SKRIPSI
Oleh :
Tony Handoyo
NIM : 068114056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET (UV)
APLIKASI METODE DERIVATIF
SKRIPSI
Oleh :
Tony Handoyo
NIM : 068114056
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan penyertaan yang
telah Dia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:
Aplikasi Metode Derivatif” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan dengan
baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen
3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan
banyak kritik dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan banyak kritik dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam
5. Tim dosen fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma, untuk semua ilmu yang
vii
6. Penolong kecilku, Citra Dewi Ariani, terima kasih atas tiap pertolongan yang
7. Rekan seperjuanganku Andreas Wilasto Anggit “Boim”, terima kasih buat setiap
8. Teman-teman satu bimbingan, Pungki, Micell, Angel, Yoki, dan Aang, terima
9. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Ottok, Pak Timbul ,dan bapak-ibu
karyawan yang telah membantu saya selama proses skripsi ini berlangsung.
10. Teman-teman “Bocah Rolas” buat tawa dan tawa dan tawa lagi yang membuat
11. Teman-teman Squadra viola dari yang tua sampai muda, semoga pertemanan kita
12. Teman-teman farmasi yang tidak saya bisa sebut satu persatu, terima kasih buat
segalanya.
13. Dan semua pihak yang tidak bisa saya sebut satu per satu.
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya masukan saran dan kritik
tentang skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
Penulis
(Tony Handoyo)
viii
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET (UV)
APLIKASI METODE DERIVATIF
INTISARI
x
VALIDATION OF QUANTITATIVE ANALYSIS FROM PARACETAMOL
Abstract
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
INTISARI ...............................................................................................................x
ABSTRACT............................................................. ................................................ xi
1. Permasalahan ..................................................................................3
B. Tujuan Penelitian...................................................................................4
A. Parasetamol ...........................................................................................5
xii
B. Ibuprofen ..............................................................................................6
E. Validasi Metode...................................................................................13
1. Spesifisitas ................................................................................... 13
2. Linearitas .....................................................................................14
3. Akurasi .........................................................................................14
4. Presisi ............................................................................................14
G. Hipotesis .............................................................................................17
B. Variabel ..............................................................................................18
xiii
6. Penetapan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen dalam Campuran ...21
1. Spesifisitas ....................................................................................37
2. Linearitas .....................................................................................38
3. Akurasi .........................................................................................39
4. Presisi ...........................................................................................39
A. Kesimpulan ........................................................................................40
B. Saran ...................................................................................................40
LAMPIRAN ..........................................................................................................43
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 12. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Serapan Normal .......34
Gambar 13. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Derivate Pertama ......36
Gambar 14. Spektrum Gabungan Sampel dan Baku pada Derivate Kedua ........36
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENGANTAR
Obat-obat yang beredar di pasaran pada saat ini, tersedia dengan berbagai
bentuk sediaan antara lain berupa tablet, kaplet, kapsul, dan larutan. Beberapa
produk obat yang beredar di pasaran tersebut ada yang mengandung satu macam
zat aktif tapi ada juga yang mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Tujuan
dipakainya lebih dari satu macam zat aktif diharapkan antar zat aktif saling
mendukung untuk memberikan efek terapetik yang lebih baik. Salah satu contoh
obat yang memiliki dua macam zat aktif sekaligus adalah tablet obat analgesik-
parasetamol (350 mg) dan ibuprofen (200 mg). Dari segi efek terapetik sediaan
obat dengan dua macam zat aktif akan lebih menguntungkan. Tetapi dari segi
penetapan kadarnya justru akan lebih susah dikarenakan zat aktif yang diteliti
tidak hanya satu. Padahal untuk menjamin kualitas obat perlu diketahui
Komposisi yang ada di dalam obat harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
misalnya ketentuan dari farmakope. Oleh karena itu diperlukan sebuah metode
penetapan kadar yang dapat menetapkan beberapa macam zat aktif sekaligus.
memiliki kekurangan dimana metode ini lebih cocok utuk menetapkan kadar
1
2
hubungan antara derivatif serapan (dnA/dλn) terhadap panjang gelombang (λ). Hal
ini dimaksudkan supaya mendapatkan spektrum yang lebih tajam dari spektrum
absorbansinya spesifik untuk satu analit saja dan nilai absorbansi analit lainnya
bernilai nol, atau biasa disebut panjang gelombang zero crossing. Dengan
parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan secara bersamaan dan lebih cepat.
dan ibuprofen.
digunakan untuk penetapan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam tablet ini
digunakan untuk menentukan validitas dari metode penetapan kadar ini adalah
komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi (Anonim, 2007).
