari. Pada interval waktu tertentu dan akhir
periode inkubasi, amati secara visual adanya pertumbuhan mikroba dalam media. Jika tidak
terjadi pertumbuhan mikroba, maka sediaan memenuhi syarat sterilita.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.


Allen, L. V and Ansel, H.C., 2014. Section II. Drug dosage form and drug delivery system
design. Chapter 4. Dosage form design: Pharmaceutical and formulation consideration. In: Ansel’s
Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems, Tenth Ed. 102–165
Assante, J., Collins, S., and Hewer, I., 2015. Infection Associated With Single-Dose
Dexamethasone for Prevention of Postoperative Nausea and Vomiting: A Literature Review, 83 (4),
281–288
Badan POM RI. Pusat Informasi Obat Nasional. Diambil dari URL:
http://pionas.pom.go.id/monografi. Diakses pada tanggal 28 Juli 2021

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Depkes RI., 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

https://www.medicines.org.uk/emc/product/4659/smpc
Jackson, M. and Lowey, A., 2010. Handbook of Extemporaneous Preparation A guide to
pharmaceutical compounding. Pharmaceutical Press. London, UK: Pharmaceutical Press.
Kaan MN, Odabasi O, Gezer E, Daldal A. The effect of preoperative deksamethasone on early
oral intake, vomiting and pain after tonsillectomy. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2006;70:73- 79
Lachman, L., Lieberman, and H.A., Kanig, J.L., 1987. The Teory and Practice of Industrial
Pharmacy. 3d ed. Bombay: Varghase Publishing House

Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Kedelapan. Jakarta: Salemba Medika.
Halaman 525.
Martindale. 1982. The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. London : The Parmaceutical
Press.
MSDS Toronto Research Chemical. Dexamethasone Sodium Phosphate . diambil
dari URL: https://www.trc-canada.com/product-detail/?D298898. Diakses pada tanggal
29 Juli 2021
Neal, M. J. 2012. Medical pharmacology at a glance (7th ed.). Oxford: Wiley- Blackwell.
Halaman 59-69.
Pubchem. Dexamethasone sodium phosphate. Diambil dari URL :
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Dexamethasone-sodium-phosphate. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2021
Rowe, Raymond C, dkk. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.
Pharmaceutical Press, USA
Sweetman, S et al. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical, Press, London
Voight. R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani Noerono. Edisi
Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
https://www.zionmarketresearch.com/report/dexamethasone-market diakses pada tanggal 28 Juli
2021 jam 20.17
https://www.databridgemarketresearch.com/reports/global-dexamethasone-market diakses pada
tanggal 28 Juli 2021 jam 20.21

Anda mungkin juga menyukai