3
1. Permasalahan
baik ?
2. Keaslian Penelitian
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik (Prabowo, 2010), Validasi Metode Penetapan
Merk ”X” dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase terbalik
3. Manfaat Penelitian
metode yang praktis dan valid untuk menetapkan kadar campuran parasetamol
derivatif.
B. Tujuan Penelitian
PENELAAH PUSTAKA
A. Parasetamol
g/mol (Anonim, 1995). Rumus bangun dari parasetamol adalah sebagai berikut
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian: serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan: larut dalam air mendidih dan dalam
neuralgia dan sakit pada otot dan persendian (Battu and Reddy, 2009).
5
6
B. Ibuprofen
C13H18O2, dengan berat molekul 206,28 g/mol. Rumus bangun dari ibuprofen
sebagai berikut:
Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemeriaan: serbuk hablur, putih
hingga hampir putih, berbau khas lemah. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air,
sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam
kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen terlarut memiliki serapan
arthritis, primary dysmenorrheal, demam dan sebagai analgesik (Battu and Reddy,
2009).
spesies molekul mempunyai keadaan energi yang unik dan keadaan terendah
elektron disebut ground state. Apabila pada molekul tersebut dikenakan foton
yang sesuai dengan perbedaan energi elektron dari keadaan ground state ke
tingkat energi yang lebih tinggi dari suatu radiasi elektromagnetik, maka akan
terjadi absorbsi energi. Tingkat energi yang lebih tinggi ini dikenal sebagai orbital
E = h. υ = (1)
(Christian, 2004)
Karena elektron dalam molekul memiliki tenaga yang tak sama, maka
tenaga yang diserap dalam proses eksitasi dapat mengakibatkan terjadinya satu
atau lebih transisi tergantung pada jenis elektron yang terlihat (Sastrohamidjojo,
2001).
Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi σ→σ*, n→σ*,
n→π*, dan π→π*. Diagram tingkat energi elektron pada tingkat dasar dan
σ* Anti bonding
π* Anti bonding
E n Non bonding
π Bonding
σ Bonding
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)
pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal, sebagai contoh
pada alkana. Sedangkan eksitasi elektron (π→π*) diberikan oleh ikatan rangkap
dua dan tiga (alkena dan alkuna) juga terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Transisi
gugus yang memberi atau menarik elektron. Pada gugus karbonil (dimetil keton
dan asetaldehid) akan terjadi eksitasi elektron (n→ σ*) yang terjadi pada daerah
ultraviolet jauh. Eksitasi elektron (n→ σ*) ditunjukkan oleh senyawa jenuh yang
oleh transisi elektron-elektron dari orbital tak berikatan heteroatom ke orbital anti
yang terjadi pada panjang gelombang 280-290 nm, tetapi eksitasi elektron (n→π*)
adalah forbidden transition karena memberikan harga εmaks kurang dari 1000,
kromofor (Mulja dan Suharman, 1995). Kromofor menyatakan gugus tak jenuh
kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan terlihat.
adalah heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, misal: -OCH3, -Cl, -OH,
absorpsi kromofor atau merubah panjang gelombang absorpsi jika terikat dengan
pergeseran merah.
panjang gelombang yang lebih pendek. Pergeseran ini juga disebut pergeseran
biru.
(Christian, 2004)
diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmittan
T= = 10 -ε.b.c (2)
Intensitas dari suatu berkas radiasi akan berkurang sehubungan dengan jarak yang
sehubungan dengan kadar molekul atau ion yang terserap dalam medium tersebut.
Kedua faktor tersebut menentukan proporsi dari kejadian total energi yang timbul.
1995).
Keterangan : A = absorbansi
ε = daya serap
b = tebal kuvet
c = konsentrasi sampel (Molar)
molar. Harga ε adalah karakteristik untuk molekul atau ion penyerap dalam
pelarut tertentu, pada panjang gelombang tertentu dan tidak bergantung pada
Harga ε dapat diganti dengan a yang disebut sebagai daya serap, bila konsentrasi
ε=aM (4)
pada luas penampang senyawa yang terkena radiasi (A) dan probabilitas
11
terjadinya transisi energi yang diserap (P). Hubungan ε dan variabel tersebut
Nilai harga P adalah 0,1 sampai 1 yang menunjukkan kekuatan pita absorbansi
akibat transisi elektronik yang diperbolehkan dengan memberikan nilai ε > 104 .
Sedangkan untuk harga ε < 103 atau harga P< 0,01 forbidden transition. Secara
umum dapat dikatakan bahwa harga sangat mempengaruhi puncak spektrum suatu
1-10: sangat lemah; 10-102: lemah; 102 -103: sedang; 103-104: kuat; 104-105:
sebagai pengukur dan perekam sinyal hasil interaksi molekul dengan radiasi
Dalam spektra derivatif, spektra mudah untuk dideteksi dan diukur. Bentuk
spektra yang karakteristik ini mampu membedakan antara spektra yang sangat
Derivat pertama atau yang lebih tinggi dari transmitan atau serapan,
seringkali dimaksudkan untuk mendapatkan spektra yang lebih spesifik yang tidak
diperoleh dengan spektra biasa. Dengan alasan ini, penggunaan spektra derivatif
mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh tumpang tindih pita spektra analit
yang terganggu spesies lain dalam sampel (Aberasturi et al., 2001; Skoog, 1985).
Lebih jauh, spektra ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, untuk mengukur
bertumpang tindih dengan puncak analit lain dalam sampel (Willard et al., 1988).
Untuk analisis kuantitatif, jika serapan sesuai hukum Lambert-Beer maka derivatif
bc (6)
tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/dλ = 0. Pada prinsipnya, tinggi puncak
(dnA/dλn ) proporsional terhadap konsentrasi analit. Hal inilah yang menjadi dasar
(7)
Nilai absolut spektrum derivatif salah satu senyawa dapat diukur jika
senyawa lain bernilai nol. Teknik analisis ini disebut teknik zero crossing yaitu
pengukuran amplitudo spektrum pada titik zero crossing. Titik zero crossing
adalah titik dimana salah satu komponen bernilai nol sehingga pengukuran
titik zero crossing disebut panjang gelombang zero crossing. Kurva baku dibuat
E. Validasi Metode
2004). Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis
1. Spesifisitas
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil
2. Linearitas
linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 atau
r2 ≥ 0,997 (Chan et al, 2004). Hubungan linier yang baik ditunjukkan dengan nilai
3. Akurasi
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan
2004).
4. Presisi
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
15
koefisien variasi (KV) atau persen Relative Standard Deviation (RSD) (Harmita,
2004).
LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui
yaitu:
kadar komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.
sediaan farmasi.
16
Tabel III. Parameter analisis yang harus dipenuhi untuk syarat validasi metode (Anonim,
2007)
Kategori II
Parameter Kategori Kategori Kategori
analisis I Kuantitatif Batas Tes III IV
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak
Range Ya Ya * * Tidak
* = Mungkin diperlukan (tergantung sifat spesifik tes)
F. Landasan Teori
(NSAID) dan obat analgesik yang diindikasikan untuk meredakan demam dan
(Anonim, 1995). Parasetamol dan ibuprofen memiliki satu inti benzene aromatis
dan gugus substituen dalam struktur molekulnya yang memberikan serapan pada
masing-masing senyawa.
G. Hipotesis
akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas yang baik untuk penetapan kadar
dipercaya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah panjang gelombang yang digunakan
(variable continuous).
C. Definisi Operasional
derivatif kedua.
18
19
linearitas.
6. Nilai serapan derivatif adalah nilai serapan normal yang diderivatif (dnA/dλn).
D. Bahan Penelitian
standar (No.COA 50909135) dari PT. KONIMEX, dan pelarut yang digunakan
pipet volume, labu takar, beker glass, pengaduk, sendok, gelas ukur, pipet tetes,
dalam metanol hingga 10,0 ml. Kemudian 2,5 ml larutan tersebut diencerkan
dengan aquadest hingga 25,0 ml. Setelah itu, dibuat larutan dengan seri kadar 1;
20
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 ml
metanol hingga 10,0 ml. Kemudian 2,5 ml larutan tersebut diencerkan dengan
aquadest hingga 25,0 ml. Setelah itu, dibuat larutan dengan seri kadar 1,5; 2; 2,5;
Dari seri kadar yang telah diperoleh pada penetapan rentang kadar
panjang gelombang.
pertama dan kedua dengan interval panjang gelombang optimal sebesar 1 nm.
diukur nilai serapan derivatifnya pada panjang gelombang zero crossing masing-
masing senyawa tersebut. Kemudian dibuat kurva baku antara nilai serapan
derivatif terhadap seri konsentrasi larutan baku senyawa pada panjang gelombang
intermediet ibuprofen).
spektrum serapan normal tersebut pada rentang gelombang 220-280 nm. Nilai
22
masing-masing senyawa.
G. Analisis Hasil
parasetamol dan ibuprofen dalam campuran secara KCKT fase terbalik dapat
a. Akurasi
ditambahkan. Recovery dihitung dari kadar yang terukur pada kurva baku
Recovery =
b. Presisi
c. Linearitas
Linearitas dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linear.
Y = bX + a
23
d. Spesifisitas
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
karena parasetamol dan ibuprofen larut dalam metanol. Selain itu, metanol dapat
mempunyai serapan pada panjang gelombang di bawah 210 nm, sehingga metanol
nm. Metanol yang digunakan untuk penelitian ini adalah metanol pro analisis,
Larutan baku untuk parasetamol dibuat dengan konsentrasi 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0;
dan 3,5 mg/100ml. Sedangkan untuk larutan baku ibuprofen dibuat dengan
konsentrasi 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4 mg/100ml. Agar mendapatkan nilai
serapan derivatif yang nyata, maka rentang seri kadar dari larutan baku dibuat
lebar. Nilai serapan derivatif (dnA/dλn) tergantung pada beda absorbansi (dA) dan
dari senyawa, sehingga untuk mendapatkan perubahan nilai beda absorbansi yang
24
25
dan ibuprofen pada sampel yang nanti akan diuji, dengan perbandingan
parasetamol dan ibuprofen 7:4. Spektrum serapan normal dibuat antara absorbansi
gelombang UV kerena keduanya dapat menyerap radiasi sinar UV. Hal tersebut
mudah tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu π* apabila dikenai
radiasi sinar UV yang memiliki energi yang sesuai dengan energi yang
Keterangan: = kromofor
_ _ _ _ = auksokrom
panjang untuk sampai kedaerah visibel (400-700 nm) . Kromofor dari parasetamol
gelombang tertentu. Bila serapan maksimum dari analit pada saat penelitian tepat
atau ada dalam batas ± 2 nm dari panjang gelombang teoritis maka analit tersebut
diduga adalah senyawa yang dimaksud. Prinsip inilah yang biasa digunakan untuk
ibuprofen pada panjang gelombang 223 nm. Sedangkan secara teoritis, serapan
metanol dan air. Sedangkan serapan maksimum untuk parasetamol pada panjang
persyaratan yang ditetapkan oleh farmakope IV, di mana jika ada pergeseran
pelarut yang sama dengan baku pembanding maka panjang gelombang tersebut
sebagai berikut:
tindih secara total. Dengan begitu tidak ada panjang gelombang yang memberikan
spektrum serapan yang spesifik dimana dalam satu panjang gelombang tersebut
hanya ada satu senyawa yang memberikan serapan dan senyawa lain tidak
mg/100ml. Penetapan kadar campuran dua senyawa ini sulit dilakukan dengan
29
menggunakan spektrum normal biasa karena tidak ada panjang gelombang yang
spesifik untuk satu senyawa saja. Jika kedua senyawa memberikan serapan pada
Spektrum normal kedua senyawa tumpang tindih secara total maka salah
Salah satu cara untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen yang
pada spektrum normalnya mengalami tumpang tindih secara total adalah dengan
absorbansi (ΔA= Aλ2-Aλ1) dengan delta panjang gelombang (Δλ= λ2-λ1). Delta
maka satu analit memberikan nilai serapan derivatif maksimum atau minimum
pada suatu panjang gelombang sedangkan analit yang lain tidak memberikan nilai
nilai serapan derivatif atau dengan kata lain spektrum derivatifnya memotong
30
absis sehingga nilainya nol. Panjang gelombang zero crossing inilah yang diambil
Gambar 9. Spektrum derivatif pertama dari parasetamol konsentrasi 3.5 mg/100ml dan
ibuprofen konsentrasi 2 mg/100ml
zero crossing untuk ibuprofen. Di mana spektrum derivatif pertama dari ibuprofen
gelombang 246,5 nm, 247,5 nm, 250,5 nm, 253,5 nm, 254,5 nm, 259,5 nm, 260,5
nm, 261,5 nm, 265,5 nm, 266,5 nm, 271,5 nm, dan 279,5 nm. Panjang gelombang
yang dipilih untuk pengukuran adalah pada panjang gelombang 261,5 nm nilai
Gambar 10. Spektrum derivatif kedua dari parasetamol 3,5 mg/100ml dan ibuprofen
konsentrasi 2 mg/100ml
Pada spektrum derivatif kedua terlihat penajaman puncak. Pada spektrum
gelombang zero crossing untuk parasetamol ada pada panjang gelombang 227
nm, 232 nm, 234 nm, 249 nm, 259 nm, 262 nm, 265 nm, dan 279 nm. Panjang
gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang 227 nm karena nilai serapan
gelombang 227 nm. Nilai serapan derivatif dari tiap seri kadar dimasukkan ke
dalam persamaan regresi linier sehingga diperoleh persamaan kurva baku. Dari
tiga kali replikasi dipilih persamaan kurva baku yang terbaik. Untuk memilih
32
kurva baku terbaik dilihat dari koefisien korelasi (r) yang didapat dari persamaan
adalah yang paling baik karena koefisien korelasi menujukkan hubungan linieritas
antara absis (dalam penelitian ini absisnya adalah kadar) dan ordinat (dalam
penelitian ini ordinatnya adalah nilai serapan derivatif). Semakin mendekati 1 atau
-1, maka artinya dengan sedikit perubahan kadar maka nilai serapan derivatifnya
gambar berikut:
ibuprofen. Puncak tersebut berada pada panjang gelombang 228 nm dan 244 nm.
Jika spektrum normal dari larutan sampel dibandingkan dengan spektrum normal
larutan baku parasetamol dan ibuprofen maka akan terlihat bahwa sebenarnya
Gambar 12. Spektrum gabungan larutan sampel dan baku pada serapan normal
maksimum pada spektrum normal sampel. Selain itu juga terdapat kenaikan nilai
serapan dari masing-masing senyawa tunggal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bila sistem mengandung dua komponen atau lebih pada panjang gelombang yang
35
nilai absorbansi dari parasetamol terlalu kecil nilainya dan memang setelah
nilai serapan derivatif yang bernilai nol, yaitu pada panjang gelombang 261,5 nm.
Pada spektrum derivatif kedua akan didapatkan panjang gelombang zero crossing
yang bernilai nol pada panjang gelombang 227 nm. Nilai serapan derivatif dari
larutan sampel pada dua panjang gelombang zero crossing kemudian dimasukkan
Gambar 13. Spektrum gabungan sampel dan baku pada derivate pertama
Gambar 14. Spektrum gabungan sampel dan baku pada derivate kedua
Kadar terukur dari parasetamol dan ibuprofen dapat dilihat pada tabel.
Ibuprofen Parasetamol
100,58±1,0
Rerata ± SE 100,1±0,32
4
1. Spesifisitas
kadar suatu analit tertentu saja secara cermat dan seksama meskipun ada
komponen lain dalam matriks sampel. Dalam matriks sampel terdapat beberapa
38
serapan di bawah 210 nm. Pada spektrum normal, spesifisitas dari parasetamol
dan ibuprofen tidak baik. Pada spektrum normal, spektrum dari parasetamol dan
nilai serapan dari masing-masing senyawa. Oleh karena itu, spektrum normal
kedua senyawa tersebut dibuat menjadi spektrum derivatif pertama dan kedua
untuk menentukan titik zero crossing dari masing-masing senyawa. Titik zero
crossing inilah yang menjadi jaminan spesifisitas dari metode ini. Pada masing-
masing titik zero crossing dari senyawa, nilai serapan derivatif dari salah satu
senyawa saja yang terukur dikarenakan senyawa yang lain memiliki nilai serapan
derivatif yang bernilai nol. Parasetamol memiliki titik zero crossing pada panjang
2. Linearitas
Linearitas dari suatu metode dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r)
yang didapatkan dari persamaan kurva baku. Berdasarkan tabel IV, persamaan
dari kurva baku parasetamol dan ibuprofen bernilai negatif. Hal tersebut
dikarenakan arah garis dari kurva baku parasetamol dan ibuprofen kearah negatif.
yang berlaku dimana nilai r yang baik adalah yang mendekati 1 atau -1 sesuai
3. Akurasi
Akurasi dari sebuah metode analisis dapat dilihat dari recovery yang
didapatkan. Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukan pada tabel VI, diperoleh
memenuhi syarat recovery untuk analit dalam sampel besar yaitu 95-105% (Mulja
4. Presisi
Presisi dari suatu metode dilihat dari nilai coefficient varians (CV).
Metode ini memiliki presisi yang baik untuk menetapkan kadar parasetamol dan
ibuprofen dalam campuran. Hal ini dapat dilihat dari tabel VI, dimana diperoleh
Berdasarkan hasil yang didapat, nilai CV yang diperoleh telah memenuhi syarat
presisi yang baik (CV < 2%) (Mulja & Suharman, 2003).
BAB V
A. KESIMPULAN
metode derivatif memiliki akurasi, presisi , linearitas, dan spesifisitas yang baik.
B. SARAN
40
41
Daftar Pustaka
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 449, 649, 1009, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2007, The United States Pharmacopeia 30th The National Formulary
25th, United States Pharmacopeal Convention, Inc., New York
Battu, P. R., and Reddy, MS, 2009, RP-HPLC Method for Simultaneous
Estimation of Paracetamol and Ibuprofen in Tablets, http
://www.ajrconline.org, diakses tanggal 29 Agustus 2009
Chan, C.C., Lam, H., Lee, Y.C., and Zhang, X., 2004, Analytical Method Validation
and Instrumen Performance Verification, 16, John Wiley & Sons, Inc.,
U.S.A.
Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th Ed.,465, Jhon Wiley & Sons, Inc.,
U.S.A.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara, Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol.I, No.3, 117-135
Micell, J., 2010, Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dengan Perbandingan 7:4 Menggunakan Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumenal, 26, Universitas Airlangga
Press, Surabaya
42
Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium Yang
Bail (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga¸Vol III,
no.2, 71-76
Willard, H. H., Merritt, J. R. L., Dean, J. A., dan Settle J. F. A., 1988, Instrumenal
Methods of Analysis, 7th Ed., 148-150, 159-178, Wadsworth Publishing
Company, California
43
Sertifikat parasetamol
44
Sertifikat ibuprofen
45
a. Ibuprofen baku
Replikasi 1 : 0,0100 g
Replikasi 2 : 0,0098 g
Replikasi 3 : 0,0099 g
b. Parasetamol baku
Replikasi 1 : 0,0099 g
Replikasi 2 : 0,0099 g
Replikasi 3 : 0,0098 g
1 0,0100 0,0100
2 0,0098 0,0098
3 0,0100 0,0100
4 0,0099 0,0099
5 0,0099 0,0099
6 0,0099 0,0099
46
a. Skema pembuatan
Pipet 2,5 ml
Pipet 1; 1.5; 2; 2.5; 3; dan 3.5 ml
C2 = 0,099 mg/ml
47
48
a. Skema pembuatan
Kurang lebih 10 mg ibuprofen ditimbang secara seksama
Pipet 2,5 ml
Pipet 1.5; 2; 2.5; 3; 3.5; dan 4 ml
1 mg/ml . 2,5 ml = C2 . 25 ml
C2 = 0,1 mg/ml
49
50
Derivatif pertama:
=
λ A λ= dA/dλ
Derivatif kedua:
λ dA/dλ λ= d2A/d2λ
a. Skema pembuatan
Timbang seksama parasetamol dan ibuprofen masing-masing lebih kurang
10 mg
a. Skema pembuatan
3,5 mg/100ml
mg/100ml
Recovery parasetamol:
mg/100ml
mg/100ml
Recovery ibuprofen:
1 2,05
2 1,94
3 2,05
4 1,94
5 2,05
6 2,05
Biografi Penulis
Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Fakultas
menjadi seksi dampok TITRASI 2007, ketua umum TITRASI 2009, manajer UKF